JURNAL REKAYASA PROSES Volume 9 No.2, 2015, hal

dokumen-dokumen yang mirip
UJI PERFORMA KATALISATOR RESIN PENUKAR ION UNTUK PENGOLAHAN HASIL SAMPING PEMBUATAN BIODIESEL MENJADI TRIACETIN

Kinetika Reaksi Esterifikasi Gliserol dengan Asam Asetat Menggunakan Katalisator Indion 225 Na

PENGARUH KONSENTRASI KATALIS DAN REUSABILITY KATALIS PADA SINTESIS TRIASETIN DENGAN KATALISATOR LEWATIT

JURNAL REKAYASA PROSES. Pengaruh Suhu pada Esterifikasi Amil Alkohol dengan Asam Asetat Menggunakan Asam Sulfat sebagai Katalisator

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Percobaan 1.3. Manfaat Percobaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin

Tugas Perancangan Pabrik Kimia Prarancangan Pabrik Amil Asetat dari Amil Alkohol dan Asam Asetat Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

STUDI PENINGKATAN UNJUK KERJA INDION 225 Na PADA PROSES SINTESIS GLISEROL KARBONAT

c. Kenaikan suhu akan meningkatkan konversi reaksi. Untuk reaksi transesterifikasi dengan RD. Untuk percobaan dengan bahan baku minyak sawit yang

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DARI GLISEROL (HASIL SAMPING INDUSTRI BIODIESEL) DENGAN VARIASI RASIO REAKTAN DAN TEMPERATUR REAKSI

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DARI GLISEROL (HASIL SAMPING INDUSTRI BIODIESEL) DENGAN VARIASI RASIO REAKTAN DAN TEMPERATUR REAKSI

PEMBUATAN GLISEROL TRIBENZOAT DARI GLISEROL (HASIL SAMPING INDUSTRI BIODIESEL) DENGAN VARIASI RASIO REAKTAN DAN TEMPERATUR REAKSI

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK PANGAN

Termodinamika apakah suatu reaksi dapat terjadi? Kinetika Seberapa cepat suatu reaksi berlangsung?

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

Kinetika kimia. Shinta Rosalia Dewi

kimia LAJU REAKSI 1 TUJUAN PEMBELAJARAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

Kesetimbangan Kimia. A b d u l W a h i d S u r h i m

KINETIKA REAKSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI LIMBAH PUPUK ZA DENGAN PROSES SODA. Suprihatin, Ambarita R.

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

PERPINDAHAN MASSA KARBOHIDRAT MENJADI GLUKOSA DARI BUAH KERSEN DENGAN PROSES HIDROLISIS. Luluk Edahwati Teknik Kimia FTI-UPNV Jawa Timur ABSTRAK

Perancangan Proses Kimia PERANCANGAN

kimia KTSP & K-13 KESETIMBANGAN KIMIA 1 K e l a s A. Reaksi Kimia Reversible dan Irreversible Tujuan Pembelajaran

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Kinetika Reaksi Esterifikasi Palm Fatty Acid Distilate (PFAD) menjadi Biodiesel dengan Katalis Zeolit-Zirkonia Tersulfatasi

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Katalis Pada Proses Esterifikasi Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMs) Menjadi Biodiesel

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

LEMBAR KERJA SISWA 4

REAKTOR KIMIA NON KINETIK KINETIK BALANCE R. YIELD R. STOIC EQUILIBRIUM R. EQUIL R. GIBBS CSTR R. PLUG R.BATCH

Perubahan kimia secara sederhana ditulis dalam persamaan reaksi dengan kondisi kesetimbangan

KINETIKA KIMIA. SHINTA ROSALIA DEWI

DISAIN PROSES DUA TAHAP ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI (ESTRANS) PADA PEMBUATAN METIL ESTER (BIODIESEL) DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas.

KINETIKA REAKSI DAN OPTIMASI PEMBENTUKAN BIODIESEL DARI CRUDE FISH OIL PENELITIAN

MODUL I Pembuatan Larutan

PETA KONSEP LAJU REAKSI. Percobaan. Waktu perubahan. Hasil reaksi. Pereaksi. Katalis. Suhu pereaksi. Konsentrasi. Luas. permukaan.

Kinetika Reaksi Homogen Sistem Reaktor Alir (Kontinyu)

Pembuatan Gliserol Karbonat Dari Gliserol (Hasil Samping Industri Biodiesel) dengan Variasi Rasio Reaktan dan Waktu Reaksi

KINETIKA REAKSI HIDROLISA PATI DARI KULIT NANGKA DENGAN KATALISATOR ASAM CHLORIDA MENGGUNAKAN TANGKI BERPENGADUK

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

METANOLISIS MINYAK SAWIT DENGAN KATALIS ENZIM LIPASE PSEUDOMONAS CEPACIA YANG DIIMOBILISASI

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BY SMAN 16 SURABAYA : Sri Utami, S. P LAJU REAKSI KESIMPULAN

Jason Mandela's Lab Report

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL PENGEMBANGAN REAKSI ESTERIFIKASI ASAM OLEAT DAN METANOL DENGAN METODE REAKTIF DISTILASI

DAFTAR ISI. halaman. ii iii iv v. viii

Laju reaksi meningkat menjadi 2 kali laju reaksi semula pada setiap kenaikan suhu 15 o C. jika pada suhu 30 o C reaksi berlangsung 64 menit, maka

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

B161 - KONVERSI GLISEROL MENJADI BIOADITIF MENGGUNAKAN KATALIS ION EXCHANGER

KONVERSI KATALITIK GLYCEROL MENJADI ACETOL (HYDROXI-2 PROPANON) Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Tujuan Percobaan

Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 11 No. 3 (Desember 2010)

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES

PEMANFAATAN GLISEROL HASIL SAMPING PEMBUATAN BIODESEL DARI MINYAK JELANTAH SEBAGAI BAHAN SINTESIS GLISEROL ASETAT

ABSTRAK. POTENSI BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica) SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF BIODIESEL

ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS DALAM MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS H-ZSM-5 MESOPORI DENGAN VARIASI WAKTU AGING

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.3 Prosedur Penelitian

PENGARUH WAKTU REAKSI DAN PENAMBAHAN KATALIS PADA PEMBUATAN GLISEROL MONOOLEAT DARI GLISEROL DAN ASAM OLEAT

KINETIKA KIMIA LAJU DAN MEKANISME DALAM REAKSI KIMIA

Purwanti Widhy H, M.Pd. Laju Reaksi

Kinetika Kimia. Abdul Wahid Surhim

11/25/2013. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Teori Kinetika Gas. Tekanan. Tekanan. KINETIKA KIMIA Teori Kinetika Gas

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

II. DESKRIPSI PROSES

I. PENDAHULUAN. produksi biodiesel karena minyak ini masih mengandung trigliserida. Data

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODE PENELITIAN

Prarancangan Pabrik Green Epichlorohydrin (ECH) dengan Bahan Baku Gliserol dari Produk Samping Pabrik Biodiesel Kapasitas 75.

OAL TES SEMESTER I. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! a. 2d d. 3p b. 2p e. 3s c. 3d 6. Unsur X dengan nomor atom

A. MOLARITAS (M) B. KONSEP LAJU REAKSI C. PERSAMAAN LAJU REAKSI D. TEORI TUMBUKAN E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH SUHU PADA PROSES ESTERIFIKASI SORBITOL DENGAN ASAM OLEAT MENGGUNAKAN KATALIS ASAM p-toluene sulfonate

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA PERSAMAAN ARRHENIUS DAN ENERGI AKTIVASI

BAB III PERANCANGAN PROSES. bahan baku Metanol dan Asam Laktat dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai

BAB 9. KINETIKA KIMIA

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

Butadiena, HCN Senyawa Ni/ P Adiponitril Nilon( Serat, plastik) α Olefin, senyawa Rh/ P Aldehid Plasticizer, peluas

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

Distribusi Berat Molekul Alkyd Resin Termodifikasi Minyak Jagung

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL (TAHUN KE II)

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

Bab III Metodologi Penelitian

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

III. METODE PENELITIAN

Esterifikasi Gliserol Dari Produk Samping Biodiesel Menjadi Triasetin Menggunakan Katalis Zeolit Alam

PEMBUATAN GLISEROL DENGAN REAKSI HIDROLISIS MINYAK GORENG BEKAS

Transkripsi:

51 JURNAL REKAYASA PROSES Volume 9 No.2, 2015, hal. 51-57 Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros Kinetika Reaksi Esterifikasi Gliserol Monoacetin dari Gliserol Hasil Samping Industri iodiesel dan Asam Asetat dengan Katalisator Lewatit Monoplus s-100 Anita Arsyad 1, Hary Sulistyo 1, dan Sarto 1 1 Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta, 55283 *Email korespondensi: hary@ugm.ac.id A S T R A C T iodiesel is one of the potential candidates for alternative energy to replace fossil fuel. Glycerol is the side product in biodiesel production. To increase the economic value of glycerol, it can be processed through esterification to produce glycerol monoacetine. Monoacetine is very useful for nonfood application such as printing ink, plasticizer, and intermediate material for biodegradable polyester. This research was conducted in batch reactor with variations of reaction temperatures (323 K 343 K), catalyst concentrations (3%, 5%, and 7% w/w of glycerol), and reactant ratios in terms of glycerol and acetate volume ratios (3:1, 5;1, and 7:1). Samples were withdrawn every 15 minutes up to 60 minutes of reaction time and the free fatty acid concentration was measured. esides, the initial acid concentration and free glycerol in the raw material were also measured. The highest conversion was obtain as much as 63,86% at 343K, 7:1 reactant volume ratio (glycerol: acetic acid), and catalyst concentration of 3% of glycerol weight. The reaction kinetics of glycerol mono acetin production was modeled. Two kinetics models were used, which were pseudohomogeneous catalytic model and heterogeneous catalytic model. ased on experimental data fitting on the models, it turned out that pseudo-homogeneous model was better representing the esterification of glycerol with Lewatit Monoplus s-100 catalyst. Keywords: esterification, acetic acid, glycerol, Lewatit Monoplus s-100, monoacetin A S T R A K iodiesel merupakan salah satu energi alternatif yang diharapkan dapat menggantikan bahan bakar diesel. Gliserol merupakan produk samping dari produksi biodiesel. Untuk meningkatkan nilai ekonominya, gliserol dapat diesterifikasi untuk membentuk gliserol monoacetin. Kegunaan monoacetin sangat banyak untuk keperluan non-makanan seperti pelarut dalam tinta cetak, plasticizer dan bahan baku poliester yang biodegradable. Penelitian ini dilakukan dalam sistem batch dengan variasi suhu reaksi 323 K 343 K, konsentrasi katalis 3%, 5% dan 7% dari massa gliserol, serta perbandingan volum pereaksi (gliserol:asam asetat) 3:1, 5:1 dan 7:1. Pengambilan sampel dilakukan setiap 15 menit sampai waktu 60 menit untuk dianalisis kadar asam bebasnya. Dalam penelitian ini kinetika reaksi gliserol monoacetin didekati dengan model matematis yang disusun dari persamaan neraca massa. Hasil percobaan menunjukkan konversi tertinggi diperoleh

52 sebesar 63,86% pada suhu 343 K, perbandingan volum gliserol: asam asetat sebesar 7:1 dan konsentrasi katalis 3% dari massa gliserol yang digunakan. Pada penelitian ini, diuji 2 model kinetika reaksi yaitu model katalitik pseudo-homogen dan model `katalitik heterogen. erdasarkan kesesuaian dengan data eksperimen, model pseudo-homogen lebih sesuai untuk esterifikasi gliserol dengan katalisator Lewatit Monoplus s-100. Kata kunci: esterifikasi, asam asetat, gliserol, Lewatit monoplus s-100, monoacetin 1. Pendahuluan iodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang paling potensial untuk menggantikan bahan bakar diesel berbasis minyak bumi. Meningkatnya proses pembuatan biodisel diikuti dengan meningkatnya jumlah produk sampingnya berupa gliserol. Untuk meningkatkan nilai ekonomis gliserol hasil samping industri biodiesel, gliserol dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan kimia lainnya, antara lain gliserol monoasetat (sering disebut sebagai monoasetin). Monoasetin dapat diproduksi dari reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam asetat dengan menggunakan katalisator. Salah satu proses produksi monoasetin yang menarik untuk dikembangkan pada skala industri adalah proses yang menggunakan resin sebagai katalis heterogen (Fukumura, 2009). Pembuatan monoasetin belum banyak dilakukan, namun sudah ada beberapa hasil penelitian yang dipublikasikan. Gelosa dkk (2003) telah melakukan penelitian esterifikasi gliserol dan asam asetat memakai katalisator berupa resin Amberlyst-15 dalam reaktor kromatografi. Katalisator lain yang sudah dipelajari antara lain Amberlyst (Altiokka dkk, 2003), asam sulfat (Anindito 2008), dan Indion 25Na (Nuryoto dkk, 2010). Dari aspek perancangan reaktor, Fukumura (2009) telah melakukan penelitian sintesis katalitik gliserol monoasetat menggunakan reaktor kolom dengan katalis penukar kation. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa konversi asam di setiap waktu. Kemudian data digunakan untuk menguji dua model matematis yang diusulkan, yaitu model kinetika reaksi pseudo-homogen dan model kinetika reaksi heterogen. erikut ini diuraikan penjabaran masing-masing model. 1.1 Model kinetika katalitik pseudo-homogen Model ini menganggap bahwa reaksi terjadi di fase cair, walaupun katalisator yang digunakan adalah padatan. Alasan yang mendasari asumsi ini adalah karena mekanisme katalisis adalah pertukaran kation, sehingga reaksi tetap terjadi di fase cair di mana ion-ion tersebut berada. Pengurangan konsentrasi asam asetat di dalam reaktor disajikan pada Persamaan 1, yang penyelesaiannya pada kondisi awal C =C o pada t=0 disajikan pada Persamaan 2. (1) r C ln. kt 1 C (2) 0 1.2 Model kinetika katalitik heterogen Pada model heterogen, reaksi dianggap terjadi pada permukaan katalisator. Oleh karena itu, ada neraca massa disusun untuk kedua fase yang terlibat, yaitu fase cair dan fase padat. Dengan keterlibatan dua fase ini, dalam neraca massa juga disertakan komponen transfer massa selain reaksi kimianya. Neraca massa pada fase cair disajikan pada Persamaan 3 dan disederhanakan menjadi Persamaan 4, sementara untuk fase padat (katalisator) disajikan pada Persamaan 5 yang disederhanakan menjadi Persamaan 6. Penjabaran neraca massa untuk kedua fase tersebut adalah sebagai berikut: a. Neraca massa asam asetat () pada fase cair kacm C Cs (3) Jika persamaan dinyatakan dalam konversi, maka Persamaan 3 menjadi Persamaan 4.

dx k a m C s c 1 X C0 b. Neraca massa asam asetat () pada katalisator s (4) k a m. C C k.m. C. C (5) c s r As s Karena konsentrasi gliserol di permukaan katalisator sama dengan di badan fluida maka dapat dianggap bahwa nilai k r.m.c As konstan sebesar k sehingga Persamaan 5 dapat disederhanakan menjadi Persamaan 6. s kacm. C Cs k '. Cs (6) Dengan membuat plot data konstanta kecepatan reaksi kr dengan suhu reaksi yang berbeda, maka nilai faktor frekuensi tumbukan (Ar) dan nilai energi aktivasi (E A ) dapat dihitung menggunakan Persamaan Arrhenius. 2. ahan dan Metodologi Penelitian 2.1. ahan Penelitian Penelitian ini menggunakan gliserol (C 3 H 5 (OH) 3 ) teknis berkadar 96% dengan rapat massa 1,24 g/cm 3. Asam asetat (CH 3 COOH) berupa asam asetat p.a. (Merck) yang memiliki kadar 99,8 % dengan rapat massa 1,05 g/cm 3. Katalisator Lewatit Monoplus s-100 yang digunakan memiliki diameter rerata sebesar 0,0058 cm dengan kapasitas penukar kation sebesar 1,8636 mek/g. 2.2. Peralatan Penelitian Rangkaian alat yang digunakan dalam penelitian ditunjukkan pada Gambar 1, terdiri dari pemanas mantel, labu leher tiga, pengaduk, termometer, pendingin balik, motor pengaduk, dan pengambil sampel. 2.3. Metode Penelitian Gliserol dengan volume tertentu dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian dipanaskan sampai mendekati suhu yang diinginkan. Selanjutnya asam asetat dengan volume tertentu dipanaskan sampai suhu tertentu dalam gelas piala, dan asam asetat dimasukkan ke dalam reaktor, lalu dipanaskan agar suhu tetap terjaga sambil pengaduk dijalankan. Sampel larutan diambil untuk dianalisis konsentrasi asam awal (A o ). Selanjutnya katalisator dimasukkan dan waktu dicatat sebagai waktu awal reaksi. Setiap selang waktu 15 menit sampel diambil untuk dianalisis asam bebasnya (A b ). Reaksi dihentikan setelah waktu reaksi 60 menit. Penelitian dilakukan pada kisaran suhu 50 70 C, variasi perbandingan pereaksi 3:1, 5:1 dan 7:1 (gliserol: asam asetat), variasi konsentrasi katalisator 3%, 5% dan 7% berat gliserol, kecepatan pengadukan konstan 600 rpm, dan diameter katalisator rerata juga konstan 0,0058 cm. Gambar 1. Rangkaian Alat 2.4. Analisis Hasil Analisis awal (A 0 ) dilakukan dengan cara volumetri menggunakan asam klorida. Asam bebas (A b ) dianalisis menggunakan NaOH, dan gliserol awal dianalisis dengan metode FI-A02-03. Perhitungan konversi pereaksi berdasarkan asam asetat (asam bebas) adalah hasil pengurangan antara asam awal dikurangi asam bebas dibagi dengan asam awal. 3. Hasil dan Pembahasan Keterangan 1. Pemanas mantel 2. Labu leher tiga 3. Pengaduk merkuri 4. Termometer 5. Pendingin balik 6. Motor pengaduk 7. Pengambil sampel 8. Penampung sampel 3.1. Pengaruh Suhu Reaksi Dari hasil penelitian pada variasi suhu 50 0 C, 60 0 C dan 70 0 C, dengan perbandingan pereaksi 7:1 dan konsentrasi katalisator 3%, dihasilkan konversi pada berbagai waktu sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Pada Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi suhu maka konversi yang diperoleh semakin meningkat. Konversi tertinggi tercapai pada suhu 70 C yaitu sebesar 63,86%. 53

54 Gambar 2. Hubungan antara konversi asam dengan waktu pada berbagai suhu (pada konsentrasi katalisator 3% dan rasio reaktan 7:1) Gambar 1 menunjukkan bahwa laju esterifikasi dipengaruhi oleh suhu reaksi. Kecenderungan yang teramati adalah meningkatnya laju reaksi sebanding dengan meningkatnya suhu reaksi. Hal ini terjadi karena dengan dinaikkan suhu reaksi maka energi yang dimiliki oleh molekul-molekul pereaksi bertambah besar. Oleh karena itu, frekuensi tumbukan antar molekul bertambah dan laju reaksi meningkat. 3.2. Pengaruh Perbandingan Pereaksi Jika salah satu pereaksi dibuat berlebihan di atas kebutuhan stoikiometri, kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan sehingga konversi kesetimbangan bisa lebih besar. Selain itu, dan kemungkinan kontak antar pereaksi semakin besar sehingga kecepatan reaksi pun bisa meningkat. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa semakin tinggi rasio gliserol/asam asetat, maka semakin tinggi konversi asam yang dicapai. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa konversi tertinggi diperoleh pada perbandingan pereaksi 7:1 (suhu 70 0 C, konsentrasi katalisator 3%) yaitu sebesar 63,86%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan naiknya perbandingan pereaksi semakin besar maka baik konversi kesetimbangan maupun kecepatan reaksi akan terpengaruh secara positif. Efek perbandingan pereaksi sangat terlihat pada saat awal reaksi, yaitu kisaran waktu t=0-15 menit, seperti yang terlihat pada Gambar 3, di mana konversi yang dihasilkan cukup besar dengan jeda waktu yang sangat pendek yaitu 15 menit. Hal ini sama dengan apa yang dilakukan oleh Nuryoto (2010) dan Masduki (2013) dimana pada saat awal reaksi, reaksi sangat cepat dan kemudian reaksi akan menjadi lambat bahkan laju reaksi cenderung sama. Menurut Gelosa dkk. (2003), hal ini terjadi karena pengaruh air yang merupakan produk samping. Dengan adanya air maka reaksi akan cenderung menggeser ke kiri dan air memiliki daya tarik yang sangat kuat di antara komponen yang ada dalam sistem sehingga akan sangat mempengaruhi laju difusi dan laju reaksi yang terjadi. Gambar 3. Hubungan antara konversi asam dengan waktu pada berbagai rasio reaktan (suhu 70 C, konsentrasi katalisator 3%) 3.3. Pengaruh persen berat katalis Pada Gambar 4 terlihat bahwa konversi asam semakin meningkat dengan naiknya konsentrasi katalis. Di Gambar 4 terlihat bahwa kenaikan yang signifikan terjadi pada kenaikan konsentrasi katalisator 3%. Walaupun hasil yang dihasilkan mengalami fluktuasi namun secara umum dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi katalisator 3% dan 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi katalisator 3% merupakan konsentrasi optimum. Gambar 4. Hubungan antara konversi asam dengan waktu pada berbagai persen berat katalis (suhu 70 C dan rasio 7:1)

Konversi -ln kr -ln kr Konversi 3.4. Model kinetika reaksi Data hubungan antara konversi sebagai fungsi waktu pada berbagai suhu digunakan sebagai data untuk menentukan nilai tiap parameter pada model kinetika reaksi yang diusulkan. Nilai tiap parameter ditentukan sedemikian rupa sehingga data hasil perhitungan mendekati data hasil percobaan dan memberikan sum of square of errors (SSE) minimum. 3.4.1 Pengaruh suhu reaksi Pengaruh suhu reaksi digunakan untuk menentukan nilai konstanta kinetika reaksi. Konversi sebagai fungsi waktu pada Model 1 dihitung dengan menggunakan Persamaan 2 dan konversi sebagai fungsi waktu pada Model 2 dihitung dengan menggunakan Persamaan 6. Konversi asam data percobaan dan konversi asam hasil hitungan dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6. Pada Gambar 5 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa selisih antara konversi asam dari data percobaan dengan konversi asam hitungan cukup kecil dan memberikan hasil dalam bentuk grafik yang berhimpit dan menunjukkan nilai SSE untuk setiap variasi suhu reaksi cukup kecil. Hasil tersebut menunjukkan bahwa model kinetika reaksi yang diusulkan dapat mendekati data percobaan dengan cukup baik. 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 10 20 30 40 50 60 Waktu, menit data (50 C) hitung (50 C) data (60 C) hitung (60 C) data (70 C) hitung (70 C) Gambar 5. Hubungan antara konversi asam dengan waktu pada berbagai suhu reaksi menurut model 1 Perhitungan nilai faktor frekuensi tumbukan dan energi aktivasi dengan menggunakan persamaan Arrhenius pada model pseudohomogen menghasilkan nilai energi aktivasi sebesar 17,5218 kj/mol dan nilai frekuensi tumbukan sebesar 0,2533 s -1 mol -1 sedangkan pada model heterogen katalitik diperoleh nilai energi aktivasi sebesar 4,132 kj/mol dan nilai frekuensi tumbukan sebesar 3,6288 s -1 mol -1. 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 10 20 30 40 50 60 Waktu, menit data (50 C) hitung (50 C) data (60 C) hitung (60 C) data (70 C) hitung (70 C) Gambar 6. Hubungan antara konversi asam dengan waktu pada berbagai suhu reaksi menurut model 2 5,9 5,8 5,7 5,6 5,5 5,4 5,3 y = 2117,4x - 0,7758 R² = 0,9033 0,0029 0,0030 0,0030 0,0031 0,0031 0,0032 1/T,, K-1 Gambar 7. Hubungan konstanta laju reaksi dengan suhu model 1 4,95 4,90 4,85 y = 497,01x + 3,3783 R² = 0,8463 4,80 0,0029 0,0030 0,0030 0,0031 0,0031 0,0032 1/T, K-1 Gambar 7. Hubungan konstanta laju reaksi dengan suhu model 2 Untuk mengevaluasi langkah yang lebih menentukan antara perpindahan massa dan kecepatan reaksi pada Model 2, maka besarnya nilai koefisien perpindahan massa (k b ) dan nilai (k r ) harus diketahui. Nilai k b dihitung dengan persamaan (6), dengan demikian nilai k r pada berbagai suhu dapat ditentukan. Hasil perhitungan nilai k b dan k r tersaji pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa nilai k 0 hampir sama dengan k r. Ini menunjukkan bahwa laju reaksi 55

56 merupakan langkah yang menentukan/ mengontrol. Hal ini sesuai dengan penelitianpenelitian sebelumnya dengan katalisator resin penukar ion seperti Pireira dkk. (2008) yang mengevaluasi kinetika dan kesetimbangan termodinamika pada esterifikasi asam laktat dengan etanol memakai Amberlyst-15 dan esterifikasi asam sitrat dengan etanol memakai katalisator resin penukar ion, kinetika reaksi ditentukan oleh reaksi kimia (Kolah, dkk, 2007). Tabel 1. Hasil Perhitungan nilai k r dan k b pada berbagai suhu Suhu (K) konst overall (k 0 ) (1/detik) Konstanta kecepatan. Reaksi (k r ) (1/detik) Koefisien perpindahan massa (k b ) (1/detik) 323 0,0034 135,1351 159,6424 333 0,0041 153,8462 88,9515 343 0,0055 123,4568 57,5729 4. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Konversi tertinggi senilai 63,86% diperoleh pada waktu 60 menit dengan perbandingan reaktan 7:1, konsentrasi katalis 3% dan suhu 70 0 C. 2. Kinetika reaksi yang dipelajari dapat didekati dengan persamaan kecepatan order 1 semu menggunakan pendekatan pseudo-homogen dan diperoleh nilai-nilai konstanta dalam persamaan Arrhenius, yaitu faktor frekuensi tumbukan sebesar 0,2533 s -1 gr -1 dan energi aktivasi sebesar 17,5218 kj/mol. 3. Kinetika reaksi yang dipelajari dapat juga bisa didekati dengan persamaan kecepatan reaksi heterogen katalitik dan diperoleh nilai konstanta dalam persamaan Arrhenius, yaitu faktor frekuensi tumbukan sebesar 3,6288 s-1 gr-1 dan energi aktivasi sebesar 4,1320 kj/mol. Tetapi dengan kecenderungan bahwa reaksi kimia yang mengontrol sehingga tahanan transfer massa dapat diabaikan, maka direkomendasikan untuk menggunakan Model 1. Daftar Lambang (-r ) : kecepatan reaksi asam asetat (gmol/l/detik) C : konsentrasi asam asetat setiap saat (gmol/l) C o : konsentrasi asam asetat mula-mula (gmol/l) C AS : konsentrasi jenuh gliserol di fasa cair (gmol/l) C S : konsentrasi jenuh asam asetat di fasa cair (gmol/l) k 1 : konstanta kecepatan reaksi order 1 pada Model 1 (1/detik) t : waktu reaksi (detik) k : konstanta kecepatan transfer massa pada Model 2 (1/luas permukaan transfer) a c : luas permukaan katalisator per satuan berat katalisator (m 2 /g katalis) m : massa katalisator (gram) X : konversi asam asett (tidak bersatuan) k r : konstanta kecepatan reaksi pada Model 2 (L/(detik.gmol))

Daftar Pustaka Altiokka, M.R. and Citak, A., (2003) Kinetics study of esterification of acetic acid with isobutanol in the presence of amberlite catalyst, Applied Catalyst A: General 239, 141-148. Gelosa, D., Ramaioli, M., Valente, G., and Morbidelli, M., 2003, Chromatographic Reactors: Esterification of Glycerol with Acetic Acid Using Acidic Polymeric Resins, Ind. Eng. Chem. Res., 42, 6536-6544. Nuryoto, S, H., Suprihastuti, S.R., dan Sutijan, 2010, Esterifikasi Gliserol dan Asam asetat Dengan Katalisator Indion 225 Na, Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di idang Industri ke-16, PSIT UGM Yogyakarta. Pereira, C. S. M., Pinho, S. P., Silva, V. M. T. M., and Rodrigues, A.E., 2008, Thermodynamics Equilibrium and Reaction Kinetics for the Esterification of Lactic acid with Ethanol Catalyzed by Acid Ion- Exchange Resin, Ind. Eng. Chem. Res., 47, 1453-1463. 57