BAB II LANDASAN TEORI



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa dewasa awal adalah suatu masa dimana individu telah

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada berbagai aspek diantaranya penegetahuan,sikap dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II KAJIAN TEORI. lain (feeling into), atau berasal dari perkataan yunani phatos yang

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sesuai dengan moral dan cara hidup yang diharapkan oleh ajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Pengasuhan anak, dilakukan orang tua dengan menggunakan pola asuh

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA PERANTAU NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MEMILIKI PERILAKU MEROKOK DI SMPN I MOJOANYAR JABON MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

PERKEMBANGAN AFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

POLA ASUH DAN PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL ANAK TODDLER. Triani Yuliastanti Novita Nurhidayati INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MOTIVASI ANAK UNTUK BERSEKOLAH DI KELURAHAN SUKAGALIH KECAMATAN SUKAJADI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

BAB II TINJAUAN TEORI. Peranan ibu sangat banyak, peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN MINAT BELAJAR ANAK DI KELOMPOK B TK KARTINI LALUNDU KECAMATAN RIO PAKAVA

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. sehari-hari. Perilaku sosial mempengaruhi penyesuaian sosial individu. Individu yang

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sutanto, 2014 Program Bimbingan Pribadi Sosial Untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri Siswa

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB 2 TINNJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sosial anak. Hurlock (1993: 250) berpendapat bahwa perkembangan sosial

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEMATANGAN EMOSI REMAJA DALAM INTERAKSI SOSIAL KELAS XI DI SMA PGRI I PADANG JURNAL

Pengasuhan Orangtua dan Motif Afiliasi Siswa SMP Negeri Kota Banda Aceh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

HUBUNGAN POLA ASUH DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK KARTIKA X-9 CIMAHI 2012

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. dewasa dimana usianya berkisar antara tahun. Pada masa ini individu mengalami

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke fase kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang tua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain. Menurut Chabib Thoha (1996) pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah cara mengasuh dan metode disiplin orang tua dalam berhubungan dengan anaknya dengan tujuan membentuk watak serta kepribadian dan memberi nilai- 22

nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dalam memberikan aturan-aturan kepada anak, setiap orang tua akan memberikan bentuk pola asuh yang berbeda-beda. Berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda dari orang tua yang berbeda pula. 2.1.2 Jenis Pola Asuh Orang Tua Menurut Baumrind (2010), terdapat 4 macam pola asuh orang tua yaitu : a. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. b. Pola asuh Otoriter Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua 23

tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. c. Pola asuh Permisif Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. d. Pola asuh Penelantar Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu yang dimiliki orang tua banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Hurlock (1999) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi 3 macam pola asuh orang tua yaitu : a. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang 24

melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. b. Pola asuh Otoriter Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya. c. Pola asuh Permisif Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Dalam penelitian ini, teori yang diajukan sebagai landasan peneliti pada variabel pola asuh orang tua adalah teori dari Hurlock (1999). 25

Dampak atau pengaruh pola asuh orang tua terhadap anak anak menurut Baumrind, (2006) adalah : a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan koperatif terhadap orang-orang lain. b. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri. c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri. Beberapa contoh sikap dan perilaku diatas berdampak negatif terhadap perkembangan jiwa anak sehingga efek negatif yang terjadi adalah anak memiliki sikap keras hati, manja, keras kepala, pemalas, pemalu dan lain-lain. Semua perilaku diatas dipengaruhi oleh pola pendidikan orang tua. Pola asuh orang tua akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. 2.2. Kematangan Emosi 2.2.1 Pengertian Kematangan Emosi Kematangan emosi dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu objek permasalahan sehingga untuk mengambil suatu keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu 26

pertimbangan dan tidak mudah berubah ubah dari satu suasana hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 2000) Yusuf (2001) mendefinisikan kematangan emosi adalah kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya sendiri dan orang lain, serta mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif. Sedangkan Walgito (2002) kematangan emosi berkaitan erat dengan usia seseorang dimana seseorang diharapkan emosinya akan lebih matang dan individu akan lebih menguasai atau mengendalikan emosinya, namun tidak berarti bahwa bila seseorang bertambah usianya mereka dapat mengendalikan emosinya secara otomatis. Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seorang individu untuk menggunakan emosinya secara baik, yang ditandai dengan pengontrolan diri, pemahaman seberapa jauh baik buruk dan apakah bermanfaat bagi dirinya dalam setiap tindakan maupun perbuatannya. 2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosi seseorang (Astuti, 2000) antara lain: a. Pola asuh orang tua, keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai makhluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak 27

dapat berinteraksi. Dari pengalaman berinteraksi dalam keluarga ini akan menentukan pula pola perilaku anak. b. Pengalaman traumatis, kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Kejadian-kejadian traumatis dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga. c. Temperamen, temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional seseorang. Pada tahap tertentu masingmasing individu memiliki kisaran emosi sendiri-sendiri, dimana temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia. d. Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran jenis maupun tuntutan sosial yang berpengaruh terhadap adanya perbedaan karakteristik emosi diantara keduanya. e. Usia, perkembangan kematangan emosi yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis seseorang. 28

2.2.3 Karakteristik Kematangan Emosi Menurut Hurlock (1999), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu: a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial. b. Pemahaman diri individu yang matang. Belajar memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat. c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut. Menurut Walgito (2002), individu yang dikatakan matang emosinya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Seseorang yang matang emosinya dapat menerima baik keadaan dirinya maupun orang lain seperti apa adanya, sesuai dengan keadaan objektifnya. Hal ini disebabkan orang yang matang emosinya dapat berpikir secara baik dan objektif. b. Seseorang yang matang emosinya pada umumnya tidak bersifat implusi, akan merespon stimulus dengan cara mengatur pola berpikir secara baik untuk memberikan tanggapan kepada stimulus tersebut. 29

c. Seseorang yang matang emosinya, dapat mengontrol emosi dan ekspresinya dengan baik, walau dalam keadaan marah, orang tersebut dapat mengatur kapan kemarahan tersebut dimanifestasikan. d. Seseorang yang matang emosinya, dapat berpikir objektif, sehingga akan bersifat sabar, penuh pengertian dan pada umumnya cukup mempunyai toleransi yang baik. e. Seseorang yang matang emosinya akan mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah mengalami fustasi dan menghadapi masalah dengan penuh pengertian. Dalam penelitian ini, teori yang diajukan sebagai landasan peneliti pada variabel kematangan emosi adalah teori dari Walgito (2002). 2.3 Pengertian Masa Dewasa Awal Masa dewasa awal adalah suatu masa, dimana individu telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1999). Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis. Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Pada masa ini perubahan-perubahan psikologis terjadi. Hurlock (1990) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 17 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Erickson (dalam Monks dkk, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam 30

bentuk keintiman maka anak akan mengalami apa yang disebut terisolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain). 2.4 Temuan Penelitian Yang Relevan Berdasarkan data Dinas Sosial Kabupaten Pemalang tahun 2000, menyatakan kurang lebih 90% korban penyalahgunaan narkotika adalah kelompok remaja akhir atau dewasa awal. Kenakalan remaja juga dibuktikan berdasarkan survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berupa 57% kasus HIV AIDS terjadi pada masa dewasa awal pada saat anak dituntut untuk lebih luas dalam pergaulan dan mencari lebih banyak teman (Prawidya, 2010). Hal ini menunjukkan perilaku kenakalan pada masa usia dewasa awal dalam kurun waktu kurang dari dasawarsa terakhir semakin memprihatinkan. Penelitian Aditya Kusuma (2009) tentang hubungan pola asuh orang tua dengan kematangan emosi siswa XI SMA Negeri 1 Bergas, menemukan pola asuh orang tua siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bergas adalah dalam kriteria sedang dengan persentase 67,34% sedangkan kematangan emosi siswa termasuk kriteria sedang yaitu dengan persentase 67,96%. Diketemukan bahwa nilai r hitung=0,459. Taraf kesalahan ditetapkan 5%, r tabel = 0,220. Karena 0,459 > 0,220 artinya r hitung lebih besar dari r tabel, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti ada hubungan positif dan dan signifikansi antara pola asuh orang tua dengan kematangan emosi dengan koefisien sebesar 0,459. 31

Hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanum Rohmatul (2009), tentang hubungan pola asuh dengan kematangan emosi siswa SMP MAN Tempursari Ngawi. Berdasarkan analisis data pola asuh orang tua dengan kematangan emosi, diperoleh nilai koefisien korelasi 0,198 dan nilai r tabel adalah 0,063. Dari hasil korelasi diatas memiliki nilai 0,198 < r tabel adalah 0,163, berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya pola asuh orang tua tidak memiliki hubungan (tidak berkorelasi) dengan kematangan emosi. Mengkaji dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, maka dapat dilihat dengan pola asuh yang berbeda-beda pada anak dapat menghasilkan kematangan emosi yang berbeda-beda pula pada setiap anak. Hal itu ditunjukan oleh cara sikap dan pikiran dalam berinteraksi dalam lingkungan. 2.5 Kerangka Berpikir Pola asuh orang tua merupakan cara mengasuh anak dengan tujuan membentuk watak serta kepribadian, dan memberi nilai-nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dalam memberikan aturanaturan kepada anak, setiap orang tua akan memberikan bentuk pola asuh yang berbeda-beda. Berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda dari orang tua yang berbeda pula sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang dewasa baik dari segi fisik maupun emosi. Pada masa dewasa terutama pada masa dewasa awal merupakan fase dimana individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima 32

kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya serta mampu menempatkan diri dalam bersosialisasi dengan lingkungan secara baik dan matang secara emosi. Masa dewasa awal merupakan masa kematangan, termasuk kematangan emosi. Kematangan emosi adalah seorang individu dapat melihat situasi secara kritis sebelum berespon secara emosional sehingga tidak bereaksi seperti anak anak dan orang yang tidak matang, serta emosinya stabil Pembentukan suatu kematangan dalam segi emosi tidak lepas dari peranan pola asuh orang tua, karena orang tua adalah unsur pertama pihak yang memiliki peranan dalam mengatur dan mendidik anak untuk memperoleh kematangan emosi yang baik. Penalarannya adalah ada hubungan yang signifikan antara pola asuh dengan kematangan emosi. 2.6 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kematangan emosi pada siswa SMA Theresiana Salatiga. 33