BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue 1. Sejarah Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD di Indonesia pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, akan tetapi konfirmasi pasti melalui isolasi virus baru dapat dilakukan pada tahun 1970. Sejak saat itu, penyakit DBD menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh provinsi di Indonesia (ketika itu masih berjumlah 27 provinsi ), kecuali Timor-Timur, telah terjangkit penyakit DBD. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan cenderung meningkat secara signifikan, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit (Genis Ginanjar, 2007). 2. Definisi DBD atau Dengue Haemorhage Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung semakin luas penyebarannya. DBD dapat menyerang semua orang dengan semua usia, bisa menyebabkan kematian terutama pada anak dan sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) (Misnadiarly, 2009). Penting untuk diketahui penyakit DBD seringkali salah diagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus (demam thypoid). Hal ini disebabkan gejala infeksi virus dengue pada tahap awal bisa jadi tidak khas. Sebagai gambaran, 7
8 beberapa pasien anak penderita DBD sering menunjukan gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare pada hari-hari pertama sakit. Diperlukan adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman serta kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit yang potensial mematikan ini (Genis Ginanjar, 2007). 3. Penyebab Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue. Virus dengue terdiri atas empat serotipe, yakni Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Keempat serotipe ini memiliki struktur antigen yang mirip satu sama lain. Namun, antibodi yang dibentuk tubuh untuk masing-masing serotipe ini tidak dapat memberikan perlindungan silang. Sebagai contoh, antibodi yang dibentuk sebagai respon perlindungan terhadap serotipe Den-1 tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serangan virus dari serotipe Den-2, dan seterusnya. Keempat macam serotipe virus dengue telah ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, terutama di Jakarta dan Yogyakarta. Dari keempat serotipe ini yang sering ditemukan dan berkembang pesat di masyarakat adalah serotipe Den-1 dan Den-3 (Sentot Widiyanto, 2009). 4. Penularan Demam Berdarah Dengue Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk aedes aegypty / aedes albopictus betina yang sebelumnya membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam berdarah lainnya. Nyamuk aedes aegypti hidup di sekitar rumah dan sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang hari (Kristina, 2004).
9 Virus dengue penyebab DBD tidak dapat menular melalui udara, cairan tubuh, makanan, maupun minuman. Hal ini karena virus dengue tidak mampu bertahan hidup jika berada di luar sel atau jaringan yang hidup (Sentot Widiyanto, 2009). Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Menurut teori infeksi sekunder, seseorang dapat terserang DBD, jika mendapat infeksi ulangan dengan virus dengue tipe yang berlainan dengan infeksi sebelumnya. Infeksi dengan satu tipe virus dengue saja, paling berat hanya akan menimbulkan demam dengue disertai pendarahan (Dinkes Provinsi Jateng, 2006: 25). Tempat potensial untuk terjadi penularan DBD adalah: 1. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis). 2. Tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orangorang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. 3. Pemukiman baru di pinggir kota. 5. Gejala-Gejala Demam Berdarah Dengue a. Masa inkubasi biasanya berkisar antara 4 7 hari. b. Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2 7 hari. Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun.
10 c. Tanda-tanda perdarahan c.1. Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa uji Tourniquet (Rumple Leed) positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan sebagai berikut: petekie, purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, melena dan hematuri. Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk. c.2. Membedakan regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Uji Tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai presumptif test (dugaan keras) oleh karena uji Tourniquet positif pada hari-hari pertama demam terdapat pada sebagian besar penderita DBD. Namun uji Tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam chikungunya), infeksi bakteri (Typhus abdominalis) dan lain-lain. Uji Tourniquet dinyatakan positif, jika terdapat 10 atau lebih petekie pada seluas 1 inci persegi (2,5 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan (volar) dekat lipat siku (fossa cubiti). d. Pembesaran hati (hepatomegali) d.1. Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit. d.2. Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. d.3. Nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.
11 e. Renjatan (syok) e.1. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki. e.2. Penderita menjadi gelisah. e.3. Sianosis di sekitar mulut. e.4. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba. e.5. Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmhg atau kurang. f. Gejala klinik lain f.1. Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi, dan kejang. f.2. Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan penurunan kesadaran sehingga sering didiagnosis sebagai ensefalitis. f.3. Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan (Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Depkes RI). 6. Pemeriksaan Penderita Demam Berdarah Dengue Penderita yang datang dengan gejala/tanda DBD maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
12 a. Anamnesis (wawancara) dengan penderita atau keluarga penderita tentang keluhan yang dirasakan, sehubungan dengan gejala DBD. b. Observasi kulit dan konjungtiva untuk mengetahui tanda perdarahan. Observasi kulit meliputi wajah, lengan, tungkai, dada, perut dan paha. c. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital (kesadaran, tekanan, darah, nadi dan suhu). d. Penekanan pada ulu hati (epigastrium), adanya rasa sakit/nyeri pada ulu hati dapat disebabkan karena adanya perdarahan di lambung. e. Perabaan hati f. Uji Tourniquet (Rumple Leede) g. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium klinik g.1. Pemeriksaan trombosit Hitung jumlah trombosit digunakan untuk mengetahui apakah trombosit berada pada batas normal atau menurun. g.2. Pemeriksaan hematokrit Pemeriksaan hematokrit pada penderita DBD dilakukan untuk mengetahui apakah terjadinya peningkatan hematokrit. g.3. Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Pemeriksaan hemoglobin pada penderita DBD dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan hemoglobin atau tidak.
13 g.4. Pemeriksaan Serologis Saat uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue, yaitu uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dan ELISA (IgM/IgM) (Depkes RI, 2005). B. Trombosit Gambar 1. Sel Darah (Sumber : Michel Pronovost, 2004) Keterangan gambar: (1) trombosit, (2)leukosit, (3)eritrosit 1. Definisi Trombosit adalah sel darah tidak berinti berasal dari sitoplasma megakariosit. Dalam keadaan inaktif, trombosit berbentuk cakram bikonveks dengan diameter 1-4 µm dan volume 7-8 fl. Dengan mikroskop elektron, trombosit dibagi menjadi 4 zona. Zona perifier yang berguna untuk adhesi dan agregasi, zona sol-gel yang menunjang struktur dan mekanisme kontraksi, zona
14 organel yang berperan pada pengeluaran inti trombosit serta zona membran yang merupakan jalan keluar dari isi granula saat pelepasan (Aulia Yuma, 2006). Trombosit adalah pecahan sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 um. Terdiri dari 2 bagian yaitu kromomer yang bergranula terletak di tengah, serta hialometer yang mengelilingi kromomer, tidak bergranula dan berwarna lebih muda. 2. Fungsi Trombosit Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanis sebagai respon hemostatik normal terhadap cedera vaskuler. Proses pembentukan sumbat tersebut melalui adhesi, pembebasan, agregasi, fusi dan aktivitas prokoagulan (Aulia Yuma, 2006). 3. Pembentukan Trombosit / Trombopoiesis Trombosit dibentuk oleh megakariosit, yaitu sel raksasa dalam sumsum tulang belakang dengan cara mengeluarkan sedikit sitoplasma ke dalam sirkulasi, sekitar 60-75 % trombosit yang telah dilepas dari sumsum tulang berada dalam peredaran darah, sedangkan sisanya sebagian besar terdapat pada limpa (Ganong, 2001). 4. Trombositopenia Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi. Kelainan ini berkaitan dengan peningkatan resiko perdarahan hebat bahkan hanya dengan cidera ringan atau perdarahan spontan kecil. Trombositopenia ditandai dengan bercak kecil akibat perdarahan di subkutaneus, yang disebut petekie atau
15 area perdarahan di subkutaneus yang lebih luas, yang disebut purpura. Ekimosis (memar) dapat juga muncul. Trombositopenia juga menyebabkan kondisi serius koagulasi intravaskuler diseminata (disseminated intravaskular coagulation atau DIC), yang terjadi setelah periode lama pembekuan, trombosit mulai dihancurkan, menyebabkan perdarahan yang berlebihan dan angka kematian yang tinggi (Elizabeth J.Corwin, 2009). Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang dan destrusi serta pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis, kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukan kenaikan, hal ini menunjukan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi anti NS1 VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b- tromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit ( Bima Valentino, 2012).
16 5. Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit Hitung jumlah trombosit adalah pemeriksaan untuk mengukur jumlah trombosit dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi, mendiagnosis, dan menindaklanjuti gangguan perdarahan, trombositopenia. Pemeriksaan hitung jumlah trombosit dalam laboratorium dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung menggunakan metoda Rees Ecker, metoda Brecher Cronkite dan metoda Hawerden. Metoda Ress Ecker darah diencerkan dengan larutan BCB (Brilliant Cresyl Blue), sehingga trombosit akan tercat terang kebiru-biruan.trombosit dihitung dengan bilik hitung di bawah mikroskop, kemungkinan kesalahan metoda Rees Ecker berkisar 16-25%. Metode Brecher Cronkite darah diencerkan dengan larutan amonium oksalat 1% untuk melisiskan sel darah merah, trombosit dihitung pada bilik hitung menggunakan mikroskop fase kontras. Kemungkinan kesalahan Brecher Cronkite 8-10%. 6. Normal Trombosit dalam Darah Jumlah trombosit dalam keadaan normal adalah 200.000-500.000 per µl darah (Gandasoebrata, 2007). C. Bleeding Time Waktu mulai terjadinya perdarahan hingga terbentuk sumbat trombosit dan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga darah berhenti mengalir, disebut sebagai waktu perdarahan (bleeding time). Waktu perdarahan normal pada manusia sekitar 1 sampai 3 menit. Pengukuran waktu perdarahan untuk mengetahui respon
17 vaskuler terhadap hemostasis atau kemampuan pembuluh darah untuk kontraksi dan retraksi serta peran sumbatan fibrin pada daerah luka (Pedersen, 1998). Masa perdarahan digunakan untuk menilai faktor-faktor ekstravaskuler dari hemostasis (pembekuan darah). Ada 2 cara pemeriksaan yang lazim digunakan yaitu cara Ivy dan cara Duke. Nilai normal masa pendarahan dengan metode IVY antara 1 dan 6 menit. Apabila lewat 10 menit peradarahan belum berhenti, hentikanlah percobaan karena tidak ada gunanya untuk melanjutkannya. Perdarahan yang berlangsung lebih dari 10 menit telah membuktikan adanya suatu kelainan dalam mekanisme hemostasis. Setelah dibuktikan bahwa masa perdarahan memanjang perlu mencari lebih lanjut dengan tes-tes lain dimana letaknya kelainan hemostasis. Akan tetapi perlu juga menyadari kemungkinan lain apabila masa perdarahan melebihi 10 menit, yaitu tertusuknya 1 vena maka pada pemeriksaan ini ulangilah pada lengan lain (Gandasoebrata, 2007). Tusukan harus cukup lama sehingga salah satu bercak darah pada kertas saring menjadi berdiameter 5 mm atau lebih. Percobaan batal jika tidak didapat bercak sebesar itu. Percobaan batal juga jika masa perdarahan kurang dari 1 menit. Kedua hal itu disebabkan karena penusukan kurang dalam. Nilai normal masa perdarahan dengan metode duke antara 1-3 menit. Cara duke kurang memberatkan kepada mekanisme hemostasis karena tidak diadakan pembendungan, hasil tes menurut Ivy lebih dapat dipercaya. Janganlah melakukan masa perdarahan menurut duke itu pada ujung jari, hasilnya terutama
18 pada orang dewasa tidak boleh dipercaya, (Gandasoebrata, 2007) dan lebih baik ditusuk pada cuping telinga karena hasilnya lebih akurat. D. Rekalsifikasi Waktu Rekalsifikasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyusun fibrin dari plasma darah rendah trombosit dan tidak mengandung ion Ca 2+ dengan penambahan CaCl 2. Pemeriksaan rekalsifikasi digunakan untuk mencari adanya kekurangan faktor-faktor pembekuan darah pada jalur intrinsik, yaitu : 1. Faktor V Faktor V disebut faktor labil, protein dengan rantai tunggal dengan berat molekul 330.000 dalton yang dibentuk di hati dan kadarnya menurun pada penyakit hati. Sifat protein ini belum diketahui dengan jelas, aktivitasnya cepat menurun bila darah atau plasma yang diberi antikoagulan disimpan dalam bentuk cair. Protein ini juga menghilang dari sirkulasi dalam waktu singkat. Waktu paruhnya hanya 15 jam. Faktor V juga merupakan kofaktor penting pada kemampuan protein C aktif yang berfungsi sebagai antikoagulan fisiologik. 2. Faktor VIII Sebagai faktor antihemofilia, molekul protein ini besar dengan berat molekul 330.000 dalton terdiri atas berbagai komponen fisiologis yang diatur oleh beberapa gen. Waktu paruh 9-18 jam, menghilang dengan cepat
19 dari plasma yang disimpan dalam suhu dingin. Faktor ini mampu menormalkan waktu pembekuan pada pasien hemofilia A. 3. Faktor IX Faktor IX disebut faktor Christmas, komponen tromboplastin plasma. Protein ini merupakan faktor hati yang memerlukan vitamin K untuk pembentukannya. Waktu paruh 24 jam tetapi kadarnya tetap tinggi bila plasma disimpan dalam keadaan cair. 4. Faktor X Faktor X disebut faktor Stuart-Power, merupakan faktor hati yang memerlukan vitamin K. Faktor X merupakan kunci dari semua jalur-jalur aktivasi faktor-faktor pembekuan. Waktu paruh sekitar 40 jam. 5. Faktor XI Faktor XI disebut anteseden tromboplastin plasma, merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul 143.000 dalton yang dibentuk di hati dan beredar dalam plasma dalam bentuk terikat ( kompleks ) dengan kininogen HMW. Namun, faktor ini tidak berkurang pada penyakit hati dan tidak memerlukan vitamin K serta stabil dalam darah atau plasma simpan. Waktu paruhnya sekitar 2 hari. 6. Faktor XII Faktor XII disebut faktor hagemen yaitu suatu globulin beta rantai tunggal yang memiliki berat molekul 76.000 dalton, ada dalam plasma dengan kadar sangat rendah. Waktu paruh sekitar 2 hari. Faktor ini merupakan
20 salah satu penghubung dengan jalur-jalur fisiologis lain, termasuk pengaktifan kontak pembekuan, pengaktifan jalur kinin, pengaktifan komplemen, dan pengaktifan fibrinolisis. 7. Protrombin Merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul 70.000 dalton, sangat erat kaitannya dengan faktor VII,IX,X. Dibentuk di hati dan pembentukannya diperlukan vitamin K. Waktu paruh protrombin adalah 2,5-3 hari. 8. Fibrinogen Fibrinogen merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul 330.000 dalton, tersusun atas 3 pasang rantai polipeptida. Protein ini dibentuk oleh hati, mempunyai waktu paruh 3,5-4 hari. Kadar meningkat pada keadaan yang memerlukan hemostasis dan keadaan nonspesifik. Kadar normal fibrinogen plasma adalah 150-400mg/dl. E. Keterkaitan Jumlah Trombosit dengan Pemeriksan Bleeding Time dan Pemeriksaan Rekalsifikasi pada Penderita DBD Trombositopenia selalu terjadi pada penderita DBD, mulai ditemukan pada hari ketiga dan berakhir pada hari kedelapan sakit yaitu jumlah trombosit < 100.000 / mm 3. Penurunan jumlah trombosit berpengaruh pada factor resiko terjadinya perdarahan. Perdarahan terjadi karena jumlah trombosit yang terus menurun tidak dapat menghentikan rembesan plasma akibat bocornya pembuluh kapiler. Penderita DBD mengalami perubahan pada dinding pembuluh darahnya
21 yaitu menjadi mudah ditembus cairan (plasma) darah, sehingga terjadilah perdarahan. Tubuh pada penderita akan bereaksi terhadap virus. Tubuh mencoba untuk melawan virus dengan menetralisasai virus pada tahap awal. Ruam merupakan bentuk netralisasi ini. Namun, jika tidak berhasil maka virus mulai mengganggu fungsi pembekuan darah yang mengakibatkan penurunan jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan (Hindra I.Satari&Mila Meiliasari,2004). Bleeding Time (BT) atau waktu perdarahan adalah menilai kemampuan darah untuk membeku setelah adanya luka atau trauma, dimana trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk bekuan. Pemeriksaan ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan untuk adhesi pada jaringan subendotel dan membentuk agregasi (pemeriksaannya dengan menusukkan jarum ke lobus telinga atau tangan) menunjukkan fungsi dari kapiler dan trombosit. BT memanjang pada gangguan fungsi trombosit atau jumlah trombosit dibawah 100.000/mm 3. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi antara antigen virus dengue dengan antibodi selain menyebabkan proses terjadinya trombositopenia juga akan mengaktifkan sistem koagulasi. Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis yang berkepanjangan berakibat menurunnya berbagai faktor koagulasi seperti fibrinogen II, V, VII, VIII, IX, X serta plasminogen. Keadaan ini menyebabkan dan memperberat perdarahan pada pasien DBD, ditambah lagi dengan adanya
22 trombositopenia (Djajadiman.G, 1999). Rekalsifikasi adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mencari adanya kekurangan faktor-faktor koagulasi tersebut. Selain faktor tersebut masa rekalsifikasi juga dipengaruhi oleh jumlah trombosit. F. Kerangka Teori Jumlah Trombosit Tingkat Perdarahan Fungsi Vaskuler Sistem Koagulasi Bleeding Time Rekalsifikasi Penyakit Demam Berdarah Dengue Infeksi Virus Dengue G. Kerangka Konsep Jumlah Trombosit pada Penderita Demam Berdarah Dengue Hasil Bleeding Time dan Rekalsifikasi pada Penderita Demam Berdarah Dengue