Bab II Geologi Regional

Transkripsi

1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Asia yang membentuk daerah timur Kalimantan. Bagian barat daya dari Kalimantan merupakan bagian dari batas kontinen pasif, yang terbentuk pada Zaman Kapur Awal sebagai bagian dari lempeng Asia Tenggara yang dikenal sebagai Paparan Sunda. Pada Zaman Tersier, terjadi peristiwa interaksi konvergen yang menghasilkan beberapa formasi akresi pada daerah Kalimantan Geologi Regional Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan cekungan paling ekonomis kedua di Indonesia setelah Cekungan Dumai. Cekungan ini mengalami penurunan selama masa akhir Paleosen hingga pertengahan Eosen-Oligosen, berkaitan dengan pemekaran dasar cekungan. Sebagian cekungan ini mengalami pengangkatan pada akhir Oligosen. Kemudian pengangkatan cekungan dimulai sejak awal Miosen bersamaan dengan pengendapan serangkaian endapan aluvial dan delta yang luas. Pengendapan endapan delta ini berlangsung terus hingga saat ini Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan cekungan terluas ( km 2 ) dan terdalam (15 km) di Indonesia yang terletak di pantai timur Kalimantan (gambar 2.1). Cekungan ini terbentuk dan berkembang dari proses-proses pemisahan diri akibat regangan di dalam lempeng Mikro Sunda yang menyertai interaksi antara Lempeng Sunda dengan Lempeng Pasifik di sebelah timur, Lempeng Indo-Australia di selatan, dan Lempeng Laut Cina Selatan di utara (Allen dan Chambers, 1998). 6

2 Gambar 2.1. Fisiografi dan tatanan regional Kalimantan Timur. (Paterson dkk, 1997 dalam Mora dkk, 2001) Stratigrafi Cekungan Kutai Cekungan Kutai terletak di atas batuan dasar sedimen turbidit yang terendapkan pada cekungan oseanik sejak Zaman Kapur Akhir Paleosen Akhir. Cekungan oseanik ini terbentuk akibat gerak pemisahan antara Lempeng Asia dan Lempeng Australia pada Zaman Jura Awal sampai Kapur Akhir. Stratigrafi Cekungan Kutai menurut Allen dan Chambers (1998) terdiri dari 2 fase utama, yaitu: a. Fasa transgresi Paleogen Fasa ini dimulai dengan tektonik ekstensional dan pengisian cekungan pada Kala Eosen dan diakhiri dengan ekstensional post-rift serpih laut dalam dan paparan karbonat pada Kala Oligosen Akhir, sedimen transgresi ini terdiri dari sedimen klastik yang berbutir halus sampai kasar dan lempung yang diendapkan pada lingkungan paralik. 7

3 b. Fasa regresi Neogen Fasa ini dimulai pada Miosen Akhir hingga sekarang, yang menghasilkan progradasi delta. Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan-lapisan sedimen klastik delta hingga paralik atau laut dangkal dengan progradasi dari barat ke arah timur dan banyak dijumpai lapisan batubara Tektonostratigrafi Cekungan Kutai Fasa sedimentasi Paleogen dimulai ketika terjadi tektonik ekstensional dan pengisian cekungan pada Kala Eosen. Pada masa ini, Selat Makassar mulai mengalami pemekaran serta Cekungan Barito, Kutai, dan Tarakan merupakan zona amblesan (subsidence) yang saling terhubungkan (Chambers dan Moss, 2000). Kemudian sedimentasi Paleogen mencapai puncak pada fasa pengisian di saat cekungan tidak mengalami pergerakan yang signifikan, sehingga mengendapkan serpih laut dalam secara regional dan batuan karbonat pada Oligosen Akhir. Fasa sedimentasi Neogen dimulai pada Miosen Bawah dan masih berlanjut terus sampai sekarang, menghasilkan endapan delta yang progradasi dan terhampar di atas endapan fasa sedimentasi Paleogen (gambar 2.2). Selama Eosen Akhir, sejumlah terban terbentuk sebagai respon dari terjadinya fasa ekstensi regional. Fasa ini terlihat juga di tempat lain, yaitu berupa pembentukan laut dan Selat Makassar. Terban ini terisi dengan cepat oleh endapan syn-rift pada Eosen Tengah - Eosen Akhir dengan variasi dari beberapa fasies litologi. 8

4 Gambar 2.2. Stratigrafi dan kerangka tektonik Cekungan Kutai. (Satyana dkk., 1999) Pada Eosen Akhir, cekungan mengalami pendalaman sehingga terbentuk suatu kondisi laut dan diendapkan endapan transgresi yang dicirikan oleh serpih karbonan laut dalam. Material yang diendapkan berupa endapan turbidit kipas laut dalam dan batuan karbonat pada bagian yang dekat dengan batas cekungan, hal ini berlangsung terus hingga Miosen Awal (Allen dan Chambers, 1998). Tektonik inversi terjadi pada Miosen Awal, menyebabkan pengangkatan pada pusat cekungan yang terbentuk selama Eosen dan Oligosen, sehingga cekungan mengalami pendangkalan (Allen dan Chambers, 1998). Erosi terhadap batuan sedimen Paleogen dan batuan volkanik andesitik menghasilkan luapan sedimen, sehingga terjadi progradasi 9

5 delta dari barat ke timur. Di daerah sekitar Samarinda, ketebalan endapan Miosen Awal dapat mencapai 3500 meter. Inversi berlanjut dan mempengaruhi cekungan selama Miosen Tengah dan Pliosen. Seiring berjalannya waktu, inversi semakin mempengaruhi daerah yang terletak lebih ke arah timur, sehingga mempercepat proses progradasi delta Geologi Delta Mahakam Delta Mahakam merupakan daerah yang memiliki kandungan hidrokarbon yang besar yang merupakan akumulasi batupasir dari fasies gosong delta dan alur sungai. Delta Mahakam modern merupakan delta aktif yang terbentuk pada kondisi tropik yang dipengaruhi oleh pasang surut yang sangat besar dan pengaruh fluvial. Secara umum Delta Mahakam terbentuk akibat pengaruh energi arus rendah serta campuran antara endapan sungai dan arus pasang surut Morfologi Delta Mahakam Berdasarkan posisi dan jenis litologi, morfologi Delta Mahakam modern dibagi menjadi 3 bagian penting (Allen dan Chambers, 1998), yaitu: 1. Dataran Delta Merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari alur sungai aktif dan alur sungai yang ditinggalkan (gambar 2.3). 10

6 Gambar 2.3. Lingkungan pengendapan dataran delta atas. (TOTAL, 2004) 2. Perenggan Delta (delta front) Sub-lingkungan dengan energi tinggi dan sedimen secara konstan dipengaruhi oleh arus pasang surut, arus laut sepanjang pantai, dan aksi gelombang (kedalaman 10 meter atau kurang). Endapannya meliputi endapan pasir perenggan delta, sungai bercabang pada gosong muara, endapan muara sungai, endapan dekat pantai, sepanjang pantai, dan endapan aliran gosong muara. Perenggan delta ditunjukkan oleh sikuen mengasar ke atas dalam skala yang relatif besar yang menunjukkan perubahan fasies secara vertikal ke atas, mulai dari endapan lepas pantai atau prodelta yang berukuran butir halus ke fasies garis pantai yang biasanya didominasi batupasir (gambar 2.4). 11

7 Gambar 2.4. Lingkungan pengendapan perenggan delta. (TOTAL, 2004) 3. Prodelta Merupakan bagian terluar dari suatu delta yang berhadapan langsung dengan paparan laut dalam atau merupakan sublingkungan transisi antara perenggan delta dan endapan normal paparan laut yang berada di bawah kedalaman efektif erosi gelombang (gambar 2.5). Sedimen yang ditemukan pada bagian ini adalah material yang berukuran paling halus. Endapan prodelta didominasi oleh sedimen berukuran lanau dan lempung, kadangkadang dijumpai lapisan pasir tipis. 12

8 Gambar 2.5. Morfologi Delta Mahakam. (Allen dan Chambers, 1998) Stratigrafi Delta Mahakam Berdasarkan Peta Geologi Lembar Samarinda (Supriatna dkk, 1995) stratigrafi Delta Mahakam dibagi menjadi (dari tua ke muda): Formasi Pamaluan, Formasi Bebuluh, Formasi Pulau Balang, Formasi Balikpapan, Formasi Kampung Baru, dan Aluvium. a. Formasi Pamaluan Batupasir kuarsa dengan Sisipan Batulempung, Serpih, Batugamping dan Batulanau, berlapis sangat baik. Batupasir Kuarsa merupakan batuan utama, kelabu kehitaman kecoklatan, berbutir halus sedang, terpilah baik, butiran membulat membulat tanggung, padat, 13

9 karbonan dan gampingan. Setempat dijumpai struktur sedimen silang siur dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 m. Batulempung dengan ketebalan rata-rata 45 cm. Serpih, kelabu kehitaman - kelabu tua, padat, dengan ketebalan sisipan antara cm. Batugamping berwarna kelabu, pejal, berbutir sedang-kasar, setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar. Batulanau berwarna kelabu tuakehitaman. Tebal Formasi lebih kurang 2000 m b. Formasi Bebuluh Batugamping Terumbu dengan Sisipan Batugamping Pasiran dan Serpih. Batugamping berwarna kelabu, padat, mengandung foraminifera besar, berbutir sedang. Setempat batugamping menghablur, terkekar tak beraturan. Serpih, kelabu kecoklatan berselingan dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman. Tebal formasi sekitar 300 m diendapkan selaras dibawah Formasi Pulau Balang. c. Formasi Pulau Balang Perselingan Batupasir Greywacke dan Batupasir Kuarsa Sisipan Batugamping, Batulempung, Batubara dan Tuf Dasit. Batupasir Greywacke berwarna kelabu kehijauan, padat, tebal lapisan antara cm. Batupasir Kuarsa berwarna kelabu kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara cm. Batugamping berwarna coklat muda kekuningan, mengandung foraminifera besar. Batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau lensa dalam Batupasir Kuarsa, ketebalan lapisan cm. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 2 cm. Setempat berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa. d. Formasi Balikpapan Perselingan Batupasir dan Batulempung Sisipan Batulanau, Serpih, Batugamping dan Batubara. Batupasir Kuarsa, putih kekuningan, 14

10 tebal lapisan 1 3 m, disisipi lapisan batubara, tebal 5 10 cm. Batupasir Gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan sejajar dan silang siur, tebal lapisan cm, mengandung foraminifera kecil disisipi lapisan tipis karbon. Batulempung, kelabu kehitaman, setempat mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan, setempat mengandung lensa batupasir gampingan. Batulanau Gampingan, berlapis tipis, serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping Pasiran, mengandung foraminifera besar, moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah - Miosen Tengah bagian atas, tebal formasi m. e. Formasi Kampung Baru. Batupasir Kuarsa dengan Sisipan Batulempung, Serpih, Batulanau dan Lignit, pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa, putih setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis uksida besi atau kongkresi, tufan atau lanauan, dan sisipan batupasir konglomeratan atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung, diameter 0,5 1 cm, mudah lepas. Batulempung, kelabu kehitaman mengandung sisa tumbuhan, kepingan batubara, koral. Batulanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi. Lignit, tebal 1 2 m. Diduga berumur Miosen Akhir Plioplistosen, lingkungan pengendapan delta laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan. f. Aluvium Kerikil, pasir, dan lumpur diendapkan pada lingkungan sungai, rawa, delta, dan pantai Geologi Pulau Layangan-Bukuan Pulau Layangan-Bukuan terletak di selatan Delta Mahakam modern (gambar 2.6). Luas Pulau Layangan-Bukuan sekitar 40 km 2 dengan luas kompartemen 15

11 utara kurang lebih 13,3 km 2. Sedimen di Pulau Layangan-Bukuan umumnya diendapkan pada lingkungan dataran delta hingga prodelta dengan banyak ditemukannya endapan batubara dan serpih organik yang digunakan sebagai marker untuk korelasi. Sedimen di Pulau Layangan-Bukuan diendapkan pada fasa progradasi kuat pada kala Miosen Tengah Akhir. Y X Z U V W Gambar 2.6. Lokasi lapangan-lapangan TOTAL E&P Indonesie. (TOTAL, 2004) Pulau Layangan-Bukuan dipengaruhi oleh struktur bunga akibat transpresi sepanjang kelurusan Pulau Layangan-Bukuan (gambar 2.7). Sumbu antiklin Pulau Layangan-Bukuan berarah utara timur laut selatan barat daya (NNE SSW). Sayap-sayap antiklin memiliki kemiringan rata-rata 8 o di sayap barat dan 10 o di sayap timur. 16

12 Gambar 2.7. Zonasi struktur area Mahakam. (TOTAL, 2004) Sesar normal berarah barat-timur memotong antiklin Pulau Layangan-Bukuan menjadi dua bagian, yaitu kompartemen utara dan selatan. Keduanya memiliki luas area yang sama. Pada kompartemen selatan, sesar-sesar minor normal berkembang paralel dengan arah sesar mayor (TOTAL, 2004). 17