KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL MEI. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III. website :

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL FEBRUARI

Halaman ini sengaja dikosongkan.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI LAMPUNG. Kajian Triwulanan Misi Bank Indonesia. Visi, Misi dan Nilai Strategis Bank Indonesia

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Publikasi ini dapat diakses secara online pada :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

ii Triwulan I 2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Halaman ini sengaja dikosongkan. This page is intentionally blank

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan IV 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN I

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Jambi

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Pertumbuhan Ekonomi Kepulauan Riau

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

Kajian Ekonomi Regional Banten

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi Sumatera Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan III 2015

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bangka Belitung CP. dan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV. website :

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN I-2013

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan III Tahun 2014

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Inflasi Bulanan Inflasi Tahunan Disagregasi Inflasi Non Fundamental Fundamental/Inti...

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN III KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA TIMUR

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Tim Penulis : Unit Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU

PROVINSI SUMATERA UTARA

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

Tim Penulis : Unit Asesmen Statistik Survei dan Liaison KPwBI Provinsi Bangka Belitung

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH. Triwulan II 2015

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BENGKULU Triwulan II Tahun 2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL KAJIAN EKONOMI TRIWULAN III

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Triwulan III Kajian Ekonomi Regional Banten

Transkripsi:

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL TRIWULAN I 216 website : www.bi.go.id email : empekanbaru@bi.go.id

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL VISI BANK INDONESIA : kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI BANK INDONESIA : 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas; 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional; 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional; 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA : -nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar KATA PENGANTAR BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I 216 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Ketenagakerjaan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan II 216. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya. Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau, dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan. Pekanbaru, 17 Mei 216 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau Ismet Inono Deputi Direktur iii

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kata Pengantar duduk di rumah memegang amanah duduk di tanah memegang petuah duduk di kampung menjadi payung duduk di banjar bertunjuk ajar duduk di ladang tenggang menenggang duduk di negeri tahukan diri duduk di dusun ia penyantun duduk beramai elok perangai apa tanda Melayu bertuah, tahu berguru pada yang sudah tahu berbuat pada yang ada tahu memandang jauh ke muka apa tanda Melayu terbilang, dada lapang pandangan panjang iv

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi DAFTAR ISI HALAMAN Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Tabel... vii Daftar Grafik... viii Daftar Gambar... xii Tabel Indikator Ekonomi Terpilih... xiii RINGKASAN EKSEKUTIF... 1 BAB 1. KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL... 9 1. 2. Kondisi Umum... PDRB Sisi Penggunaan... 9 11 2.1. Konsumsi... 12 2.2 Investasi (PMTB)... 14 2.3 Ekspor dan Impor... 15 2.3.1. Ekspor... 2.3.2. Impor... 16 18 3. PDRB Sektoral... 19 3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan... 2 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian... 22 3.3. Sektor Industri Pengolahan... 23 3.4. Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor... 25 3.5. Sektor Konstruksi... 26 Boks 1 Pemanfaatan CPO Supporting Fund Boks 2 Strategi & Implementasi Dalam Pengembangan Kota Cerdas iv

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi HALAMAN BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH... 28 1. Kondisi Umum... 28 2. Perkembangan Inflasi 2.1. Inflasi Kota... 2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru... 2.1.2. Inflasi Kota Dumai... 2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan... 2.2. Disagregasi Inflasi... 2.2.1. Inflasi Inti (Core)... 2.2.2. Inflasi Volatile Foods... 2.2.3. Inflasi Administered Price... 29 34 34 35 36 37 38 39 4 BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 41 1. Kondisi Umum Perbankan... 43 2. Perkembangan Bank Umum... 42 2.1.... 42 2.2. Perkembangan Dana Pihak 44 2.3. 45 3. 4. Intermediasi dan Risiko Perbankan 47 49 4.1. 49 4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah... 5 4.3.... 52 5. 54 6.. 56 7. Perkembangan Transaksi Pembayaran... 58 7.1. 58 7.2. 58 7.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow- 58 59 59 v

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Isi HALAMAN 7.3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non... 6 7.3.1.... 6 BAB 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH... 62 1. Kondisi Umum... 62 2. Realisasi APBD 216... 63 2.1. Realisasi Pendapatan... 64 2.2. Realisasi Belanja... 66 Boks 3. Percepatan Penyerapan APBD Riau Tahun 216 BAB 5 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah... 69 1.... 69 2. Ketenagakerjaan...... 7 3. Kesejahteraan Daerah... 3.1. Nilai Tukar Petani... 74 74 BAB 6 76 1. Prospek Makro... 76 2. Perkiraan Inflasi...... 79 3. 81 Daftar Istilah xv vi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel DAFTAR TABEL HALAMAN Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)... 11 Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau... 14 Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton)... 16 Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)... 2 Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta)... 42 Tabel 3.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpMiliar).. 45 Tabel 3.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau... 5 Tabel 3.4 Kredit UMKM di Provinsi Riau Tw.IV-215 Menurut Sektor Ekonomi. 53 Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Tw I-215 dan Tw-I 216... 63 Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau... 65 Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi belanja Daerah Provinsi Riau... 67 Tabel 5.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)... 71 Tabel 5.2. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama... 71 Tabel 6.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I 216 (dalam%, yoy)... 77 Tabel 6.2. Outlook Perekonomian Global... 78 Tabel 6.3. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Riau Tw.I-216... 79 vii

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK HALAMAN Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)... 1 Grafik 1.2.Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau... 12 Grafik 1.3.Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini... 12 Grafik 1.4.Pergerakan Harga CPO Internasional dan TBS Lokal... 12 Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan... 13 Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Durable Goods... 13 Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna... 13 Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor... 13 Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau... 15 Grafik 1.1.Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau... 15 Grafik 1.11. Perkembangan Industrial Production Amerika Serikat... 16 Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau... 17 Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau... 17 Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau... 17 Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau... 17 Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan... 17 Grafik 1.17. Growth Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan... 18 Grafik 1.18. Perkembangan Impor Non Migas Riau... 19 Grafik 1.19. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau... 19 Grafik 1.2. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier... 19 Grafik 1.21. Perkembangan Impor Barang Konsumsi... 19 Grafik 1.22. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian... 21 Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit... 21 Grafik 1.25. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian... 22 Grafik 1.26. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau... 22 viii

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik Grafik 1.27. Perkembangan Usaha Sektor Pertambangan dan Penggalian... 22 Grafik 1.28. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan... 24 Grafik 1.29. Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan... 24 Grafik 1.3. Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor... 25 Grafik 1.31. Jenus Pengeluaran Rumah Tangga... 25 Grafik 1.32. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan Minuman dan Tembakau di Riau... 26 Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Komoditi Lainnya di Riau... 26 Grafik 1.34. Konsumsi Semen Riau... 26 Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy)... 3 Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy)... 3 Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy)... 31 Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)... 32 Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq)... 33 Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 216 di Riau (qtq)... 34 Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I (211-215)... 35 Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw I 216... 35 Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw I (211-215)... 36 Grafik 2.1. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 216... 36 Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan... 37 Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw I 216... 37 Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy)... 38 Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy)... 39 Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD... 39 Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia... 39 Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy)... 39 ix

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy)... 4 Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru... 4 Grafik 2.2. Perkembangan inflasi Administered Price...4 Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau... 43 Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok... 43 Grafik 3.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank... 43 Grafik 3.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank... 43 Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan... 44 Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan... 44 Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan... 46 Grafik 3.8. Pertumbuhan KRedit Berdasarkan Jenis Penggunaan... 46 Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta... 46 Grafik 3.1. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta... 46 Grafik 3.11. Perkembangan LDR di Provinsi Riau... 47 Grafik 3.12. Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau... 48 Grafik 3.13. Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan I-216... 48 Grafik 3.14. Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I-216... 48 Grafik 3.15. Growth NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Tw I-216... 48 Grafik 3.16. Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia... 49 Grafik 3.17. Perkembangan Harga Karet Dunia... 49 Grafik 3.18. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-216... 5 Grafik 3.19. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-216... 5 Grafik 3.2. Perkembangan Kredit Perumahan... 51 Grafik 3.21. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor... 51 Grafik 3.22. Perkembangan Kredit Multiguna... 51 Grafik 3.23. Perkembangan Kredit Durable Goods... 51 Grafik 3.24. Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM... 52 Grafik 3.25. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha... 52 Grafik 3.26. Perkembangan NPL Kredit UMKM... 53 Grafik 3.27. NPL Sektoral UMKM Triwulan I-216 (%)... 53 Grafik 3.28. Perkembangan Aset Perbankan Syariah... 54 Grafik 3.29. Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan... 54 x

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik Grafik 3.3. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Jenis Penggunaan... 55 Grafik 3.31. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral... 55 Grafik 3.32. Perkembangan NPL Perbankan Syariah... 56 Grafik 3.33. Perkembangan FDR Perbankan Syariah... 56 Grafik 3.34. Perkembangan Aset BPR/S... 56 Grafik 3.35. Perkembangan DPK BPR/S... 56 Grafik 3.36. Perkembangan Kredit BPR/S... 57 Grafik 3.37. Penyaluran Kredit Sektoral... 57 Grafik 3.38. Perkembangan NPL BPR/S... 57 Grafik 3.39. Perkembangan LDR BPR/S... 57 Grafik 3.4. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau... 58 Grafik 3.41. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Tw.I-216... 58 Grafik 3.42. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan... 59 Grafik 3.43. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Riau... 61 Grafik 3.44. Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi Kliring di Riau... 61 Grafik 3.45. Growth Nilai dan Volume Transaksi Kliring di Riau... 63 Grafik 4.1. Realisasi APBD Riau Tw I-216 dan Tw I-215... 64 Grafik 5.1. Perkembangan TPAK Riau Feb-216... 7 Grafik 5.2. Tingkat Pengangguran Terbuka Feb-216... 7 Grafik 5.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja... 72 Grafik 5.4. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja... 72 Grafik 5.5. Jumlah Jam Kerja Per Minggu Feb-216... 73 Grafik 5.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan... 73 Grafik 5.7. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan... 73 Grafik 5.8. Perkembangan NTP Riau... 75 Grafik 6.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen... 77 Grafik 6.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen... 77 Grafik 6.3. Perkembangan Harga Bumbu-bumbuan di Pekanbaru... 8 Grafik 6.4. Perkembangan Harga Daging Segar dan Hasilnya di Pekanbaru.... 8 xi

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar DAFTAR GAMBAR HALAMAN Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 216 dibandingkan dengan Historisnya (yoy)... 29 xii

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR 214 215 216 I II III IV I II III IV I Indeks Harga Konsumen*) : - Provinsi Riau 111,51 112,42 115, 119,9 118,39 12,73 121,55 123,8 123,63 - Kota Pekanbaru 111,13 111,89 114,51 119,56 117,98 12,31 121,4 122,8 123,16 - Kota Dumai 111,27 112,62 115,2 119,6 118,5 12,83 122,16 122,75 124,23 - Kota Tembilahan 116,5 117,61 12,11 124,6 122,58 124,94 125,77 126,62 127,48 Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : - Provinsi Riau 7,75 6,59 5,81 8,65 6,17 7,39 5,7 2,65 4,42 - Kota Pekanbaru 7,38 6,17 5,5 8,53 6,16 7,53 5,7 2,71 4,39 - Kota Dumai 7,26 6,78 5,88 8,53 6,5 7,29 6,21 2,63 4,84 - Kota Tembilahan 12,59 1,64 8,91 1,6 5,63 6,23 4,71 2,6 4, Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 4,5 2,83 2,61 1,39 (,1) (2,13) (1,38) 4,45 2,34 Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2.988,85 2.833,27 3.75,96 3.162,66 2.596,67 3.9,71 2.558,21 2.67,62 2.22,87 Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4.442,86 4.119,36 4.548,42 5.196,4 4.348,7 5.124,68 4.697,82 5.378,39 4.183,82 Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 47,21 351,21 38,77 299,12 34,74 28,97 33,32 195,42 264,9 Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 542,25 585,34 62,44 686,66 723,88 531,3 482,82 39,43 67,17 B. PERBANKAN Bank Umum INDIKATOR 214 215 216 I II III IV I II III IV I Total Aset (dalam Rp Juta) 73.21.71 82.36.875 86.572.336 85.652.213 9.534.888 98.451.429 95.323.47 81.686.28 84.514.141 DPK (dalam Rp Juta) 54.466.287 6.795.211 63.383.834 64.143.197 66.525.297 7.42.859 69.189.487 62.5.178 62.588.183 - Giro 12.556.764 16.863.613 14.828.129 13.723.591 15.18.19 15.31.1 14.785.66 9.874.611 11.99.735 - Tabungan 27.363.917 26.936.859 27.586.835 29.478.22 27.139.376 27.688.84 28.427.87 31.117.84 28.694.78 - Deposito 14.545.66 16.994.736 2.968.87 2.941.386 24.277.812 27.431.54 25.976.795 21.57.764 21.984.37 Kredit (dalam Rp Juta) 48.487.679 5.668.252 5.978.867 52.283.437 52.41.716 54.12.485 54.946.577 56.538.247 56.252.232 - Modal Kerja 14.871.32 15.62.41 15.971.72 16.318.273 16.78.784 16.81.235 16.81.524 17.653.632 17.488.673 - Investasi 15.482.142 16.292.777 16.8.635 16.621.249 16.716.814 17.125.784 17.428.77 17.48.648 17.23.391 - Konsumsi 18.134.236 18.755.434 18.926.53 19.343.915 19.66.118 2.85.465 2.716.283 21.43.968 21.56.168 - LDR (%) 89,2 83,34 8,43 81,51 78,77 76,7 79,41 91,12 89,88 - NPL (%) 3,32 3,54 3,57 3,46 3,64 4,16 4,34 3,71 4,7 Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 18.94.921 19.753.458 19.687.77 2.32.69 19.89.94 2.212.276 19.894.36 19.884.668 19.95.368 - Mikro 4.424.699 5.21.241 4.94.41 5.42.536 5.461.112 5.531.45 5.465.328 5.645.99 5.835.773 - Kecil 7.3.433 7.279.42 7.669.811 7.531.647 7.439.193 7.775.31 7.771.32 7.687.958 7.791.884 - Menengah 6.639.789 7.263.815 7.77.558 7.98.57 6.99.635 6.95.929 6.657.713 6.55.721 6.277.711 NPL MKM (%) 5,12 5,82 5,99 5,49 6,2 6,71 7,41 6,76 7,65 BPR Total Aset (dalam Rp Juta) 1.12.376 1.91.313 1.16.417 1.16.162 1.189.489 1.185.757 1.186.762 1.228.315 1.246.785 DPK (dalam Rp Juta) 748.775 744.336 77.216 89.748 847.56 857.25 881.188 877.171 895.393 - Tabungan 336.569 345.835 352.3 356.75 364.632 349.23 353.742 348.11 347.972 - Deposito 412.26 398.52 418.186 453.673 482.929 58.2 527.447 529.16 547.421 Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proye 762.7 782.561 815.127 836.111 864.37 911.96 916.54 97.81 916.87 Rasio NPL (%) 15,47 15,78 15,56 13,75 14,45 13,84 14,39 12,92 14,8 LDR (%) 11,86 15,14 15,83 13,26 11,98 16,28 14,1 13,41 12,4 xiii

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Tabel Indikator TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH C. SISTEM PEMBAYARAN INDIKATOR Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta) Inflow (dalam Rp Juta) Outflow (dalam Rp Juta) 214 215 216 I II III IV I II III IV I 247.524 2.25.641 2.61.379 3.154.898 (111.261) 2.575.811 1.81.68 3.45.622 (868.335) 1.884.781 1.135.22 2.33.869 721.361 1.798.68 1.45.848 2.414.612 1.224.352 2.434.651 2.132.35 3.385.843 4.941.248 3.876.259 1.687.347 3.981.659 4.216.22 4.629.974 1.566.316 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 38.769 317.52 196.336 249.464 185.727 33.59 171.823 185.255 185.727 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 73.538 97.73 9.461 14.12 89.64 19.63 88.477 68.937 - Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 47.244 48.67 48.59 52.78 31.363 32.636 3.853 13.564 - Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1.226 1.656 1.413 1.578 1.446 1.797 1.44 1.94 - Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 787 825 758 789 56 535 49 215 - Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 7.742 7.672 8.7 8.438 7.881 5.163 8.684 7.366 7.367 Volume Transaksi Kliring (lembar) 261.889 257.996 256.661 274.715 254.5 135.164 237.984 26.11 223.872 Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 129 13 135 128 127 85 138 117 121 Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 6 59 6 66 62 61 63 63 61 xiv

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif RINGKASAN EKSEKUTIF I. GAMBARAN UMUM Perekonomian Riau pada triwulan I-216 melambat dibandingkan periode sebelumnya Perekonomian Riau pada triwulan I 216 tercatat melambat jika dibandingkan dengan triwulan IV 215, yaitu dari 4,45% (yoy) menjadi 2,34% (yoy), namun lebih baik jika dibandingkan triwulan awal 215 yang mengalami kontraksi,1% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga tercatat melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 4,92% (yoy) pada triwulan I 216. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tanpa migas juga tercatat 1

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV 215 yaitu dari 6,2% (yoy) menjadi 3,52% (yoy). Perbaikan harga komoditas internasional yang masih terbatas, belum optimalnya realisasi APBD pemerintah daerah, dan kinerja lifting minyak bumi yang masih melanjutkan kontraksi menjadi penyebab utama melambatnya pertumbuhan ekonomi di triwulan I 216. II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL Perlambatan ekonomi Riau pada triwulan I 216 utamanya berasal dari penurunan konsumsi pemerintah dan net ekspor serta melambatnya investasi. Perlambatan ekonomi dari sisi penggunaan pada triwulan I 216 utamanya disebabkan oleh menurunnya konsumsi pemerintah dan ekspor serta melambatnya investasi. Menurunnya konsumsi pemerintah dipengaruhi oleh pola musiman belanja yang relatif terbatas pada awal tahun. Sedangkan menurunnya kinerja net ekspor utamanya dipicu oleh gejolak ekonomi negara tujuan ekspor yang berdampak terhadap menurunnya permintaan komoditas ekspor unggulan baik migas dan non migas. Perlambatan kegiatan investasi ini dipengaruhi oleh perilaku investor yang masih cenderung menunggu perbaikan kondisi ekonomi (wait and see) sehingga turut menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I 216. Konsumsi rumah tangga cenderung meningkat seiring dengan perbaikan harga komoditas global. Perlambatan ekonomi dari sisi sektoral didorong oleh perlambatan kinerja sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 216 tercatat meningkat jika dibandingkan triwulan IV 215. Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga di awal tahun 216 didorong oleh perbaikan daya beli masyarakat seiring dengan peningkatan upah/gaji. Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 216 secara umum menunjukkan perlambatan. Perlambatan kinerja terjadi dari tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan konstruksi. Selain itu, beberapa sektor tersier seperti sektor transportasi dan pergudangan, sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman, sektor informasi dan komunikasi juga mengalami perlambatan. Sementara itu, sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial mengalami kontraksi sehingga menahan laju pertumbuhan pada triwulan laporan. Namun demikian, perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh kontraksi yang semakin melandai di sektor pertambangan dan penggalian, serta peningkatan yang terjadi pada sektor pengadaan listrik dan gas, 2

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Perlambatan kinerja subsektor perkebunan kelapa sawit di awal tahun sebagai dampak asap di akhir tahun 215 lalu. Masih berlanjutnya gejolak ekonomi global berpengaruh terhadap penurunan kinerja sektor industri pengolahan Riau. Pertambangan migas relatif membaik namun masih mencatatkan kontraksi. sektor perdagangan besar, eceran, reparasi mobil dan motor dan sektor jasa keuangan. Perlambatan kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan laporan tercermin dari melambatnya subsektor perkebunan kelapa sawit sebagai dampak dari kabut asap yang terjadi pada akhir tahun 215 sehingga menyebabkan proses pemupukan tertunda. Akibatnya, produktifitas sawit pada awal tahun 216 mengalami penurunan. Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan laporan utamanya didorong oleh perlambatan subsektor industri makanan dan minuman. Perlambatan kinerja industri makanan dan minuman terutama bersumber dari industri pengolahan kelapa sawit yang disebabkan oleh gejolak ekonomi di Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga mengakibatkan menurunnya permintaan ekspor. Selain itu, belum stabilnya harga komoditas global turut menggoncang kinerja perusahaan pada triwulan laporan. Kontraksi sektor pertambangan Riau pada triwulan I 216 semakin kecil jika dibandingkan triwulan IV 215. Kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor pertambangan minyak bumi dan gas bumi akibat semakin berkurangnya cadangan minyak bumi dan keterbatasan perusahaan untuk melakukan eksplorasi dan investasi ditengah melemahnya harga minyak yang tidak memenuhi nilai keekonomisannya. III. ASSESMEN INFLASI Inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 216 tercatat sebesar 4,42% (yoy). Tekanan inflasi Riau pada triwulan I 216 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari 2,65% (yoy) menjadi 4,42% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat kenaikan harga pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan, padipadian, ikan segar dan sayur-sayuran. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kelompok tersebut ialah cabai merah, bawang merah, bawang putih, beras, jengkol, cabai rawit, patin dan buncis. 3

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Kota Dumai tercatat mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 4,84% (yoy) diikuti Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing 4,39% dan 4,% (yoy) Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu mencapai 4,84% (yoy), diikuti oleh Pekanbaru dan Tembilahan masing-masing 4,39% (yoy) dan 4,% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil. Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I- 216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV- 215. IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV-215 yang tercermin dari menurunnya pertumbuhan Aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit. Pada triwulan I-216 aset perbankan tercatat mencapai Rp85,76 triliun, mengalami penurunan dari kontraksi 4,49% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi lebih dalam sebesar 6,5% (yoy). Sementara, DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp63,48 triliun, juga menurun dari kontraksi 3,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi lebih dalam sebesar 5,77% (yoy) pada triwulan laporan. Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I-216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I-216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun masih lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar 89,88% yang sebelumnya di triwulan IV- 215 tercatat sebesar 91,12%. Namun demikian, nilai LDR tersebut masih dibawah 1% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada kondisi yang masih terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 216 masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 216 masih didominasi oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan yang memiliki pangsa masingmasing 22,3% dan 21,65% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp12,54 triliun dan Rp12,18 triliun. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit, 4

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif sedangkan subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau. Pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan I- 216 melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan I-216 melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor di Provinsi Riau. Menurunnya realisasi kredit konsumsi pada triwulan laporan diperkirakan didorong oleh daya beli masyarakat yang belum membaik ditengah perbaikan harga komoditas yang masih terbatas. Penyaluran kredit UMKM pada triwulan I 216 meningkat dibandingkan triwulan IV 215. Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,91 triliun pada triwulan I 216, meningkat,48% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar,74%. Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 35,17% menjadi 35,39%. Kinerja perbankan syariah tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara, kinerja BPR/S menunjukkan perlambatan. Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan I-216 tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan dibandingkan triwulan IV-215. Aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp4,93 triliun meningkat sebesar 6,78% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV- 215 yang tumbuh sebesar 6,16% (yoy). Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan I-216 tercatat sebesar Rp1,24 triliun, melambat dibandingkan dengan triwulan IV-215 yaitu dari 5,87% menjadi 4,82% (yoy). Sementara, DPK BPR/S pada triwulan I-216 tercatat sebesar Rp895 miliar, tumbuh 5,64% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan IV-215 yang tumbuh sebesar 5,64% (yoy). Melambatnya DPK BPR/S didorong oleh perlambatan Deposito (pangsa 61,14%) dari 16,64% menjadi 13,35% (yoy), serta terkontraksinya Tabungan (pangsa 38,86%) lebih dalam sebesar 4,57% (yoy). 5

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif Keuangan Daerah Realisasi anggaran pendapatan pemerintah Riau di triwulan I 216 meningkat dibandingkan triwulan I 215. Alokasi anggaran pendapatan daerah Provinsi Riau pada tahun 216 secara umum mengalami penurunan dibandingkan tahun 215. Dari sisi pendapatan, APBD Provinsi Riau tercatat menurun sebesar 13% (yoy), yaitu dari Rp8,7 triliun pada tahun 215 menjadi Rp7,6 triliun pada 216. Di sisi lain, anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 216 relatif meningkat dibandingkan tahun 215. Peningkatan utamanya berasal dari anggaran belanja transfer pemerintah Provinsi kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Perkembangan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau pada awal tahun 216 secara umum meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan I 216 Anggaran Pendapatan Daerah telah terealisasi sebesar 22,74% dari total yang dianggarkan, sementara itu realisasi Anggaran Belanja Daerah masih sangat terbatas yaitu mencapai 4,61% dari total yang dianggarkan. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Daerah Perkembangan ketengakerjaan dan kesejahteraan daerah di awal tahun 216 terindikasi membaik. Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada awal tahun 216 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Dari indikator terkait menunjukkan terjadi peningkatan kualitas ketenagakerjaan antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 6,72% di tahun 215 menjadi 5,94% di tahun 216. Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I-216 meningkat jika dibandingkan dengan triwulan IV-215 yakni dari 95,3 menjadi 97,36. V. PROSPEK Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II- 216 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran 2.51+.5%(yoy). Perekonomian Daerah Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-216 secara umum diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2.51+.5%(yoy) 6

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif dengan tendensi ke arah batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari seluruh komponen baik konsumsi, investasi, maupun ekspor yang mengalami perbaikan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, secara sektoral peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor industri pengolahan, sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh berlanjutnya penurunan produksi sektor pertambangan dan penggalian yang diperkirakan lebih dalam dari kontraksi yang terjadi pada triwulan I 216. Dari sisi penggunaan, peningkatan diperkirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan ekspor. Sementara dari sisi sektoral diperkirakan berasal dari sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan pada triwulan II 216 diperkirakan ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga. Sementara itu konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya, terkait dengan mulai meningkatnya realisasi APBD pada triwulan II 216. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan II 216 diperkirakan membaik namun masih terbatas. Dari sisi sektoral, kinerja sektor pertanian di triwulan mendatang diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan I 216. Faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor pertanian Riau, perkembangan sektor industri pengolahan juga diperkirakan akan meningkat yang didorong oleh meningkatnya industri pengolahan CPO dan produk turunannya termasuk biodiesel, serta industri pengolahan pulp and paper. Di sisi lain, menurunnya kinerja industri pengilangan migas menjadi faktor yang menahan laju pertumbuhan. Inflasi Inflasi Riau pada triwulan II-216 diperkirakan akan cenderung menurun yaitu kisaran 2.66+.5% (yoy). Inflasi Provinsi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan akan cenderung mengalami perlambatan, yaitu berada pada kisaran 2.66+.5% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar.26+.5% (qtq). Adapun capaian inflasi hingga akhir tahun berada pada kisaran 3,62-7

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Ringkasan Eksekutif 4,62% (yoy) 215, masih berada di dalam sasaran inflasi nasional tahun 216 sebesar 4±1% (yoy). Faktor pendorong inflasi Riau pada triwulan II 216 diperkirakan terutama berasal dari inflasi volatile food, bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat keterbatasan pasokan seiring dengan berakhirnya masa panen raya dan gangguan panen di beberapa sentra produksi yang banyak memasok kebutuhan ke wilayah Riau. Inflasi kelompok administered price, meski mengalami penurunan tekanan pada awal triwulan II 216 akibat penurunan harga BBM bensin dan solar, diperkirakan akan mulai meningkat didorong oleh rencana peningkatan tarif listrik bulan Mei dan Juni. Sementara itu, meskipun relatif stabil tekanan inflasi inti diperkirakan sedikit meningkat akibat mulai membaiknya daya beli masyarakat karena meningkatnya penghasilan (akibat mulai meningkatnya harga TBS lokal). Beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risk) antara lain, El Nino yang berpotensi menganggu produksi daerah sentra pertanian dan meningkatkan inflasi bahan makanan. Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah (downside risks) proyeksi, yaitu perkembangan harga minyak dunia yang masih belum membaik sehingga meminimalisasi tekanan inflasi dari kelompok administered prices. 8

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Bab 1 KONDISI EKONOMI MAKRO REGIONAL 1. KONDISI UMUM Perekonomian Riau pada triwulan I 216 mengalami pertumbuhan positif, yaitu sebesar 2,34% (yoy). Pertumbuhan ini mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan triwulan IV 215 yang tercatat sebesar 4,45% (yoy), namun lebih baik jika dibandingkan triwulan I 215 yang mengalami kontraksi,1% (yoy). Perlambatan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga tercatat melambat dari 5,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 4,92% (yoy) pada triwulan I 216. Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi provinsi Riau tanpa migas juga 9

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional tercatat mengalami perlambatan dibandingkan triwulan IV 215 yaitu dari 6,2% (yoy) menjadi 3,52% (yoy). Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%) Sumber: BPS Melambatnya perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 216 utamanya disebabkan oleh perlambatan kinerja sektor pertanian, industri pengolahan dan konstruksi. Selain itu, beberapa sektor tersier seperti sektor transportasi dan pergudangan, sektor penyediaan akomodasi makanan dan minuman, sektor informasi dan komunikasi juga mengalami perlambatan. Seiring dengan pelambatan sektor-sektor tersebut di atas, sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial juga mengalami kontraksi sehingga mendorong perlambatan pada triwulan laporan. Di sisi lain, perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh kontraksi yang semakin melandai di sektor pertambangan dan penggalian, serta peningkatan yang terjadi pada sektor pengadaan listrik dan gas, sektor perdagangan besar, eceran, reparasi mobil dan motor dan sektor jasa keuangan. Faktor yang mendorong perlambatan kinerja di sektor pertanian berasal dari perlambatan perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, perlambatan kinerja sektor industri pengolahan terutama bersumber dari subsektor industri pengolahan kelapa sawit, subsektor pengolahan pulp dan kertas serta subsektor industri pengolahan karet. Di sisi lain, perlambatan di sektor konstruksi terindikasi dari realisasi konsumsi semen yang belum menunjukkan peningkatan yang signifikan pada awal tahun 216. 1

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Dari sisi penggunaan, perlambatan kinerja ekonomi utamanya disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan konsumsi pemerintah dan pertumbuhan ekspor serta melambatnya investasi selama triwulan I 216. Pelemahan konsumsi pemerintah utamanya disebabkan oleh pola musiman belanja pemerintah di awal tahun yang masih relatif terbatas. Sementara itu, kontraksi pertumbuhan ekspor dipengaruhi oleh gejolak ekonomi negara mitra dagang yang berdampak terhadap menurunnya permintaan ekspor. Disamping itu, perilaku investor yang masih cenderung menunggu (wait and see) berdampak terhadap melemahnya kegiatan investasi. 2. PDRB SISI PENGGUNAAN Perlambatan ekonomi dari sisi penggunaan pada triwulan I 216 utamanya disebabkan oleh menurunnya konsumsi pemerintah dan ekspor serta melambatnya investasi. Konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat mengalami kontraksi, demikian juga dengan kinerja ekspor yang menunjukkan kontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga, yang memiliki pangsa terbesar kedua PDRB dari sisi penggunaan, tercatat mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy) Komponen Pengeluaran 214 Growth (% yoy) Kontribusi Pertumbuhan (%) 215 216 215 216 215 215 I II III IV I Tw 4 Tw 1 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 7,23 6, 6,36 5,92 5,56 5,95 6,41 1,88 2,4 2,31 2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 15,44 (,7) (1,61),7 2,9,29 2,89,1,,1 3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3,8) 2,27 1,17 3,3 7,39 3,75 (7,29),32,14 -,22 4. Pembentukan M odal Tetap Bruto 1,81 1,61 2,4 5,31 6,79 4,6 5,17 2,7 1,23 1,65 5. Ekspor Luar Negeri 4,82 (3,63) (17,75) (9,55) 1,96 (15,27) (4,68),64-4,96-1,24 6. Impor Luar Negeri (13,1) (7,1) (8,25) (17,42) 4,17 (7,65) (3,47),15 -,29 -,14 7. Net Ekspor Antar Daerah 26,49 (83,4) (63,82) (983,21) 15,62 (59,89) (1,81),15 -,95 -,46 PDRB 2,7 (,1) (2,13) (1,38) 4,45,22 2,34 4,45,22 2,34 Sumber: BPS Provinsi Riau 11

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 2.1. Konsumsi Konsumsi rumah tangga Provinsi Riau pada triwulan I 216 tercatat meningkat jika dibandingkan triwulan IV 215, yakni dari 5,56% (yoy) menjadi 6,41% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga terindikasi pula dari meningkatnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) pada Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Provinsi Riau Indeks 17 15 13 11 9 7 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 213 214 215 216 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 1 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia level 11,8% pada triwulan I 216 yang mengindikasikan optimisme konsumen terhadap ekonomi ke depan (diatas batas 1) (Grafik 1.2). Meningkatnya IEK didorong oleh peningkatan komponen Indeks Penghasilan Konsumen dan Indeks Kegiatan Usaha seiring dengan adanya kenaikan upah/gaji di awal tahun dan perbaikan harga komoditas pada triwulan I 216. Indeks 18 16 14 12 1 8 6 4 2 Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 213 214 215 216 Indeks Penghasilan Konsumen INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ( IEK ) Garis 1 Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia 1,9 1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 1, Grafik 1.4. Pergerakan Harga CPO Internasional dan TBS Lokal TBS (Rp/Kg) CPO (USD/MT) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia 1,2 1, 8 6 4 2 - Faktor lainnya yang mendorong masih baiknya tingkat konsumsi masyarakat pada triwulan I 216 tercermin dari penyaluran kredit konsumsi pada triwulan laporan yang tercatat mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Salah satu pendorong peningkatan tersebut adalah peningkatan harga CPO Internasional sehingga mendorong perkembangan harga TBS lokal. Pada triwulan I 216, harga CPO rata-rata mencapai $576 USD/MT atau naik sebesar 14,21% (yoy) jika dibandingkan rata-rata harga triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar $54 USD/MT. Kondisi ini juga mendorong kenaikan harga TBS lokal yang tercatat 12

Rp. Triliun Persen (%) Rp. Miliar Persen (%) Rp Triliun Persen (%) Rp Miliar Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional mencapai Rp1.387/Kg atau naik sebesar 13,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1.227/Kg (Grafik 1.4). Peningkatan harga komoditas tersebut berpengaruh terhadap peningkatan penghasilan masyarakat setempat yang tercermin dari meningkatnya indeks penghasilan konsumen pada level 19,2 dan indeks kegiatan usaha sebesar 115,4. Total kredit konsumsi yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp21,56 triliun atau tumbuh sebesar 9,97% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit konsumsi utamanya didorong oleh peningkatan penyaluran kredit konsumsi untuk kredit durable goods dan kredit multiguna. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Perumahan g - yoy (kanan) 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2-2 Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Durable Goods 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Durable goods g - yoy (kanan) 2 15 1 5-5 -1 Grafik 1.7. Perkembangan Kredit Multiguna 14 5 12 45 4 1 35 8 3 25 6 2 4 15 1 2 5 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Multiguna g - yoy (kanan) Grafik 1.8. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Kendaraan g - yoy (kanan) 25 2 15 1 5-5 -1-15 -2-25 Di sisi lain, kredit konsumsi untuk perumahan tercatat melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara pertumbuhan kredit kendaraan bermotor tercatat masih terkontraksi. Hal ini bersumber dari penurunan kredit rumah tangga kepemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 7 sebesar 14,55% (yoy) dan kredit Ruko atau Rumah Toko. Selain itu, melambatnya pertumbuhan di sektor kendaraan bermotor bersumber dari menurunnya kredit kendaraan roda empat yang mengalami kontraksi lebih dalam dari kontraksi triwulan sebelumnya yaitu 5,71% (yoy) menjadi 12,73% (yoy). 13

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Belanja 215 216 (Rp miliar) I II III IV I Realisasi 487 1.411 3.451 7.677 488 Presentase 4,57% 13,21% 32,3% 67,41% 4,61% Realisasi/Tw 487 924 2.4 4.226 488 Porsi 6,34% 12,4% 26,57% 55,5% 6,36% Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Tahun Realisasi APBD Triwulan I 21 7,2% 211 1,62% 212 7,71% 213 5,47% 214 4,88% 215 4,57% 216 4,61% Sementara itu, bila dibandingkan dengan realisasi triwulan I tahun-tahun sebelumnya, realisasi APBD Riau pada triwulan laporan tercatat paling rendah sebesar 4,61% (yoy). Hal ini dipicu oleh perkembangan konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tercatat mengalami kontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 7,39% (yoy) menjadi -7,29% (yoy). Kondisi ini dipengaruhi oleh pola musiman belanja pemerintah di awal tahun yang masih relatif terbatas. Jika dilihat secara triwulanan, porsi realisasi tersebut mencapai 6,36% (yoy) dari seluruh realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau pada tahun 216. 2.2. Investasi (PMTB) Perkembangan investasi (PMTB) di Riau pada triwulan I 216 tercatat melambat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,79% (yoy) menjadi 5,17% (yoy). Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya realisasi investasi baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) pada triwulan I 216. Pada triwulan I 216, realisasi PMDN Riau triwulan I 216 tercatat sebesar Rp42,46 miliar, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 215 yang mencapai Rp265,27 Miliar. Hal ini menunjukkan bahwa PMDN Riau mengalami kontraksi sebesar 15,91% (yoy), menurun signifikan dibandingkan dengan PMDN triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh mencapai 93,63%. Sementara itu, PMA realisasi PMA triwulan laporan tercatat sebesar Rp.1,34 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi PMA triwulan sebelumnya yang mencapai Rp2,78 triliun. Dengan demikian, PMA menunjukkan kontraksi yang lebih dalam dari,86% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi kontraksi 2,5% (yoy) pada triwulan laporan, terutama didominasi oleh investasi di bidang industri kimia dasar, barang kimia dan farmasi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perilaku investor swasta yang masih cenderung menunggu (wait and see) berdampak pada masih 14

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional lemahnya kegiatan investasi, di tengah upaya untuk mempercepat proyek-proyek infrastruktur pemerintah. Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau Rp Juta Realisasi PMDN growth (yoy) 4.5. 4.. 3.5. 3.. 2.5. 2.. 1.5. 1.. 5. - I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal % yoy 6 5 4 3 2 1-1 -2 Grafik 1.1. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau USD Ribu Realisasi PMA growth (yoy) % yoy 7. 35 6. 3 5. 25 4. 2 15 3. 1 2. 5 1. - -5 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2.3. Ekspor dan Impor 2.3.1. Ekspor Kinerja net ekspor Provinsi Riau pada triwulan I 216 tercatat mengalami kontraksi sebesar 4,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan IV 215 sebesar,42% (yoy). Penurunan kinerja net ekspor disebabkan oleh kontraksi ekspor luar negeri pada triwulan laporan sebesar 4,68% (yoy), menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 1,96% (yoy). Dengan demikian, menurunnya kinerja ekspor didorong oleh perlambatan ekspor migas dan kontraksi kinerja sektor pertambangan dan penggalian batubara yang belum menunjukkan perbaikan signifikan. Selain itu, kinerja ekspor non migas juga tercatat melambat seiring dengan melambatnya kinerja ekspor utama non migas Provinsi Riau yaitu minyak dan lemak nabati. Berdasarkan komoditasnya, rendahnya pertumbuhan ekspor non migas Riau pada triwulan laporan didorong oleh perlambatan ekspor CPO, pulp dan kertas serta penurunan ekspor karet. Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) 15

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.11. Perkembangan Industrial Production Amerika Serikat Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton) Jenis 215 (ribu ton) 216 Pangsa (%) yoy (%) 215 I II III IV I IV-15 I-16 IV-15 I-16 Makanan dan Hewan Bernyawa 426,3 378,3 398,85 53,7 1.733,24 385,27 9,85 9,21 1,48 (9,57) Tembakau dan Minuman 6,89 9,54 5,53 5,97 27,93 7,47,11,18 (9,56) 8,38 Barang Mentah 741,56 711,78 737,73 729,47 2.92,53 685,76 13,56 16,39 (14,52) (7,52) Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 28,2 53,34 15,37 22,16 119,6 4,8,41,96 1,79 42,1 Minyak dan Lemak Nabati 2.613,93 3.43,66 3.4,55 3.541,13 12.563,28 2.455,28 65,84 58,69 11,22 (6,7) Bahan Kimia 118,96 171,17 114,89 136,84 541,85 172,27 2,54 4,12 (46,35) 44,81 Barang Manufaktur 412,5 396,91 42,91 413,11 1.643,43 437,4 7,68 1,45 (1,6) 6,4 Mesin dan Peralatan -,,,,1,29,,1 (96,31), Hasil Olahan Manufaktur,,,1,,1 -, - (98,95) (1,) Koin, bukan mata uang - - - - - - - - - - Total 4.348,7 5.124,7 4.697,83 5.378,75 19.549,34 4.183,82 1, 1, 3,11 (3,78) Berdasarkan hasil survei dan liaison, perlambatan kinerja subsektor industri pengolahan kelapa sawit dipengaruhi oleh gejolak ekonomi di Amerika Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga mengakibatkan menurunnya permintaan ekspor. Selain itu, belum stabilnya harga komoditas global turut menggoncang kinerja perusahaan pada triwulan laporan. Sejalan dengan subsektor industri makanan dan minuman, kinerja komoditas pulp dan kertas juga mengalami perlambatan karena menurunnya permintaan kertas dari luar negeri sehubungan dengan masih berlanjutnya politik dumping negara-negara kawasan Amerika terhadap produk kertas Indonesia. Sementara itu, komoditas karet cenderung melanjutkan tren penurunan sebagai dampak dari harga komoditas yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. 16

ribu ton % ribu ton % ribu ton % % ribu ton KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau 3.5 3. 2.5 2. 1.5 1. 5 Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - (1,) (2,) Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Pulp and Paper Riau 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, - Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 4, 3, 2, 1, - (1,) (2,) Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau 5, 45, 4, 35, 3, 25, 2, 15, 1, 5, - Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 6, 4, 2, - (2,) (4,) (6,) (8,) (1,) (12,) Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau 4, 3,5 3, 2,5 2, 1,5 1,,5 - Vol (kiri) yoy (kanan) I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 25 2 15 1 5-5 -1 Berdasarkan negara tujuan ekspornya, perlambatan ekspor non migas pada triwulan laporan utamanya berasal dari penurunan ekspor ke Eropa yang tercatat sebesar 51 ribu ton. Volume ekspor tersebut mengalami kontraksi sebesar 15,36% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi,38% (yoy). Grafik 1.16. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan 6. 5. 4. 3. 2. 1. - 2.228 1.457 1.667 1.928 1.988 1.433 1.83 1.657 1.558 1.343 1.617 1.892 1.89 1.257 6 91 69 1.717 1.985 1.638 756 644 759 734 585 658 842 92 573 57 587 563 589 922 432 518 787 851 592 51 662 783 814 691 637 733 651 548 66 787 675 92 99 58 72 622 511 481 835 818 598 635 538 651 798 644 51 524 786 762 1.78 1.34 678 759 766 1.24 965 78 869 942 681 891 971 1.188 773 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Cina India ASEAN MEE Lainnya Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah 17

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.17. Growth Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan growth per tujuan (% yoy) Total Cina India ASEAN MEE Lainnya 1 8 6 4 2 growth total (% yoy) 4 2-2 -4-2 -4-6 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216-6 -8-1 -12 Sumber : Ditjen Bea dan Cukai Menurunnya pertumbuhan ekspor non migas tertahan oleh peningkatan ekspor ke India. Volume ekspor ke India pada triwulan I 216 mencapai 524 ribu ton, lebih tinggi jika dibandingkan volume ekspor triwulan yang sama periode sebelumnya yang tercatat sebesar 51 ribu ton. Kinerja ekspor ke India pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dari kontraksi sebesar 27,3% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 2,8% (yoy) pada triwulan laporan seiring dengan pertumbuhan ekonomi India yang menunjukkan peningkatan. 2.3.2. Impor Perkembangan impor Riau pada triwulan I 216 tercatat meningkat dari 3,38% (yoy) pada triwulan sebelumnya, menjadi 4,89% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan impor luar negeri Provinsi Riau pada triwulan laporan bersumber dari peningkatan impor non migas yang mengalami perbaikan kinerja dari kontraksi sebesar 43,14% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi kontraksi 7,4% (yoy) pada triwulan laporan. Jika dilihat dari jenis barang non migas yang diimpor, impor barang konsumsi mengalami peningkatan yang sangat signifikan, utamanya bersumber dari peningkatan barang konsumsi durable goods. Hal ini juga terindikasi dari peningkatan volume impor durable goods dan kredit konsumsi durable goods. Sementara itu, peningkatan kinerja impor juga didorong oleh perbaikan kontraksi impor barang modal dan impor barang intermedier pada triwulan laporan yang masing-masing tercatat sebesar 69,59% (yoy) dan 9,13% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 215 yang masing-masing tercatat 18

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional kontraksi 93,11% (yoy) dan 36,34% (yoy). Kondisi ini juga dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar rupiah yang pada triwulan I 216 secara rata-rata tercatat sebesar Rp13.527,/USD, membaik jika dibandingkan rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan IV 215 sebesar Rp13.773,/USD. Grafik 1.18. Perkembangan Impor Non Migas Riau Grafik 1.19. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau Ribu Ton Volume (ribu ton) growth (rhs) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 yoy,% 5 4 3 2 1-1 -2-3 -4-5 ribu Ton Barang Modal(lhs) yoy (rhs) 12 1 8 6 4 2 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 % 8 7 6 5 4 3 2 1 - (1) (2) Grafik 1.2. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier ribu Ton Barang intermedier (lhs) yoy (rhs) 9 8 7 6 5 4 3 2 1 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 % 6 5 4 3 2 1 - (1) (2) (3) (4) (5) Grafik 1.21. Perkembangan Impor Barang Konsumsi ribu Ton Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs) 4 35 3 25 2 15 1-5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 6 5 4 3 2 1 - % (1) (2) 3. PDRB SEKTORAL Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 216 secara umum menunjukkan perlambatan. Perlambatan kinerja terjadi dari tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan dan konstruksi. Namun demikian, perlambatan yang lebih dalam tertahan oleh kontraksi yang semakin melandai di sektor pertambangan dan penggalian, serta peningkatan yang terjadi pada sektor pengadaan listrik dan gas, sektor perdagangan besar, eceran, reparasi mobil dan motor dan sektor jasa keuangan. 19

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%) Kategori Uraian Growth (%yoy) Kontribusi (%yoy) 215 216 215 216 215 215 I II III IV I IV I A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7,28-4,54-7,62 8,24,35 3,26 1,85,8,75 B Pertambangan dan Penggalian -8,43-7,62-6,7-5,5-6,91-2,92-1,64-2,12 -,85 C Industri Pengolahan -,48,94 4,28 9,58 3,61 5,48 2,32,86 1,33 D Pengadaan Listrik, Gas 8,32 8,67 8,51 1,18 6,43 19,55,,,1 E Pengadaan Air -2,9 3,1 2,55 7,1 2,41 2,,,, F Konstruksi 4,59 5,7 8,6 7,69 6,39 3,84,63,51,31 G Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 1,36,57,58 3,97 1,63 4,61,36,14,43 H Transportasi dan Pergudangan 4,29 4,58 5,69 6,85 5,38 4,52,5,4,4 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,8-2,17 -,3 8,75 1,89 5,47,5,1,3 J Informasi dan Komunikasi 8,88 7,7 5,26 6,9 7,15 4,21,4,4,3 K Jasa Keuangan 5,84-3,44 -,11 -,69,35 1,72 -,1,,2 L Real Estate 7,4 7,91 8,38 9,98 8,34 1,91,8,7,2 M,N Jasa Perusahaan 6,98 7,9 8,31 8,25 7,67,19,,, O Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. 1,38 6,8 5,92 4,21 4,39-5,7,7,7 -,7 P Jasa Pendidikan 6,29 6,47 8,91 3,94 6,35,63,2,3, Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 11,68 8,92 11,6 8,26 9,94,17,2,2, R,S,T,U Jasa lainnya 8,41 9,55 11,2 11,24 1,14 5,65,5,4,3 PDRB -,1-2,13-1,38 4,45,22 2,34 4,45,22 2,34 PDRB Tanpa Migas 2,83 -,57 -,28 6,2 2,1 3,52 6,2 2,1,2 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah 3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan I 216 masih tercatat mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,26% (yoy) namun melambat jika dibandingkan triwulan IV 215 yang tercatat sebesar 8,24% (yoy). Pada triwulan I 216, pertumbuhan subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian tercatat sebesar 6,1% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 215 sebesar 1,88% (yoy). Berdasarkan informasi dari contact liaison, faktor yang mendorong perlambatan kinerja di sektor pertanian berasal dari perlambatan perkebunan kelapa sawit sebagai dampak dari kabut asap yang terjadi pada akhir tahun 215 sehingga menyebabkan proses pemupukan tertunda. Akibatnya, produktivitas sawit pada awal tahun 216 mengalami penurunan. Selain itu, faktor lain yang turut menekan pertumbuhan sektor pertanian adalah musim hujan yang terjadi pada awal triwulan laporan yang berdampak terhadap gagal panennya ribuan hektar padi. 2

Rp Triliun Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Grafik 1.22. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian % yoy 15, 1, 5,, -5, -1, -15, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 Sumber: BPS Provinsi Riau Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian Kehutanan dan Penebangan Kayu Perikanan Grafik 1.23. Perkembangan Kredit Perkebunan Kelapa Sawit 14 12 1 8 6 4 2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Kredit Kelapa Sawit Sumber : LBU Bank Indonesia g - yoy (kanan) 6 5 4 3 2 1 Perlambatan kinerja juga dikonfirmasi oleh perkembangan kredit berdasarkan lokasi bank yang disalurkan ke sektor pertanian yang tumbuh dari 1,88% (yoy) di triwulan IV 215 melambat menjadi 9,57% (yoy) pada triwulan I 216, atau secara nominal mencapai Rp. 12,54 triliun. Kredit pertanian tersebut sangat didominasi oleh kredit yang disalurkan ke perkebunan kelapa sawit (pangsa 91,37%), yang mengalami perlambatan pertumbuhan dari 15,9% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi 13,47% (yoy) pada triwulan laporan. Demikian juga dengan kredit yang disalurkan ke perkebunan karet tercatat mengalami kontraksi yang semakin dalam dari kontraksi 8,92% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi kontraksi 14,1% (yoy) pada triwulan I 216. Hal tersebut mengindikasikan melambatnya kinerja perkebunan kelapa sawit dan kinerja perkebunan karet di Provinsi Riau yang masih melanjutkan tren penurunan. Sejalan dengan subsektor pertanian, peternakan, perburuan dan jasa pertanian, kinerja subsektor kehutanan dan penebangan kayu turut menekan laju pertumbuhan karena masih mengalami kontraksi sebesar 7,1% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar,1% (yoy). Disisi lain, subsektor perikanan juga mengalami perlambatan dari 3,1% (yoy) pada triwulan IV 215 menjadi,9% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan karena cuaca ekstrim pada awal triwulan laporan akibat musim hujan yang menimbulkan gelombang tinggi sehingga menjadi faktor penghambat untuk melaut. 21

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian Kontraksi sektor pertambangan Riau pada triwulan I 216 tercatat lebih kecil dibandingkan triwulan IV 215, yaitu dari kontraksi sebesar 5,5% (yoy) menjadi kontraksi 2,92% (yoy). Kontraksi pada sektor pertambangan utamanya didorong oleh kontraksi pada subsektor pertambangan minyak bumi dan gas bumi. Berdasarkan hasil survei dan liaison, penurunan tersebut disebabkan semakin berkurangnya cadangan minyak bumi dan keterbatasan perusahaan untuk melakukan eksplorasi dan investasi ditengah melemahnya harga minyak yang tidak memenuhi nilai keekonomisannya. Kondisi ini juga tercermin dari pencapaian lifting minyak bumi Provinsi Riau yang hingga triwulan I 216 masih cenderung melanjutkan tren penurunan. Pada bulan Januari 216, total produksi minyak kondesat di Provinsi Riau sebesar 263,7 ribu barrel per hari, menurun jika dibandingkan tahun 215 yang mencapai 32,81 ribu barrel per hari. Grafik 1.24. Pangsa Subsektor Pertambangan dan Penggalian Grafik 1.25. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian % yoy 4, 2,, -2, -4, -6, -8, -1, 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Pertambangan Batubara dan Lignit Pertambangan Bijih Logam Pertambangan dan Penggalian Lainnya Sumber: BPS Prov. Riau (diolah) Sumber: BPS Prov. Riau (diolah) Grafik 1.26. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau Grafik 1.27. Perkembangan Kegiatan Usaha di Provinsi Riau SBT 6 4 2-2 -4 I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I 213 214 215 216-6 Sumber: Kementerian ESDM -8 Sumber: SKDU Bank Indonesia 22

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Kinerja lifting minyak bumi di Riau ke depannya diperkirakan akan semakin menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural declining) dan minimnya penemuan sumber cadangan minyak baru yang produktif di Provinsi Riau. Beberapa perusahaan pertambangan minyak berusaha menahan laju penurunan produksi melalui penggunaan alat-alat drilling berteknologi tinggi, seperti injeksi uap dan mulai melakukan uji coba bahan-bahan kimia seperti injeksi kuman serta bahan kimia lainnya agar dapat mengambil sisa-sisa minyak bumi namun tingginya biaya investasi tidak sebanding dengan harga minyak saat ini sehingga tidak memenuhi nilai keekonomisannya. Selain itu, perusahaan minyak juga dihadapkan pada permasalahan perijinan antara lain meliputi ijin eksploitasi, ijin pengembangan sumur dan fasilitas produksi, serta ijin lingkungan (AMDAL) termasuk terkait pembuangan limbah, dimana terjadi tumpang tindih antara peraturan beberapa pihak berwenang. Di sisi lain, perbaikan kontraksi di sektor pertambangan dan penggalian bersumber dari perbaikan kinerja pertambangan batu bara yang tercatat kontraksi sebesar 24,44% (yoy), membaik dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 73,19% (yoy). Berdasarkan informasi dari contact liaison, kondisi ini didorong oleh perkembangan harga batubara dunia yang mulai menunjukkan peningkatan, sehingga perusahaan berupaya untuk terus mempertahankan produksi dalam rangka menjaga eksistensi perusahaan dan memenuhi kontrak dengan buyer pada triwulan laporan. 3.3. Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan dengan migas pada triwulan I 216 tumbuh 5,48% (yoy), melambat jika dibandingkan triwulan IV 215 yang tercatat sebesar 9,58% (yoy). Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan laporan didorong oleh perlambatan subsektor industri makanan dan minuman, subsektor industri kertas dan barang dari kertas, dan subsektor industri karet, barang dari karet dan plastik. Pertumbuhan kinerja subsektor industri makanan dan minuman pada triwulan I 216 tercatat sebesar 5,77% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,38%. Perlambatan kinerja industri makanan dan minuman diperkirakan terutama bersumber dari industri pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan hasil survei dan liaison, perlambatan kinerja subsektor industri pengolahan kelapa sawit dipengaruhi oleh gejolak ekonomi di Amerika 23

E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Serikat, Eropa dan Tiongkok yang masih berlanjut sehingga mengakibatkan menurunnya permintaan ekspor. Selain itu, belum stabilnya harga komoditas global turut menggoncang kinerja perusahaan pada triwulan laporan. Sejalan dengan subsektor industri makanan dan minuman, subsektor industri kayu dan barang dari kayu juga mengalami perlambatan dari 1,36% (yoy) pada triwulan laporan menjadi 7,7% (yoy) pada triwulan laporan. Berdasarkan informasi dari contact liaison, perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan kertas dari luar negeri sehubungan dengan masih berlanjutnya politik dumping negara-negara kawasan Amerika terhadap produk kertas Indonesia. Pertumbuhan subsektor industri karet, barang dari karet dan plastik juga tercatat melambat 3,65% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 215 sebesar 15,74%. Perlambatan ini utamanya disebabkan oleh harga komoditas yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Berdasarkan hasil survei dan liaison, minimnya pasokan bahan baku mengakibatkan kinerja perusahaan di subsektor industri pengolahan karet juga semakin menurun. Di sisi lain, perlambatan kinerja sektor industri pengolahan tertahan oleh peningkatan kinerja subsektor industri batubara dan pengilangan migas seiring dengan perbaikan kinerja perusahaan batubara untuk menjaga eksistensinya dengan meningkatkan produksi untuk memenuhi kontrak pada triwulan laporan. Perlambatan kinerja sektor industri pengolahan juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang menunjukkan perkembangan kegiatan usaha sektor industri pengolahan pada triwulan I 216 relatif melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.28 Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Grafik 1.29. Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Industri Pengolahan % yoy 3, 25, 2, 15, 1, 5,, -5, -1, -15, I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik Industri Makanan dan Minuman Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman Industri Batubara dan Pengilangan Migas -7 Sumber : BPS Provinsi Riau SBT 4 3 2 1-1 -2-3 -4-5 -6 I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I 213 214 215 216 Sumber: SKDU Bank Indonesia 24

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional 3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan I 216 tercatat perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 3,97% (yoy) menjadi 4,61% (yoy). Peningkatan pada sektor ini terutama didorong oleh peningkatan kinerja subsektor perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya yang pada triwulan IV 215 tercatat kontraksi sebesar,3% (yoy), meningkat menjadi,14% (yoy) pada triwulan laporan. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan konsumsi rumah tangga yang tercermin dari peningkatan Indeks Rata-rata Penggunaan Penghasilan Konsumen untuk pengeluaran barang transpor. Grafik 1.3. Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor Indeks 21 Grafik 1.31. Jenis Pengeluaran Rumah Tangga % yoy 14, 19 12, 17 1, 15 8, 13 6, 11 4, 9 2,, -2, -4, I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 7 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 1 2 3 213 214 215 216-6, Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya Perdagangan Besar dan Eceran Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran Barang Transpor Sumber: BPS Provinsi Riau Sumber: Survei Konsumen BI Jika dilihat dari penyaluran kredit perbankan, peningkatan pertumbuhan sektor perdagangan juga tercermin dari membaiknya kontraksi kredit subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau serta meningkatnya pertumbuhan penyaluran kredit untuk subsektor perdagangan eceran komoditi lainnya (bukan makanan, minuman, dan tembakau) berdasarkan lokasi bank di Provinsi Riau. Pada triwulan I 216, jumlah kredit yang disalurkan ke subsektor perdagangan besar dan eceran makanan, minuman, dan tembakau mencapai Rp2,42 triliun, tumbuh 3,18% atau lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat kontraksi sebesar 2,11% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit ke subsektor perdagangan besar dan eceran komoditi lainnya juga mencapai Rp728,6 miliar atau tumbuh 13,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,93% (yoy). 25

ribu Ton Rp Triliun Persen (%) Rp Triliun Persen (%) E KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional Disisi lain, pertumbuhan kinerja subsektor perdagangan besar dan eceran triwulan I 216 tercatat sebesar 4,27% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan triwulan IV 215 yang tercatat sebesar 6,11% (yoy). Faktor yang menahan perbaikan kinerja subsektor tersebut diperkirakan akibat penguatan nilai tukar rupiah yang masih terbatas hingga triwulan laporan, sehingga harga barang-barang impor dan bahan baku relatif tinggi. Selain itu, perkembangan perekonomian yang melambat juga mensinyalir penurunan daya beli masyarakat sehingga kegiatan jual-beli tidak dapat berjalan optimal. Grafik.1.32. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran Makanan, Minuman dan Tembakau di Riau 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Perdagangan eceran didominasi makanan, minuman dan tembakau g - yoy (kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia 2 15 1 5-5 Grafik.1.33. Perkembangan Kredit Perdagangan Besar & Eceran Komoditi Lainnya di Riau,9,8,7,6,5,4,3,2,1 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Perdagangan eceran komoditi lainnya (bukan makanan, minuman dan tembakau) g - yoy (kanan) Sumber: LBU Bank Indonesia 15 1 5-5 -1-15 3.5. Sektor Konstruksi Pertumbuhan sektor konstruksi di Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,84% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,69% (yoy). Melambatnya pertumbuhan konstruksi pada triwulan laporan diindikasikan dengan Grafik 1.34. Konsumsi Semen Riau % 6 5 5 4 3 4 2 3 1 2 1-1 - -2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 21 211 212 213 214 215 216 Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan) Sumber : Asosiasi Semen Indonesia perlambatan realisasi konsumsi semen yaitu dari 546 ribu ton pada triwulan IV 215 menjadi 374 ton pada triwulan laporan. Secara tahunan, pertumbuhan konsumsi semen di Riau tercatat tumbuh sebesar 6,28% (yoy), lebih tinggi jika 26

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Ekonomi Makro Regional dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,29% (yoy). Perlambatan investasi PMDN dan PMA di bidang konstruksi diperkirakan mendorong perlambatan kinerja sektor ini pada triwulan laporan. Selain itu, belum terealisasinya proyek-proyek pemerintah seiring dengan pola musiman belanja pemerintah di awal tahun yang masih relatif terbatas turut menjadi faktor yang menahan pertumbuhan sektor konstruksi 1. 1 Pembahasan terkait realisasi APBD dapat dilihat pada Bab IV Buku KEKR ini. 27

BOKS 1 PEMANFAATAN CPO SUPPORTING FUND Kelapa sawit merupakan komoditas strategis penyumbang cadangan devisa non migas terbesar. Provinsi Riau merupakan provinsi yang memiliki areal perkebunan terluas di Indonesia. Total areal perkebunan sawit di Provinsi Riau tercatat sekitar 5,5 juta Ha, terdiri dari 1,5 juta Ha kebun petani rakyat dengan komposisi 134.212 Ha merupakan kebun plasma petani. Sebagian besar (8%) dari kebun plasma petani tersebut telah memasuki usia replanting. Kegiatan replanting seharusnya sudah mulai dilakukan sejak tahun 26. Namun realisasi sampai dengan 216, baru sekitar 6. Ha yang sudah direplanting. Pada awal tahun 199, para petani berinisiatif untuk melakukan penanaman tanpa memperoleh bimbingan/bantuan teknis dari pemerintah daerah dan menggunakan sumber daya yang kurang memadai sehingga 65% dari bibit yang digunakan bukan merupakan bibit unggul (Hasil FGD KPw.Bank Indonesia dengan asosiasi dan pelaku usaha industri sawit, Februari 216. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun 215 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 28 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No.113 Tahun 215 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini bertugas untuk mengumpulkan dan mengelola dana pungutan atau yang dikenal dengan CPO Supporting Fund (CSF) dalam rangka mendukung pengembangan industri kelapa sawit berkelanjutan. Sumber : Kementerian ESDM Tabel Mandatori Biodiesel Sektor Mandatori Biodiesel Permen ESDM No.32/28 Mandatori Biodiesel Permen ESDM No.12/215 215 22 225 215 22 225 Transportation (PSO) 5% 1% 2% 15% 2% 3% Transportation (Non PSO) 7% 1% 2% 15% 2% 3% Industri 1% 15% 2% 15% 2% 3% Kelistrikan 1% 15% 2% 25% 3% 3%

Mempertimbangkan kondisi saat ini, pungutan tersebut dinilai cukup memberatkan petani, bahkan pada saat produksi mengalami penurunan dan belum stabilnya harga komoditas dunia, petani tetap dikenakan pajak TBS sebesar 1%. Selain pajak yang dikenakan terhadap Tandan Buah Segar (TBS), pelaku usaha juga dibebankan dengan pungutan termasuk pajak ekspor CPO dan turunannya. Undang-undang Nomor 39 Tahun 214 tentang Perkebunan yang diberlakukan sejak 1 Juli 215, menetapkan dana pungutan sebesar US$ 5 per ton produk ekspor CPO dan US$ 3 per ton ekspor produk turunan CPO. Apabila harga patokan ekspor melampaui US$ 75 ton, pengekspor wajib membayarkan bea keluar sebesar 7,5%. Tabel Kinerja Crude Palm Oil (CPO) Dunia Sumber : USDA, Maret 216 Total CPO Supporting Fund yang dihimpun selama tahun 215 tercatat sekitar Rp.6,9 Triliun, dengan alokasi sekitar sekitar Rp.544 Miliar untuk subsidi biodiesel. Pada tahun 216, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan mengucurkan dana sebesar Rp.9,5 Triliun dengan rencana alokasi penggunaan Rp.8 Triliun untuk subsidi pembayaran selisih kurang antara HIP BBM Jenis Minyak Solar dengan HIP BBN Jenis Biodiesel, sisanya sebesar Rp.1,5 Triliun digunakan untuk kegiatan riset, replanting, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau dengan pelaku usaha dan asosiasi kelapa sawit pada tanggal 29 Februari 216 lalu, pengenaan pajak pungutan ekspor CPO dibebankan kembali kepada petani kelapa sawit, namun petani hanya menerima sebagian kecil dari dana pungutan yang telah terhimpun tersebut. Dalam ekonomi kerakyatan, pungutan ekspor yang dikembalikan kepada masyarakat akan menghasilkan multiplier effect yang cukup signifikan bagi perekonomian setempat. Oleh sebab itu, penggunaan alokasi CPO Fund tersebut perlu direview kembali dan diharapkan dapat dialihkan ke alokasi dana untuk membantu kebutuhan replanting dan pengembangan petani swadaya serta petani plasma kelapa sawit. Disisi lain, kebutuhan biaya replanting tercatat sekitar Rp.6 juta/ha, namun dana yang disalurkan kepada petani dari Badan Layanan Umum (BLU) hanya sebesar Rp.35 juta, sedangkan sisanya ditanggung sendiri oleh pihak petani. Selain itu, dana hibah untuk replanting sampai dengan tanam dan pemeliharaan 1 tahun pertama tercatat sebesar Rp.25 juta/ha, sedangkan yang dibutuhkan adalah sebesar Rp.43,5 juta/ha sehingga terdapat kekurangan dana sebesar Rp.18,5 juta/ha. Kekurangan biaya tersebut diharapkan dapat ditutup melalui bantuan dari pemerintah baik pusat maupun daerah, termasuk support dari alokasi CPO Fund. Demikian juga dengan masalah pembiayaan bagi petani kelapa sawit, sejumlah petani kelapa sawit mengharapkan agar mekanisme pemberian kredit perbankan lebih dipermudah. Untuk mendukung optimalisasi pemanfaatan CPO Supporting Fund diperlukan pula regulasi terkait proteksi harga sawit setempat agar kesejahteraan petani kelapa sawit tidak terganggu, serta mengingat besarnya kontribusi subsektor perkebunan kelapa sawit terhadap perekonomian Provinsi Riau.

BOKS 2 STRATEGI & IMPLEMENTASI DALAM PENGEMBANGAN KOTA CERDAS Secara garis besar, kota cerdas merupakan pengembangan, penerapan, dan implementasi tatanan kota yang menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan kualitas kehidupan, mengurangi biaya dan konsumsi sumber daya. Selain itu, implementasi kota cerdas ini dapat membantu meningkatkan interaksi antar kota dan warganya secara lebih efektif sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Pada dasarrnya, sebuah kota/wilayah diklasifikasikan sebagai kota cerdas jika memiliki 6 kriteria sebagai berikut: Tabel Kriteria Kota Cerdas Smart Economy (Competitiveness) Innovative spirit Entrepreneurship Economic image & trademarks Productivity Flexibility of labour market International embeddedness Ability to transform Smart People (Social and Human Capital) Level of qualification Affinity to life long learning Social and ethnic plurality Flexibility Creativity Cosmopolitan/Openmindedness Participation in public life Smart Governance (Participation) Participation in decision making Public and social services Transparent governance Political strategies & perspectives Smart Mobility (Transport and ICT) Smart Environment (Natural Resources) Smart Living (Quality of Life) Local accessibility (Inter-) national accessibility Availability of ICTinfrastructure Sustainable, innovative and safe transport systems Attractivity of natural conditions Pollution Environmental protection Sustainable resource management Cultural facilities Health conditions Individual safety Housing quality Education facilities Touristic attractivity Social cohesion Pengembangan kota cerdas meliputi beberapa tahapan, antara lain; Ad.Hoc : Pengembangan dasar atau tahap rencana Opportunistic : Kolaborasi secara proaktif antar departemen dan stakeholder Repeatable : Terintegrasi, fokus untuk peningkatan hasil pelayanan

Managed : Sistem yang diperuntukkan mendukung aliran data/informasi dan proses kerja serta memiliki standar Optimis : Implementasi yang berkelanjutan dalam mencapai pertumbuhan yang Berkelanjutan Berdasarkan hasil pemetaan implementasi di Sumatera, perkembangan kota cerdas masih terfokus pada smart government. Hal ini mengindikasikan cukup besarnya gap implementasi kota cerdas antar kota di wilayah Sumatera. Sementara itu, jika dilihat dari tahapan pengembangan kota cerdas, Pekanbaru berada pada tahapan Opportunistic yang merupakan kolaborasi secara proaktif antar departemen dan stakeholder. Tabel Klasifikasi Tahapan Kota Cerdas Pekanbaru dan Sumatera Smart Living Smart Environ Pekanbaru Smart Economy 5, 3, 1, -1, Smart Mobility Smart People Smart Govern Smart Living Smart Environment SUMATERA Smart Economy 5, 3, 1, (1,) Smart Mobility Smart People Smart Government Untuk mendukung implementasi Kota Cerdas di Pekanbaru, terdapat beberapa rekomendasi yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah daerah, sebagai berikut: Penyediaan sarana dan prasarana transportasi dan infrastruktur yang memadai Pemberdayaan masyarakat termasuk UMKM dan Koperasi Peningkatan kualitas pelayanan publik dan perbaikan prosedur perizinan Percepatan masterplan pengembangan kota cerdas Membentuk komitmen dan dasar hukum pengembangan kota cerdas Melakukan kerjasama dengan vendor (mitra kerja) pendukung melalui Memorandum of Understanding Pengintegrasian dan konektivitas antar aplikasi.

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 1. KONDISI UMUM Perkembangan inflasi Provinsi Riau pada triwulan I 216 berada pada level di bawah perkiraan sebelumnya. Meski demikian tekanan inflasi Riau pada triwulan I 216 (yoy) 1 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok volatile food akibat kenaikan harga pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan, padi-padian, ikan segar dan sayur-sayuran. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kelompok tersebut ialah cabai merah, bawang merah, bawang putih, beras dan jengkol. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan gangguan produksi selama musim hujan di wilayah sentra produksi 1 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya 28

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jawa, serta berakhirnya masa panen padi. Namun demikian, peningkatan laju inflasi tertahan oleh penurunan harga komoditas pada akhir triwulan seperti daging ayam ras, telur ayam ras, ikan gabus, daging sapi dan kentang karena meningkatnya pasokan sehingga mendorong penurunan harga pada komoditas tersebut. Sejalan dengan inflasi kelompok volatile food, kelompok administered price juga mengalami peningkatan inflasi secara tahunan akibat koreksi harga pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang tidak sedalam awal tahun lalu. Sebaliknya, pergerakan inflasi kelompok core tercatat mengalami penurunan sebagai dampak relatif terjaganya nilai tukar rupiah yang mulai menunjukkan trend penurunan sejak awal tahun 216. Selain itu, pada akhir bulan triwulan laporan perlambatan tekanan inflasi inti didorong oleh penurunan harga beberapa bahan bangunan seperti batu bata, semen, dan seng, serta beberapa obat-obatan. Di sisi lain, hal utama yang menahan laju penurunan inflasi inti adalah kenaikan harga komoditas emas perhiasan dan kenaikan harga sepeda motor seiring dengan kenaikan harga emas di pasar global dan kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hingga 3%. 2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU Inflasi Riau pada triwulan I-216 tercatat sebesar 4,42% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan IV-215 yang tercatat sebesar 2,65%. Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi nasional yang juga menunjukkan peningkatan dari 3,35% pada triwulan IV-215 menjadi 4,45% pada triwulan I-216. Namun, jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya 5 tahun terakhir 211-215, inflasi Riau pada triwulan I-216 masih tercatat lebih rendah. Gambar 2.1. Inflasi Riau dan Nasional Tw I 216 dibandingkan dengan Historisnya (yoy) Nasional 6.4 Riau 6.23 3.35 4.45 4.42 2.65 Tw IV Tw I Avg Tw I 215 216 211-215 Tw IV Tw I Avg Tw I 215 216 211-215 Sumber : BPS, diolah 29

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Secara tahunan, peningkatan inflasi Riau bersumber dari kelompok volatile food akibat kenaikan harga cabai merah, bawang merah, bawang putih dan beras pada akhir triwulan. Kenaikan tersebut terjadi seiring dengan gangguan produksi selama musim hujan di wilayah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Jawa, serta berakhirnya masa panen padi. Disamping itu, tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok administered price bersumber dari kenaikan harga tarif listrik akibat penyesuaian harga tarif listrik rumah tangga golongan 1.3VA-2.2VA pada bulan Januari 216 (meskipun menurun pada 2 bulan berikutnya) dan penurunan harga BBM yang tidak sedalam dengan penurunan harga pada awal tahun lalu. Disisi lain, tekanan inflasi inti terutama bersumber dari kenaikan harga komoditas emas perhiasan yang didorong oleh kenaikan harga emas di pasar global seiring dengan ketidakpastian peningkatan Fed Fund Rate (FFR) dan kenaikan harga sepeda motor akibat kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hingga 3%. Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu mencapai 4,84% (yoy), diikuti oleh Pekanbaru dan Tembilahan masing-masing 4,39% (yoy) dan 4,% (yoy). Tekanan inflasi pada ketiga kota tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun demikian, pencapaian inflasi tersebut juga menunjukkan disparitas inflasi antar ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) relatif mengecil. Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau dan Nasional (yoy) Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy) % (yoy) Nasional Riau Sumatera 1 8 6 4 % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan Riau 4.42 4.84 4.39 4. 2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 I II III IV I II III IV I 214 215 216 Sumber : BPS, diolah 3

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau, sumber peningkatan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan I 216 terutama berasal dari peningkatan inflasi kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, kelompok transportasi dan komunikasi, serta kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga dengan kontribusi masing-masing sebesar 2,34%, 1,%,,49%,,33% dan,25% terhadap inflasi Riau. Kelompok bahan makanan, kelompok transportasi dan komunikasi, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga serta kelompok sandang mengalami peningkatan kontribusi dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebaliknya kelompok perumahan, kelompok makanan jadi dan kelompok kesehatan mengalami penurunan kontribusi dibandingkan triwulan sebelumnya. Adapun kelompok barang dan jasa yang memberikan kontribusi terkecil adalah kelompok kesehatan dan kelompok sandang masing-masing memberikan kontribusi sebesar,9% dan,15%. Apabila dilihat level inflasinya, tingkat inflasi tertinggi pada triwulan I-216 dialami oleh kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau masing-masing sebesar 9,27% (yoy) dan 4,89% (yoy), diikuti kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 2,32% (yoy). Grafik 2.3. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy) Sementara itu, perkembangan inflasi Riau secara triwulanan menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,25% 31

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah menjadi,45% (qtq). Angka inflasi Riau pada triwulanan laporan juga lebih turun jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang tercatat sebesar,77% (qtq). Grafik 2.4. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq) Sumber : BPS, diolah Menurunnya tekanan inflasi Riau secara triwulanan didorong oleh menurunnya harga subkelompok daging dan hasil-hasilnya; telur, susu dan hasil-hasilnya; bahan bakar, penerangan dan air; sayur-sayuran dan transpor. Dilihat dari komoditasnya, penurunan harga utamanya bersumber dari penurunan daging ayam ras, telur ayam ras, tarip listrik dan ikan gabus. Penurunan harga daging ayam ras dan telur ayam ras diperkirakan seiring dengan panen Day Old Chick (DOC) dan meningkatnya impor jagung yang mampu meredam peningkatan harga pakan ternak. Selain itu beberapa upaya pengendalian inflasi di Provinsi Riau juga mulai diintensifkan pelaksanaannya, antara lain operasi pasar oleh Bulog Divre Riau-Kepri, monitoring tata niaga LPG (dikoordinir oleh Pertamina dan Disperindag), upaya peningkatan produksi pangan lokal melalui pencetakan sawah baru di beberapa lokasi dan program urban farming di bebebrapa wilayah perkotaan. Lebih lanjut, TPID Riau juga memiliki beberapa rencana kegiatan intervensi dalam rangka stabilisasi harga pangan 216, antara lain operasi pasar dan pasar murah, sidak distributor/gudang dengan melibatkan seluruh unsur antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Instansi swasta di tingkat Kabupaten/Kota. 32

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.5. Historis Inflasi selama Tw I di Provinsi Riau (qtq) % (qtq) Historis 211-215 Tw I-216 1.5 1.21 1..87.88.77.62.68.5.45.29.18 Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan -.5 Sumber : BPS, diolah Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, maka inflasi triwulanan terbesar terjadi di kota Dumai sebesar 1,21% (qtq), sementara inflasi di Tembilahan dan Pekanbaru mencapai tingkat inflasi triwulanan masing-masing sebesar,68% (qtq) dan,29% (qtq). Inflasi triwulanan di Pekanbaru tercatat lebih rendah jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,45% (qtq), sebaliknya inflasi di Dumai tercatat lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar,48% (qtq). Sementara itu jika dibandingkan dengan historis 5 tahun terakhir, inflasi triwulanan Pekanbaru dan Tembilahan pada triwulan laporan lebih rendah, sedangkan Dumai menjadi satu-satunya daerah yang mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan historis 5 tahun terakhir yang sebesar,18% (qtq). Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, kelompok transportasi & komunikasi dan kelompok perumahan merupakan kelompok yang mengalami deflasi sebesar -1,24% (qtq) dan -,7% (qtq). Kedua kelompok tersebut memberikan andil pada inflasi triwulan laporan masing-masing sebesar -,19% dan -,2%. Sementara itu, kelompok bahan makanan merupakan kelompok yang mengalami inflasi triwulanan tertinggi yaitu 1,49% (qtq) sehingga memberikan andil inflasi secara keseluruhan,38%. 33

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.6. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 216 di Riau (qtq) Sumber : BPS, diolah 2.1. Inflasi Kota 2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru Pada triwulan I-216, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 4,39% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 2,71% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi terutama terjadi pada kelompok volatile food, akibat peningkatan harga komoditas bumbu-bumbuan terutama cabai merah, bawang merah dan bawang putih seiring dengan gangguan produksi selama musim hujan di wilayah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jawa. Sumber peningkatan inflasi juga bersumber dari kelompok core akibat kenaikan harga emas perhiasan, biaya pendidikan dan harga sepeda motor. Laju tekanan inflasi tertahan oleh penurunan harga daging ayam ras dan telur ayam ras pada kelompok volatile food, serta kelompok administered price akibat menurunnya tarif listrik, angkutan udara dan bensin pada triwulan laporan. Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi tertinggi dialami oleh kelompok bahan makanan (1,9%, yoy) dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok, tembakau (4,42%, yoy), selanjutnya diikuti oleh inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, olahraga (2,94%, yoy), kelompok perumahan (2,37%, yoy), kelompok transportasi & komunikasi (2,11%, yoy) dan kelompok sandang dan kesehatan yang masing-masing tercatat sebesar 1,91% (yoy) dan 1,51% (yoy). 34

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Sebagian besar kelompok komoditas mengalami inflasi yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan peningkatan terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan dari 5,79% (yoy) menjadi 1,9% (yoy), kelompok transportasi & komunikasi dari -3,5% (yoy) menjadi 2,11% (yoy), serta kelompok pendidikan, rekreasi, olahraga dari 1,75% (yoy) menjadi 2,94% (yoy),. Sebaliknya, kelompok komoditas yang mengalami penurunan laju inflasi yaitu kelompok kesehatan dari 2,51% (yoy) menjadi 1,51% (yoy), kelompok perumahan dari 3,31% (yoy) menjadi 2,37% (yoy) dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok tembakau dari 4,96% (yoy) menjadi 4,42% (yoy). Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I (211-215) Grafik 2.8. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw I 216 % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy % (qtq) 1 5 8 6 4 2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Sumber : BPS, diolah 4 3 2 1-1 -2 2.1.2. Inflasi Kota Dumai Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi kota Dumai juga mengalami peningkatan dari 2,63% (yoy) menjadi 4,84% (yoy). Peningkatan inflasi kota Dumai terutama bersumber dari peningkatan inflasi volatile food akibat keterbatasan pasokan cabai merah, beras dan bawang merah akibat keterbatasan pasokan, serta peningkatan inflasi kelompok core yang berasal dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau akibat kenaikan harga bahan baku. Peningkatan inflasi juga terjadi pada kelompok administered price akibat kenaikan tarip parkir, rokok kretek filter dan bahan pelumas/oli. Apabila dilihat per kelompok komoditas, peningkatan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan dari -2,23% (yoy) menjadi 5,84% (yoy), diikuti 35

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah kelompok transportasi & komunikasi dari -3,23% (yoy) menjadi 2,8% (yoy), serta kelompok kesehatan dari 3,69% (yoy) menjadi 5,4% (yoy). Sebaliknya penurunan tekanan inflasi terjadi pada kelompok perumahan dari 4,% (yoy) menjadi 1,77% (yoy), kelompok makanan jadi dari 1,45% (yoy) menjadi 8,32% (yoy), kelompok sandang dari 5,27% (yoy) menjadi 4,39% (yoy) dan kelompok pendidikan, rekreasi, olahraga dari 7,89% (yoy) menjadi 7,58% (yoy). Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw I (211-215) Grafik 2.1. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I 216 % (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy % (qtq) 1 5 8 6 4 2 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Sumber : BPS, diolah 4 3 2 1-1 -2 2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan Inflasi yang terjadi di Kota Tembilahan tercatat sebagai inflasi terendah di Provinsi Riau yaitu mencapai 4,% (yoy) pada triwulan I 216. Searah dengan kedua kota lainnya, tekanan inflasi Kota Tembilahan pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,6% (yoy), terutama akibat kenaikan harga komoditas volatile food seperti bawang merah dan cabai merah, beras, cabai rawit dan bawang putih. Kenaikan harga ini menyebabkan peningkatan tekanan inflasi yang signifikan terhadap inflasi kelompok bahan makanan dari 2,72% (yoy) menjadi 7,51% (yoy). Selain itu, tekanan inflasi dari kelompok core berasal dari kenaikan harga emas perhiasan yang dipengaruhi oleh kenaikan harga emas di pasar global. Disisi lain tekanan inflasi juga terjadi pada kelompok administered price yang bersumber dari kelompok transportasi & komunikasi sehingga meningkatkan tekanan inflasi dibandingkan dari -3,2% (yoy) menjadi 1,89% (yoy). 36

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Kelompok komoditas lainnya yang mengalami peningkatan inflasi adalah kelompok sandang dari 1,63% (yoy) menjadi 2,19% (yoy) dan kelompok makanan jadi dari 2,83% (yoy) menjadi 3,26% (yoy). Sedangkan penurunan tekanan inflasi terjadi pada kelompok perumahan dari 4,15% (yoy) menjadi 2,8% (yoy), kelompok kesehatan 4,69% (yoy) menjadi 4,14% (yoy) dan kelompok pendidikan, rekreasi, olahraga dari 4,88% (yoy) menjadi 4,84% (yoy). Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan Grafik 2.12. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw I 216 Sumber : BPS, diolah 2.2. Disagregasi Inflasi 2 (yoy) Peningkatan tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan, utamanya didorong oleh kelompok volatile food akibat kenaikan harga cabai merah, bawang merah, bawang putih, beras dan jengkol. Sejalan dengan inflasi kelompok volatile food, peningkatan juga terjadi pada kelompok core akibat kenaikan harga komoditas emas perhiasan dan kenaikan harga kendaraan bermotor. Sebaliknya, peningkatan laju inflasi tertahan oleh penurunan harga dari kelompok administered price akibat penurunan tarif listrik dan harga bensin sebagai lanjutan koreksi harga pada triwulan laporan. 2 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok 37

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.13. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) 2.2.1. Inflasi Inti (Core) Laju inflasi inti pada triwulan I 216 mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 215 sebagai dampak relatif terjaganya nilai tukar rupiah yang mulai menunjukkan trend penurunan sejak awal tahun 216. Penurunan tingkat inflasi ini juga turut dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa bahan bangunan seperti batu bata, semen, dan seng, serta beberapa penurunan harga obat-obatan. Di sisi lain, hal utama yang menahan laju penurunan inflasi inti adalah kenaikan harga komoditas emas perhiasan yang didorong oleh kenaikan harga emas di pasar global seiring dengan ketidakpastian peningkatan Fed Fund Rate (FFR). Selain emas perhiasan, penyumbang inflasi inti terbesar lainnya adalah kenaikan harga sepeda motor seiring dengan kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) hingga 3%. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, maka inflasi inti tertinggi terjadi di kota Dumai yaitu sebesar 4,69% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 2 (dua) kota lainnya yaitu kota Pekanbaru dan Tembilahan masing-masing sebesar 2,67% (yoy) dan 2,44% (yoy). Apabila dilihat pergerakannya, inflasi inti di ketiga kota tersebut mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. 38

2 May 213 11 July 213 9 September 1 November 213 27 December 21 February 214 17 April 214 16 June 214 14 August 214 6 October 214 26 November 21 January 215 16 March 215 8 May 215 2 July 215 31 Agust 215 23 Okt 215 15 Des 215 1-Feb-16 5-Apr-16 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy) Grafik 2.15. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD 14, 12, 1, 8, 6, Sumber : BPS, diolah Sumber : Bank Indonesia 16 14 12 1 8 6 4 2 Grafik 2.16. Perkembangan Harga Emas Dunia Harga Emas (LHS) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112 1 2 3 4 214 215 216 Sumber : Bloomberg, diolah growth (RHS) 1 5-5 -1-15 -2-25 -3 Grafik 2.17. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy) % (yoy) Tradeable Non Tradeable 12 1 8 6 4 2 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 213 214 215 216 Sumber : BPS, diolah 2.2.2. Inflasi Volatile Food Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode laporan juga mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi volatile food tersebut didorong oleh inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan, terutama berasal dari subkelompok bumbu-bumbuan, padi-padian, ikan segar dan sayur-sayuran. Komoditas utama penyumbang inflasi dari kelompok tersebut ialah cabai merah, bawang merah, bawang putih, beras, jengkol, cabai rawit, patin dan buncis. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan gangguan produksi selama musim hujan di wilayah sentra produksi di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Jawa dan berakhirnya masa panen padi. Namun demikian, beberapa harga komoditas mulai menunjukkan penurunan harga pada akhir triwulan sehingga menahan penurunan laju inflasi kelompok volatile food pada triwulan laporan. Beberapa komoditas tersebut antara lain daging ayam ras, telur ayam ras, gabus, daging sapi, kentang dan wortel. Penurunan harga ini 39

Rupiah KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah didorong oleh panen Day Old Chick (DOC), meningkatnya impor jagung yang mampu meredam peningkatan harga pakan ternak dan meningkatnya pasokan dari daerah sentra produksi sehingga mendorong penurunan harga pada komoditas tersebut. Grafik 2.18. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy) Grafik 2.19. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Kota Pekanbaru % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU 28 24 2 16 12 8 4-4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I -8 212 213 214 215 216 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1. - MIV MV MIV MIV MV MIV MIV MIV Aug-15 Sep-15 Okt-15 Nov-15 Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16 Cabe Merah Cabe Rawit Bawang Merah Bawang Putih Sumber : BPS, diolah Sumber: Survei Pemantantauan Harga BI 2.2.3. Inflasi Administered Prices Jika dibandingkan dengan triwulan IV 215, inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan akibat koreksi harga pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang tidak sedalam koreksi yang terjadi pada awal tahun lalu. Jika dilihat per kota, peningkatan inflasi administered price terjadi pada semua kota yang disurvei di Provinsi Riau. Inflasi administered price tertinggi dialami oleh Kota Dumai sebesar 4,39% (yoy), diikuti Tembilahan dan Pekanbaru masing-masing tercatat sebesar 3,31% (yoy) dan 3,24% (yoy). Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy) % (yoy) Pekanbaru Dumai Tembilahan RIAU 28 24 2 16 12 8 4-4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Sumber : BPS, diolah 4

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perbankan Kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan IV-215 yang tercermin dari menurunnya pertumbuhan Aset, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit. Pada triwulan I-216 aset perbankan tercatat mencapai Rp85,76 triliun, mengalami penurunan dari kontraksi 4,49% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi lebih dalam sebesar 6,5% (yoy). Sementara, DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp63,48 triliun, juga menurun dari kontraksi 3,12% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi kontraksi lebih dalam sebesar 5,77% (yoy) pada triwulan laporan. 41

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Sejalan dengan perkembangan aset dan DPK yang mengalami penurunan, penyaluran kredit pada triwulan I-216 juga melambat dibandingkan triwulan IV- 215, yaitu dari 8,14% (yoy) menjadi 7,33% (yoy) dengan nilai mencapai Rp57,16 triliun. Disisi lain, kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan semakin turun. NPL perbankan di triwulan I-216 tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan NPL di triwulan IV-215 dari 3,86% menjadi 4,23%. Sejalan dengan penurunan pertumbuhan DPK yang diikuti pertumbuhan kredit yang melambat, LDR perbankan berada pada level 9,5% yang mencerminkan bahwa masih cukup terjaganya likuiditas perbankan di Provinsi Riau. Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi Riau (RpJuta) Indikator 215 216 (yoy, %) (yoy, %) I II III IV I Tw IV 215 Tw I 216 Aset (Rp Juta) 91.724.376 99.637.187 96.51.233 82.914.524 85.76.926 (4,49) (6,5) - Bank Umum 9.534.888 98.451.429 95.323.47 81.686.28 84.514.141 (4,63) (6,65) - BPR/S 1.189.489 1.185.757 1.186.762 1.228.315 1.246.785 5,87 4,82 Kredit (Rp Juta) 53.266.23 54.923.581 55.863.81 57.445.328 57.169.12 8,14 7,33 - Bank Umum 52.41.716 54.12.485 54.946.577 56.538.247 56.252.232 8,14 7,35 - BPR/S 864.37 911.96 916.54 97.81 916.87 8,49 6,8 Kredit UMKM (Rp Juta) 19.89.94 2.212.276 19.894.36 19.884.668 19.95.368 (,74),48 Dana Pihak Ketiga (Rp Juta) 67.372.858 71.278.18 7.7.676 62.927.349 63.483.576 (3,12) (5,77) - Bank Umum 66.525.297 7.42.859 69.189.487 62.5.178 62.588.183 (3,26) (5,92) - BPR/S 847.56 857.25 881.188 877.171 895.392,67 8,33 5,64 LDR 79,6% 77,6% 79,72% 91,29% 9,5% NPL 3,82% 4,33% 4,5% 3,86% 4,23% - Bank Umum 3,64% 4,16% 4,34% 3,71% 4,7% - BPR/S 14,45% 13,84% 14,39% 12,92% 14,8% Sumber : Bank Indonesia 2. Perkembangan Bank Umum 2.1. Perkembangan Aset Pada triwulan I 216, aset bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp84,51 triliun mengalami kontraksi sebesar 6,65% (yoy) menurun dibandingkan triwulan IV 215 yang mengalami kontraksi sebesar 4,63% (yoy). Namun jika dilihat secara triwulanan aset bank umum mengalami ekspansi sebesar 3,46% (qtq). 42

Rp Triliun 213 214 215 216 Rp Triliun Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum di Provinsi Riau Grafik 3.2. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok 12 1 8 6 4 2 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 3 25 2 15 1 5-5 -1 Rp Triliun 8 7 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 12 1 8 6 4 2 Aset g - yoy (kanan) Pemerintah Swasta Total (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan kepemilikannya, menurunnya pertumbuhan aset bank umum pada triwulan laporan terutama bersumber dari terkontraksinya aset kelompok bank umum pemerintah sebesar 9,64% (yoy), terkontraksi lebih dalam dibanding triwulan sebelumnya sebesar 6,51% (yoy). Sementara pertumbuhan aset bank swasta mengalami pertumbuhan sebesar 1,4% (yoy) dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar,13% (yoy). Pangsa aset bank umum pemerintah masih tetap mendominasi dengan share 7,57% meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan share 69,19%. Grafik 3.3. Perkembangan Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank Grafik 3.4. Pangsa Aset Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Bank 11 6 I 9 5 IV III 7 4 II I 5 3 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 3 2 1 IV III II I IV III 213 214 215 216 II I Konvensional Total Syariah (kanan) Sumber : Bank Indonesia 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Konvensional Syariah Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, jika dilihat berdasarkan kegiatannya, aset bank umum konvensional (pangsa 94,19%) pada triwulan I-216 tercatat mengalami kontraksi sebesar 7,37% (yoy) dengan nilai mencapai Rp79,61 triliun. Namun berbeda dengan kinerja bank umum syariah (pangsa 5,81%), dimana ditengah perlambatan pertumbuhan aset bank umum konvensional, kinerja bank umum syariah masih tercatat cukup baik 43

RpTriliun Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah dengan aset yang tumbuh sebesar 6,84% (yoy) dengan nilai mencapai Rp4,91 triliun, dibanding dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,19% (yoy). 2.2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Penghimpunan DPK oleh bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I-216 tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,92% (yoy). Penurunan kinerja tersebut melanjutkan perlambatan pertumbuhan DPK yang terjadi mulai triwulan I sampai dengan triwulan IV 215. Terkontraksinya DPK pada triwulan laporan bersumber dari Deposito (pangsa 35,13%) yang terkontraksi lebih dalam yaitu dari tumbuh,56% (yoy) di triwulan IV-215 menjadi kontraksi sebesar 9,45% (yoy) di triwulan I-216, dan komponen Giro (pangsa 19,3%) mengalami kontraksi sebesar 21,17% (yoy), sedikit membaik dibanding triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 28,5% (yoy). Sementara itu komponen Tabungan (pangsa 45,85%) mengalami peningkatan walaupun belum signifikan yaitu tumbuh 5,56% (yoy) pada triwulan IV- 215 menjadi 5,73% (yoy) di Triwulan I-216. Grafik 3.5. Perkembangan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan Grafik 3.6. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan 8 7 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 35 3 25 2 15 1 5 8 6 4 2-2 -4 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 DPK Giro Tabungan Deposito Giro Tabungan Deposito DPK Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Deposito yang terkontraksi lebih dalam disebabkan oleh Deposito milik Badan Usaha Milik Negara yang terkontraksi cukup signifikan yaitu dari tumbuh 6,15% (yoy) di triwulan IV-215 menjadi kontraksi sebesar 49,21% (yoy) di triwulan I-216. Kondisi ini menunjukkan Badan Usaha Milik Negara melakukan penarikan sejumlah dana yang disimpan dalam bentuk deposito. Sementara itu membaiknya pertumbuhan Giro disebabkan oleh tumbuhnya Giro sektor Swasta sebesar 7,17% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 4,9% dan membaiknya pertumbuhan giro pemerintah daerah yang pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 54,44% (yoy), membaik pada triwulan I-216 dengan 44

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah mengalami kontraksi sebesar 44,81% (yoy). Terjadinya kontraksi giro pemerintah daerah pada triwulan IV-215 dan triwulan I-216 merupakan efek dari diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan No.235/PMK.7/215 perihal Konversi Penyaluran Dana Bagi Hasil dan/atau Dana Alokasi Umum Dalam Bentuk Non Tunai dimana sejak PMK tersebut diberlakukan, Dana Bagi Hasil (DBH) atau Dana Alokasi Umum (DAU) yang selama ini disalurkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana tunai berubah kedalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Di sisi lain, Tabungan menunjukkan tren pertumbuhan dari triwulan I-215 hingga triwulan I-216 meskipun pertumbuhan di triwulan laporan relatif belum signifikan. Kondisi ini mencerminkan masih cukup rendahnya daya beli masyarakat dan ekspektasi kondisi perekonomian yang masih rendah sehingga masyarakat cenderung berjaga-jaga menyimpan dananya dalam bentuk tabungan di perbankan. Tabel 3.2. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (RpMiliar) RpMiliar 214 215 I II III IV 216 g - yoy Pemerintah 1.846 16.13 17.859 16.726 6.254 9.396-41,65 Pemerintah Pusat 245 291 294 335 36 431 47,92 Pemerintah Daerah 8.987 13.832 15.818 14.341 4.94 7.634-44,81 Badan/ Lembaga Pemerintah 56 16 12 114 13 165 55,7 Badan Usaha Milik Negara 1.485 1.82 1.62 1.768 1.525 1.38-42,99 Badan Usaha Milik Daerah 72 53 43 168 144 129 143,71 Swasta 9.313 8.93 9.256 8.165 9.133 7.734-4,43 Perusahaan Asuransi 119 84 67 8 85 82-2,4 Perusahaan Swasta 8.241 7.1 8.189 7.51 7.836 6.561-6,29 Yayasan dan Badan Sosial 767 793 783 82 922 848 6,98 Koperasi 186 214 218 214 29 242 13,4 Lainnya 3 3 3 3 2 3-3,99 Perorangan 43.981 42.326 43.32 44.295 46.661 45.455 7,39 Sumber : Bank Indonesia 2.3. Perkembangan Penyaluran Kredit Pada triwulan I 216, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau tercatat sebesar Rp56,25 triliun. Jumlah ini tumbuh sebesar 7,35% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan triwulan IV 215 yang tumbuh sebesar 8,14%(yoy). Penurunan penyaluran kredit menunjukkan masih terbatasnya permintaan kredit pada triwulan laporan. 45

Rp Triliun Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Grafik 3.8. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 35 3 25 2 15 1 5-5 -1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Modal kerja Investasi Konsumsi Modal kerja Investasi Konsumsi Produktif Total Produktif Total Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Melambatnya penyaluran kredit pada triwulan I-216 bersumber dari melambatnya penyaluran kredit pada sektor pemerintah yang tumbuh sebesar 13,65% (yoy) lebih rendah jika dibandingkan triwulan IV-215 sebesar 15,15 (yoy). Perlambatan kredit yang lebih dalam tertahan oleh membaiknya penyaluran kredit di sektor swasta yang mengalami kenaikan walaupun masih mengalami kontraksi sebesar 4,5% (yoy) pada triwulan laporan, namun masih sedikit lebih baik jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 4,55% (yoy). Sementara itu melambatnya pertumbuhan kredit menurut jenis penggunaannya bersumber dari melambatnya kredit investasi (pangsa 3,58%) yaitu dari 5,17% (yoy) di triwulan IV 215 menjadi 2,91% (yoy) di triwulan I-216 dengan nilai mencapai Rp21.56 triliun. Diikuti dengan melambatnya kredit konsumsi (pangsa 38,33%) yaitu dari 1,65% (yoy) di triwulan IV-215 menjadi 9,97% (yoy) di triwulan I-216 dengan nilai mencapai Rp21,56 triliun. Berdasarkan kondisi tersebut, maka penyaluran kredit produktif di triwulan IV-215 mencapai Rp34,69 triliun atau tumbuh sebesar 5,78% (yoy). Grafik 3.9. Perkembangan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Grafik 3.1. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kelompok dan Valuta Rptriliun 25 3 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 3 2 1 2 15 1 5-5 -1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 2 1-1 -2-3 -4 Pemerintah Swasta Rupiah Valas (kanan) Pemerintah Swasta Rupiah Valas (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 46

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Perlambatan kredit terjadi pada penyaluran kredit mata uang rupiah maupun valas. Kredit rupiah mencapai Rp55,35 triliun, tumbuh 7,99% (yoy) walaupun relatif menurun jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,55% (yoy). Sementara kredit valas mencapai Rp 1,93 miliar, mengalami kontraksi cukup dalam sebesar 21,52% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 1,16% (yoy). 3. Intermediasi dan Risiko Perbankan Fungsi intermediasi bank umum di Provinsi Riau pada triwulan I-216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun masih lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu sebesar 89,88% yang sebelumnya di triwulan IV-215 tercatat sebesar 91,12%. Namun demikian, nilai LDR tersebut masih dibawah 1% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada kondisi yang masih terjaga dan adanya sikap kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. Grafik 3.11. Perkembangan LDR di Provinsi Riau 8 7 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 DPK Kredit LDR (kanan) 94 92 9 88 86 84 82 8 78 76 74 Sumber : Bank Indonesia NPL kredit bank umum pada periode laporan menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,71% menjadi 4,7%. Tingkat NPL kredit bank umum yang meningkat menunjukkan trend penurunan kualitas kredit yang disalurkan bank umum di Provinsi Riau dalam kurun 3 bulan terakhir. Meskipun memburuknya kualitas kredit di Provinsi Riau masih berada di bawah batas kewajaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (5%) namun perlu menjadi perhatian oleh perbankan, mengingat kecenderungan NPL yang semakin meningkat. 47

Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan.. Konstruksi Perdagangan, res.. Pengangkutan, per.. Jasa Lainnya RpTriliun % KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.12. Perkembangan Non Performing Loan (NPL) di Provinsi Riau Grafik 3.13. Perkembangan NPL Sektoral di Provinsi Riau Triwulan I-216 1,8 1,6 1,4 1,2 1,,8,6,4,2 - I II III IV I II III IV I II III IV I 5 4 3 2 1 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 3,92 1,9 1,4,64 9,48 7,1 4,87 4,62 2,33 213 214 215 216 2 4 6 8 1 12 14 Kurang lancar Diragukan Macet NPL (kanan) Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.14. Pangsa NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan I-216 Sumber : Bank Indonesia Grafik 3.15. Growth NPL Sektoral Bank Umum di Provinsi Riau Triwulan I-216 Lainnya Jasa 7,59 21,99 8 6 6,46 Pengangkutan, pergudangan Perdagangan, resto dan hotel Konstruksi 3,11 37,32 7,18 Listrik, gas dan air,6 Perindustrian 1,1 Pertambangan,17 Pertanian 21,47 5 1 15 2 25 3 35 4 4 2-2 -4-6 -42,71 23,93-3,63 -,16 28,62-13,39 2,84 1,79 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Dilihat dari sektor ekonominya, NPL tertinggi masih dialami oleh sektor konstruksi yaitu sebesar 9,48%, meningkat dibandingkan triwulan IV 215 yang sebesar 8,67%. Beberapa sektor lain yang memilki NPL cukup tinggi pada periode laporan ini adalah sektor perdagangan sebesar 7,1% dan sektor pengangkutan 4,87%. Pada kedua sektor tersebut angka NPL juga tercatat menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata harga TBS dan CPO dunia masing-masing sebesar Rp1.387/kg dan 579 USD/MT, membaik dibandingkan triwulan IV-215 masing-masing sebesar Rp1.19/kg dan 54 USD/MT. Di sisi lain, harga karet di triwulan I-216 sebesar 1,4 USD/kg lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV-215 sebesar 1,56 USD/kg. 48

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.16. Perkembangan Harga TBS dan CPO Dunia Grafik 3.17. Perkembangan Harga Karet Dunia 2. 1.8 1.6 1.4 1.2 1. 8 6 4 2 - I II III IV I II III IV I II III IV I 9 8 7 6 5 4 3 2 1-3,29 3,9 2,73 2,67 2,44 2,37 2,2 1,93 1,83 1,96 1,79 1,56 1,4 213 214 215 216 I II III IV I II III IV I II III IV I TBS (Rp/Kg) CPO (USD/MT) 213 214 215 216 Sumber : Bloomberg dan Disbun Provinsi Riau Sumber : Bloomberg 4. Stabilitas Sistem Keuangan 4.1. Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 216 masih didominasi oleh sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 22,3% dan 21,65% dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp12,54 triliun dan Rp12,18 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada sektor tersebut tidak terlepas dari masih prospektifnya sektor tersebut di Provinsi Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 92,37%dari total kredit sektor pertanian atau sebesar Rp11,59 triliun. Sedangkan subsektor perdagangan didominasi oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan pangsa 19,87% dari total kredit sektor perdagangan atu sebesar Rp2,42 triliun. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian melambat dari 1,88% (yoy) pada TWIV-215 menjadi 9,57% (yoy) pada TWI-216 berbeda dengan sektor perdagangan yang tumbuh dari 7,39% (yoy) menjadi 8,71% (yoy). 49

Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Tabel 3.3. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun) Sektor Ekonomi Sumber : Bank Indonesia Disisi lain, meningkatnya penyaluran kredit sektor perdagangan utamanya didorong oleh peningkatan subsektor perdagangan eceran komoditi lainnya (bukan makanan, minuman dan tembakau) (pangsa 5,98% dari kredit sektor perdagangan) dari 7,93% (yoy) di triwulan IV-215 menjadi 13,6% (yoy) di triwulan I-216. 215 214 216 I II III IV Pangsa g - yoy Pertanian 11,39 11,45 11,87 12,14 12,62 12,54 22,3 9,57 Pertambangan,38,39,5,42,45,36,64 (8,28) Perindustrian 2,3 2,14 2,26 2,28 2,31 2,43 4,32 13,42 Listrik, gas dan air,12,11,1,11,22,21,37 83,88 Konstruksi 1,78 1,76 1,88 2,14 1,9 1,73 3,8 (1,32) Perdag, resto dan hotel 11,21 11,2 11,47 11,48 12,4 12,18 21,65 8,71 Pengangkutan, pergud 1,59 1,62 1,57 1,55 1,51 1,46 2,6 (9,62) Jasa 4,3 4,8 4,24 4,8 4,5 3,76 6,68 (7,89) Lainnya 19,48 19,65 2,11 2,74 21,43 21,58 38,36 9,82 Total 52,28 52,4 54,1 54,95 56,54 56,25 1, 7,35 Grafik 3.18. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-216 Grafik 3.19. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan Tw.I-216 2 15 1 5 13,47 3,18 1,6 13,6 14,91 Hotel bintang Perdagangan eceran bahan konstruksi Perdagangan eceran komoditi lainnya.. Perdagangan kelapa dan kelapa sawit 8,48 5,21 5,98 5,23-5 -1,9 Perdagangan eceran didominasi makanan.. Perkebunan karet dan getah lainnya 3,7 19,87-1 Perkebunan kelapa sawit 92,37-15 -2-14,1 2 4 6 8 1 Persen % Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah Pertumbuhan kredit konsumsi di triwulan I-216 melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun masih lebih baik jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. 5

Rp. Triliun Persen (%) Rp Miliar Persen (%) Rp Triliun Persen (%) Rp. Miliar Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.2. Perkembangan Kredit Perumahan Grafik 3.21. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor 9 8 7 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2-2 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 25 2 15 1 5-5 -1-15 -2-25 213 214 215 216 213 214 215 216 Perumahan g - yoy (kanan) Kendaraan g - yoy (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Melambatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari melambatnya pertumbuhan kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor di Provinsi Riau. Pada triwulan I-216, kredit perumahan tercatat sebesar Rp7,77 triliun, menurun dibandingkan dengan triwulan IV-215 yaitu dari 8,33% (yoy) menjadi 5,22% (yoy). Hal ini bersumber dari penurunan kredit rumah tangga kepemilikan rumah tinggal tipe 22 s.d 7 sebesar 14,55% (yoy) dan kredit Ruko atau Rumah Toko yang terkontraksi lebih dalam dari triwulan sebelumnya yaitu dari 2,44% (yoy) menjadi 8,26% (yoy). Menurunnya realisasi kredit perumahan pada triwulan laporan diperkirakan didorong masih rendahnya permintaan kredit di awal tahun. 14 12 1 8 6 4 2 Grafik 3.22. Perkembangan Kredit Multiguna I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Multiguna Sumber : Bank Indonesia g - yoy (kanan) 5 45 4 35 3 25 2 15 1 5 Grafik 3.23. Perkembangan Kredit Durable Goods 6 5 4 3 2 1 I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 Durable goods Sumber : Bank Indonesia g - yoy (kanan) 2 15 1 5-5 -1 Sementara kredit kendaraan bermotor pada triwulan I-216 tercatat sebesar Rp373,33 miliar, mengalami kontraksi yang lebih dalam jika dibandingkan triwulan sebelumnya yakni kontraksi 6,21% (yoy) menjadi 12,5% (yoy). Melambatnya pertumbuhan di sektor kendaraan bermotor bersumber dari menurunnya kredit kendaraan roda empat yang mengalami kontraksi lebih dalam dari kontraksi 51

Rp Triliun Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah triwulan sebelumnya yaitu 5,71% (yoy) menjadi 12,73% (yoy). Perlambatan kredit konsumsi sedikit tertahan oleh kredit durable goods yang mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari 128,46% (yoy) di triwulan IV-215 menjadi 182,4% (yoy) di triwulan I-216 dengan nilai mencapai Rp55,6 miliar. Meningkatnya kredit durable goods sejalan dengan kredit multiguna yang pertumbuhannya meningkat dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari 11,99% (yoy) menjadi 12,62% (yoy) dengan nilai kredit sebesar Rp12,7 triliun. 4.3. Ketahanan Sektor UMKM Total kredit yang disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) oleh bank umum di Provinsi Riau mencapai Rp19,91 triliun pada triwulan I 216, meningkat,48% (yoy) jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar,74%. Porsi kredit yang diserap UMKM dari total kredit yang diberikan bank umum di Provinsi Riau juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 35,17% menjadi 35,39%. Penyaluran kredit skala usaha mikro memiliki pertumbuhan tertinggi pada triwulan I 216 yaitu sebesar 6,86% (yoy), diikuti oleh kredit skala usaha kecil yang memiliki pangsa terbesar kredit UMKM Riau (39,14%) pada triwulan 1 216 dengan pertumbuhan sebesar 4,74% (yoy), sementara kredit skala usaha menengah mengalami kontraksi sebesar 9,15%, lebih dalam dari kontraksi pada triwulan sebelumnya yakni sebesar 7,72%. Grafik 3.24. Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 3.25. Pangsa Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha 25 25 2 15 1 2 15 1 5 Menengah 32% Mikro 29% 5 I II III IV I II III IV I II III IV I -5 213 214 215 216 Kredit UMKM g - yoy (kanan) Kecil 39% Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Jika dilihat porsinya, kredit UMKM lebih banyak disalurkan pada usaha kecil sebesar Rp7,79 triliun (pangsa 39,14%), kemudian diikuti oleh kredit usaha menengah 52

Pertanian Pertambangan Perindustrian Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Jasa Lainnya Rp Triliun Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah (pangsa 31,54%) dan kredit usaha mikro (pangsa 29,32%) masing-masing sebesar Rp6,28 triliun dan Rp5,84 triliun. Tabel 3.4. Kredit UMKM di Provinsi Riau TwIV-215 Menurut Sektor Ekonomi (RpMiliar) Sektor Ekonomi 214 215 Tw I 216 Tw I 216 I II III IV pangsa g. yoy Pertanian 6.589 6.658 6.956 6.952 6.772 6.693 33,62,52 Pertambangan 128 158 186 15 161 92,46-41,72 Perindustrian 393 466 391 39 432 415 2,8-1,94 Listrik, gas dan air 113 17 99 15 38 89,45-17,25 Konstruksi 1.137 1.6 1.6 1.23 1.46 1.78 5,41 1,71 Perdagangan 8.639 8.456 8.634 8.563 8.831 9.56 45,49 7,9 Pengangkutan 749 719 78 662 64 58 2,91-19,31 Jasa 2.199 2.166 2.168 2.41 1.945 1.888 9,48-12,84 Lainnya 86 21 12 9 2 17,8-21,42 Total 2.33 19.81 2.212 19.894 19.885 19.95 1,48 Sumber : Bank Indonesia Secara sektoral, penyerapan kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau masih didominasi oleh sektor perdagangan (pangsa 45,49%) dan pertanian (pangsa 33,62%). Pada triwulan I-216, kredit UMKM yang disalurkan ke sektor perdagangan mencapai Rp9,5 triliun atau tumbuh sebesar 7,9% (yoy) di triwulan I-216, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 2,23% (yoy). Sementara itu, kredit UMKM yang disalurkan ke sektor pertanian mencapai Rp6,69 triliun atau tumbuh melambat,52% (yoy) dari 2,77% (yoy). Grafik 3.26. Perkembangan NPL Kredit UMKM Grafik 3.27. NPL Sektoral UMKM Triwulan IV-215 (%) 25 9 2 15 1 5 I II III IV I II III IV I II III IV I 8 7 6 5 4 3 2 1 12 1 8 6 4 2 6,68 3,78 6, 1,49 1,56 8,26 6,6 7,8 4,64 213 214 215 216 Kredit UMKM NPL (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia NPL UMKM tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan IV-215 yaitu dari 6,76% menjadi 7,65%. Masih tingginya NPL tersebut didorong oleh NPL sektor konstruksi dan sektor perdagangan yang tercatat cukup tinggi yaitu masingmasing sebesar 1,56% dan 8,26%. Masih tingginya NPL kedua sektor tersebut 53

Rp Triliun Persen (%) Rp Miliar KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah sejalan dengan masih rendahnya daya beli masyarakat sehingga berpengaruh terhadap kemampuan membayar hutang jatuh tempo. Di sisi lain, angka NPL tersebut telah jauh melampaui batas aman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 5%. Oleh karena itu, perlu menjadi perhatian serius perbankan untuk semakin meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit UMKM. 5. Perkembangan Perbankan Syariah Kinerja perbankan syariah di Provinsi Riau pada triwulan I-216 tercatat membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari meningkatnya pertumbuhan aset, DPK dan pembiayaan dibandingkan triwulan IV-215. Aset perbankan syariah tercatat sebesar Rp4,93 triliun meningkat sebesar 6,78% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-215 yang tumbuh sebesar 6,16% (yoy). Sementara, dana yang dihimpun oleh perbankan syariah tercatat sebesar Rp3,82 triliun atau tumbuh 12,18% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,9% (yoy). Peningkatan DPK perbankan syariah didorong oleh meningkatnya jenis simpanan tabungan (pangsa 53,74%) dibandingkan triwulan III- 215. Tabungan meningkat dari,49% menjadi 5,45% (yoy). Sementara pertumbuhan giro (pangsa 1,67%) dan Deposito (pangsa 35,39%) masing-masing tumbuh melambat dari 42,15% (yoy) menjadi 19,16% (yoy) dan dari 22,72% (yoy) menjadi 21,79% (yoy). Grafik 3.28. Perkembangan Aset Perbankan Syariah Grafik 3.29. Perkembangan DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan 5,6 5,4 5,2 5, 4,8 4,6 4,4 4,2 I II III IV I II III IV I II III IV I 4 3 2 1-1 -2 9. 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1. - I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 213 214 215 216 Aset g - yoy (kanan) Giro Tabungan Deposito Total Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 54

Rp Miliar Rp Miliar RpMiliar KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.3. Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah Menurut Penggunaan Grafik 3.31. Penyaluran Pembiayaan Perbankan Syariah Secara Sektoral 2. 1.8 1.6 1.4 1.2 1. 8 6 4 2 - I II III IV I II III IV I II III IV I 4. 3.5 3. 2.5 2. 1.5 1. 5-213 214 215 216 Modal Kerja Investasi Konsumsi Total Kanan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sementara disisi pembiayaan, perbankan syariah pada triwulan I-216 tercatat sebesar Rp3,66 triliun meningkat dibandingkan triwulan IV-215 dari tumbuh 2,32% (yoy) menjadi 6,22% (yoy). Meningkatnya pembiayaan perbankan syariah didorong oleh peningkatan pembiayaan konsumsi (pangsa 5,67%) dan modal kerja (pangsa 2,2% (yoy). Pembiayaan konsumsi meningkat dari 7,22% menjadi 11,63% (yoy) dan pembiayaan modal kerja mengalami perbaikan yang pada triwulan sebelumnya kontraksi sebesar 17,98%, pada triwulan I 216 mengalami kontraksi sebesar 9,38%. Secara sektoral, pembiayaan perbankan syariah masih terkonsentrasi pada sektor pertanian (pangsa 14,8%) dan perdagangan (pangsa 12,58%). Pembiayaan sektor pertanian dan perdagangan pada triwulan IV-215 masing-masing tercatat sebesar Rp513 miliar dan Rp458 miliar mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III-215. Pembiayaan sektor pertanian meningkat dari tumbuh sebesar 7,8% menjadi 18,87% (yoy), sementara pembiayaan sektor perdagangan meningkat dari 12,32% (yoy) menjadi 16,12% (yoy). 55

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.32. Perkembangan NPL Perbankan Syariah Grafik 3.33. Perkembangan FDR Perbankan Syariah 25 2 15 1 5 I II III IV I II III IV I II III IV I 7 6 5 4 3 2 1 4.5 4. 3.5 3. 2.5 2. 1.5 1. 5 - I II III IV I II III IV I II III IV I 15 1 95 9 85 8 75 213 214 215 216 213 214 215 216 Nominal NPL (kanan) DPK Pembiayaan FDR (Kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Selanjutnya, kualitas pembiayaan oleh perbankan syariah pada triwulan laporan tercatat membaik, hal ini tercermin dari menurunnya NPF yaitu dari 5,7% di triwulan IV-215 menjadi 5,53% di triwulan I-216. Namun demikian, perbankan syariah tetap perlu meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran pembiayaan. Di sisi lain, FDR perbankan syariah tercatat sebesar 95,8% yang menunjukkan bahwa risiko likuiditas berada pada kondisi yang masih terjaga. 6. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S) Aset BPR/S di Provinsi Riau pada triwulan I-216 tercatat sebesar Rp1,24 triliun, melambat dibandingkan dengan triwulan IV-215 yaitu dari 5,87% menjadi 4,82% (yoy). Sementara, DPK BPR/S pada triwulan I-216 tercatat sebesar Rp895 miliar, tumbuh 5,64% (yoy) atau melambat dibandingkan dengan triwulan IV-215 yang tumbuh sebesar 5,64% (yoy). Melambatnya DPK BPR/S didorong oleh perlambatan Deposito (pangsa 61,14%) dari 16,64% menjadi 13,35% (yoy), serta terkontraksinya Tabungan (pangsa 38,86%) lebih dalam sebesar 4,57% (yoy). Grafik 3.34. Perkembangan Aset BPR/S Grafik 3.35. Perkembangan DPK BPR/S 14 12 1 8 6 4 2 I II III IV I II III IV I II III IV I 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1 - I II III IV I II III IV I II III IV I 1. 8 6 4 2-213 214 215 216 213 214 215 216 Aset g - yoy (kanan) Tabungan Deposito DPK (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 56

Rp Miliar KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah Grafik 3.36. Perkembangan Kredit BPR/S Grafik 3.37. Penyaluran Kredit Sektoral 1. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 - I II III IV I II III IV I II III IV I 18 16 14 12 1 8 6 4 2 35 3 25 2 15 1 5-259 1 5 3 13 233 22 39 343 213 214 215 216 Kredit g - yoy (kanan) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Perlambatan juga terjadi dari sisi penyaluran kredit, pada triwulan I-216 kredit yang disalurkan oleh BPR/S tercatat sebesar Rp917 miliar atau tumbuh 6,8% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-215 yang sebesar 8,49% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit utamanya bersumber dari perlambatan sektor pertanian (pangsa 28,22%) dari,77% (yoy) di triwulan IV-215 menjadi mengalami kontraksi sebesar 1,82% (yoy) di triwulan I-216. Sementara penyaluran kredit ke sektor perdagangan (pangsa 25,37%) tercatat tumbuh melambat dari sebesar 14,93% (yoy) di triwulan IV- 215 menjadi 12,78% (yoy) pada triwulan I 216. Melambatnya pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh BPR/S tercermin pula dari kualitas kredit yang tercatat memburuk yakni sebesar 14,8% pada triwulan I 216, dibandingkan dengan triwulan III-215 yang tercatat sebesar 12,92%. Selain itu, risiko likuiditas BPR/S juga perlu menjadi perhatian dimana angka LDR BPR/S pada triiwulan IV- 215 mencapai 12,4% yang menunjukkan bahwa DPK BPR/S tidak dapat menutupi jumlah kredit yang disalurkan. Grafik 3.38. Perkembangan NPL BPR/S Grafik 3.39. Perkembangan LDR BPR/S 14 12 1 8 18 16 14 12 1 112 11 18 16 6 4 2 - I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 8 6 4 2 14 12 1 98 96 I II III IV I II III IV I II III IV I Nominal NPL (kanan) 213 214 215 216 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 57

Rp. Miliar Rp Miliar KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 7. Perkembangan Transaksi Pembayaran 7.1. Kondisi Umum Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 216 mengalami net inflow, tidak jauh berbeda dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini utamanya didorong oleh penurunan outflow dan peningkatan inflow. Menurunnya outflow Riau pada triwulan laporan diperkirakan karena masih minimnya realisasi anggaran di awal tahun. Di sisi lain, transaksi non tunai melalui kliring mengalami peningkatan baik dari sisi nominal maupun volume. 7.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 7.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow) Pada triwulan laporan, terjadi peningkatan sisi inflow dari Rp1,22 triliun menjadi Rp2,43 triliun atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 98,85% (qtq). Sementara itu sesuai dengan historisnya, jumlah outflow pada triwulan I 216 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu Rp4,63 triliun menjadi Rp1,56 triliun atau turun 66,17% (qtq). Penurunan jumlah outflow merupakan kondisi musiman dimana setelah pada triwulan sebelumnya terjadi permintaan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada hari besar keagamaan dan tahun baru. Tingginya peningkatan inflow dan rendahnya jumlah outflow pada triwulan laporan telah mendorong terjadinya net inflow sebesar Rp868 miliar. Relatif rendahnya jumlah outflow dalam kurun 1 (satu) triwulan diperkirakan karena minimnya realisasi APBD pada triwulan I 216. Grafik 3.4. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau Grafik 3.41. Perkembangan Inflow dan Outflow Bulanan Triwulan I-216 6. 5. 4. 3. 2. 1. - 6. 5. 4. 3. 2. 1. - (1.) (2.) I II III IV I II III IV I II III IV I 213 214 215 216 2.5 2. 1.5 1. 5 - (5) Inflow Outflow Net Outlflow (1.) 2.435 1566 Inflow Outflow Net Outflow (868) Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 58

Rp Miliar Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah 7.2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Sebagai salah satu bentuk upaya Bank Indonesia dalam memenuhi uang kartal layak edar (fit for circulation) kepada masyarakat, maka secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE). Uang tidak layak edar tersebut diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari masyarakat. Grafik 3.42. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan 3. 2.5 2. 1.5 1. 5 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 UTLE Inflow Rasio g - yoy 4 35 3 25 2 15 1 5-5 -1-15 Sumber : Bank Indonesia Jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan I-216 tercatat sebesar Rp77 miliar meningkat dibanding triwulan sebelumnya sebesar 146% (qtq) dengan rasio UTLE terhadap inflow sebesar 31,63%. Meningkatnya pemusnahan uang tidak layak edar pada triwulan I - 216 sejalan dengan meningkatnya jumlah inflow pada triwulan laporan sejalan dengan kebijakan clean money policy Bank Indonesia. 7.2.3. Uang Rupiah Tidak Asli Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak asli. Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan I-216 tercatat meningkat dibandingkan dengan triwulan IV-215. Pada triwulan laporan, jumlah uang rupiah 59

Lembar Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah tidak asli sebanyak 369 lembar, sementara pada triwulan sebelumnya sebanyak 132 lembar. Grafik 3.43. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau 6 5 4 3 2 1 543 346 369 84 89 94 86 1 179 125 16 14 87 123 22 126 132 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 6 5 4 3 2 1-1 -2 Uang Rupiah Tidak Asli g - yoy (kanan) Sumber : Bank Indonesia Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau terdiri dari 143 lembar menyerupai pecahan Rp1 ribu, 211 lembar menyerupai pecahan Rp5 ribu dan 15 lembar menyerupai pecahan Rp2 ribu. Penemuan tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau. Selanjutnya, dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan sosialisasi keaslian uang rupiah kepada masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). 7.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI 7.3.1. Transaksi Kliring Transaksi pembayaran dengan kliring pada triwulan I 216 tercatat meningkat baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring pada triwulan I 216 tercatat sebesar Rp7,367 triliun dengan volume transaksi mencapai 223.872 lembar, meningkat sedikit jika dibandingkan dengan triwulan IV 215 yang nilainya tercatat sebesar Rp7,366 triliun dengan volume transaksi 26.11 lembar. Meskipun terjadi kenaikan transaksi pembayaran dengan kliring baik dari segi nominal transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan, namun nilai rata-rata 6

Warkat Persen (%) Rp. Miliar Persen (%) KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah transaksi per warkat tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari Rp35,74 juta menjadi Rp32,9 juta per warkat. Grafik 3.44. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau Grafik 3.45. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Provinsi Riau 35. 3. 25. 2. 15. 1. 5. - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 1 5-5 -1-15 -2-25 -3-35 -4-45 1. 9. 8. 7. 6. 5. 4. 3. 2. 1. - 4 3 2 1-1 -2-3 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 212 213 214 215 216 Warkat yoy - lembar Nominal yoy - nominal Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 61

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah Bab 4 KONDISI KEUANGAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau pada awal tahun 216 secara umum meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga triwulan I 216 Anggaran Pendapatan Daerah telah terealisasi sebesar 22,74% dari total yang dianggarkan, sementara itu realisasi Anggaran Belanja Daerah masih sangat terbatas yaitu mencapai 4,61% dari total yang dianggarkan. 62

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah 2. Realisasi APBD Triwulan I 216 Alokasi anggaran pendapatan daerah Provinsi Riau pada tahun 216 secara umum mengalami penurunan dibandingkan tahun 215. Dari sisi pendapatan, APBD Provinsi Riau tercatat menurun sebesar 13% (yoy), yaitu dari Rp8,7 triliun pada tahun 215 menjadi Rp7,6 triliun pada 216. Kondisi ini didorong oleh penurunan rata-rata harga minyak internasional yaitu dari USD 48,68/barel di tahun 215 menjadi USD 34,27/ barel di tahun 216. Penurunan harga minyak dunia tersebut berdampak terhadap penurunan Dana Bagi Hasil Provinsi Riau hingga 65% (yoy), disamping karena adanya penurunan lifting minyak bumi akibat natural declining. Di sisi lain, anggaran belanja pemerintah daerah pada tahun 216 relatif meningkat dibandingkan tahun 215. Peningkatan utamanya berasal dari anggaran belanja transfer pemerintah Provinsi kepada pemerintah Kabupaten/Kota. Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Riau Triwulan I 215 dan Triwulan I 216 Uraian Triwulan I 215 Triwulan I 216 Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Anggaran (Rp Miliar) Realisasi % Pendapatan 8,721.57 1,719.83 19.72 7,588.65 1,725.5 22.74 Belanja 1,683.97 487.76 4.57 1,972.7 56.8 4.61 Pembiayaan Daerah 1,962.4.7. 3,383.43 3,383.43 1. Surplus/ (Defisit) (1,962.4) 1,232.7 (3,383.43) 1,219.42 Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Realisasi APBD pemerintah Provinsi Riau pada awal tahun 216 relatif meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari realisasi pendapatan dan belanja pemerintah Provinsi Riau yang masing-masing mencapai 22,74% dan 4,61% pada triwulan I 216. Realisasi tersebut relatif meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 19,72% dan 4,57% dari total yang dianggarkan. Peningkatan realisasi APBD didorong oleh adanya program percepatan pembangunan melalui percepatan realisasi APBD yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Provinsi Riau sejak awal tahun 216. Selain itu, rendahnya realisasi belanja pemerintah selama dua tahun terakhir disinyalir juga menjadi dorongan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat realisasi APBD khususnya dari sisi belanja daerah. 63

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah 2.1. Realisasi Pendapatan Grafik 4.1.Realisasi Pendapatan Berdasarkan Kelompok Pendapatan Tw I 216 dan Tw I 215 Sumber: Biro Perekonomian Prov. Riau Realisasi pendapatan daerah Provinsi Riau hingga triwulan I 216 tercatat sebesar 22,74%, lebih besar dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 19,72%. Peningkatan realisasi pendapatan didorong oleh peningkatan realisasi kelompok pendapatan asli daerah (PAD). Komponen utama yang mendorong peningkatan realisasi PAD berasal dari peningkatan realisasi retribusi daerah, yaitu mencapai Rp35,3 miliar, jauh melebihi target pendapatan retribusi yang dianggarkan sebesar Rp11 miliar. Peningkatan ini diperkirakan berkenaan dengan peningkatan target pungutan pajak kepada objek pajak yang selama ini belum membayarkan pajak atau kurang bayar, seperti pajak sewa gedung pernikahan, ATM, dsb. Hal ini juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Provinsi Riau dalam rangka menekan penurunan pendapatan yang berasal dari dana bagi hasil sumber daya alam di tahun 216. 64

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah Tabel 4.2. Ringkasan Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Riau Tw I 215 dan Tw I 216 Tw I 215 Tw I 216 Uraian (Miliar Rupiah) Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % PENDAPATAN DAERAH 8,722 1,72 19.72 7,581 1,726 22.76 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,656.36 614.52 16.81 3,495.55 817.14 23.38 Pajak Daerah 2,924.92 577.32 19.74 2,765.55 424.45 15.35 Retribusi Daerah 24.37 5.33 21.85 11. 35.3 2,773.1 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 28.54 - - 218. 1.7.78 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 498.52 31.87 6.39 51. 85.96 17.16 DANA PERIMBANGAN 4,196.34 888.3 21.16 4,85.27 98.37 22.24 Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 559.67 19.24 33.99 877.34 219.83 25.6 Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 2,93.25 479.72 16.52 1,15.83 24.95 2.18 Pendapatan Dana Alokasi Umum 654.22 218.7 33.33 737.74 184.44 25. Pendapatan Dana Alokasi Khusus 79.2 - - 1,454.36 299.15 2.57 PENDAPATAN TRANSFER LAINNYA 868.88 217.28 25.1 5. - - Dana Otonomi Khusus - - - - - - Dana Penyesuaian 868.88 217.28 25.1 5. - - LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH N/A 2.83 - - Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau Selanjutnya, realisasi pendapatan yang berasal dari pajak daerah hingga triwulan I 216 mencapai Rp424,45 miliar atau sebesar 15,35% dari total yang dianggarkan di tahun 216. Realisasi ini lebih rendah jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp577,32 miliar atau sebesar 19,74% dari total yang dianggarkan. Penurunan realisasi pendapatan pajak daerah diperkirakan bersumber dari penurunan realisasi pajak restoran dan perhotelan di awal tahun 216. Hal ini diperkirakan akibat aktivitas ekonomi lokal yang masih terbatas di tengah perbaikan harga komoditas internasional dan perekonomian nasional yang belum optimal. Sementara itu, pendapatan yang berasal dari pendapatan transfer hingga triwulan I 216 tercatat mencapai Rp98,37 miliar atau sebesar 22,24% dari total yang dianggarkan. Realisasi ini relatif meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp888,3 miliar atau 21,16% dari total yang dianggarkan. Peningkatan realisasi pendapatan transfer berasal dari komponen pendapatan dana alokasi khusus dan dana bagi hasil pajak. Adanya peningkatan pendapatan dari dana alokasi khusus sejalan dengan beberapa proyek pemerintah pusat di Provinsi Riau, diantaranya proyek jalan tol Pekanbaru-Dumai dan pembangunan jalur lintas kereta api trans-sumatera. Sementara itu, peningkatan dana bagi hasil pajak diperkirakan merupakan peningkatan alokasi dari pemerintah 65

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah pusat sebagai kompensasi menurunnya dana bagi hasil sumber daya alam yang terus turun akibat penurunan harga minyak dunia. Penurunan pendapatan daerah yang berasal dari dana bagi hasil sumber daya alam diperkirakan mencapai 65% pada tahun 216 dibandingkan tahun 215. Kondisi ini terjadi akibat penurunan harga minyak dunia dan faktor penurunan produksi yang disebabkan oleh kondisi sumur yang semakin tua (natural declining). 2.2. Realisasi Belanja Alokasi anggaran belanja langsung pada tahun 216 secara umum menurun dibandingkan tahun 215, khususnya pada komponen belanja barang dan jasa dan belanja modal. Belanja barang dan jasa pada tahun 216 dianggarkan sebanyak Rp2,7 triliun, lebih rendah dibandingkan tahun 215 yang dianggarkan sebanyak Rp3,11 triliun. Sementara itu, belanja modal yang dianggarkan pada tahun 216 ialah sebesar Rp2,53 triliun, juga menurun dibandingkan tahun 215 yang dianggarkan sebesar Rp2,9 triliun. Penurunan alokasi anggaran diperkirakan akibat penyesuaian terhadap menurunnya pendapatan di tahun 216. Di sisi lain, rencana anggaran kelompok belanja tidak langsung pada tahun 216 cenderung meningkat dibandingkan tahun 215, yaitu dari Rp4,4 triliun menjadi Rp5,4 triliun. Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pada belanja hibah, belanja bagi hasil kepada pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa serta belanja pegawai. Kondisi ini diperkirakan akibat adanya peningkatan UMP dan UMK di tahun 216 serta fokus pemerintahan di tahun 216 yang lebih menitikberatkan pada percepatan pembangunan di pedesaan. 66

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah Tabel 4.3. Ringkasan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Riau Tw I 215 dan Tw I 216 Triwulan I 215 Triwulan I 216 Uraian (Miliar Rupiah) Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % BELANJA DAERAH 1,683.97 487.76 4.57 1,972.7 56.8 4.61 BELANJA TIDAK LANGSUNG 4,42.19 418.6 9.5 5,388.35 49.96 7.61 Belanja Pegawai 1,122.75 16.77 14.32 1,22.95 111.67 9.28 Belanja Bunga - - - - - Belanja Subsidi - - - - - - Belanja Hibah 1,7.65 217.22-1,293.61 298.3 23.6 Belanja Bantuan Sosial 7.18 - - 1. - - Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa dan Partai Politik Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau 1,159.15 - - 1,283.58 - - 1,32.47 4.7 3.88 1,58.21 - - Belanja Tidak Terduga 1. - - 18. - - BELANJA LANGSUNG 6,281.78 69.7 1.11 5,583.72 96.12 1.72 Belanja Pegawai 272.81 21.32 7.82 34.56 17.53 5.15 Belanja Barang dan Jasa 3,17.85 47.93 1.54 2,711.4 74.89 2.76 Belanja Modal 2,91.12.44 2,532.12 3.7 Realisasi anggaran belanja pemerintah Provinsi Riau pada awal tahun 216 tercatat sebesar Rp56,8 miliar atau 4,61% dari total belanja sebesar Rp1,97 triliun yang dianggarkan dalam APBD 216. Meskipun mengalami peningkatan dari realisasi di awal tahun 215 yang tercatat sebesar 4,57%, namun penyerapan anggaran belanja relatif belum optimal. Hal ini tercermin dari realisasi belanja langsung yang baru mencapai 1,72%. Sementara itu, realisasi belanja tidak langsung hingga Maret 216 mencapai 7,61% dari total yang dianggarkan dan cenderung menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 9,5%. Realisasi belanja modal dan belanja barang dan jasa di awal tahun 216 tercatat relatif meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hingga maret 216, realisasi belanja modal pemerintah Provinsi Riau tercatat mencapai Rp3,7 miliar, relatif menigkat dibandingkan periode yang sama pada tahun 215 yang mencapai Rp44 juta. Selanjutnya, realisasi belanja barang dan jasa pada awal tahun 216 mencapai Rp74,89 miliar, lebih besar dibandingkan realisasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp47,93 miliar. Adanya program percepatan realisasi APBD yang dilakukan pemerintah Provisi Riau berdampak terhadap peningkatan realisasi belanja di awal tahun 216 meskipun belum optimal. Selanjutnya pada kelompok belanja tidak langsung, anggaran belanja yang baru terealisasi berasal dari komponen belanja pegawai dan belanja hibah, yaitu masing- 67

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah masing sebesar 9,28% dan 23,6% dari total yang dianggarkan. Realisasi belanja pegawai dalam komponen belanja tidak langsung pada triwulan I 216 tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 215 yang mencapai 14,38%. Hal ini diperkirakan merupakan tindakan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Riau terkait penyesuaian pendapatan daerah. Selanjutnya, realisasi belanja hibah relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu mencapai Rp298,3 miliar. 68

BOKS 3 PERCEPATAN PENYERAPAN APBD RIAU TAHUN 216 Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Riau, realisasi APBD dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir terus tercatat lebih rendah dibandingkan ketersediaan anggaran. Pada tahun 21, anggaran yang tersedia mencapai Rp.4,26 Triliun dengan realisasi mencapai 95,31% atau sebesar Rp.4,6 Triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 215 sebesar Rp7,38 Triliun, persentase realisasi anggaran tahun 21 tercatat lebih tinggi dibandingkan 215 yang hanya mencapai 64,76% dari total anggaran sebesar Rp11,38 Triliun. Grafik Anggaran dan Realisasi APBD Riau Tahun 21-215 Rp Triliun 15 13 11,38 11 8,91 8,37 8,84 9 8,8 7,88 6,84 7 5,73 4,79 5 4,26 4,54 4,6 3 1-1 21 211 212 213 214 215 Anggaran (Rp Triliun) Realisasi (Rp Triliun) Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Riau Pada tahun 216, Pemerintah Provinsi Riau menetapkan 5 langkah Percepatan Penyerapan Anggaran 216 sebagai berikut: 1. Mempersiapkan perangkat pelaksana (SK Pejabat Pengelola, Susun RUP, Rencana Kas dan Identifikasi Paket. 2. Memperhatikan jadwal proses pelelangan. 3. Memperhatikan sembilan titik kritis tahapan pelaksanaan APBD. 4. Percepatan realisasi anggaran harus tetap memperhatikan akuntabilitas dan kualitas. 5. Melaporkan secara berkala dan mengambil tindakan perbaikan setiap bulannya.

Skema Percepatan Penyerapan Anggaran Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Riau Dengan asumsi telah disahkannya Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau, pemerintah rencana penyerapan anggaran sebagaimana yang tercantum pada skema diatas dapat dilakukan. Untuk itu, Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) juga terus melakukan pemantauan terhadap setiap tahapan pelaksanaan anggaran karena perlambatan pada setiap fase akan berdampak pada keterlambatan fase selanjutnya.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Bab 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH 1. Kondisi Umum Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada awal tahun 216 menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Dari indikator terkait menunjukkan terjadi peningkatan kualitas ketenagakerjaan antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 6,72% di tahun 215 menjadi 5,94% di tahun 216. Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I-216 meningkat jika dibandingkan dengan triwulan IV-215 yakni dari 95,3 menjadi 97,36. 69

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah 2. Ketenagakerjaan Grafik 5.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Feb - 216 Grafik 5.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Feb - 216 Aceh 64,24 Kepulauan Riau 65,58 Riau 67,1 Indonesia 68,6 Bangka Belitung 68,6 Jambi 68,53 Lampung 68,63 Sumatera Utara 68,87 Sumatera Selatan 7,1 Sumatera Barat 7,34 Bengkulu 73,59 58 6 62 64 66 68 7 72 74 76 Sumber : BPS Bengkulu 3,84 Sumatera Selatan 3,94 Lampung 4,54 Jambi 4,66 Indonesia 5,5 Sumatera Barat 5,81 Riau 5,94 Bangka Belitung 6,17 Sumatera Utara 6,49 Aceh 8,13 Kepulauan Riau 9,3 2 4 6 8 1 Sumber : BPS Provinsi Riau pada periode Februari 216 menunjukkan bahwa 2,98 juta dari 4,4 juta jiwa penduduk dengan usia 15 tahun ke atas atau 67,1% merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan dari periode Februari 215 yang tercatat sebesar 6,72% menjadi 5,94%. Hal tersebut menunjukkan terjadi peningkatan kondisi ketenagakerjaan Riau yang mengindikasikan terjadinya penurunan angka pengangguran. Trend penurunan TPT Riau yang searah dengan pergerakan TPT Indonesia yang tercatat 5,81% pada Februari 215 menjadi 5,5% di periode Februari 216 mengindikasikan terjadinya peningkatan ketenagakerjaan secara nasional. Di tingkat regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT kelima tertinggi di Sumatera. Sementara Bengkulu menjadi daerah dengan angka TPT terendah di Sumatera dengan angka 3,84%. Jika dibandingkan dengan periode Agustus 215, Kepulauan Riau, merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera yang mengalami peningkatan TPT di tahun 216, yang diperkirakan akibat perlambatan ekonomi khususnya sektor industri, sehingga banyak pegawai yang di phk atau dirumahkan. 7

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Tabel 5.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%) Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel BengkuluLampung Babel Kepri Agt 214 9,2 6,23 6,5 6,56 5,8 4,96 3,47 4,79 5,14 6,69 Feb 215 7,73 6,39 5,99 6,72 2,73 5,3 3,21 3,44 3,35 9,5 Agt 215 9,93 6,71 6,89 7,83 4,34 6,7 4,91 5,14 6,29 6,2 Feb 216 8,13 6,49 5,81 5,94 4,66 3,94 3,84 4,54 6,17 9,3 Sumber: BPS. Tabel 5.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Sumber: BPS Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor pertanian yaitu mencapai 41,44% dari total tenaga kerja, diikuti oleh sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi dan sektor jasa kemasyarakatan sosial dan perorangan dengan penyerapan tenaga kerja masing-masing mencapai 22,4% dan 18,26%. Penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian tercatat menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu 46,9% menjadi 41,44%. Disisi lain, penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi mengalami peningkatan, yaitu dari 16,4% menjadi 22,4%. Lapangan Pekerjaan Utama Februari 214 215 216 Pertanian Perkebunan Kehutanan Perburuan dan Perikanan 42,41 46,9 41,44 Pertambangan dan Penggalian 1,73 1,32 1,91 Industri 5,51 4,91 6,6 Listrik Gas dan Air Minum,31,12,32 Konstruksi 5,54 4,84 5,39 Perdagangan Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 2,5 16,4 22,4 Transportasi Pergudangan dan Komunikasi 3,79 3,85 2,14 Lembaga Keuangan Real Estate Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,29 2,98 2,44 Jasa Kemasyarakatan Sosial dan Perorangan 17,91 19,85 18,26 Total 1 1 1 71

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Grafik 5.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Jasa Kemasyarakatan Lembaga Keuangan Transportasi, Per.. Perdagangan, ru.. Konstruksi Listrik, Gas.. Industri Pertambangan dan.. Pertanian, Pekerbunan.. 1 2 3 4 5 216 215 214 % Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 41,2%. Angka ini cenderung menurun dibandingkan tahun 215 yang tercatat sebesar 44,15%. Penurunan penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai diperkirakan karena terjadinya perlambatan ekonomi khususnya di sektor migas yang menyebabkan terjadinya pengurangan karyawan di sektor usaha tersebut. Sedangkan penduduk yang bekerja dengan berusaha sendiri mengalami peningkatan dari 18,63% di tahun 215 menjadi 21,1% di tahun 216, hal ini mengindikasikan bahwa penduduk dituntut untuk kreatif menciptakan lapangan kerja yang sendiri pasca terjadinya pengurangan karyawan di sektor usaha tersebut. Grafik 5.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri 13% 5% 3% 41% 21% 5% 12% Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap / Buruh Tidak Dibayar Berusaha Dibantu Buruh Tetap / Buruh Dibayar Buruh /Karyawan/Pegawai Pekerja Bebas di Pertanian 72

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Dilihat dari jumlah jam kerja perharinya, mayoritas tenaga kerja di Riau menghabiskan waktu jam kerjanya selama dan lebih dari 35 jam seminggu, yaitu sebanyak 62,5%. Pekerja dengan waktu lebih dari 35 jam seminggu merupakan pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kurang dari 35 jam seminggu merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas angkatan kerja yang bekerja di Riau pada Februari 215 merupakan pegawai penuh. Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di Riau yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan buruh bebas. Grafik 5.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu Februari - 216 Grafik 5.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Diploma 3% Universitas 9% 62% 3% 7% 13% 15% 1-7 8-14 15-24 25-34 dan 35+ SMK 9% SMA 23% SD kebawah 37% SD kebawah SMP SMA SMK Diploma Universitas SMP 19% Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. Grafik 5.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan 2 18 16 14 12 1 8 6 4 2 13,54 7,7 8,48 8,5 6,23 2,79 SD KEBAWAH SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS Feb 215 Feb 216 Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah. 73