BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, sedangkan penting maksudnya bahwa ilmu pengetahuan itu besar

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seorang individu, karena individu tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga di

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. proses pematangan dan belajar (Wong, 1995) fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Erikson pada tahap anak usia 3-5 tahun (preschool age), anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) mendefinisikan motivasi berprestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN TEORI

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. empiris yang mendasari perubahan kurikulum adalah fakta di lapangan. menunjukkan bahwa tingkat daya saing manusia Indonesia kurang

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB II LANDASAN TEORI

BABI PENDAHULUAN. Kehidupan perkawinan akan terasa lebih lengkap dengan hadirnya anakanak

A. Latar Belakang. lain dan lingkungan sosial maka manusia tidak mudah dalam melakukan PENDAIIULUAN BAB I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk individual dan sosial dalam kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Ibu memiliki lebih banyak peranan dan kesempatan dalam. mengembangkan anak-anaknya, karena lebih banyak waktu yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. sifatnya androgini, yakni baik ayah maupun ibu memiliki peran dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. anak, bahkan mungkin lebih, yang menghabiskan waktu produktif di jalanan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. antara sekianbanyak ciptaan-nya, makhluk ciptaan yang menarik, yang

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam aspek sifat, sikap, minat dan kepribadian sosial anak dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

NASKAH PUBLIKASI PERAN AYAH DALAM PENGASUHAN DAN KELEKATAN REMAJA PADA AYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih luas di masyarakat dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Untuk itulah setiap individu dituntut untuk menguasai beberapa keterampilan seperti keterampilan pribadi, keterampilan sosial, keterampilan akademik dan keterampilan dalam bidang tertentu. Dengan memiliki keterampilan sosial individu akan mampu bergaul dengan orang lain. Menurut Shapiro (1999) kemampuan untuk bergaul dengan orang lain ini akan paling banyak membantunya merasakan keberhasilan dan kepuasan dalam hidup. Agar dapat berkiprah secara efektif dalam dunia sosial, individu perlu belajar mengenali, menafsirkan, dan bereaksi secara tepat terhadap situasi-situasi sosial. Individu memerlukan kemampuan untuk mencari titik temu antara kebutuhan dan harapan orang lain. Menurut Mu tadin (2006) ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normative misalnya asosial ataupun anti sosial, dan bahkan dalam perkembangan yang lebih ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dan sejenisnya. Maka dari itu amatlah penting bagi remaja untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial. Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja dalam fase perkembangan remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki keterampilan sosial untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Keterampilan sosial 1

2 tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri dan orang lain, mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang berlaku, dan sebagainya. Karena pada usia ini remaja sudah mulai dianggap mampu untuk berperilaku sesuai nilai-nilai, norma-norma yang ada di dalam masyarakat atau sesuai dengan harapan masyarakat. Keterampilan sosial harus mulai dikembangkan sejak dini. Dalam mengembangkan keterampilan sosial, tentunya individu membutuhkan orang lain untuk menstimulasi atau bahkan mengajarkannya. Di sini keluarga berperan penting untuk ikut andil dalam pengembangan keterampilan sosial anak, karena keluarga merupakan tempat awal seorang anak menerima suatu pendidikan, asuhan terutama dari orang tua dan juga merupakan tempat awal dalam bersosialisasi. Seperti yang dikatakan R. schaffer (dalam Dagun, 2002) bayi mulai mengembangkan keterampilannya sejak awal. Ia membutuhkan suatu interaksi yang baik dari orangorang sekelilingnya. Semua itu dimulai dalam keluarga. Berbagai jenis kegiatan dalam keluarga yang berkenaan dengan seorang bayi merupakan awal sosialisasi. Hubungan bayi dengan orangtuanya yang mulai tercipta sejak awal merupakan dasar yang baik dalam pembentukan pemahaman seorang anak dalam kemampuannya untuk memberikan reaksi sosial (Dagun, 2002). Pada dasarnya keluarga terutama orang tua, memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seorang anak. Orang tua sebagai teladan utama anak harus mampu memberikan contoh dan bimbingan yang sesuai agar anak nantinya juga mencontoh orang tuanya. Lingkungan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya hal ini berlangsung melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperhatikan atau dilakukan anak, sehingga pada saat yang lain tidak merasa ragu lagi untuk melakukan hal yang sama yang pernah diterimanya. Orang tua sebagai patokan, sebagai contoh, atau model agar ditiru kemudian apa yang ditiru akan meresap dalam dirinya dan menjadi bagian dari kepribadiannya (Gottman, 1998). Orang tua secara tidak disadari telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola pikir dan cara pandang individu dalam memandang suatu hal.

3 Tindakan, perkataan dan rasa nyaman dari pengalaman dengan orang tua dapat menjadi bekal bagi keterampilan sosial remaja ketika memisahkan diri dari orang tua menuju teman sebayanya. Keluarga sebagai sumber sosialisai yang paling utama, membantu remaja dalam membentuk keterampilan sosial pada diri remaja. Di dalam keluarga terjadi sebuah hubungan sosialisasi timbal balik, membangun hubungan, memecahkan suatu masalah dan berargumen dengan anggota keluarga lainnya. Hubungan yang terjadi ini akan dijadikan sebagai contoh atau cetakan yang akan digunakan remaja dalam berhubungan dengan dunia barunya. Hubungan yang baik antara orang tua dan remaja akan membantu remaja dalam berinteraksi dan meningkatkan identitas serta keterampilannya di lingkungan (Hurlock, 1973). Keluarga sebagai suatu lembaga akan menjadi model yang akan ditiru oleh anak-anak mereka. Figur yang paling utama bagi anak adalah keluarga. Orang tua sebagai pengendali keluarga, memegang peranan dalam membentuk hubungan keluarga dengan anak-anak mereka. Orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak, mengenal keadaan diri anak, dan sebagai tempat aman bagi anak untuk berbagi masalah, informasi, dan berbagi kasih sayang (Andayani & Koentjoro, 2007). Dalam keluarga terdapat susunan keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak. Orang tua terdiri dari ayah dan ibu. Lamb (1990) menjelaskan bahwa dalam konteks keluarga ibu dan ayah mempunyai peran yang berbeda namun saling mendukung. Sobur (1986)Seorang ayah sebagai pemegang kendali dalam kehidupan sebuah keluarga, keberadaannya akan mendapat penilaian anak-anaknya terutama tentang persepsi anak-anak terhadap ayah mereka. Selain itu Freud juga mengatakan bahwa perkembangan kepribadian anak khususnya sewaktu balita, sangat ditentukan oleh tokoh ayah karena ayah yang membentuk super ego anak. Ayah adalah tokoh identifikasi, serta ayah merupakan tokoh otoriter yang sekaligus ditakuti dan dibutuhkan anak, dan sebagainya. Dalam penelitian Andayani & Koentjoro (2007) memberikan gambaran bahwa ayah cenderung mengambil jarak dari anak-anaknya. Ayah lebih sibuk dengan dunia luar keluarga dan sedikit sekali beraktivitas dengan anak-anaknya. Ayah lebih banyak menghabiskan waktunya dalam dunia kerja dan pencari nafkah utama dalam

4 keluarga, maka yang banyak terjadi adalah rendahnya keterlibatan seorang ayah dalam keluarga. Seringkali seorang ayah kehilangan waktu berharganya untuk berinteraksi dengan anak karena kesibukannya. Bahkan seringkali para ayah menganggap bahwa mengasuh dan mendidik anak hanya tugas seorang ibu. Sebenarnya ayah juga memiliki peran penting dalam mengasuh anak. Meskipun banyak yang tidak menyadari, ternyata pola pengasuhan ayah memiliki peran yang besar dalam membentuk rasa percaya diri dan kecerdasan anak di masa datang. Memang tidak salah jika ibu dianggap memiliki peranan yang sangat penting, tetapi bukan berarti ayah juga tidak perlu mengasuh dan merawat anak sejak bayi. Peran ayah lebih besar dalam mengembangkan keterampilan sosial dibanding dengan peran ibu, karena peran ibu biasanya berkaitan dalam hal pemenuhan kebutuhan caring dan loving pada bayi, sedangkan ayah yang meletakkan dasar-dasar pertama yang membentuk bayi menjadi orang yang bisa menghadapi masalah atau memiliki keahlian problem solving yang bagus (http://keluargakecilbahagia.wordpress.com, 2009). Anak yang hadir dalam keluarga membutuhkan dan mempunyai hak akan kasih sayang dan perhatian yang responsif dari orangtuanya. Anak juga membutuhkan model yang tepat agar dalam perkembangannya anak dapat mencapai kedewasaan yang matang secara sosial, emosional, intelektual, dan spiritual. Mengingat pentingnya peran keluarga dalam mengoptimalakan perkembangan anak, orang tua (ayah dan ibu) seharusnya saling berbagi tanggung jawab mengasuh anakanaknya. Menurut Andayani & Koentjoro (2007) pengasuhan yang dilakukan sendiri oleh ayah atau ibu bukanlah cara yang tepat. Model pengasuhan bersama merupakan model yang ideal untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Shehan, 2003 (dalam Andayani & Koentjoro, 2007) menegaskan bahwa dalam pengasuhan bersama, kedua orangtua yang datang dengan latar belakang yang berbeda, saling melengkapi dalam proses pengasuhan dan akan memberikan model yang lengkap bagi anak-anak. Dalam penelitian Abdullah (2010) ayah yang menjalankan peran secara optimal ternyata sangat besar mempengaruhi perkembangan anak. Berdasarkan hasil riset, ayah yang hangat membuat anak lebih mudah menyesuaikan diri, lebih sehat secara seksual, dan perkembangan intelektualnya lebih baik.

5 Didukung dengan teori Talcott-Parson yang memandang peran ayah ini bertolak pada aspek instrumental dan peran ekspresi parental yaitu penerapan dari social learning theory. Ayah merupakan peran instrumental, yaitu ayah merupakan alat yang mempunyai fungsi yang menghubungkan keluarga ke masyarakat. Hal ini karena ayah secara tradisional kurang terkait dalam kesibukan dibanding dengan ibu dan lebih sering bekerja di luar rumah. Talcott memandang bahwa peran ayah yang membawa masyarakat ke dalam rumah dan rumah ke dalam masyarakat. Talcott juga mengatakan bahwa kekurangan akan peran ayah pada keluaga akan menimbulkan kepincangan dalam mengambil keputusan-keputusan yang baik, objektif, dan netral. Sedangkan menurut Lederer kekurangan akan peran ayah akan mengakibatkan kekurangan kemampuan daya juang pada anak. Kemampuan adaptasi juga jelek (Latipun&Notosoedirjo, 2001). Persepsi terhadap peran ayah sangat dibutuhkan oleh seorang anak. Persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diiterpretasikan (Sutisna, 2002 dalam Gusti, 2010). Peran ayah dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing anak. Ketika ayah menjalankan perannya maka anakanaknya kemudian menafsirkan segala yang dilakukan oleh ayah mereka. Berdasarkan hasil penelitian di AS terhadap 15.000 remaja sebagai sampelnya menunjukkan jika peran ayah dalam pendidikan anak berkurang maka akan menunjukkan dampak negatif yang signifikan seperti jumlah anak putri belasan tahun hamil tanpa nikah, kriminalitas yang dilakukan anak-anak dan muncul patologi psikososial (Slameto, 2002). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan jika selama ini segala perilaku, tingkah laku, dan peran ayah terhadap anak baik dan patut untuk dicontoh atau ditiru maka secara langsung anak akan mempersepsikan positif tentang peran ayah dalam hidup mereka, begitu juga sebaliknya jika selama ini perilaku, tingkah laku, dan peran ayah terhadap anak buruk dan tidak patut untuk dicontoh atau ditiru maka secara langsung anak akan mempersepsikan negatif tentang peran ayah dalam hidup mereka dan peran ayah tersebut dapat dijadikan sebagai referensi perilaku dalam kehidupan sosial anak bagaimana cara ayah mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, dan itu memberikan pelajaran yang membekas pada perkembangan sosial anak. Berdasarkan penjelasan diatas peneliti mengambil judul

6 Hubungan antara Persepsi terhadap Peran Ayah dalam Pengasuhan dengan Keterampilan Sosial pada Remaja Akhir B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan persepsi terhadap peran ayah dalam pengasuhan dengan keterampilan sosial pada remaja akhir? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan persepsi terhadap peran ayah dalam pengasuhan dengan keterampilan sosial pada remaja akhir. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan dan perkembangan terkait dengan hubungan persepsi terhadap peran ayah dalam pengasuhan terhadap keterampilan sosial remaja akhir. 2. Manfaat Praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pentingnya peran ayah dalam pengasuhan bagi remaja.