Subsatuan Punggungan Homoklin

Transkripsi

1 Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan Homoklin menempati sekitar 16% dari luas daerah penelitian. Subsatuan ini terdapat di bagian tengah daerah penelitian. Subsatuan ini berada pada elevasi m di atas permukaan laut. Bentuk morfologi subsatuan ini dicirikan oleh punggungan yang memanjang berarah barat-timur, relief sedang hingga kasar dengan pola kontur sedang hingga rapat (Foto 3.8 dan Foto 3.9). Dari pola kontur yang sedang hingga rapat, dapat ditafsirkan bahwa batuan penyusunnya adalah batuan yang relatif resisten terhadap proses erosi. Dari pemetaan geologi didapatkan bahwa litologi penyusun subsatuan ini adalah batugamping dengan kemiringan lapisan sebesar searah ke arah barat laut. Proses eksogen yang berlangsung adalah pelapukan. 27

2 Foto 3.8. Subsatuan Punggungan Homoklin (foto ke arah utara menghadap punggungan homoklin dari Gunung Watumiring). Foto 3.9. Subsatuan Punggungan Homoklin (foto ke arah utara menghadap punggungan homoklin dari SD22). Subsatuan Lembah Antiklin Subsatuan Lembah Antiklin menempati sekitar 41% dari luas daerah penelitian. Subsatuan ini terdapat di bagian tengah daerah penelitian. Subsatuan ini berada pada elevasi m di atas permukaan laut. Bentuk morfologi subsatuan ini dicirikan oleh relief halus hingga relatif kasar berupa lembah-lembah dan bukit-bukit dengan pola kontur renggang hingga relatif rapat (Foto 3.10 dan Foto 3.11). Dari pola kontur yang renggang hingga relatif rapat, dapat ditafsirkan bahwa batuan penyusunnya adalah batuan yang relatif lunak hingga keras. Dari pemetaan geologi didapatkan bahwa litologi penyusun subsatuan ini adalah batulempung, batulanau, batupasir, dan batugamping dengan jurus lapisan berarah relatif barat daya-timur laut pada sayap utara lipatan dengan kemiringan sebesar dan berarah relatif barat laut-tenggara 28

3 pada sayap selatan lipatan dengan kemiringan sebesar Proses eksogen yang berlangsung adalah pelapukan dan erosi. Foto Subsatuan Lembah Antiklin (foto ke arah selatan dari Gunung Baladewa). Foto Subsatuan Lembah Antiklin (foto ke arah selatan dari Gunung Lemahbang). 3.2 STRATIGRAFI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan ciri litologi yang teramati di lapangan dan hasil analisis laboratorium, daerah penelitian dapat dibagi menjadi enam satuan litostratigrafi (Gambar 3.6). Satuan litostratigrafi tersebut, berurut dari tua ke muda, yaitu: 1. Formasi Tawun 2. Formasi Ngrayong 3. Formasi Bulu 4. Formasi Wonocolo 5. Formasi Ledok 6. Formasi Mundu 29

4

5 3.2.1 Formasi Tawun Penyebaran dan Ketebalan Formasi Tawun menempati sekitar 10% dari luas daerah penelitian, ditandai warna biru gelap pada peta geologi (Gambar 3.7 dan Lampiran E3). Penyebaran formasi ini terletak di bagian tengah daerah penelitian dengan pola penyebaran berarah barat-timur. Formasi ini membentuk morfologi bukit-bukit terjal. Jurus lapisan pada Formasi Tawun berarah relatif barat daya-timur laut dan barat laut-tenggara dengan kemiringan lapisan sebesar Penyebaran singkapan yang masuk ke dalam formasi ini pada umumnya tidak bagus karena tertutup vegetasi dan lapuk. Singkapan yang cukup jelas untuk pengamatan yaitu di sekitar Gunung Asinanbanteng dan Gunung Lemahbang. Ketebalan formasi ini sulit diketahui karena di daerah penelitian tidak ditemukan kontak dengan batuan yang lebih tua. Pengukuran penampang stratigrafi pun sulit untuk dilakukan karena terbatas dan tidak menerusnya singkapan. Namun, berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan Formasi Tawun di daerah penelitian ini adalah lebih dari 202 meter Ciri Litologi Formasi Tawun tersusun atas batugamping bioklastik dengan sisipan batulempung pada bagian atas. Ciri litologi dari batugamping bioklastik pada pengamatan di lapangan (Foto 3.12 dan Foto 3.13) yaitu berwarna abu-abu terang, terpilah buruk, kemas terbuka, kompak, terjadi pelarutan, tersusun atas fosil foraminifera besar, koral, kuarsa, matriks berupa mikrokristalin kalsit. Berdasarkan pengamatan sayatan tipis pada sampel yang diambil dari lokasi TK1 (Lampiran A), ciri batugamping bioklastik yaitu terpilah buruk, kemas terbuka, tersusun oleh butiran kuarsa, fragmen batuan, foraminifera besar, foraminifera kecil, dan koral, berukuran 0,02 mm hingga 0,5 mm, berbentuk membundar tanggung hingga menyudut tanggung, matriks berupa lumpur karbonat, semen spari kalsit, porositas interpartikel. Hasil analisis sayatan tipis batugamping bioklastik ini menghasilkan nama packstone (Dunham, 1962). Batulempung hadir sebagai sisipan dengan ciri ciri berwarna abu abu gelap, semen karbonatan, agak lapuk. 31

6

7 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel batugamping yang diambil dari lokasi SR4 (Lampiran B), atas dasar ditemukannya fosil-fosil foraminifera besar berupa Heterostegina sp., Lepidocyclina sp., Miogypsinoides sp., dan Spiroclypeus sp., maka diperoleh umur dari Formasi Tawun bagian bawah adalah Te1-5 mengikuti Klasifikasi Huruf Tersier Adams (1970) atau Oligosen Akhir - Miosen Awal. Apabila mengacu pada Pringgoprawiro (1983) yang menyatakan bahwa formasi ini mulai diendapkan pada umur akhir Miosen Awal, maka dapat disimpulkan bahwa Formasi Tawun mulai diendapkan pada umur akhir Miosen Awal. Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel batulempung yang diambil dari lokasi TK2 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerina bisphericus, Globigerinoides obliquus obliquus, Globigerinoides subquadratus, Globigerinoides trilobus immaturus, Globigerinoides trilobus trilobus, Globoquadrina dehiscens dehiscens, Globorotalia continuosa, dan Globorotalia obesa. Kumpulan mikrofosil tersebut menunjukkan bahwa umur N.8 - N.9 menurut zonasi Blow (1969) atau akhir Miosen Awal - awal Miosen Tengah, namun dengan belum munculnya spesies Orbulina universa yang merupakan spesies penciri umur Miosen Tengah pada sampel batuan ini, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur dari Formasi Tawun bagian atas adalah Miosen Awal bagian teratas. Dari hasil analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa umur dari Formasi Tawun adalah akhir Miosen Awal Lingkungan Pengendapan Berdasarkan fosil-fosil foraminifera bentos yang ditemukan pada sampel batulempung yang diambil dari lokasi TK2 (Lampiran B) yaitu Amphistegina sp. dan Bolivina sp., maka Formasi Tawun kemungkinan diendapkan pada lingkungan neritik tengah (klasifikasi Rauwenda dkk., 1984) atau pada kedalaman m Hubungan Stratigrafi Hubungan formasi ini tidak dapat diketahui dengan formasi di bawahnya karena tidak tersingkap di daerah penelitian. 33

8 3.2.2 Formasi Ngrayong Penyebaran dan Ketebalan Formasi Ngrayong membentuk morfologi perbukitan bergelombang di daerah Gunung Morobondet, Gunung Watumiring, Gunung Kowang, dan Gunung Ginting. Penyebaran formasi ini secara lateral menempati sekitar 36% dari luas daerah penelitian, ditandai warna kuning pada peta geologi (Gambar 3.7 dan Lampiran E3). Jurus lapisan pada formasi ini berarah barat daya-timur laut dan barat laut-tenggara dengan kemiringan lapisan sebesar Singkapan yang masih segar terutama tersingkap di tepi Jalan Raya Rembang-Blora dan di penambangan pasir di daerah Sitirejo. Ketebalan formasi ini sulit diketahui karena pengukuran penampang stratigrafi sulit untuk dilakukan sebab terbatas dan tidak menerusnya singkapan. Namun, berdasarkan rekonstruksi penampang geologi, ketebalan Formasi Ngrayong di daerah penelitian adalah sekitar m Ciri Litologi Formasi Ngrayong terdiri dari batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping bioklastik, batulanau, dan batulempung. Ciri litologi dari batupasir kuarsa pada pengamatan di lapangan (Foto 3.14 dan Foto 3.15) yaitu berwarna putih kecoklatan, kadang bersifat karbonatan, porositas baik hingga sedang, terpilah baik hingga sedang, kemas tertutup hingga terbuka, didominasi oleh mineral kuarsa, bentuk butiran membundar tanggung hingga menyudut, agak kompak hingga lepas-lepas, dapat diremas, ukuran butir pasir halus hingga sedang, di beberapa tempat memperlihatkan struktur sedimen laminasi sejajar dan perlapisan bersilang (Foto 3.16). Berdasarkan pengamatan sayatan tipis pada sampel yang diambil dari lokasi SR18 (Lampiran A), ciri batupasir kuarsa yaitu bertekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, tersusun oleh butiran kuarsa, mineral opak, muskovit, berukuran 0,025 mm hingga 0,6 mm, berbentuk membundar tanggung hingga menyudut, matriks mineral lempung, semen kalsit, porositas intergranular. Hasil analisis sayatan tipis batupasir kuarsa ini menghasilkan nama quartz arenite (Folk, 1974). Batugamping bioklastik pada pengamatan di lapangan (Foto 3.17 dan Foto 3.18) memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu kecoklatan, terpilah sedang, kemas terbuka, 34

9 kompak, tersusun atas fosil foraminifera besar, kuarsa, matriks berupa mikrokristalin kalsit. Berdasarkan pengamatan sayatan tipis pada sampel yang diambil dari lokasi AB20 (Lampiran A), ciri batugamping bioklastik yaitu terpilah buruk, kemas terbuka, tersusun oleh foraminifera besar dan alga, matriks mikrokristalin kalsit, semen spari kalsit, porositas interpartikel dan intrapartikel. Hasil analisis sayatan tipis batugamping bioklastik ini menghasilkan nama lepidocyclina packstone (Dunham, 1962). Batulempung, berwarna abu-abu kecoklatan, kadang bersifat sedikit karbonatan, agak lapuk dan lunak (Foto 3.19). Batulanau, berwarna abu-abu terang, semen tidak karbonatan, agak lapuk (Foto 3.20). Foto Singkapan batupasir kuarsa Formasi Ngrayong yang terletak di penambangan pasir di daerah Sitirejo (Lokasi SR18), para penambang pasir di kanan tengah sebagai skala. 35

10