BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut dengan early puberty hingga usia dua puluhan awal yang disebut dengan remaja akhir. Selama periode ini, tidak hanya terjadi perubahan emosional dan sosial tetapi juga perubahan fisik pada individu (Papalia, Olds, & Fieldmans, 2009). Periode ini juga merupakan periode yang mengandung risiko karena sebagian besar remaja mengalami permasalahan dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi secara bersamaan dan membutuhkan bantuan dalam mengatasi bahaya saat menjalani masa ini. Memasuki masa remaja berarti memasuki tahap storm and stress dalam perkembangan jiwa manusia, yaitu masa remaja yang penuh dengan masalah, tuntutan, dan tekanan dalam hidupnya. Pada masa ini, status remaja awal tidak hanya sulit ditentukan, tetapi juga membingungkan. Perlakuan orang tua terhadap remaja sering berganti-ganti. Orang tua ragu memberikan tanggungjawab dengan alasan remaja masih kanak-kanak. Tetapi saat remaja bertingkah kekanak-kanakan, remaja mendapat teguran sebagai orang dewasa sehingga, remaja bingung akan statusnya (Mappiare, 1982). Sikap, pikiran, pemahaman, penentuan pendapat, serta emosi pada masa remaja awal masih terus berkembang dan belum stabil (Papalia, dkk, 2009). Adanya permasalahan atau pergolakan emosi yang terjadi pada remaja muncul akibat banyaknya tuntutan dan harapan baru, baik dari dalam maupun dari luar diri individu. Permasalahan yang dialami remaja merupakan suatu hal yang harus dihadapi dan dipecahkan 1

2 2 karena jika tidak diselesaikan akan menimbulkan kecemasan, ketegangan, dan konflik yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kepribadiannya. Kenyataan yang sering dilihat, saat perkembangan remaja menuju kedewasaan, individu tidak selalu dapat menunjukkan siapa dirinya dan apa peranannya di dalam masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya banyak faktor yang berpengaruh pada diri individu semasa ia kecil, baik di lingkungan rumah maupun lingkungan masyarakat pada saat ia berkembang. Jika saat individu masih kecil dapat berjalan dengan baik maka pada tahap perkembangan selanjutnya individu tidak akan mengalami masalah yang berarti dalam upaya untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan (Willis, 2004). Berkaitan dengan upaya penyesuaian diri kearah dewasa, remaja mengalami kebingungan dalam menemukan konsep dirinya, karena remaja belum menemukan status dirinya secara utuh. Konsep diri merupakan keseluruhan cara bagaimana individu melihat atau memahami dirinya sendiri. Konsep diri disusun dari semua persepsi terhadap aku dan saya dengan semua perasaan, nilai-nilai dan kepercayaan menyatu dengan semua bagian tersebut. Konsep diri terdiri dari bagaimana individu memandang dirinya sendiri yang biasa disebut dengan gambaran diri (Self Image), bagaimana individu menilai dirinya sendiri yang disebut dengan Self Evaluation, dan bagaimana individu menginginkan dirinya untuk menjadi seperti yang individu harapkan atau yang biasa disebut Ideal Self (Atwater, 1983). Menurut pandangan Rogers (dalam Feist & Feist, 2010), konsep diri merefleksikan bagaimana individu memandang dirinya dalam hubungannya dengan peran-peran yang individu jalankan dalam kehidupan, peran-peran tersebut diperoleh dari banyaknya interaksi dengan orang lain. Hurlock (1980) menyatakan bahwa konsep diri merupakan inti pola kepribadian yang mempengaruhi bentuk berbagai sifat. Jika konsep diri positif, maka individu akan mengembangkan sifat-sifat seperti kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan untuk melihat dirinya secara apa adanya, sehingga akan mengembangkan penyesuaian sosial yang baik.

3 3 Sebaliknya apabila konsep diri negatif, maka individu akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri. Remaja merasa ragu dan kurang percaya diri, sehingga menumbuhkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk pula. Konsep diri sangat berperan dalam perilaku individu karena seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya akan mempengaruhi individu tersebut dalam mempersepsikan setiap aspek pengalaman-pengalamannya. Suatu kejadian akan dipersepsikan secara berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena masing-masing individu mempunyai pandangan dan sikap berbeda terhadap diri mereka. Persepsi individu terhadap sesuatu peristiwa banyak dipengaruhi oleh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sendiri. Persepsi negatif terhadap pengalaman disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap dirinya sendiri, begitu pula sebaliknya (Desmita, 2009). Konsep diri yang melekat pada individu akan berpengaruh terhadap tingkah laku individu di lingkungannya sehingga sangat penting untuk membentuk konsep diri positif pada individu. Individu memandang atau menilai dirinya sendiri dapat dilihat dari seluruh perilaku yang ditunjukkan. Apabila individu memandang dirinya sebagai seorang yang memiliki cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka individu itu akan menampakkan perilaku sukses dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya apabila individu memandang dirinya sebagai seorang yang kurang memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas, maka individu itu akan menunjukkan ketidakmampuan dalam perilakunya. Konsep diri terbentuk melalui proses belajar individu sejak masa anak-anak hingga dewasa. Konsep diri yang terbentuk akan semakin stabil seiring dengan bertambahnya usia individu. Terkait dengan peran konsep diri dalam tingkah laku, Rogers (dalam Burns, 1993) menyatakan bahwa konsep diri memainkan peranan yang sentral dalam tingkah laku manusia, dan bahwa semakin besar kesesuaian di antara konsep diri dan realitas, maka semakin berkurang ketidakmampuan diri

4 4 individu yang bersangkutan dan juga semakin berkurang perasaan tidak puasnya. Hal ini karena cara individu memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilakunya. Sesuai dengan pemaparan tersebut, maka terlihat bahwa konsep diri merupakan suatu aspek kepribadian yang sangat penting untuk dikembangkan secara positif, namun tidak semua orang mampu memiliki konsep diri positif pada dirinya. Menurut Burns (dalam Hutagalung, 2007) ciri dari individu yang memiliki konsep diri negatif ialah sangat peka dan sulit menerima kritik dari orang lain, sulit berinteraksi dengan orang lain, sulit mengakui kesalahan, kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan cara yang wajar, menunjukkan sikap mengasingkan diri, merasa tidak berdaya, tidak menyukai persaingan dan malu-malu. Individu dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Individu tersebut tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan, mudah menyerah sebelum menghadapi sesuatu dan ketika gagal akan cenderung menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan orang lain. Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri yang positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, termasuk juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Kegagalan bukan dipandang sebagai kematian, tapi sebagai penemuan dan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan. Orang dengan konsep diri yang positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Adanya perbedaan perkembangan konsep diri tersebut memunculkan sebuah pertanyaan pada peneliti mengapa ada individu yang memiliki konsep diri positif sedangkan yang lainnya memiliki konsep diri negatif. Menurut Hurlock (1980) banyak faktor yang mempengaruhi konsep diri remaja, salah satunya ialah hubungan dalam keluarga dan juga teman sebaya. Salah satu ciri dari remaja awal adalah berusaha untuk mandiri namun masih sangat membutuhkan orangtua (Ahmadi

5 5 dan Sholeh, 2005). Keluarga merupakan bagian terpenting dari kehidupan seorang anak karena di dalam keluarga, anak pertama kali belajar tentang segala hal, baik berinteraksi ataupun belajar norma-norma. Keluarga juga memiliki peranan penting dalam pembentukan konsep diri pada remaja. Kasih sayang, perhatian, kehangatan dan keutuhan keluarga sangat dibutuhkan remaja untuk membantu membentuk konsep diri yang ideal. Remaja dapat mempersepsikan dirinya melalui interaksi yang dilakukan, pertama kali adalah dengan lingkungan keluarga. Calhoun dan Accocella (dalam Ghufron, 2010) berpendapat bahwa orang tua merupakan figur untuk berinteraksi yang paling awal dan paling kuat dalam pembentukan kerangka dasar konsep diri. Saat masa kanak-kanak, orang-orang yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan konsep diri individu adalah orang yang paling dekat dengan diri individu yang disebut significant others, yaitu orangtua. Fungsi orangtua adalah memberikan rasa aman, nyaman, dan kasih sayang. Remaja yang merasa aman, memiliki hubungan yang kuat dan penuh dukungan dengan orangtua yang memahami cara remaja melihat dirinya sendiri, mengizinkan dan mendorong usaha remaja untuk mencapai kemandirian, serta menyediakan tempat aman disaat-saat remaja mengalami tekanan emosional. Mereka yang dibesarkan dalam keluarga yang memiliki orangtua lengkap dengan suasana keluarga positif cenderung untuk mengarungi masa depan tanpa masalah serius. Dalam memasuki kehidupan rumah tangga yaitu sebagai orangtua, remaja cenderung memiliki pernikahan yang kuat dan menjalani hidup dengan sangat nyaman (Papalia, dkk, 2009). Kenyataan yang ada, tidak semua orangtua mampu memberikan kasih sayang, perhatian, kehangatan dan keutuhan keluarga kepada anak-anaknya. Salah satu permasalahan dalam keluarga ialah adanya hubungan antara ayah dan ibu yang tidak harmonis lagi, orangtua tidak bisa lagi menjadi panutan bagi anak-anaknya. Keharmonisan dalam keluarga tersebut

6 6 selanjutnya dapat berdampak pada perceraian, pisah ranjang, atau adanya keributan yang terus menerus terjadi dalam keluarga (Papalia, dkk, 2009). Hubungan ayah dan ibu yang tidak harmonis akan berdampak bagi perkembangan anak-anaknya. Remaja yang mengalami permasalahan, cenderung berasal dari keluarga yang tidak stabil dan menolak norma budaya. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Maria (2007) yang menunjukkan bahwa ada peran persepsi keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja. Penelitian lainnya yang terkait adalah penelitian oleh Afiah & Purnamasari (2007) yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara keharmonisan keluarga dan sikap terhadap seks pranikah pada remaja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keadaan hubungan ayah dan ibu yang tidak harmonis dapat berpengaruh terhadap persepsi diri remaja yang selanjutnya mempengaruhi perilaku yang remaja tunjukkan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sukmanti (2005) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara keharmonisan keluarga dan konsep diri siswa kelas II di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kejobong Purbalingga. Kondisi keluarga yang harmonis mampu menciptakan konsep diri yang positif pada individu karena individu mendapatkan kasih sayang, perhatian, dukungan dan kehangatan dari keluarganya. Dengan kata lain, lingkungan keluarga merupakan tempat pembentukan kepribadian anggota-anggotanya, sehingga kualitas lingkungan keluarga akan mampu mempengaruhi pembentukan konsep diri. Selain keluarga, teman sebaya juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri. Meskipun remaja masih bergantung pada orang tuanya, namun intensitas ketergantungan tersebut telah berkurang dan remaja mulai mendekatkan diri pada temanteman sebayanya. Sesuai dengan salah satu ciri dari remaja awal yaitu mulai mendekatkan diri dengan teman sebaya dan berusaha bebas dari ketergantungan orangtua (Monks, Knoers, &Haditono, 2004). Remaja awal mulai belajar mengekspresikan perasaan-perasaan dengan

7 7 cara yang lebih matang dan berusaha memperoleh kebebasan emosional dengan cara berkumpul dengan teman sebayanya (Desmita, 2009). Hal yang sama dikemukakan oleh Mappiare (1982) bahwa selain dengan orang tua, remaja dapat memenuhi kebutuhannya melalui teman sebayanya. Remaja cenderung lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya karena remaja membutuhkan suatu pengakuan dan penerimaan di dalam kelompok sebayanya yang membuat mereka akan melakukan apapun untuk mendapat kebutuhan tersebut. Teman sebaya berperan sangat penting pada diri remaja. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling memiliki yang penting di sekolah. Kelompok teman sebaya juga merupakan komunitas belajar peran-peran sosial dan standar yang berkaitan dengan kerja dan prestasi (Santrock, 2003). Teman sebaya memiliki peranan yang begitu penting sehingga para remaja berusaha melakukan berbagai cara agar bisa diterima oleh teman sebayanya. Penerimaan teman sebaya dapat dilihat dari persepsi mereka terhadap reaksi dari teman sebayanya (Durkin, 1995). Salah satu tugas perkembangan remaja adalah memupuk kemampuan bersosialisasi dengan memperluas hubungan antar pribadi dan berinteraksi secara lebih dewasa dengan teman sebaya (Hurlock, 1980). Pentingnya pencapaian dari tugas perkembangan remaja adalah remaja akan merasa bahagia apabila aspirasi remaja terpenuhi, demikian pula dengan harapan masyarakat. Dalam mengembangkan kemampuan sosialnya, remaja cenderung bergabung dengan kelompok dan banyak berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas kelompok. Kemampuan remaja untuk dapat masuk dan bergabung serta beraktivitas bersama dalam kelompok sebayanya dapat dilihat dari sejauhmana remaja dapat menyesuaikan diri terhadap pendapat kelompok yang diikutinya. Kondisi ini akan membantu remaja untuk memperoleh gambaran tentang dirinya yang lebih baik karena ketika remaja memiliki kemampuan dalam

8 8 menyesuaikan diri dan mampu beraktivitas serta diterima dengan baik dalam kelompok sebayanya membuat remaja memiliki persepsi akan gambaran diri yang positif. Sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Mappiare (1982) bahwa dengan diterimanya remaja dalam kelompok teman sebayanya, maka akan membuat remaja merasa dirinya dihargai dan dihormati oleh teman-temannya, sehingga akan menimbulkan rasa senang, gembira, puas terhadap diri dan memberikan rasa percaya diri yang besar. Rasa percaya diri yang besar serta rasa puas terhadap diri merupakan cerminan dari konsep diri yang positif. Dalam suatu proses belajar, setiap individu pernah mendapatkan pengalaman yang berupa kegagalan atau kesuksesan. Kesuksesan yang diperoleh remaja dapat membuat remaja tersebut merasa diterima dalam kelompok sebayanya. Sebaliknya, kegagalan terkadang menimbulkan perasaan tidak berharga pada remaja sehingga mereka merasa tidak diterima di dalam kelompoknya. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan yang menjadi salah satu penyebab rendahnya konsep diri dan harga diri. Burn (1993) mengatakan bahwa proses belajar dan pengalaman terutama yang berhubungan dengan diri baik yang berupa kegagalan dan kesuksesan dapat membentuk konsep diri. Remaja yang mengalami kesuksesan akan menampilkan konsep diri yang positif, sedangkan remaja yang mengalami kegagalan akan membentuk konsep diri yang negatif. Dilingkup sekolah, penerimaan teman sebaya bisa diperoleh karena pencapaian prestasi yang tinggi, baik melalui kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler seperti sebagai pemain band, penyanyi, penari hingga menjadi atlet olah raga dimana semua kegiatan disini ditekuni berdasarkan minat dan hobi masing-masing individu untuk mengembangkan kreativitasnya. Ada juga penerimaan dari teman sebaya itu atas dasar penampilan fisik yang dimiliki karena pada masa remaja, penampilan fisik merupakan perubahan yang paling dominan. Mereka juga masuk dalam kelompok sebaya yang memiliki minat sama, disinilah remaja melakukan interaksi dan belajar menekuni bidang yang sama.

9 9 Tetapi ada juga remaja yang selalu mengikuti kegiatan apa saja yang dilakukan oleh kelompok sebayanya hanya karena ingin diterima dalam kelompok tersebut. Penerimaan kelompok sebaya itu sendiri merupakan persepsi tentang diterima atau dipilihnya individu tersebut menjadi anggota dalam suatu kelompok tertentu (Hurlock, 1980). Seorang remaja yang diterima di sekolahnya baik karena faktor fisik yang baik, kemampuan intelektual maupun sikap yang ramah dan rendah hati, akan merasa bahagia dan memiliki konsep diri yang positif (Mappiare, 1982). Sebaliknya, remaja yang tidak diterima di kelompok sebayanya di sekolah cenderung memiliki konsep diri yang negatif. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Hurlock bahwa apabila remaja memandang dirinya diterima di dalam kelompok, maka selanjutnya mereka akan menyesuaikan perilaku dengan perilaku yang diharapkan kelompok sehingga hal tersebut akan berdampak pada perkembangan psikologis remaja seperti mereka akan merasa bahagia, optimis, dan terbentuk konsep diri yang positif. Sebaliknya, bila mereka memandang bahwa mereka tidak diterima oleh kelompoknya maka berbagai akibat negatif akan timbul. Mereka akan merasa kesepian, tidak aman, memiliki konsep diri yang negatif, kurang memiliki pengalaman belajar, sedih, kurang memiliki keterampilan sosial, dan melakukan penyesuaian sosial secara berlebihan (Hurlock, 1980). Pengabaian dan penolakan dari teman sebaya juga dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan yang selanjutnya berhubungan dengan kesehatan mental individu dan masalah kriminal. Selain itu, penolakan dari teman sebaya dalam pertemanan dapat memunculkan perilaku-perilaku negatif yang merupakan cerminan dari konsep diri yang negatif (Santrock, 2003). Berdasarkan pemaparan diatas membuat peneliti berkeinginan untuk mengetahui peran keharmonisan keluarga dan penerimaan teman sebaya terhadap konsep diri pada remaja.

10 10 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan : Apakah Keharmonisan Keluarga dan Penerimaan Teman Sebaya berperan terhadap Konsep Diri remajasmp di Denpasar? C. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah : Mengetahui Peran Keharmonisan Keluarga dan Penerimaan Teman Sebaya Terhadap Konsep Diri Pada Remaja SMP di Denpasar. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada pembaca ataupun pihak yang terkait, yaitu: 1. Manfaat Teoretis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan kajian ilmu psikologi khususnya pada ilmu psikologi perkembangan, kepribadian, dan sosial terkait dengan keharmonisan keluarga, penerimaan teman sebaya dan konsep diri pada remaja. 2. Manfaat Praktis: Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan serta memberikan hasil yang dapat menjadi dasar pihak pihak yang bertanggung jawab seperti orangtua, orang-orang terdekat remaja tersebut serta masyarakat untuk mengembangkan dan mengatasi permasalahan remaja yang terkait dengan pentingnya keharmonisan keluarga serta

11 11 penerimaan teman sebaya yang dapat menunjang konsep diri remaja. Secara khusus dapat diuraikan manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi Remaja 1) Bagi remaja itu sendiri diharapkan penelitian ini dapat memberikan kesadaran pada remaja untuk mengembangkan persahabatan dengan sebayanya dimana dengan mengembangkan persahabatan maka remaja dapat mengembangkan rasa empati yang merupakan hal yang penting untuk memperoleh penerimaan dari teman sebayanya. 2) Selain itu diharapkan penelitian ini juga mampu membuat remaja memahami pentingnya arti keluarga, sehingga remaja mampu untuk lebih mendekatkan diri dengan orangtuanya. b. Bagi Orangtua Bagi orangtua diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu pentingnya membantu remaja dalam mengembangkan konsep diri yang positif dengan memberikan suasana keluarga yang hangat serta nyaman bagi remaja sehingga remaja dapat merasa bahwa dirinya aman berada di dalam keluarganya serta remaja juga merasa bahwa ia mendapat dukungan dan bantuan dari keluarga dalam melewati masa remaja yang merupakan masa pencarian identitas sehingga remaja mampu memperoleh identitasnya serta mengenali dirinya secara utuh dan membentuk konsep diri yang positif. c. Bagi Sekolah Bagi sekolah diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat yaitu informasi mengenai pentingnya penerimaan teman sebaya, sehingga diharapkan sekolah dapat membantu meminimalkan adanya diskriminasi di sekolah dengan

12 12 mengawasi siswa-siswa di sekolah. Usaha meminimalkan tindakan diskriminasi dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan berkelompok yang lebih banyak bagi seluruh siswa baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler dibandingkan dengan kegiatan individual. Hal tersebut dapat meningkatkan adanya kekompakan serta mampu mengembangkan rasa empati, persahabatan, tolong menolong dan lainnya. d. Bagi masyarakat diharapkan penelitian ini dapat menyumbangkan informasi terkait faktor-faktor yang mampu menumbuhkan konsep diri yang positif bagi remaja. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti, penelitian tentang Peran Antara Keharmonisan Keluarga Dan Penerimaan Teman Sebaya Dengan Konsep Diri Pada Remaja SMP Di Denpasar ini belum pernah dilakukan di Provinsi Bali. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang difokuskan pada pencarian peran antara keharmonisan keluarga dan penerimaan teman sebaya dengan konsep diri pada remaja SMP di Denpasar. Berdasarkan penelusuran peneliti terhadap judul penelitian lain yang terkait tentang peran antara keharmonisan keluarga dan penerimaan teman sebaya dengan konsep diri pada remaja SMP di Denpasar, tidak ditemukan judul yang sama seperti diatas, namun setidaknya terdapat beberapa penelitian yang terkait. Penelitian yang pertama Urip Soliha yang berjudul Hubungan Antara Persepsi Terhadap Penerimaan Teman Sebaya Dengan Tendensi Agresivitas Relasional Pada Remaja Putri Di SMPN27 Semarang pada tahun 2010 berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan karena Urip menggunakan satu variabel bebas yaitu persepsi terhadap penerimaan teman sebaya

13 13 dengan variabel tergantung adalah tendensi agresivitas relasional pada remaja putri di SMPN 27 Semarang sedangkan peneliti sendiri hanya menggunakan dua variabel bebas yaitu keharmonisan keluarga dan penerimaan teman sebaya dengan variabel tergantung adalah konsep diri. Dilihat dari tempat penelitian, Urip menggunakan daerah Semarang sedangkan peneliti menggunakan daerah Denpasar Bali. Pada penelitian yang kedua, Ulfah Maria yang berjudul Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga Dan Konsep Diri Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remajapada tahun 2007berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan. Maria menggunakan peran persepsi keharmonisan keluarga dan konsep diri sebagai variabel bebas dan kecenderungan kenakalan remaja sebagai variabel tergantung dan memperoleh hasil ada peran persepsi keharmonisan keluarga terhadap kecenderungan kenakalan remaja dengan sumbangan efektif sebesar 7,2%. Dilihat dari tempat penelitian, Mariamenggunakan daerah Surakarta Jawa Tengah sedangkan peneliti menggunakan daerah Denpasar Bali. Pada penelitian ketiga yang dilakukan oleh Putu Purnaretna Sukmanti yang berjudul Hubungan Antara KeharmonisanKeluarga Dengan Konsep Diri Siswa Kelas II SMA Negeri 1 KejobongTahun Pelajaran 2004/2005 pada tahun 2005 berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan. Sukmanti hanya menggunakan satu variabel bebas yaitu keharmonisan keluarga sedangkan peneliti menggunakan dua variabel yaitu keharmonisan keluarga dan penerimaan teman sebaya serta hasilnya adalah ada hubungan positif antara keharmonisan keluarga dan konsep diri siswa kelas II di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Kejobong Purbalingga dengan analisis Rhitung = 0,672 > Rtabel = 0,301. Dilihat dari tempat penelitian, Sukmanti menggunakan daerah Kejobong Purbalingga sedangkan peneliti menggunakan daerah Denpasar Bali. Dari segi subjek, peneliti menggunakan subjek SMP sedangkan Sukmanti menggunakan subjek SMA.

14 14 Pada penelitian keempat, Fiandari Nor Afiah dan Santi Esterlita Purnamasari (2007) yang berjudul Hubungan Antara Keharmonisan Keluarga Dengan Sikap Terhadap Seks Pranikah Pada Remaja berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan. Afiah menggunakan satu variabel bebas yaitu keharmonisankeluarga sedangkan peneliti menggunakan dua variabel yaitu keharmonisan keluarga dan penerimaan teman sebaya dan variabel terikat sikap terhadap seks pranikah namun peneliti menggunakan variabel konsep diri pada remaja. Hasilnya adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara keharmonisan keluarga dan sikap terhadap seks pranikah pada remaja. Dilihat dari tempat penelitian, Fiandari menggunakan daerah Yogyakarta sedangkan penulis menggunakan daerah Denpasar Bali. Dari segi subjek, peneliti menggunakan subjek SMP sedangkan Fiandari menggunakan subjek mahasiswa. Dari segi teknik analisis data, Fiandari menggunakan teknik analisis Person Product Moment sedangkan peneliti menggunakan analisis Regresi. Pada penelitian kelima yang berjudul Kontribusi Penerimaan Teman Sebaya Terhadap Pengungkapan Diri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Masaran Tahun Pelajaran 2013/2014 oleh Rahmawati pada tahun 2013 berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan. Rahmawati menggunakan satu variabel bebas yaitu kontribusi penerimaan teman sebaya sedangkan peneliti menggunakan dua variabel yaitu keharmonisan keluarga dan penerimaan teman sebaya dan variabel terikat pengungkapan diri namun peneliti menggunakan variabel konsep diri pada remaja. Hasilnya adalah variabel penerimaan teman sebaya memberikan kontribusi terhadap pengungkapan diri siswa sebesar 9,3%.. Dilihat dari tempat penelitian, Rahmawati menggunakan daerah Masaran Surakarta sedangkan penulis menggunakan daerah Denpasar Bali. Dari segi teknik analisis data, Rahmawati menggunakan teknik analisis T-tes satu variabel sedangkan peneliti menggunakan analisis Regresi.

15 15 Pada penelitian keenam dengan judul Hubungan Antara Penerimaan Kelompok Teman Sebaya Dengan Prestasi Akademik Mahasiswa Pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta oleh Ati Sumiati dan Chairunnissa pada tahun 2010 berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan. Sumiati dan Chairunnissa menggunakan satu variabel bebas yaitu penerimaan kelompok teman sebaya sedangkan peneliti menggunakan dua variabel yaitu keharmonisan keluarga dan penerimaan teman sebaya dan variabel terikat prestasi akademik namun peneliti menggunakan variabel konsep diri pada remaja. Hasilnya adalah ada hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan kelompok teman sebaya dan prestasi akademik mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta. Dilihat dari tempat penelitian, Sumiati dan Chairunnissa menggunakan daerah Jakarta sedangkan peneliti menggunakan daerah Denpasar Bali. Dari segi subjek, peneliti menggunakan subjek SMP sedangkan Sumiati dan Chairunnissa menggunakan subjek mahasiswa. Dari segi teknik analisis data, Sumiati dan Chairunnissa menggunakan teknik analisis Person Product Moment sedangkan peneliti menggunakan analisis Regresi. Oleh karena itu, keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritisi yang sifatnya konstruktif (membangun).

PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR

PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR Jurnal Psikologi Udayana 2015, Vol. 2 No. 2, 290-299 Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Udayana ISSN: 2354 5607 PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun. Pada masa ini seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Istilah remaja atau adolescence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengaruh besar terhadap kehidupan selanjutnya. Istilah remaja atau adolescence 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melalui tahap-tahap kehidupan yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Salah satunya adalah tahap remaja yang memiliki pengaruh besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja harus memiliki banyak keterampilan untuk mempersiapkan diri menjadi seseorang yang dewasa terutama keterampilan bersosialisasi dengan lingkungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia remaja terbagi dalam tiga fase, yaitu fase remaja awal (usia 12 tahun sampai 15 tahun), fase remaja tengah (usia 15 tahun sampai 18 tahun), dan fase remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prestasi menjadi suatu hal yang sangat didambakan oleh banyak orang di era globalisasi saat ini. Ketika seseorang mampu mencapai prestasi yang baik maka akan memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI Oleh: Hanggara Budi Utomo Dosen FKIP Universitas Nusantara PGRI Kediri Abstrak Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erikson (Hurlock, 1980:208) berpendapat, identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2012). Remaja merupakan usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar tahun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar 10-13 tahun dan berakhir antara usia 18-22 tahun (Santrock, 2003: 31). Lebih rinci, Konopka dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir sampai meninggal, banyak fase perkembangan dan pertumbuhan yang harus dilewati. Dari semua fase perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara luas dapat diinterpretasikan sejak manusia dilahirkan dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian menjadikannya sebuah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA. NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KENAKALAN REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wellbeing merupakan kondisi saat individu bisa mengetahui dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Manusia sejak lahir sudah berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Marheni (dalam Soetjiningsih, 2004) masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci