BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai geologi bentang alam tersebut. Proses merupakan yang sedang terjadi pada bentang alam dan memodifikasi kondisi aslinya, dan tahapan menjelaskan seberapa jauh proses tersebut telah berlangsung dalam memodifikasi kondisi awal dari bentang alam. Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung di lapangan. Pengamatan awal yang dilakukan pada peta topografi mencakup tekstur berupa kerapatan kontur dan penyebaran kontur yang dapat menunjukkan perbedaan tinggi dan relief. Disamping itu dari pengamatan peta topografi juga menghasilkan pola kelurusan, pola aliran sungai, kemiringan lereng, dll. Apabila data ini digabungkan dengan pengamatan langsung di lapangan maka akan dihasilkan satuan geomorfologi yang dapat menjelaskan tahapan geomorfologi di daerah penelitian Satuan Geomorfologi Daerah Penelitian Penamaan pada peta geomorfologi memiliki dua unsur, yaitu morfologi (perbukitan, dataran, lembahan, dll) dan proses geologi (volkanik, lipatan, dll). Setelah digabungkan antara peta topografi dan pengamatan di lapangan, maka dihasilkan lima satuan geomorfologi, yaitu : Satuan Perbukitan Anjakan-Lipatan, Satuan Perbukitan Karst, Satuan Bukit Intrusi, Satuan Perbukitan Volkanik, dan Satuan Dataran Aluvial (Lampiran A2). 14

2 Satuan Perbukitan Anjakan-Lipatan Satuan Perbukitan Anjakan-Lipatan menempati 50% daerah penelitian, berwarna hijau pada peta geomorfologi (Lampiran A2). Satuan ini tersebar di bagian barat dan sebagian daerah timur daerah penelitian, terletak pada ketinggian meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng 2º - 66º. Morfologi Satuan Perbukitan Anjakan-Lipatan di daerah penelitian dicirikan oleh perbukitan dan gawir (Foto 3.1) yang menunjukkan litologi yang cukup keras dan tidak mudah tererosi, dengan pola aliran sungai rektangular, dimana satuan ini di daerah penelitian dicirikan oleh batuan yang lebih tua berada diatas batuan yang lebih muda, sebagai penciri dari sesar anjakan yang kemudian diikuti oleh lipatan. Foto 3.1 Satuan Perbukitan Anjakan-Lipatan dengan perbukitan dan gawir (foto diambil dari Sukamaju menghadap ke arah barat). Satuan Perbukitan Karst Satuan Perbukitan Karst menempati 7,5% daerah penelitian, berwarna biru pada peta geomorfologi (Lampiran A2). Satuan ini tersebar di bagian barat daerah penelitian, terletak pada ketinggian meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng 15º - 75º. 15

3 Morfologi Satuan Perbukitan Karst di daerah penelitian dicirikan oleh perbukitan dan gawir (Foto 3.2) yang menunjukkan litologi yang cukup keras dan tidak mudah tererosi, dimana satuan ini di daerah penelitian dicirikan oleh batugamping. Perbukitan Karst Bukit Intrusi Foto 3.2 Satuan Perbukitan Karst dan Satuan Bukit Intrusi dengan perbukitan dan gawir (foto diambil dari Cimandiri kea rah timur laut). Satuan Bukit Intrusi Satuan Bukit Intrusi menempati 5% daerah penelitian, berwarna merah pada peta geomorfologi (Lampiran A2). Satuan ini tersebar di bagian utara daerah penelitian, terletak pada ketinggian meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng 15º - 75º. Morfologi Satuan Bukit Intrusi di daerah penelitian dicirikan oleh perbukitan dan gawir (Foto 3.2) yang menunjukkan litologi yang cukup keras dan tidak mudah tererosi, dimana satuan ini di daerah penelitian dicirikan oleh batuan beku andesit yang menerobos batuan yang lebih tua. Kemudian tertutupi oleh endapan volkanik yang lebih muda. 16

4 Satuan Perbukitan Volkanik Satuan Perbukitan Volkanik menempati 35% daerah penelitian, berwarna cokelat pada peta geomorfologi (Lampiran A2). Satuan ini tersebar di bagian timur daerah penelitian, terletak pada ketinggian meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng 15º - 45º. Morfologi Satuan Perbukitan Volkanik di daerah penelitian dicirikan oleh perbukitan dan sungai berbentuk V (Foto 3.3), dimana satuan ini di daerah penelitian dicirikan oleh endapan yang dihasilkan oleh aktifitas atau proses volkanik, kemudian penyebarannya mengikuti morfologi yang sudah ada sebelumnya. Satuan ini memiliki resistensi batuan yang sangat rendah, sehingga mudah tererosi. Dicirikan oleh jendela - jendela batuan beku yang tersingkap dibeberapa sungai dan tersingkapnya batuan yang lebih tua pada bagian tengah dari satuan ini. Foto 3.3 Lembah sungai berbentuk V (foto diambil di Sungai Cikaram menghadap utara). 17

5 Satuan Dataran Aluvial Satuan Dataran Aluvial menempati 2.5% daerah penelitian, berwarna abuabu pada peta geomorfologi (Lampiran A2). Satuan ini berada di baratdaya dan baratlaut daerah penelitian, terletak pada ketinggian 0 50 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng 0º - 5º. Morfologi Satuan Dataran Aluvial dicirikan oleh dataran landai yang diintepretasikan sebagai dataran banjir. (Foto 3.4). Foto 3.4 Satuan Dataran Aluvial (foto diambil dari Desa Gn. Buleud menghadap ke arah barat) Sungai dan Pola Aliran Sungai pada daerah penelitian menunjukkan pola aliran rektangular (Gambar 3.1), sesuai dengan klasifikasi Howard, 1967 op.cit. van Zuidam, Pola aliran rektanguler ditafsirkan sebagai jejak sesar atau rekahan pada batuan yang beragam. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aliran sungai pada daerah penelitian lebih dikontrol oleh struktur, baik sesar maupun rekahan, dibanding kemiringan lapisan batuan dan faktor litologi. Pola aliran sungai rektangular dicirikan oleh pembelokan sungai mengikuti pola rekahan. Secara genetik, berdasarkan definisi oleh Lobeck, 1939, sungai di daerah penelitian termasuk dalam tipe konsekuen dan subsekuen. Tipe konsekuen dicirikan oleh aliran sungai yang tidak dipengaruhi kedudukan lapisan, melainkan hanya dikontrol oleh lembah-lembah yang dibentuk oleh sesar ataupun rekahan (Foto 3.5 dan Foto 3.6). 18

6 Sedangkan tipe subsekuen dicirikan oleh aliran sungai yang sejajar dengan jurus lapisan. Sungai Cisiih dan Cikaram dari hulu ke hilir memiliki tipe genetik sungai tersebut dengan tipe subsekuen merupakan anak sungai dari sungai utama yang konsekuen. Arah aliran sungai. Foto 3.5 Sungai dengan tipe genetik konsekuen. (Stasiun CSH 0-4) Foto 3.6 Sungai dengan tipe genetik konsekuen. (Stasiun KS 15-1). 19

7 20

8 3.1.3 Analisis Pola Kelurusan Pola kelurusan yang terlihat pada peta topografi dikumpulkan dalam bentuk diagram bunga (Gambar 3.2), hasil analisis menunjukkan arah dominan adalah N-S dan E-W. Arah ini dapat ditafsirkan sebagai arah dari pola penyebaran litologi dan struktur Gambar 3.1 Pola kelurusan pada peta topografi (kiri) dan diagram bunga pola kelurusan (kanan). Terdapatnya tipe genetik sungai konsekuen dan subsekuen yang mengikuti pola bidang lemah serta relief yang lebih rendah akibat erosi maka diperkirakan bahwa daerah penelitian termasuk kedalam tahap geomorfik dewasa. 3.2 Stratigrafi Daerah Sindangratu dan sekitarnya dapat dibagi menjadi enam satuan litostratigrafi tidak resmi berdasarkan ciri litologi yang teramati di lapangan dan hasil analisis laboratorium. Satuan litostratigrafi tersebut dari tua ke muda yaitu Satuan Batupasir, Satuan Napal, Satuan Batugamping, Intrusi Andesit, Satuan Breksi dan Satuan Endapan Aluvial (Gambar 3.3). 21

9 22

10 3.2.1 Satuan Batupasir Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batupasir menutupi sekitar 30% daerah penelitian, ditandai dengan warna kuning pada peta geologi terlampir (Lampiran A3). Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cisiih, Pasir Akmin, dan Cikaram. Jurus lapisan batuan pada satuan Batupasir secara umum berarah barat-timur dengan kemiringan lapisan bervariasi dari 27º hingga 79º. Tebal Satuan Batupasir di daerah penelitan mencapai lebih dari 1000 meter berdasarkan rekonstruksi penampang geologi. Ciri Litologi Litologi pada Satuan Batupasir ini terdiri dari batupasir konglomeratan dan batugamping serta batupasir, dengan sisipan konglomerat, batulempung, dan batubara. Ciri litologi dari satuan batupasir berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.7) yaitu berwarna cokelat hingga kelabu, tidak gampingan, berukuran pasir kasar hingga halus, membundar hingga membundar tanggung, matriks lempung, porositas baik hingga sedang. Foto 3.7 Batupasir pada Satuan Batupasir (Stasiun CKG 3-1). 23

11 Berdasarkan pengamatan lapangan ciri litologi dari batupasir konglomeratan (Foto 3.8) yaitu berwarna cokelat hingga kelabu, tidak gampingan, fragmen berukuran kerikil hingga bongkah, matiks berukuran pasir kasar hingga halus, membundar hingga membundar tanggung, porositas baik hingga sedang, terdapat sisipan breksi dengan fragmen pecahan koral (Foto 3.8). Foto 3.8 Batupasir konglomeratan (kiri) dengan sisipan breksi (kanan) pada Satuan Batupasir (Stasiun CKG 3-1). Kemudian ciri litologi dari batugamping (Foto 3.9) yaitu berlapis, berwarna abu-abu, terdiri dari pecahan koral (branching coral dan head coral), alga, dan foraminifera (Foto 3.9) Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan tipis (Lampiran B2), batugamping pada satuan ini menurut klasifikasi Dunham (1962) merupakan wackestone. Foto 3.9 Batugamping (kiri) pada Satuan Batupasir, terdapat foraminifera Discocyclina spp. (kanan) (Stasiun CKG 2-8). 24

12 Ciri litologi dari batupasir (Foto 3.10) yaitu berwarna cokelat hingga kelabu, tidak gampingan, berukuran pasir kasar hingga halus, membundar hingga membundar tanggung, matriks lempung, porositas baik hingga sedang. Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan tipis (Lampiran B1), batupasir pada satuan ini menurut klasifikasi Dott (1964) merupakan feldspathic wacke. Foto 3.10 Batupasir pada satuan Batupasir. (Stasiun PA 8-3). Litologi batulempung pada satuan batuan ini berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.11) yaitu berwarna kelabu dan hitam, non karbonatan dan karbonan untuk batulempung yang berwarna hitam, dengan ketebalan 0,1 meter hingga lebih dari 1 meter. Batubara pada Satuan Batupasir berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.11) berwarna hitam memiliki kilap minyak, dengan ketebalan 0,05-1 meter. 25

13 Foto 3.11 Batulempung (kiri)(stasiun CSH 0-2) dan batubara (kanan)(stasiun PA 8-3) pada Satuan Batupasir. Konglomerat pada satuan ini, berwarna putih kecoklatan, berbutir kerikil kerakal, terdiri dari fragmen kuarsa dan fragmen batuan, kemas terbuka, pemilahan sedang, porositas baik. Struktur sedimen yang terlihat berupa gradded bedding (menghalus ke atas). Foto 3.12 Konglomerat pada Satuan Batupasir (Stasiun CSH 0-2). 26

14 Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan hasil analisis mikrofosil pada batugamping (Lampiran C1), maka diperoleh umur dari Satuan Batupasir adalah Eosen Akhir (Lampiran C2) dengan ditemukannya fosil indeks foraminifera Discocyclina spp. (CKG 2-8(kanan)) dan Spiroclypeous/Heterostegina. Spiroclypeous/Heterostegina ini sulit dibedakan apabila hanya dilihat dipermukaan dan bagian dalam fosil ini mengalami pengisian oleh kristal kalsit, sehingga tidak dapat dilihat bentuk kamarnya. Namun keduanya menunjukkan umur Eosen Akhir. Batugamping umumnya terbentuk pada daerah laut dangkal, daerah yang hangat dengan cukup matahari dengan air yang jernih. Kemudian dari sayatan tipis (Lampiran B2) batugamping ditemukan adanya foraminifera Quinqueloculina spp., dimana golongan milliolidae ini umumnya terbentuk pada daerah dengan salinitas tinggi (backreef atau lagoonal), dari analisis mikrofosil pada sisipan breksi, tidak ditemukan adanya foraminifera, namun ditemukan adanya Ostracoda dengan ornamentasi halus (smooth) sebagai penciri dari daerah transisi, kemudian kehadiran batupasir dengan sisipan batubara diintepretasikan sebagai daerah fluvial, sehingga disimpulkan satuan batuan ini diendapkan pada lingkungan neritik dangkal-fluvial (darat). Satuan Batupasir dengan lingkungan neritik dangkal didapatkan pada sebelah timur daerah penelitian yaitu pada sungai Cikaram, diperkirakan sebagai yang paling tua pada satuan ini. Sedangkan Satuan Batupasir dengan lingkungan darat, terdapat di sebelah barat daerah penelitian, yaitu pada sungai Cisiih. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi dan lingkungan pengendapan maka Satuan Batupasir ini dapat disebandingkan dengan Formasi Bayah (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Hubungan satuan batuan ini dengan satuan di bawahnya tidak diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian. 27

15 3.2.2 Satuan Napal Penyebaran dan Ketebalan Satuan Napal terletak di bagian utara daerah penelitian dengan luas ±15% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna hijau pada peta geologi terlampir (Lampiran A3). Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cisiih dan Sungai Cikaram. Jurus lapisan batuan pada Satuan Napal secara umum berarah barattimur dengan kemiringan lapisan 30º hingga 81º. Tebal Satuan Napal di daerah penelitan mencapai lebih dari 500 meter berdasarkan rekonstruksi penampang geologi. Ciri Litologi Litologi pada satuan ini terdiri dari batupasir, batugamping dan napal, dimana berdasarkan posisi stratigrafi di lapangan dan analisis mikrofosil, batupasir pada satuan ini adalah yang paling tua, diikuti oleh batugamping dan napal sebagai yang paling muda. Berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.13), napal pada satuan ini memiliki ciri-ciri berwarna hitam hingga abu-abu, gampingan, berukuran lempung, getas, porositas buruk hingga sedang, terdapat sisipan tipis batupasir. Batupasir berwarna abu-abu terang, kecokelatan, gampingan, berukuran pasir sedang - pasir halus, kompak, porositas buruk hingga sedang. Foto 3.13 Napal pada Satuan Napal (Stasiun KS 15-1). 28

16 Ciri litologi batupasir pada Satuan Napal berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.14) yaitu berwarna kelabu, gampingan, berukuran pasir kasar hingga halus, menyudut tanggung hingga membundar, porositas buruk hingga sedang. Berdasarkan analisis petrografi pada sayatan tipis (Lampiran B3), batupasir pada satuan ini menurut klasifikasi Dott (1964) merupakan quartz wacke. Foto 3.14 Batupasir pada Satuan Napal. (Stasiun KS 15-1). Batugamping pada Satuan Napal berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.15) memiliki ciri berlapis, berwarna kelabu, fragmen berupa foraminifera besar, koral dan alga. Berdasarkan analisis sayatan tipisnya (Lampiran B4) batugamping pada satuan ini merupakan Wackestone (Klasifikasi Dunham, 1962). Batugamping pada satuan ini memiliki ketebalan meter, berada pada bagian tengah dari Satuan Napal. 29

17 Foto 3.15 Batugamping pada Satuan Napal (Stasiun KS 13-4). Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan analisis mikrofosil pada batugamping dan batupasir (Lampiran C2 dan C3), maka diperoleh umur satuan batuan ini adalah Oligosen Awal-Akhir (Tc-Te bawah) dengan ditemukannya Nummulites spp., Lepidocyclina spp., dan, Heterostegina spp.. Satuan batuan ini diendapkan pada lingkungan neritik dangkal berdasarkan keterdapatan dari batugamping dengan foraminifera besar dominan dan berukuran lebih dari 1 cm, mencirikan daerah dengan cukup nutrisi dan cahaya matahari sehingga foraminifera tersebut dapat berkembang dengan baik. Kemudian berdasarkan kehadiran Gyroidina spp., Uvigerina spp., dan Brizalina spp., pada sampel napal sebagai penciri dari lingkungan neritik luar-bathyal atas, maka satuan ini disimpulkan memiliki lingkungan pengendapan Neritik Dangkal-Bathyal Atas. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan maka Satuan Napal ini dapat disebandingkan dengan Formasi Cijengkol (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Hubungan satuan batuan ini dengan satuan di bawahnya adalah selaras. 30

18 3.2.3 Satuan Batugamping Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batugamping ini terletak di bagian barat daerah penelitian dengan luas ±7.5% dari luas daerah penelitian, ditandai warna biru pada peta geologi terlampir (Lampiran A3). Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cisiih. Pada satuan ini tidak ditemukan kedudukan lapisan yang dapat diukur. Tebal Satuan Batugamping di daerah penelitan diperkirakan lebih dari 100 meter. Ciri Litologi Litologi pada satuan batuan ini terdiri dari batugamping. Batugamping pada Satuan ini berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.16) memiliki ciri berwarna kelabu, fragmen berupa foraminifera besar, koral dan alga. Berdasarkan analisis sayatan tipis (Lampiran B5) batugamping pada satuan ini merupakan Packstone (Klasifikasi Dunham, 1962). Foto 3.16 Batugamping pada Satuan Batugamping (Stasiun GB 17-2). 31

19 Umur dan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan analisis mikrofosil pada batugamping (Lampiran C5), maka diperoleh umur satuan batuan ini adalah Miosen Awal (Te atas) dengan ditemukannya Lepidoyiclina spp., Cycloclypeus spp., dan Miogypsina spp. Mekanisme pengendapan batugamping adalah pada laut dangkal dimana persyaratan untuk tumbuhnya biota laut berupa koral dapat terpenuhi, yaitu pada kondisi air jernih, hangat, dan cukup sinar matahari. Sehingga satuan batuan ini diperkirakan diendapkan pada lingkungan neritik dangkal. Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan maka Satuan Napal ini dapat disebandingkan dengan Formasi Citarate (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Hubungan satuan batuan ini dengan satuan di bawahnya adalah tidak selaras (disconformity) Intrusi Andesit Penyebaran Intrusi Andesit terletak di bagian utara daerah penelitian dengan luas ±5% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna merah pada peta geologi terlampir (Lampiran A3). Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cisiih dan Sungai Cikaram. Ciri Litologi Litologi terdiri dari batuan beku andesit. Batuan beku andesit ini berdasarkan pengamatan di lapangan (Foto 3.17) memiliki warna abu-abu terang, porfiritik, terdiri dari mineral plagioklas dan piroksen. 32

20 Foto 3.17 Batuan Beku Andesit berupa kekar berlembar (atas) (Stasiun NG 5-12). Kontak dengan batulempung (kiri bawah) dan batulempung yang menghitam (kanan bawah) (Stasiun CSH 1-1) Tekstur porfiritik umumnya hadir pada lava atau intrusi dangkal (McPhie, Doyle dan Allen, 1993). Di daerah penelitian batuan beku andesit ini ditemukan sebagai kekar berlembar (sheeting joint). Kontak dengan batuan samping ditemukan di utara sungai Cisiih yaitu dengan batulempung Satuan Napal berupa efek bakar, dimana batulempung menjadi lebih hitam dan lebih kompak (Foto 3.17). 33

21 3.2.5 Satuan Breksi Penyebaran dan Ketebalan Satuan Breksi terletak di bagian timur daerah penelitian, memanjang dari utara sampai selatan, dengan luas ± 35% dari luas daerah penelitian, ditandai dengan warna cokelat pada peta geologi terlampir (Lampiran A3). Satuan ini tersingkap baik di Sungai Cikaram dan Sungai Ciderma. Pada satuan ini tidak ditemukan kedudukan lapisan yang dapat diukur. Tebal Satuan Breksi di daerah penelitan diperkirakan lebih dari 100 meter. Ciri Litologi Litologi pada satuan batuan ini terdiri dari breksi dan tuf litik. Breksi pada satuan ini berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.18) yaitu berwarna abu-abu, kemas terbuka, terpilah buruk, fragmen berukuran kerikil hingga bongkah berupa batupasir, batuan beku dasit dan batuan beku andesit, menyudut hingga membundar tanggung, porositas sedang hingga buruk. Matriks tuf litik, berwarna abu-abu gelap, tidak gampingan Tuf litik pada satuan ini berdasarkan pengamatan lapangan (Foto 3.19) memiliki ciri berwarna putih hingga abu-abu, butir halus hingga kasar. 34

22 Foto 3.18 Breksi pada Satuan Breksi (Stasiun CKG 2-6). Foto 3.19 Tuf litik pada Satuan Breksi (Stasiun CKG 2-4). Umur, Lingkungan Pengendapan, Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Berdasarkan ciri litologinya satuan ini disetarakan dengan Formasi Cimanceuri yang berumur Pliosen Awal dan diendapkan pada lingkungan darat (Sujatmiko dan Santosa, 1992). Hubungan satuan batuan ini dengan satuan di bawahnya adalah tidak selaras (angular unconformity). Tuf yang terdapat dalam satuan ini diperkirakan merupakan hasil aktivitas volkanik pada Kala Pliosen Satuan Endapan Aluvial Penyebaran dan Ketebalan Satuan Endapan Aluvial ini terletak di bagian baratdaya dan baratlaut dengan luas ± 5% dari luas daerah penelitian yang ditandai warna abu-abu pada peta geologi terlampir (Lampiran A3). Ketebalan Satuan Endapan Aluvial-Pantai di daerah penelitian adalah lebih dari 2 m. \ 35

23 Ciri Litologi Satuan ini tersusun oleh material lepas-lepas (Foto 3.20). Material lepas tersebut berukuran pasir halus hingga bongkah, menyudut hingga membundar tanggung, terdiri dari hasil pelapukan batuan yang lebih tua dan pecahan cangkang serta koral. Foto 3.20 Endapan Aluvial di lokasi penelitian. Umur dan Lingkungan Pengendapan fluvial. Satuan Endapan Aluvial berumur Resen dan diendapkan di lingkungan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi Hubungan Satuan Endapan Aluvial dengan satuan yang ada di bawahnya adalah tidak selaras. 3.3 Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar sesar naik berarah baratbaratlaut- timurtenggara (WNW ESE), sesar-sesar mendatar berarah utara timurlaut selatan baratdaya (NNE SSW), dan lipatan berarah baratbaratlaut- timurtenggara (WNW ESE). Bukti-bukti yang menunjukkan adanya struktur-struktur tersebut diantaranya berupa data kekar 36

24 gerus (shear fracture), breksiasi, off set lapisan, cermin sesar dan perubahan kedudukan lapisan. Selain itu, hasil analisis kelurusan dari peta topografi juga memberikan pola umum berarah dominan utara timurlaut selatan baratdaya (NNE SSW). Sesar-sesar tersebut diberi nama berdasarkan pergerakan relatifnya dan lokasi geografis tempat sesar tersebut dijumpai. Sesar naik yang dijumpai di daerah penelitian umumnya memiliki kemiringan bidang sesar ke arah selatan. Sedangkan sesar-sesar mendatar ini hampir tegak lurus dengan sesar-sesar naiknya. Sesar-sesar mendatar ini dapat digolongkan sebagai sesar sobekan yang memotong barisan sesar naik yang ada di daerah penelitian. Sesar sobekan didefinisikan sebagai suatu sesar mendatar berskala kecil yang berasosiasi dengan struktur lainnya yaitu lipatan dan sesar naik (Twiss dan Moores, 1992). Kelurusan arah sesar sesar naik dan lipatan ini, dijadikan sebagai kesimpulan awal bahwa arah tegasan utama yang bekerja di daerah penelitian memiliki arah relatif utara timurlaut selatan baratdaya (NNE-SSW). Secara lebih detail dan terperinci, analisis mengenai struktur geologi akan dibahas pada Bab Analisis Struktur Geologi. 37

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Menurut Lobeck (1939), faktor utama yang mempengaruhi bentuk bentangan alam adalah struktur, proses, dan tahapan. Struktur memberikan informasi mengenai

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 GEOMORFOLOGI III.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian

BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian BAB 3 Tatanan Geologi Daerah Penelitian 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis morfologi yang dilakukan pada daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur yang tercermin dalam perbedaan ketinggian,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan dua tahap, yaitu dengan pengamatan menggunakan SRTM dan juga peta kontur yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8). Gambar 3.7 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (1962). Gambar 3.8 Model progradasi kipas bawah laut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Proses geomorfik adalah seluruh perubahan fisika dan kimiawi yang mempengaruhi bentuk dari suatu permukaan bumi (Thornbury, 1969). Terbentuknya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa media, yaitu peta kontur, citra satelit, dan citra Digital Elevation Model

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

Subsatuan Punggungan Homoklin

Subsatuan Punggungan Homoklin Foto 3.6. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Pejaten). Foto 3.7. Subsatuan Lembah Sinklin (foto ke arah utara dari daerah Bulu). Subsatuan Punggungan Homoklin Subsatuan Punggungan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Analisa geomorfologi merupakan sebuah tahapan penting dalam penyusunan peta geologi. Hasil dari analisa geomorfologi dapat memudahkan dalam pengerjaan

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm.

Batulempung (Gambar 3.20), abu abu kehijauan, lapuk, karbonan, setempat terdapat sisipan karbon yang berwarna hitam, tebal ± 5 30 cm. Gambar 3.17. Foto singkapan konglomerat, lokasi GGR-9 Gambar 3.18. Foto singkapan konglomerat, menunjukkan fragmen kuarsa dan litik, lokasi GGR-9 Secara megaskopis, ciri litologi batupasir berwarna putih

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG

BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG BAB III GEOLOGI DAERAH BANTARGADUNG 3.1 GEOMORFOLOGI Metode yang dilakukan dalam analisis geomorfologi ini adalah dengan analisa peta topografi dan citra satelit, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan Gambar 3.8 Korelasi Stratigrafi Satuan Batupasir terhadap Lingkungan Delta 3.2.3 Satuan Batulempung-Batupasir Persebaran (dominasi sungai) Satuan ini menempati 20% dari luas daerah penelitian dan berada

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir).

Foto 3.6 Singkapan perselingan breksi dan batupasir. (Foto diambil di Csp-11, mengarah kehilir). Apabila diperhatikan, hasil analisis petrografi dari sayatan batupasir kasar dan sayatan matriks breksi diperoleh penamaan yang sama. Hal ini diperkirakan terjadi karena yang menjadi matriks pada breksi

Lebih terperinci

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978).

Gambar 3.6 Model progradasi kipas laut dalam (Walker, R. G., 1978). (Satuan Breksi-Batupasir) adalah hubungan selaras dilihat dari kemenerusan umur satuan dan kesamaan kedudukan lapisan batuannya. Gambar 3.5 Struktur sedimen pada sekuen Bouma (Bouma, A. H., 1962). Gambar

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief

Lebih terperinci

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi 3.2.3.3 Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan data analisis mikrofosil pada batupasir (lampiran B), maka diperoleh umur dari Satuan Breksi yaitu N8 (Akhir Miosen Awal) dengan ditemukannya

Lebih terperinci

// - Nikol X - Nikol 1mm

// - Nikol X - Nikol 1mm S S A B B C Foto 3.14 Satuan breksi vulkanik dengan sisipan batupasir-batulempung. Breksi polimik ( B), Monomik (A) dan litologi batupasir-batulempung (bawah,c) Pengambilan sampel untuk sisipan batupasir

Lebih terperinci

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan B T Batupasir Batulanau Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan Lokasi pengamatan untuk singkapan breksi volkanik berada pada lokasi Sdm.1

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Geomorfologi pada daerah penelitian diamati dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan yang kemudian diintegrasikan dengan interpretasi

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah penelitian secara umum tersusun atas bentang alam yang cukup kompleks yaitu, perbukitan, lembah dan dataran rendah. Interval ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Geomorfologi adalah ilmu tentang bentang alam, proses-proses yang terjadi dan pembentukannya, baik dari dalam (endogen) maupun di luar (eksogen). Geomorfologi

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Foto 24. A memperlihatkan bongkah exotic blocks di lereng gunung Sekerat. Berdasarkan pengamatan profil singkapan batugamping ini, (Gambar 12) didapatkan litologi wackestone-packestone yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Metoda yang dilakukan dalam analisis geomorfologi adalah dengan analisis citra SRTM dan analisis peta topografi, sehingga didapatkan kelurusan lereng,

Lebih terperinci

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten.

batupasir batulempung Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. Batulempung hadir bersama batupasir di bagian atas membentuk struktur perlapisan. Batulempung berwarna abu-abu gelap, bersifat karbonatan. Pada singkapan memiliki tebal 10 50 cm. batupasir batulempung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003)

Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Gambar 3.5 Klasifikasi Batugamping berdasarkan Dunham, 1964 ( Loucks et. Al, 2003) Foto 3.5 Singkapan batugamping di lapangan pada titik pengamatan: A.GH-10, B. GHB - 2 C. SCT -3 D. GHB-4 20 3.2.3 Satuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27

Geologi Daerah Sirnajaya dan Sekitarnya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 27 memiliki ciri-ciri berwarna abu-abu gelap, struktur vesikuler, tekstur afanitik porfiritik, holokristalin, dengan mineral terdiri dari plagioklas (25%) dan piroksen (5%) yang berbentuk subhedral hingga

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari proses bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya endogen),

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI 3.1.1. Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode tidak langsung

Lebih terperinci

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm.

hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. hancuran yang muncul sebagai breksiasi. Tebal batulempung dalam perselingan sangat bervariasi, dari 20 cm hingga 30 cm. Adapun sisipan tebal konglomerat dicirikan dengan warna abu-abu kecoklatan, fragmen

Lebih terperinci

3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian

3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian 3.3 Stratigrafi Daerah Penelitian Umur Formasi Satuan Batuan Tebal (m) Simbol Litologi Deskripsi Litologi Lingkungan Pengendapan Breksi Volkanik, coklat terang, matriks berukuran Kwarter Kuarter Endapan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian. Analisis geomorfologi dilakukan untuk mempelajari bagaimana bentang alam terbentuk secara konstruksional (yang diakibatkan oleh gaya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Pengamatan geomorfologi daerah penelitian dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu pengamatan geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen adalah prosesproses yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen

Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen 3.2.1.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Umur Satuan Batupasir-Batulempung berdasarkan hasil analisis foraminifera kecil yaitu N17-N20 atau Miosen Akhir-Pliosen Tengah bagian bawah (Lampiran B). Sampel

Lebih terperinci

Raden Ario Wicaksono/

Raden Ario Wicaksono/ Foto 3.15 Fragmen Koral Pada Satuan Breksi-Batupasir. Lokasi selanjutnya perselingan breksi-batupasir adalah lokasi Bp-20 terdapat pada Sungai Ci Manuk dibagian utara dari muara antara Sungai Ci Cacaban

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9 3.2.2.4 Mekanisme pengendapan Berdasarkan pemilahan buruk, setempat dijumpai struktur reversed graded bedding (Gambar 3-23 D), kemas terbuka, tidak ada orientasi, jenis fragmen yang bervariasi, massadasar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Penafsiran Kondisi Geomorfologi Daerah Penelitian Daerah penelitian di Ds. Nglegi, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi mum Daerah Penelitian ecara umum morfologi daerah penelitian merupakan dataran dengan punggungan di bagian tengah daerah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi Analisis Kondisi Geomorfologi yang dilakukan adalah berupa analisis pada peta topografi maupun pengamatan

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Melalui interpretasi peta topografi dan citra udara serta analisis pola kerapatan kontur yang didasarkan pada klasifikasi van Zuidam, 1985, tatanan umum

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Bentuk-bentuk muka bumi yang ada sekarang seperti benua, dasar samudera, palung, pegunungan, lembah, bukit, dataran dan seterusnya merupakan hasil dari proses

Lebih terperinci