Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir)."

Transkripsi

1 Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi adalah batupasir kasar. Sumber dari batuannya sama, namun terendapkan pada energi yang berbeda. Tb Top Ta Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Batupasir sedang memiliki ciri ciri berwarna abu abu terang, kemas tertutup, porositas baik, bentuk butir membundar membundar tanggung, ukuran butir pasir halus-sedang, tufan, karbonatan lemah, pada singkapan memiliki tebal 2 cm 10 cm. Dijumpai struktur sedimen laminasi sejajar, dan silang siur (Foto 3.8). Batulempung memiliki ciri ciri berwarna abu abu gelap, karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 2 10 cm. Foto 3.7 Singkapan perselingan Batupasir kasar dan breksi (Foto diambil di Cbt-8, mengarah ke hulu). Vicky Ruliansatri ( ) 27

2 Tc Tb Ta Foto 3.8. Singkapan batupasir, memperlihatkan struktur sedimen Tabc (Foto diambil di Csp-7). Umur Berdasarkan analisis mikrofosil (Lampiran B) dari conto yang diambil dari Ctl - 1 didapatkan fosil foraminifera kecil planktonik yang memiliki kisaran umur N10 - N13, berdasarkan biozonasi Bolli dan Saunders (1985), namun dilihat dari umur satuan yang ada di bawah dan di atasnya disimpulkan bahwa Satuan Breksi-Batupasir terbentuk pada N10 N11. Jadi secara umum satuan ini memiliki umur Miosen Tengah. Lingkungan Pengendapan Dari analisis mikrofosil (Lampiran B) dari conto yang diambil dari Ctl-1 didapatkan fosil foraminifera bentos yang menunjukkan lingkungan pengendapan m atau pada zona batial atas. Dilihat dari struktur sedimen yang dijumpai, yaitu perulangan perlapisan bersusun, laminasi sejajar, serta dijumpai adanya silang siur, konvolut dan flute cast, disimpulkan bahwa satuan ini diendapkan melalui mekanisme arus gravitasi pada sistem kipas bawah laut. Dilihat dari struktur sedimen yang dominan yaitu Ta dan Tb maka satuan ini terbentuk pada bagian proksimal (Gambar 3.6). Sedangkan berdasarkan asosiasi fasiesnya pada kipas bawah laut, satuan ini diendapkan pada bagian kipas tengah (Gambar 3.7). Bagian yang menghalus ke atas diperkirakan terbentuk pada bagian channeled suprafan dan bagian yang mengkasar ke atas terbentuk pada suprafan lobes. Vicky Ruliansatri ( ) 28

3 Gambar 3.7. Model pengendapan kipas tengah (Walker, 1978) dengan suksesi vertikal Satuan Breksi-Batupasir. Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri-ciri litologinya di lapangan, yaitu terdiri dari perselingan breksi dan batupasir, dan waktu terbentuknya, satuan ini peneliti sebandingkan dengan Formasi Saguling (Martojoyo, 1984). Hubungan Stratigrafi Satuan ini memiliki hubungan selaras dengan Satuan Batupasir-Batulempung. Hal ini didasarkan pada kemenerusan waktu pengendapan dan kedudukan lapisan yang relatif sama Satuan Batupasir-Batulempung Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini meliputi 20,7% dari luas daerah penelitian, tersingkap dalam kondisi segar sampai agak lapuk. Penyebarannya terdapat di bagian tengah dan selatan daerah penelitian dengan pola penyebaran berarah NW-SE. Satuan ini ditandai dengan warna kuning muda pada peta geologi (Gambar 3.5). Vicky Ruliansatri ( ) 29

4 Jurus lapisan dari satuan ini umumnya berarah NW SE dengan kemiringan lapisan curam sampai landai, berkisar antara Batuan ini tersingkap pada S. Cigadung, hilir S. Ciseupan, S. Cijambe, dan hilir S. Cicareuh. Ketebalan satuan batuan ini berdasarkan rekontruksi penampang geologi berkisar antara m. Sedangkan berdasarkan pengukuran penampang stratigrafi diperoleh tebal Satuan Batupasir-Batulempung ± 612 m. Kondisi Morfologi Satuan ini menghasilkan bentukan morfologi dengan relief yang landai. Umumnya berbentuk dataran dan lembah, ekspresi dari batuan penyusunnya yang relatif lunak. Ciri Litologi Satuan ini terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung (Foto 3.9). Setempat dijumpai sisipan batugamping dan batupasir konglomeratan (Foto 3.11) dengan tebal 10 cm 230 cm. Makin ke atas, kehadiran batulempung makin banyak. Batupasir memiliki ciri ciri megaskopis berwarna abu abu, kemas tertutup, terpilah baik, porositas baik, karbonatan lemah, ukuran butir pasir halus kasar, membundar membundar tanggung, kompak, dan terdapat sisipan karbon. Pada singkapan memiliki ketebalan 2 cm 1 m, setempat bersifat tufan. Dapat dijumpai struktur sedimen perlapisan bersusun, laminasi sejajar, silang siur, konvolut, dan flute cast (Foto 3.10). Pada sayatan tipis memiliki ciri ciri; klastik, terpilah sedang baik, kemas terbuka. Fragmen 40 %, terdiri dari kuarsa, feldspar, hornblende, karbon, ukuran 0,125 0,25 mm, menyudut membundar tanggung. Matriks lempung 50 %, semen 5 % berupa oksida besi, porositas 5 % intergranular dan intragranular. Struktur sedimen perlapisan sejajar. Berdasarkan klasifikasi Gilbert (1954), dinamakan batupasir feldspatic wacke (Lampiran C). Foto 3.9. Singkapan perselingan batupasir dan batulempung, terlihat suksesi vertikal menipis ke atas (Foto diambil di Cjb-3, di tebing S. Cijambe). Vicky Ruliansatri ( ) 30

5 Foto Flute cast dan parallel laminasi. (Foto diambil di Cgd-1). Batugamping memiliki warna abu abu terang, bersifat klastik, ukuran butir pasir halus sedang, kompak. Batulempung memiliki ciri ciri berwarna abu abu gelap, karbonatan. Batupasir konglomeratan memiliki ciri-ciri berwarna abu abu, kemas terbuka, porositas baik, pemilahan buruk, karbonatan, ukuran pasir kasar konglomerat, membundar membundar tanggung, terdapat struktur sedimen perlapisan berususun, dan load cast. Foto 3.11 Sisipan batupasir konglomertan. (Foto diambil di Cjb 4). Umur Umur Berdasarkan analisis mikrofosil (Lampiran B) dari conto yang diambil dari Ccr- 2 dan Csp-3 didapatkan fosil foraminifera kecil planktonik yang memiliki kisaran umur N12 - N17 (biozonasi Bolli dan Saunders, 1985), namun dilihat dari umur dari satuan yang ada di bawah dan di atasnya disimpulkan bahwa umur Satuan Batupasir- Batulempung adalah N12 N15. Jadi secara umum satuan ini memiliki umur Miosen Tengah bagian akhir. Vicky Ruliansatri ( ) 31

6 Gambar 3.8. Model pengendapan kipas bawah (Walker, 1978) dengan suksesi vertikal Satuan Batupasir-Batulempung. Lingkungan Pengendapan Dari analisis mikrofosil (Lampiran B) dari conto yang diambil dari Ccr-2 dan Csp-3 didapatkan fosil foraminifera bentos yang menunjukkan lingkungan pengendapan 300 m 500 m atau pada zona batial. Dilihat dari struktur sedimen yang dijumpai, yaitu laminasi sejajar, perlapisan bersusun, konvolut dan flute cast, disimpulkan bahwa satuan ini diendapkan melalui mekanisme arus gravitasi pada sistem kipas bawah laut. Struktur sedimen yang dominan adalah Tb dan Tc, maka satuan ini diperkirakan terbentuk pada bagian distal (Gambar 3.6). Kehadiran struktur Tab hanya sebagai sisipan. Sedangkan berdasarkan asosiasi fasiesnya, satuan ini dikelompokkan kedalam fasies turbidit klasik yang terbentuk pada bagian kipas luar. Hal ini berdasarkan karakteristiknya berupa perulangan monoton batupasir dan batulempung (Gambar 3.8). Pada satuan ini dilakukan analisis granulometri yang conto batuannya diambil pada lokasi Cjb 3 dan Csp 3. Hasil analisis granulometri (Lampiran A) memperlihatkan Vicky Ruliansatri ( ) 32

7 dua pola. Pola yang ada sesuai dengan grafik analisis granulometri dari endapan arus turbidit (Friedman dan Sanders, 1978). Nilai simpangan baku dari besar butir adalah 3,3 untuk conto dari Cjb 3 dan 9,55 untuk conto dari Ulg 1, berarti batuan terpilah sangat buruk (Koesoemadinata, 1985). Hal ini juga merupakan indikasi bahwa satuan batupasir-batulempung terbentuk melalui mekanisme arus gravitasi. Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri-ciri litologinya di lapangan, yaitu terdiri dari perselingan batupasir-batulempung, dan umurnya, satuan ini peneliti sebandingkan dengan Formasi Bantargadung. Hubungan Stratigrafi Satuan ini memiliki hubungan selaras dengan Satuan Batupasir-Breksi. Hal ini didasarkan pada kemenerusan waktu pengendapan dan kedudukan lapisan yang relatif sama. Kontaknya ditemukan pada Slb 5 dan Csp-7, berupa kontak berangsur. Foto Kontak antara Satuan Breksi-Batupasir dengan Satuan Batupasir-Batulempung (Foto diambil di Slb-5) Satuan Batupasir-Breksi Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini meliputi 10 % dari luas daerah penelitian, tersingkap dalam kondisi segar sampai lapuk. Penyebarannya terdapat di bagian selatan daerah penelitian dengan pola penyebaran berarah NW-SE. Satuan ini ditandai dengan warna orange pada peta geologi (Gambar 3.5). Vicky Ruliansatri ( ) 33

8 Secara umum satuan ini memiliki jurus berarah NW SE dengan kemiringan lapisan curam sampai agak curam, berkisar antara Satuan ini tersingkap baik pada S. Cigadung. Tebal sebenarnya dari satuan ini tidak bisa ditentukan karena tidak ditemukannya batas atas dari satuan ini di daerah penelitian. Namun, berdasarkan rekontruksi penampang geologi diperoleh tebal minimumnya ± 600 m, sedangkan berdasarkan pengukuran penampang stratigrafi tebal mínimum satuan ini ± 580 m. Kondisi Morfologi Satuan ini menghasilkan bentukan morfologi berupa perbukitan sinklin. Hal ini merupakan ekspresi dari batuan penyusunnya yang relatif resisten. Ciri Litologi Satuan ini dicirikan oleh perselingan batupasir dengan breksi (Foto 3.13) sisipan batupasir halus yang terkadang bersifat tufan, dengan suksesi vertikal menghalus dan menipis ke atas. Setempat dijumpai sisipan konglomerat dengan tebal 10 cm 230 cm. (Foto 3.16 a). Foto Singkapan batupasir dan breksi (Foto diambil di Slb 12, mengarah ke hilir). Batupasir (Foto 3.15) berwarna abu abu, kemas tertutup, porositas baik, karbonatan, ukuran butir pasir halus kasar, membundar menyudut tanggung, kompak. Pada singkapan dijumpai struktur sedimen perlapisan bersusun, dan laminasi sejajar dengan ketebalan 1 30 m. Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri ciri bertekstur klastik, terpilah buruk, kemas umumnya terbuka, dan sebagian tertutup, kontak poin. Fragmen 65 %, terdiri dari kuarsa, plagioklas, hornblende, fragmen batuan andesit, ukuran 1 0,2 mm, menyudut tanggung membundar tanggung. Matriks Vicky Ruliansatri ( ) 34

9 lempung 15 %. Semen 10 % terdiri dari kalsit, porositas 10 %, intergranular dan intragranular. Berdasarkan klasifikasi Gilbert (1954) batuan ini disebut batupasir feldspatic wacke. Setempat dijumpai adanya lensa batulempung di dalam batupasir (Foto 3.14). Foto3.14. Lensa lempung di dalam batupasir. (Foto diambil pada CGD -7). Breksi bersifat polimik dengan ciri ciri megaskopis berwarna abu-abu, terpilah buruk, kemas terbuka, porositas baik, kompak, karbonatan, bentuk fragmen menyudut menyudut tanggung, ukuran fragmen 2 mm 60 cm. Fragmennya terdiri dari batuan beku andesit, basalt, kuarsa, batupasir, dan batugamping. Pada singkapan dijumpai struktur sedimen perlapisan bersusun dan tersingkap dengan ketebalan 1 m 10 m. Pada sayatan tipis memiliki ciri-ciri bertekstur klastik, terpilah buruk, kemas umumnya tertutup, long contact dan point contact. Fragmen 80 %, terdiri dari fragmen batuan (andesit, basaltt, batuan karbonat), kuarsa, plagioklas, hornblende, ukuran 3,75 0,125 mm, menyudut tanggung membundar tanggung. Matriks (5 %) terdiri dari detrital lempung dan gelas, semen kalsit 15 %. Konglomerat berwarna abu abu, terpilah buruk, kemas terbuka, porositas baik, karbonatan, bentuk fragmen membundar, ukuran fragmen 2 mm 15 cm. Fragmennya terdiri dari batuan beku andesit, basalt, batupasir, batugamping. Pada singkapan memiliki ketebalan hingga 1 m. Batupasir halus, berwarna abu-abu terang, porositas baik, karbonatan, ukuran butir pasir halus, membundar-membundar tanggung, kompak, tufan. Terdapat struktur sedimen laminasi sejajar dan flame structure (Foto 3.16 b). Vicky Ruliansatri ( ) 35

10 Foto Singkapan batupasir (Foto diambil di Cgd-6 mengarah ke hulu). a b Foto (a) Singkapan konglomerat (Cgd-6) dan (b) struktur sedimen parallel laminasi dan flame struktur (Slb-13). Umur Berdasarkan analisis mikrofosil (Lampiran B) dari conto yang diambil dari CGD-9 didapatkan fosil foraminifera kecil planktonik yang memiliki kisaran umur N16 - N17 berdasarkan biozonasi Bolli dan Saunders (1985). Jadi secara umum satuan ini terbentuk pada Miosen Akhir Pliosen Awal. Vicky Ruliansatri ( ) 36

11 Lingkungan Pengendapan Dari analisis mikrofosil (Lampiran B) dari conto yang diambil dari CGD 9, didapatkan fosil foraminifera bentos yang menunjukkan lingkungan pengendapan 300 m 600 m atau pada zona batial. Dilihat dari struktur sedimen yang dijumpai, yaitu perulangan perlapisan bersusun, dan laminasi sejajar, serta adanya flame structure, disimpulkan bahwa satuan ini diendapkan melalui mekanisme arus gravitasi pada sistem kipas bawah laut. Struktur sedimen yang berkembang adalah Ta dan Tb, maka satuan ini diperkirakan terbentuk pada bagian proksimal (Gambar 3.6). Sedangkan berdasarkan asosiasi fasiesnya, satuan ini masuk ke dalam bagian kipas tengah yaitu channel portion of suprafan lobes. Sesuai dengan karakteristiknya yaitu memiliki suksesi menghalus dan menipis ke atas. (Gambar 3.9). Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri-ciri litologinya di lapangan, yaitu terdiri atas batupasir dan breksi dengan sisipan batupasir tufan, dan waktu terbentuknya, satuan ini disebandingkan dengan Formasi Cigadung (Martojoyo, 1984). Gambar 3.9. Perbandingan model pengendapan kipas tengah (Walker, 1978) dengan suksesi vertikal satuan batupasir-breksi. Hubungan Stratigrafi Satuan ini memiliki hubungan selaras dengan satuan batupasir-batulempung. Hal ini didasarkan pada kedudukan lapisan yang relatif sama dan umur yang menerus dari Satuan Batupasir Batulempung. Vicky Ruliansatri ( ) 37

12 3.2.5 Satuan Breksi Volkanik Penyebaran dan Ketebalan Satuan ini meliputi 38 % dari luas daerah penelitian, tersingkap dalam kondisi segar sampai lapuk. Penyebarannya terdapat di bagian barat daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan warna merah pada peta geologi (Gambar 3.5). Batuan ini tersingkap baik pada S. Cicareuh dan S. Cicatih. Ketebalan satuan batuan ini berdasarkan rekontruksi penampang geologi ± 200 m. Kondisi Morfologi Satuan ini menghasilkan bentukan morfologi berupa dataran tinggi dengan relief yang relatif datar. Merupakan ekspresi dari batuan penyusunnya yang resisten. Lereng yang curam umumnya terbentuk pada batas litologi dan lembah sungai. Ciri Litologi Satuan ini dicirikan oleh litologi berupa breksi volkanik berwarna abu abu gelap (Foto 3.17), nonkarbonatan, fragmennya terdiri dari batuan beku basalt dan andesit berukuran kerakal bongkah, dan berbentuk menyudut menyudut tanggung. Matriksnya terdiri dari pasir sedang kasar, umumnya tersingkap dengan kondisi lapuk. Pada sayatan tipis (Lampiran B) dari fragmennya, memiliki ciri-ciri; hipokristalin, porpiritik. Fenokris (35 %) terdiri dari plagioklas, piroksen, kuarsa, mineral opak, subhedral dan anhedral, ukuran 1,75 0,125 mm. Massadasar (65 %) tersusun dari mikrolit plagioklas, dan mineral gelas. Dinamakan andesit. Foto 3.17 Singkapan Breksi volkanik (Foto diambil di Ccr-25). Umur Pada satuan ini tidak ditemukan conto batuan yang dapat digunakan untuk analisis mikrofosil. Umur dari satuan ini diketahui dari peneliti terdahulu. Dari hasil studi literatur Satuan Breksi Volkanik di daerah penelitian berumur Pleistosen (Effendi, dkk., 1998). Satuan ini diperkirakan terbentuk di lingkungan darat. Vicky Ruliansatri ( ) 38

13 Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri-ciri litologinya di lapangan, yaitu terdiri dari breksi volkanik, yang tersusun dari fragmen andesit dan basalt serta matriksnya berukuran pasir kasar, satuan ini peneliti sebandingkan dengan endapan gunung api tua (Effendi, dkk., 1998). Hubungan Stratigrafi Satuan ini menutupi sebagian satuan yang ada dibawahnya dengan hubungan ketidakselarasan bersudut Satuan Aluvial Penyebaran satuan ini meliputi 7% dari daerah penelitian, tersebar di lembah sungai-sungai besar yang ada di daerah penelitiian. Pada peta geologi satuan ini ditandai dengan warna abu-abu. Satuan ini merupakan hasil rombakan dari satuan batuan yang lebih tua. Dari pengamatan lapangan, ketebalan satuan ini diperkirakan >5 m. Satuan ini memiliki hubungan yang tidak selaras dengan satuan yang ada dibawahnya. Karena pengendapan satuan ini masih terus berlangsung sampai saat ini, sehingga umur satuan ini adalah Resen. Satuan ini tersusun oleh endapan material lepas yang berukuran lempung sampai bongkah. Material yang berukuran kerakal sampai bongkah terdiri dari batupasir, kuarsa, basalt, dan andesit, dengan bentuk butir membulat sampai membulat tanggung. Apabila kita amati, batupasir yang ada di daerah penelitian umumnya bersifat wacke, hal ini diperkirakan berkaitan dengan mekanisme pengendapan daerah penelitian yaitu dengan cara mekanisme arus gravitasi. Vicky Ruliansatri ( ) 39

14 3.3 STRUKTUR GEOLOGI Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar sesar anjak berarah WNW-ESE, sesar-sesar geser berarah NE-SW dan NW-SE, dan perlipatan dengan sumbu yang sejajar dengan arah sesar anjak. Bukti-bukti yang menunjukkan adanya struktur-struktur tersebut diantaranya berupa data kekar gerus (shear fracture), kekar tarik (gash fracture), breksiasi, off set lapisan, cermin sesar dan kedudukan lapisan. Selain itu, hasil analisis kelurusan dari peta topografi dan citra SRTM juga memberikan arah WNW ESE. Sesar naik yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Pasir Sireum, Sesar Naik Cibayawak, Sesar Naik Cirendeu, dan Sesar naik Cipamarayan yang berarah WNW ESE dengan kemiringan ke utara. Sesar mendatar daerah penelitian memiliki dua arah umum, yaitu berarah NE- SW dan NW-SE. Sesar mendatar yang berarah NE-SW relatif tegak lurus terhadap arah sesar naik merupakan sesar mendatar mengiri. Sesar-sesar mendatar ini dapat digolongkan kedalam tear fault yang memotong barisan sesar naik yang ada di daerah penelitian. Tear fault didefinisikan sebagai suatu sesar mendatar berskala kecil yang berasosiasi dengan struktur lainnya yaitu lipatan, sesar anjak ataupun sesar normal (Twiss dan Moore, 1992). Sesar mendatar yang berarah NW-SE merupakan sesar mendatar menganan. Struktur lainnya adalah struktur lipatan yang memiliki sumbu relatif sejajar dengan arah jurus sesar anjak yaitu relatif WNW ESE. Kelurusan arah sumbu lipatan dan arah sesar sesar naik ini, dijadikan sebagai kesimpulan awal bahwa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian memiliki arah relatif NNE-SSW. Secara lebih detail dan terperinci, analisis mengenai struktur geologi akan dibahas pada Bab IV Struktur Geologi. Vicky Ruliansatri ( ) 40

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. Adapun sisipan tebal konglomerat dicirikan dengan warna abu-abu kecoklatan, fragmen

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Foto 3.5 Singkapan batugamping di lapangan pada titik pengamatan: A.GH-10, B. GHB - 2 C. SCT -3 D. GHB-4 20 3.2.3 Satuan

Lebih terperinci

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. Batulempung hadir bersama batupasir di bagian atas membentuk struktur perlapisan. Batulempung berwarna abu-abu gelap, bersifat karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 10 50 cm. batupasir batulempung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm. Gambar 3.17. Foto singkapan konglomerat, lokasi GGR-9 Gambar 3.18. Foto singkapan konglomerat, menunjukkan fragmen kuarsa dan litik, lokasi GGR-9 Secara megaskopis, ciri litologi batupasir berwarna putih

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

Foto 3.12 Lokasi Singkapan batulempung B (DRM 3)

Foto 3.12 Lokasi Singkapan batulempung B (DRM 3) 3.2.3 Satuan Batulempung B Satuan ini menempati 10% luas daerah penelitian, terletak berada dibagian selatan daerah penelitian dan penyebarannya memanjang baratlaut tenggara Pada peta geologi satuan ini

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu tentang bentang alam, proses-proses yang terjadi dan pembentukannya, baik dari dalam (endogen) maupun di luar (eksogen). Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG 4. 1 Latar Belakang Studi Ngrayong merupakan Formasi pada Cekungan Jawa Timur yang masih mengundang perdebatan di kalangan ahli geologi. Perdebatan tersebut menyangkut lingkungan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.5 Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi pada satuan batuan ini, maka satuan batulempung disetarakan dengan Formasi Sangkarewang (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Hubungan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari proses bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen),

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan lembah. Daerah perbukitan memanjang dengan arah barat-timur

Lebih terperinci

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan).

Gambar Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.20. Singkapan batulempung I (gambar kiri) dengan sisipan batupasir yang tersingkap pada dinding Sungai Cipaku (gambar kanan). Gambar 3.21. Struktur sedimen laminasi sejajar pada sisipan batupasir

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan B T Batupasir Batulanau Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan Lokasi pengamatan untuk singkapan breksi volkanik berada pada lokasi Sdm.1

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR 4.1 Pendahuluan Kajian terhadap siklus sedimentasi pada Satuan Batupasir dilakukan dengan analisis urutan secara vertikal terhadap singkapan yang mewakili

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Lokasi penelitian berada di daerah Kancah, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung yang terletak di bagian utara Kota Bandung. Secara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi 30 Geologi Daerah Penelitian III.2.2.3. Hubungan Stratigrafi Dilihat dari arah kemiringan lapisan yang sama yaitu berarah ke timur dan pengendapan yang menerus, maka diperkirakan hubungan stratigrafi dengan

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi daerah penelitian dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu pengamatan geomorfologi

Lebih terperinci

Foto III-11. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 11) Foto III-12. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 12)

Foto III-11. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 11) Foto III-12. T.abc sekuen Bouma pada Satuan Batupasir-Batulempung (CKG 12) Batupasir pada satuan ini memiliki ketebalan 5-100cm, berwarna abu-abu, berukuran pasir halus-kasar, tufaan, bentuk butir menyudut hingga menyudut tanggung kemas tertutup, terpilah sedang, porositas sedang,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentang alam yang tampak pada permukaan bumi merupakan hasil dari proses geologi. Studi mengenai bentang alam ini disebut geomorfologi. Geomorfologi mempelajari

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT

BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT BAB IV ANALISIS FASIES ENDAPAN TURBIDIT 4.1 Fasies Turbidit adalah suatu sedimen yang diendapkan oleh mekanisme arus turbid (turbidity current), sedangkan arus turbid itu sendiri adalah suatu arus yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian. Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari bagaimana bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Penafsiran Kondisi Geomorfologi Daerah Penelitian Daerah penelitian di Ds. Nglegi, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki

Lebih terperinci

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas

A. Perlapisan batupasir batulempung dengan ketebalan yang homogen B. Antara batupasir dan batu lempung memperlihatkan kontak tegas 3.2.4 Satuan Batupasir-Batulempung 3.2.4.1 Penyebaran Satuan Batupasir-Batulempung menempati bagian selatan daerah penelitian (Gambar 3.6), meliputi + 10% dari luas daerah penelitian (warna hijaupada peta

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen 3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen Akhir-Pliosen Tengah bagian bawah (Lampiran B). Sampel

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Bentuk-bentuk muka bumi yang ada sekarang seperti benua, dasar samudera, palung, pegunungan, lembah, bukit, dataran dan seterusnya merupakan hasil dari proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief

Lebih terperinci