BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan pengendapan dari Ngrayong, terdapat beberapa ahli geologi yang menyatakan bahwa Formasi tersebut merupakan endapan laut dalam dan adapula yang menyatakan sebagai endapan paparan. Perbedaan pendapat tersebut hanya tejadi pada satu tempat yang sama yaitu Ngrayong wilayah Cepu. Pendapat bahwa Ngrayong adalah berupa endapan laut dangkal pertama kali dikemukakan oleh ahli geologi Belanda yang pernah bekerja pada wilayah Cepu dan kemudian diperkuat dengan disertasi beberapa doktor yang memasukkan Ngrayong sebagai bahan peneletiannya yaitu Pringgoprawiro, 1983; Muin, 1985; dan Djuhaeni, 1994. Pendapat kedua mengenai Ngrayong sebagai endapan laut dalam dikemukakan oleh Lunt dan Ardhana, 1993. Kuarsa pada Ngrayong juga menimbulkan beberapa pendapat. Beberapa menyebutkan bahwa kuarsa tersebut bersumber dari Tinggian Karimun Jawa, dan pendapat lainnya menyebutkan bahwa kuarsa tersebut berasal dari Kalimantan karena memiliki umur yang hampir sama dengan Formasi Balikpapan yang kaya akan kuarsa. Smyth dkk. (2003) menyatakan bahwa sumber kuarsa tidak harus berasal dari komponen granitik, tetapi dapat pula berasal dari volkanisme bertipe erupsi Plinian. Status Stratigrafi Ngrayong juga masih menjadi perdebatan, beberapa mengatakan bahwa Ngrayong merupakan Formasi, seperti peneliti dari P3G, dan beberapa mengatakan bahwa Ngrayong merupakan Anggota. Bemmelen (1949) menyatakan Ngrayong sebagai Ngrajong horizon of brown quartz sandstones within Wonocolo dan Pringgoprawiro (1983) memperkenalkan istilah Anggota Ngrayong Formasi Tawun. 4. 2 Batasan Studi Studi Batupasir Ngrayong dilakukan pada wilayah Desa Ngampel dan sekitarnya, Blora, Jawa Tengah. Batupasir Ngrayong dideskripsikan sebagai batupasir kuarsa 49
yang memiliki ciri butiran kuarsa yang dominan, bersifat non-karbonatan, terpilah baik, bentuk butir menyudut hingga menyudut tanggung, kemas terbuka, porositas baik, berukuran pasir halus hingga sangat halus dan getas. Batupasir Ngrayong pada daerah penelitian berkembang pada Formasi Ngrayong (Gambar 4.1). Selanjutnya, studi batupasir Ngrayong yang akan dibahas dibatasi hanya melingkupi lingkungan pengendapannya. Batasan studi batupasir Ngrayong Gambar 4.1 Stratigrafi beserta batasan studi batupasir Ngrayong 4. 3 Metode Analisis Lingkungan Batupasir Ngrayong Salah satu cara untuk menentukan lingkungan pengendapan dari Ngrayong adalah dengan melakukan analisis granulometri pada batupasir kuarsa. Metode pengambilan sampel adalah dengan mengambil setiap singkapan batupasir kuarsa pada daerah penelitian. Berikut adalah posisi pengambilan sampel batupasir kuarsa pada daerah penelitian relatif terhadap peta lintasan dan titik pengamatan (Gambar 4.2). 50
4-20 4-17 4-2 1-9 4-1 2-5 5-2 8-8 5-1 2-2 5-4 2-4 Gambar 4.2 Lokasi pengambilan sampel batupasir kuarsa pada peta lintasan (nomer dalam kotak merupakan nomer sampel)
Sampel-sampel tersebut kemudian dianalisis berdasarkan dominasi populasinya. Berdasarkan dua belas sampel yang telah dianalisis, maka dapat dibuat sebuah peta hasil analisis granulometri berdasarkan posisi pengambilan sampel peta lintasan dan lokasi pengamatan (Gambar 4.3). Tahap analisis data granulometri dapat dilihat pada Lampiran B. Gambar 4.3 Hasil analisis granulometri berdasarkan posisi sampel pada peta lintasan Data pengamatan yang berupa litofasies, fosil, dan granulometri menghasilkan data-data yang komprehensif berupa asosiasi fasies yang dapat merefleksikan beberapa lingkungan pengendapan. Posisi relatif secara stratigrafi dari data-data yang ada dapat memberikan informasi untuk menginterpretasikan perubahan lingkungan pengendapan Ngrayong dari bawah hingga ke atas dengan baik (Lampiran F). 52
4. 4 Batupasir Ngrayong Ciri litologi pada interval Batupasir Ngrayong terdiri atas perselingan batupasir kuarsa, batulempung, serpih, dan batugamping bioklastik. Batupasir kuarsa atau Quartz Arenite (Gilbert, 1954) memiliki ciri fragmen kuarsa dominan, berwarna putih keabu-abuan, nonkarbonat, pemilahan baik, bentuk butir menyudut tanggung hingga menyudut, porositas baik, butiran halus hingga sangat halus, mineral yang teramati pada singkapan berupa kuarsa, dan loose (Gambar 4.4). Batupasir ini dapat dikatakan bersih dengan kandungan semen yang sangat sedikit, sehingga secara kematangan tekstur (textural maturity) batuan tersebut termasuk matang. Terkadang batupasir memiliki sisipan gipsum dan lignit. Adanya gipsum menandakan bahwa lingkungan pengendapan batupasir ini berada pada lingkungan yang memiliki tingkat penguapan yang tinggi, yaitu pantai (Gambar 4.5). Adanya lignit sebagai sisipan menandakan bahwa batuan ini diendapkan pada arus yang relatif tenang dan tergenang, yaitu rawa (Gambar 4.6). Batupasir Batugamping U Batupasir Foto 4.1 Singkapan yang memperlihatkan perselingan antara batupasir dengan batugamping pada satuan batupasir (Lokasi 4-7) 53
U Foto 4.2 Sisipan lignit pada batupasir (Lokasi 1-9) T B Foto 4.3 Sisipan gipsum yang teramati pada daerah penelitian (Lokasi 1-7) Sayatan batupasir kuarsa memiliki ciri tekstur klastik, terpilah baik, kemas terbuka, kontak antar butir point contact, disusun oleh butiran berupa kuarsa, litik, mineral oksida besi, dan mikroklin, ukuran butir 0,0625-0,25 cm (pasir halus-sedang), menyudut tanggung-menyudut matriks terdiri dari lempung, porositas intergranular, semen berupa semen silika. Batulempung yang teramati di lapangan terdiri atas dua macam. Batulempung pertama memiliki ciri litologi berwarna abu-abu kehitaman, semen atau matriks karbonatan, kompak, berukuran lempung. Batulempung kedua memiliki ciri litologi berwarna abu-abu keputihan, semen atau matriks non-karbonatan, kompak, berukuran lempung (Gambar 4.7). 54
U Foto 4.4 Batulempung yang teramati pada daerah penelitian (Lokasi 8-14) Berdasarkan pengamatan di lapangan, batugamping memiliki ciri litologi berwarna abu-abu keputihan, fragmen terdiri atas fosil foraminifera dan alga merah. Pemilahan buruk, bentuk butir menyudut tanggung hingga membundar tanggung, porositas baik, kompak, besar butir pasir sedang hingga pasir kasar. Pada sayatan tipis, batugamping bioklastik adalah berupa Foraminifera Packstone (Dunham, 1961). Batuan teramati memiliki tekstur bioklastik, terpilah buruk, kemas terbuka, butiran terdiri atas foraminifera dan alga, kuarsa, dan kalsit, matriks berupa lumpur karbonat yang telah terkristalisasi menjadi mikrokristalin kalsit, semen berupa mikrosparikalsit, porositas berupa interpartikel, intrapartikel, dan moldic. Serpih yang teramati di lapangan memiliki ciri litologi berwarna abu-abu kecokelatan, semen atau matriks non karbonat, agak getas, berukuran lempung, menyerpih (Gambar 4.8). Berdasarkan analisis granulometri terhadap dua belas sampel, diketahui bahwa sampelsampel tersebut diendapkan pada lingkungan pantai, rawa, dan laut dangkal. Mekanisme pengendapan pada zona ini dapat terlihat pada grafik bahwa arus traksi lebih berperan daripada mekanisme arus suspensi. Garis grafik pada populasi traksi (rolling/sliding dan saltation) tidak terlalu landai secara kualitatif, mengindikasikan bahwa pemilahannya cukup baik pada pengendapan batupasir kuarsa ini. Berdasarkan penjelasan data-data yang ada, asosiasi fasies batupasir Ngrayong pada bagian bawah ini memperlihatkan bahwa lingkungan 55
pengendapannya adalah pada zona transisional (pantai dan rawa) hingga laut dangkal (Lampiran F). U Foto 4.5 Serpih yang teramati pada daerah penelitian (Lokasi 3-3) 56