1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Perkembangan pasar modal Indonesia Perusahaan Kapitalisasi Pasar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. stakeholders maupun calon investor dalam mengetahui seberapa besar potensi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi nasional. Dalam beberapa tahun terakhir sektor industri ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian teori, hasil penelitian, dan analisis baik secara

BAB I PENDAHULUAN. menginvestasikan dananya adalah sektor properti. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan sektor properti

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global pernah terjadi pada tahun 2008 bermula pada krisis

BAB I PENDAHULUAN. dibeberapa perusahaan melalui pembelian surat-surat berharga yang. yang dibutuhkan dengan menawarkan surat-surat berharga tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk penggalangan dana publik. Bagi investor, pasar modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan bagi investor atau pemegang saham baik itu individu

BAB I PENDAHULUAN. pihak investor kemudian digunakan pihak emiten untuk pengembangan usaha,

BAB I PENDAHULUAN. masa kelabu bagi pasar saham Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan anjlok ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bisa membuat suatu perusahaan mengalami financial distress (Wahyu, 2009 dalam

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global yang terjadi di Eropa diperediksi mengalami puncaknya pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi kesulitan keuangan (financial distress) terjadi sebelum kebangkrutan,

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh laba dari operasi perusahaan. Dari laba yang diperoleh maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Krisis perekonomian global yang terjadi memberikan tantangan

BAB I PENDAHULUAN. adalah perusahaan yang mengalami peningkatan, sejak beberapa tahun yang lalu

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi perekonomian Indonesia berada pada tingkatan yang stabil pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan perluasan industri pada umumnya membutuhkan sumbersumber

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk memaksimalkan hasil (return) yang diharapkan dalam batas

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis dewasa ini cenderung semakin pesat. Tingkat

BAB I PENDAHULUAN. tersebut melalui suatu analisis yang dapat dijadikan pedoman untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak terjadinya krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kegagalan bisnis atau mengalami financial distress yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari laporan keuangan (Kurnia, 2013:2). Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak bisa dipisahkan dari pasar modal yang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh sejumlah keuntungan di masa depan. Pihak pihak yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan sektor properti dan real estate juga mengalami kenaikan sehingga

BAB I PENDAHULUAN. apalagi jika perusahaan tersebut sampai menutup usahanya.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan usaha dengan tingkat persaingan yang ada saat ini

I. PENDAHULUAN. Nilai Emisi (Rp Juta ) Perubahan (%) Jumlah Emiten

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat bisnis. Tujuan semua investasi dalam berbagai bidang dan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Likuiditas, Leverage, Pertumbuhan, Jaminan Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemerintah pusat, namun semua itu perlu diperhatikan bahwa pertambangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam perusahaan. Oleh karena itu, keputusan pendanaan menjadi pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) guna menjual saham

BAB I PENDAHULUAN. tambahan modal kerja, ekspansi dan lain-lain dan sebagai tempat bagi investor

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian global persaingan ekonomi semakin kompetitif. Semua

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Suatu perusahaan diharapkan dapat terus berkembang. Sementara pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dimana ketidakstabilan mata uang dollar terhadap rupiah membuat melemahnya

BAB I PENDAHULUAN. (Ade Arthesa dan Edia Handiman, 2006:57 dalam Novita dkk, 2014). Besarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. likuiditas (CR) dan financial leverage (DR) terhadap profitabilitas pada perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan kegiatan operasionalnya akan membutuhkan struktur. modal yang kuat untuk meningkatkan laba agar tetap mampu

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alternatif masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun belakangan ini, pelaku bisnis di Indonesia seakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dewasa ini kita melihat dunia pasar modal semakin cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. International Yearbook of Industrial Statistics 2016, industri manufaktur di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi perekonomian Indonesia akhir-akhir ini mengalami

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari beberapa variabel

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi di Indonesia yang tidak stabil seperti saat ini setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, perekonomian Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya maupun kinerja industri secara keseluruhan. Semua perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. berinvestasi di pasar modal, struktur modal telah menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana. Fungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. dari tantangan-tantangan yang harus di hadapi, para pelaku bisnis property di

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari perusahaan go public semakin

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan, keberadaan pasar modal membantu kebutuhan pendanaan jangka

BAB I PENDAHULUAN. yang luar biasa secara global. Krisis ini tentunya berdampak negatif bagi

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan lain. Perusahaan yang mampu bersaing akan bertahan hidup,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan usaha perbankan di Indonesia memiliki peran yang penting untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Oktober 1988, dan Desember Kebijakan-kebijakan tersebut telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Peran manajemen keuangan dalam suatu perusahaan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. kredit properti (subprime mortgage), yaitu sejenis kredit kepemilikan rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian, memacu perusahaan untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. tetapi perusahaan juga memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan. kekayaan pemegang saham. Melihat bahwa kekayaan pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat. Disamping itu, kondisi ekonomi Indonesia yang belum stabil

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian suatu negara dapat diukur dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kondisi perekonomian yang semakin berkembang pada saat ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. tambahan bagi perusahaan dalam mengimplementasikan rencana strategis

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara dikarenakan pasar modal menjalankan fungsi ekonomi sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global yang terjadi pada saat ini sangat berpengaruh pada

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) guna menjual

BAB I PENDAHULUAN. (MEA) pada akhir tahun MEA atau AEC (ASEAN Economic

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga saham. Bila harga saham suatu perusahaan tinggi maka nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Modal memegang peranan penting dalam perusahaan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada sektor riil di tingkat lokal, karena kekuatan akumulasi modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

MANFAAT RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan pasar modal Indonesia sampai dengan tahun 2015 terus menunjukkan pencapaian positif. Hal ini diantaranya dapat dilihat dari jumlah emiten yang mencatatkan diri pada Bursa Efek Indonesia meningkat hingga mencapai 521 emiten dari 9 sektor yang ada di Bursa Efek Indonesia. Bahkan IHSG meningkat hingga 295% sampai dengan akhir tahun 2015. Hal ini tidak terlepas dari beberapa inisiatif baru yang dilakukan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk terus meningkatkan kontribusi pasar modal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tabel 1 menunjukkan perkembangan pasar modal Indonesia selama tahun 2005-2015. Tahun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tabel 1 Perkembangan pasar modal Indonesia Perusahaan Kapitalisasi Pasar tercatat (Triliun Rupiah) Volume Perdagangan (Milyar Saham) 2005 1.162 336 801 401 2006 1.805 344 1.249 436 2007 1.830 396 1.988 1.039 2008 1.355 401 1.076 787 2009 2.534 402 2.019 1.467 2010 3.703 424 3.247 1.330 2011 3.821 449 3.537 1.203 2012 4.316 467 4.126 1.053 2013 4.274 494 4.219 1.342 2014 5.226 511 5.228 1.327 2015 4.593 521 4.872 1.446 Sumber: BEI 2005-2015 (diolah) Berdasarkan Tabel 1 terlihat perkembangan pasar modal Indonesia yang relatif meningkat dalam setiap tahun. Perkembangan pasar modal Indonesia mengalami penurunan bila dilihat dari indeks harga saham adalah pada tahun 2008, yakni penurunan terjadi sebesar 475, hingga menyebabkan tahun 2008 indeks harga saham hanya sebesar 1.355. Hal ini diindikasikan terjadi akibat dampak krisis financial global, tidak hanya itu, kapitalitalisasi dan volume perdagangan juga terindikasi terkena dampak krisis financial global hingga menyebabkan terjadinya penurunan yang cukup signifikan. Krisis finansial global dan anjloknya harga berbagai komoditas telah meluruhkan keuntungan perusahaan-perusahaan tambang. Menurut survei PricewaterhouseCoopers, laba perusahaan-perusahaan tambang publik pada tahun 2008 menurun 33% dibandingkan laba mereka tahun 2007. 1 Namun, dalam kurun waktu 2009-2015 pasar modal Indonesia cenderung menunjukkan kinerja yang baik yakni terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal ini tak terlepas dari peranan sektor-sektor yang ada di pasar modal Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Bursa Efek Indonesia (BEI). Gambar 1 memperlihatkan pergerakan harga saham pada semua sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama jangka waktu 2005 sampai 2015. 1 http://investasi.kontan.co.id/news/laba-perusahaan-tambang-publik-2008-anjlok-33

2 3270 3500 3274 Agriculture 3000 Mining 2532 2500 Basic Industry 2203 1429 1368 1500 933 1000 Miscellaneous Industry Costumers Goods 1863 2000 877 811 604 Property & Real Estd Infrastructure Finance Trade Service 500 Manufacturing 0 20 05 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20 12 2013 20 14 2015 Sumber : BEI 2005 2015 (diolah) Gambar 1 Indeks harga saham sektoral di BEI Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat perkembangan harga saham setiap sektor yang terdaftar di bursa efek Indonesia selama tahun 2005 sampai dengan 2015. Perkembangan harga saham sektoral yang menunjukkan tingkat yang sangat fluktuatif terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian. Penurunan signifikan terjadi pada saat tahun 2007 menuju tahun 2008, yakni harga saham sektor pertambangan dan penggalian tahun 2007 sebesar 3.270. Sedangkan tahun 2008 harga saham sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan sebesar 2.393 sehingga harga saham tahun 2008 menjadi 877. Tetapi penurunan harga saham di tahun 2008 ini tidak hanya terjadi pada sektor pertambangan, tetapi juga dialami oleh semua sektor yang terdaftar di BEI. Hal ini diindikasikan terjadi akibat adanya krisis finansial global yang sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri, sehingga menyebabkan tahun 2008 terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun pada tahun 2009 hingga 2015 hampir semua sektor menunjukkan kecenderungan perbaikan kinerja harga saham yang meningkat. Berbeda halnya dengan sektor pertambangan, harga saham sektor pertambangan meningkat hanya terjadi selama tahun 2009-2010. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan volume nilai ekspor komoditi pertambangan dari tahun tahun sebelumnya. Sementara itu pada tahun selanjutnya yakni tahun 2010-2015 harga saham terus menurun. Selain itu, bila dilihat dari sisi lainnya, perkembangan saham sektor pertambangan dan penggalian juga mengalami penurunan. Tabel 2 menunjukkan perkembangan saham dengan indikator volume saham, nilai dan juga kapitalisasi pasar pada sektor pertambangan dan penggalian.

3 Tabel 2 Perkembangan saham sektor pertambangan dan penggalian Tahun Volume Perdagangan (Juta Saham) Nilai (Miliar Rupiah) Market Kapitalisasi (Miliar Rupiah) 2007 121.919 295.761 365.621 2008 127.217 431.619 116.457 2009 335.377 386.063 284.225 2010 295.661 317.349 509.628 2011 301.906 302.650 415.767 2012 209.649 147.246 321.167 2013 185.805 105.594 259.362 2014 161.672 101.826 255.126 2015 164.698 71.249 161.495 Sumber : BEI 2007 2015 (diolah) Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa volume perdagangan saham sektor pertambangan dan penggalian secara keseluruhan mengalami penurunan. Volume perdagangan saham sektor pertambangan dan penggalian meningkat dari 121.919 juta pada tahun 2007 menjadi 127.217 juta pada tahun 2008 atau naik sebesar 4,35 persen. Selanjutnya pada tahun 2009 terjadi peningkatan yang cukup signifikan sebesar 163,63 persen. Namun pada tahun 2010 volume perdagangan sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan hingga menjadi 295.661 juta. Meskipun sempat mengalami kenaikan volume perdagangan saham pada tahun 2011. Tetapi tahun 2012-2015, volume perdagangan saham sektor pertambangan dan penggalian termasuk pada sektor yang paling besar mengalami penurunan. Sedangkan jika dilihat dari nilai perdagangan sektor pertambangan dan penggalian, tahun 2008 nilai perdagangan mengalami kenaikan mencapai 45,93 persen atau dari 295.761.737 juta rupiah pada tahun 2007 menjadi 431.619.728 juta rupiah pada tahun 2008. Tetapi pada tahun 2009 sampai dengan 2015 nilai perdagangan sektor pertambangan dan penggalian terus mengalami penurunan. Pada tahun 2010 mengalami penurunan 17,80 persen, tahun 2011 sebesar 4,63 persen dan tahun 2012-2015 penurunan nilai perdagangan sektor pertambangan dan penggalian mencapai 15,01 persen. Selain itu, kapitalisasi pasar sektor pertambangan dan penggalian merupakan yang mengalami penurunan tertinggi dari 365.621 miliar rupiah pada tahun 2007 menjadi hanya 116.457 miliar rupiah pada tahun 2008 atau turun sebesar 68,15 persen. Meskipun sempat mengalami peningkatan kapitalisasi pasar pada tahun 2009-2010 yakni masing masing mencapai 284.225 miliar rupiah, dan 509.628 miliar rupiah. Namun tahun 2011 sampai dengan 2015, kapitalisasi pasar sektor pertambangan dan penggalian terus mengalami penurunan. Padahal peranan sektor pertambangan sangatlah penting baik dalam perkembangan ekonomi Indonesia juga dalam perkembangan pasar modal Indonesia. Sektor pertambangan menjadi salah satu sektor utama yang menggerakan roda perekonomian Indonesia. Indikasi ini terlihat dari kontribusi penerimaan negara yang setiap tahunnya meningkat. Selain itu, sektor pertambangan juga memberikan efek pengganda 1,6 1,9 atau menjadi pemicu pertumbuhan sektor lainnya serta menyediakan kesempatan kerja bagi sekitar 34 ribu tenaga kerja langsung (ESDM 2015). Disamping itu, perkembangan saham merupakan salah satu hal yang penting

4 karena harga saham merupakan hal yang diperhatikan pihak eksternal termasuk investor maupun calon investor. Hal ini terjadi karena harga saham dapat mempengaruhi perusahaan dalam kemampuan untuk membiayai investasi baru (Leitner 2007). Apabila penurunan harga saham yang diabaikan dan terus berlangsung akan berdampak pada turunnya minat investor dalam menanamkan sahamnya terhadap perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2010), harga saham berubah dari waktu ke waktu seiring dengan perubahan kondisi dan informasi baru yang diperoleh investor tentang prospek perusahaan. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Ragab dan Omran (2006) diketahui bahwa harga saham dapat dikatakan sebagai indikator keberhasilan perusahaan. Namun berdasarkan Gambar 1 dan diperjelas kembali dengan adanya Tabel 2 telihat bahwa perkembangan saham sektor pertambangan dan penggalian terus menerus mengalami penurunan, hal tersebut menjadi alasan dalam pemilihan objek penelitian ini adalah sektor pertambangan dan penggalian. Brealey et al. (2007) menyatakan bahwa kinerja perusahaan yang membentuk nilai perusahaan kadangkala terbentuk berdasarkan harga saham. Sehingga para pelaku usaha sangat perlu untuk memerhatikan harga saham agar tidak terus mengalami penurunan. Oleh sebab itu, perusahaan harus mampu mempertahankan harga sahamnya pada level yang menarik minat investor, yang berarti bahwa prospek perusahaan dalam menghasilkan laba pada masa mendatang cukup menjanjikan kekayaan bagi pemegang saham. Berdasarkan penelitian penelitian terdahulu terdapat banyak faktor yang mempengaruhi harga saham baik dari sisi internal maupun eksternal perusahaan. Pada sisi internal perusahaan salah satu penyebab harga saham mengalami penurunan adalah faktor kinerja perusahaan yang terus menurun. Penilaian terhadap kinerja perusahaan dapat dilihat dari sisi keuangan maupun non keuangan. Penurunan kinerja keuangan atau biasa disebut dengan financial distress adalah salah satu yang mempengaruhi harga saham. Platt dan Platt dalam Fahmi (2012) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Apabila perusahaan mengalami financial distress maka perusahaan yang tidak dapat mengatasi hal itu secara tepat bukan tidak mungkin akan melakukan pemberhentian kegiatan usahanya. Dengan adanya informasi mengenai kinerja keuangan khususnya informasi mengenai perusahaan yang mengalami kondisi financial distress akan mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut. Hal ini terjadi akibat penurunan kepercayaan investor terhadap keuntungan yang akan diperoleh di masa mendatang akibat dari buruknya kinerja keuangan perusahaan. Gambar 2 menunjukkan pergerakan kinerja keuangan perusahaan yang diwakili oleh masing masing rasio penting dalam analisis laporan keuangan pada sektor pertambangan dan penggalian.

5 1.5 4 2 1 0-2 0.5-4 -6 0-8 2012 2013 2013 2013 2013 2014 2014 2014 2014 2015 2015 2015 2015 I II III IV I II III IV I II III IV Current Ratio Return On Assets Debt Ratio Sumber : BI (2015) Gambar 2 Perkembangan Current Ratio (CR), Debt Ratio (DR), dan Return On Asset (ROA) Sektor Pertambangan dan Penggalian Likuiditas, leverage dan profitabilitas merupakan rasio rasio yang seringkali dianggap penting dalam analisa kinerja keuangan suatu perusahaan. Penelitian penelitian terdahulu banyak menemukan bahwa rasio rasio keuangan ini turut memiliki peran dalam pergerakan saham di pasar modal. Gambar 2 menunjukkan perkembangan rasio ROA, CR, dan DR. Rasio ROA merupakan rasio yang menggambarkan sejauh mana asset perusahaan mampu menghasilkan laba bersih, sehingga semakin tinggi nilai ROA merupakan suatu hal yang baik untuk perusahaan. Sedangkan CR merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, jika makin tinggi jumlah asset lancar terhadap kewajiban lancar maka makin besar keyakinan bahwa kewajiban lancar dapat terpenuhi. Lain halnya dengan DR merupakan rasio yang menggambarkan hutang perusahaan terhadap aset perusahaan. Selain dari sisi internal terdapat pula faktor eksternal diantaranya faktor makroekonomi yang turut mempengaruhi harga saham. Gambar 3 memperlihatkan perkembangan faktor makroenomi yakni dari sisi inflasi dan GDP sejak tahun 2005 sampai dengan 2015. 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 17.11 11.06 8.38 6.6 5.11 6.06 6.59 6.96 5.84 5.57 5.28 6.49 5.94 3.79 5.87 8.36 5.58 4.3 5.04 2005 2006 2007 2008 2009 Inflasi (%) 2010 2011 5.04 3.35 2.78 2012 2013 2014 2015 Gdp Growth Sumber : BI (2015) Gambar 3 Perkembangan faktor makroekonomi (Inflasi dan GDP growth) Indonesia

6 Berdasarkan Gambar 3 terlihat pergerakan dari sisi makroekonomi yakni tingkat inflasi nasional selama tahun 2005 sampai dengan 2015 yang bergerak secara fluktuatif, namun cenderung menurun. Meskipun demikian inflasi pada tahun 2014 memang lebih rendah dari 2013, namun dapat dikatakan masih samasama tinggi, akibat terjadi kenaikan harga BBM yang memiliki peran hingga 1,04 persen terhadap tingkat inflasi nasional. Sedangkan GDP growth menunjukkan tingkat yang relatif stabil. Perumusan Masalah Perusahaan pada umumnya berusaha untuk terus meningkatkan nilai perusahaan, yang mana diantaranya diwujudkan dengan tingginya harga saham perusahaan. Namun berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa harga saham sektor pertambangan cenderung mengalami penurunan, terutama terjadi pada tahun 2010-2015. 6000 5000 4000 3000 2000 1000 1162 604 1805 933 3270 2745 1355 877 2534 2203 3703 3821 3274 2532 5226 4316 4274 1863 1429 1368 4593 811 IHSG Pertambangan 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: BEI 2005-2015 (diolah) Gambar 4 Indeks harga saham gabungan dan indeks harga saham sektor pertambangan Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa perkembangan harga saham sektor pertambangan turut berkontribusi tinggi pada IHSG terutama tahun 2005 hingga 2010. Namun menginjak tahun 2011 peranan indeks harga saham sektor pertambangan cenderung menurun seiring dengan penurunan harga saham yang dialami oleh sektor tersebut. Hal ini turut diperkuat dengan berita bahwa sektor industri pertambangan menjadi salah satu dari dua yang terburuk dalam performa berdasarkan tahun kalender (year to date) pada periode 2015, sektor industri pertambangan menjadi yang kedua terburuk, yakni mencapai minus 26,62 persen dalam performanya. 2 Selain itu, BUMI yang merupakan pemain lama di pasar modal yang dapat dikatakan sebagai penggerak pasar modal pada masa jayanya juga turut berkontribusi dalam menurunkan performa saham sektor pertambangan yang 2 http://www.republika.co.id/berita/koran/industri/15/08/07/nspigh1-saham-tambang-sulit-bangkit

berdampak pada IHSG. Hal ini karena menginjak tahun 2012, tren melemah sudah menempel terhadap saham BUMI, terutama diakibatkan isu kondisi finansialnya yang tidak terlalu sehat. 3 Melihat pentingnya harga saham dan analisa financial distress serta peranan dari sektor pertambangan itu sendiri, sehingga memunculkan ide untuk meneliti analisa financial distress dan pengaruhnya terhadap harga saham khususnya pada perusahaan sektor pertambangan. Selain itu, studi terdahulu mengenai harga saham merupakan hal yang banyak menarik minat para peneliti. Namun analisa faktor faktor yang mempengaruhi harga saham khususnya nilai z score sebagai prediktor financial distress dan pengaruhnya terhadap harga saham masih belum banyak ditemukan di Indonesia khususnya. Peneliti pada umumnya hanya menganalisa financial distress tanpa melihat pengaruhnya terhadap harga saham, diantaranya ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Almilia (2003) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi financial distress pada sejumlah perusahaan yang terdaftar di BEI sampai tahun 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio relatif industri memiliki daya klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan industrinya. Selain itu dalam penelitiannya juga memberikan bukti bahwa sensitifitas perusahaan terhadap variabel makro ekonomi (IHSG, Indeks Harga Konsumen Umum, Money Supply dan tingkat bunga SBI) dan reputasi auditor merupakan variabel yang signifikan dalam penentuan kondisi financial distress suatu perusahaan. Sementara itu penelitian yang melihat dari sisi internal lainnya yakni karakteristik keuangan cenderung memiliki hasil yang berbeda. Penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap harga saham dilakukan oleh Dadrasmoghadam dan Akbari (2015), Aktas dan Unal (2015) sebaliknya penelitian yang dilakukan oleh Supriadi dan Arifin (2013) menemukan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap harga saham. Putra dan Yaniartha (2014), Meythi et al. (2011) menemukan bahwa likuiditas (current ratio) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Sedangkan Dadrasmoghadam dan Akbari (2015) menemukan bahwa likuiditas berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Dari sisi makroekonomi, Safitri dan Kumar (2014), Akpan dan Chukwudum (2014) menguji pengaruh faktor makroekonomi terhadap harga saham menemukan bahwa suku bunga, tingkat inflasi, dan nilai tukar tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap indeks harga saham. Sedangkan Khumalo (2013) menemukan bahwa inflasi menimbulkan dampak yang signifikan dan negatif terhadap harga saham di Afrika Selatan. Mgammal (2012), Jawaid dan Ulhaq (2012) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara indeks harga pasar saham dengan nilai tukar tetapi dalam arah negatif dan variabel lain (tingkat bunga dan inflasi) tidak ada hubungan dengan harga pasar saham. Penelitian di Indonesia telah banyak dilakukan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham perusahaan, namun pada umumnya faktor-faktor yang diteliti adalah dari satu sisi saja, masih relatif terbatas yang melakukannya dengan melihat dari berbagai aspek dalam waktu yang bersamaan, baik aspek internal maupun eksternal perusahaan. Sedangkan penelitian yang mengkaji mengenai analisa kondisi financial distress dan pengaruhnya terhadap harga saham relatif terbatas dan umumnya hasil penelitian yang ditemukan berbeda 7 3 http://finance.detik.com/read/2012/08/29/125955/2002009/6/kisah-saham-bumi-sempat-tembus-rp-8750- kini-tinggal-rp-760

8 dengan penelitian yang dilakukan di luar Indonesia. Berdasarkan hal yang telah diuraikan penelitian mengenai analisa financial distress dan analisa faktor yang mempengaruhi harga saham menjadi penting untuk dilakukan, agar perusahaan mampu terhindar dari kondisi financial distress dan mampu mengelola harga saham pada tingkat yang baik. Terkait hal tersebut maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengadopsi penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu untuk meneliti faktor faktor yang mempengaruhi harga saham tidak hanya dari sisi internal perusahaan namun juga menggabungkannya dengan faktor eksternal perusahaan. Selain itu hal yang terbaru ingin dilakukan analisa kondisi financial distress dan pengaruhnya terhadap harga saham di Indonesia khususnya pada perusahaan sektor pertambangan dan penggalian yang dijadikan objek penelitian. Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana karakteristik keuangan perusahaan sektor pertambangan dan penggalian dalam periode 2005-2015? 2. Bagaimana kondisi financial perusahaan sektor pertambangan dan penggalian dalam periode 2005-2015? 3. Bagaimana pengaruh kondisi financial distress, karakteristik keuangan, serta makroekonomi terhadap harga saham pada sektor pertambangan dan penggalian dalam periode 2005-2015? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisa karakteristik keuangan perusahaan sektor pertambangan dan penggalian dalam periode 2005-2015. 2. Mengidentifikasi terjadinya kondisi financial distress dan non distress perusahaan sektor pertambangan dan penggalian dalam periode 2005-2015. 3. Menganalisa pengaruh kondisi financial distress, karakteristik keuangan, serta makroekonomi terhadap harga saham pada sektor pertambangan dan penggalian dalam periode 2005-2015. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Perusahaan Dapat dijadikan gambaran mengenai kondisi financial distress perusahaan, karakteristik keuangan perusahaan dan menganalisa terjadinya kondisi financial distress. 2. Bagi Investor Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi pada perusahaan yang dijadikan contoh penelitian

3. Bagi Regulator Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakankebijakan terkait di pasar modal khususnya pada sektor pertambangan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas kondisi financial distress, karakteristik keuangan, makroekonomi dan pengaruhnya terhadap harga saham pada sektor pertambangan dan penggalian yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ruang lingkup perusahaan yang digunakan adalah perusahaan yang termasuk sektor pertambangan dan penggalian yang telah terdaftar di BEI sebelum tahun 2005 dan tidak keluar sebelum tahun 2015. Analisa ini menggunakan data laporan keuangan kuartal yang dipublikasikan oleh BEI dan bank Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2015. Analisa difokuskan model financial distress Altman Z score, rasiorasio keuangan perusahaan sebagai indikator karakteristik keuangan, makroekonomi dan harga saham sektor pertambangan dan penggalian. 2 KERANGKA TEORI Kerangka teori dalam penelitian ini merupakan penjelasan dari variabel variabel yang diteliti. Secara umum tinjauan pustaka ini berisi konsep financial distress, kinerja keuangan, dan konsep harga saham. Selain itu dalam setiap variabel baik financial distress, karakteristik keuangan, maupun harga saham ditambahkan beberapa subbab lainnya sebagai pendukung kerangka teori. Financial Distress Financial distress merupakan kondisi ketika keuangan perusahaan berada dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Fahmi (2012) menyatakan financial distress dimulai dari ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajibannya, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas. Menurut Brigham & Gapenski dalam Saptono (2001) ada berbagai jenis distress yang mengarah kepada terjadinya kebangkrutan yaitu: 1. Kegagalan Ekonomi (Economic Failure), Suatu keadaan ekonomi dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutup total biaya termasuk biaya modal. Bisnis yang terkena economic failure dapat meneruskan operasinya apabila investor berkeinginan menambah modalnya dan menerima tingkat pengembalian di bawah tingkat pasar. 2. Kegagalan Bisnis (Business failure), Keadaan business failure merupakan istilah yang digunakan oleh Dun & Brodstreet, yaitu kegagalan usaha akibat kehilangan kreditur sehingga perusahaan menghentikan kegiatan operasinya. 3. Kegagalan Keuangan (Financial Failure), Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu: a. Kegagalan Insolvensi Teknis (Technical Insolvency). Perusahaan yang mengalami technical insolvency secara teknik mengalami keadaan bangkrut apabila tidak dapat mengatasi kewajiban yang jatuh tempo. Technical 9

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB