V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

dokumen-dokumen yang mirip
VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

IV. KONDISI LINGKUNGAN, SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI KABUPATEN BANTAENG

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SPASIAL SUMBERDAYA PESISIR KABUPATEN BANGKA BARAT UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN AMINI

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

ADAPTASI SOSIO-EKOLOGI BUDIDAYA RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII) PADA MASYARAKAT PESISIR DI KELURAHAN LAMALAKA, KECAMATAN BANTAENG, KABUPATEN BANTAENG

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN PRESENTASI TUGAS AKHIR 2

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5 IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN KUPANG

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

Gambar 4 Peta lokasi penelitian (Sumber: Hasil olahan 2012)

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG(Katsuwonus pelamis) BERDASARKAN SEBARAN SPL DAN KLOROFIL DI LAUT FLORES SKRIPSI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN km dengan luas perairan pantai yang mencapai 5,8 km 2 dari 3,1 juta km 2

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

IV. METODE PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo. Terdiri dari 18 Kecamatan, 191 Desa, dan 14 Kelurahan. Letak

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

Rofizar. A 1, Yales Veva Jaya 2, Henky Irawan 2 1

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis usaha alat tangkap gillnet di pandan Kabupaten Tapanuli 28. Tengah Sumatera Utara

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar

VIII. ANALISIS FINANSIAL

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

BAB VIII ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN PEPAYA CALIFORNIA BERDASARKAN SPO DAN NON SPO

3 METODE PENELITIAN. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Gugus Pulau Nain. Jenis data. Metode. Data & Info. Pengalaman meneliti

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BUDIDAYA RUMPUT LAUT DAN DAYA DUKUNG PERAIRAN TIMUR INDONESIA: STUDI KASUS KABUPATEN KONAWE SELATAN

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. hal yang penting karena dapat memberikan petunjuk asal sedimen, transportasi

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

BAB III METODE PENELITIAN

TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT

I. PENDAHULUAN. luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk

KAJIAN EKONOMI MANFAAT HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

KAWASAN LUMBUNG IKAN NASIONAL MALUKU AKAN DI KEMBANGAKAN

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS RUANG EKOLOGIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL UNTUK BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.2 Oktober 2009 ISSN : PENDEKATAN SISTEM DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA DAN PEMANFAATAN RUANG PESISIR DAN LAUTAN

IV. METODE PENELITIAN

6 MODEL PENGEMBANGAN PESISIR BERBASIS BUDIDAYA PERIKANAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

III. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang optimal dari kegiatan tersebut hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan aspek ekobiologinya (persyaratan tumbuhnya), seperti pemilihan bibit yang bagus, perairan yang cukup tenang dan terlindung dari pengaruh angin, gelombang dan arus yang kuat serta tingkat kecerahan perairan yang tinggi. Kondisi ini biasanya ditemukan pada teluk-teluk yang agak tertutup atau di sekitar gugus pulau-pulau kecil (Puslitbangkan 1991). Kondisi yang ideal ini tidak ditemukan di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng. Wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng merupakan laut terbuka yang berhadapan langsung dengan Laut Flores tanpa adanya pelindung. Pada musim Barat sangat dipengaruhi oleh angin, gelombang dan arus yang kuat. Untuk menyiasati kondisi ini maka nelayan rumput laut umumnya hanya menanam pada musim Timur dan musim transisi. Karena itu wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng jika dilihat dari aspek keterlindungan maka dikategorikan ke dalam sesuai bersyarat dimana persyaratannya adalah waktu penanaman harus pada musim Timur atau musim transisi. Bengen (2005) menyatakan bahwa proses penentuan kesesuaian lahan harus dilakukan dengan membandingkan kriteria faktor-faktor penentu kesesuaian lahan dengan kondisi eksisting, melalui teknik tumpang susun (overlay) dan analisis tubular dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Selanjutnya hasil analisis kesesuaian lahan menjadi bahan bagi analisis daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut. Analisis kesesuian lahan yang dilakukan tidak mencakup seluruh Kecamatan yang mempunyai garis pantai dan areal budidaya rumput laut. Diantara tiga Kecamatan yang mempunyai areal budidaya rumput laut, hanya dilakukan pada dua Kecamatan yakni Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu. Panjang garis pantai kedua Kecamatan tersebut masing-masing Kecamatan Bissapu 5.9 km dan Kecamatan Bantaeng 4.2 km.

Penilaian kesesuaian lahan sebagai faktor penentu dalam pengembangan kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu didasarkan atas beberapa parameter kesesuaian sebagai berikut: kecepatan arus, kedalaman, kecerahan, gelombang, ph, salinitas, substrat, keterlindungan dan suhu perairan (Lampiran 10). Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut dengan masing-masing kategori kesesuaian diperoleh hasil sebagai berikut: lahan yang sesuai sebanyak 2 313.29 ha yang terdiri dari S1 (sangat sesuai) seluas 415.31 ha dan S2 (sesuai bersyarat) seluas 1 897.99 ha. Gambar 29, memperlihatkan hasil analisis kesesuaian lahan pada dua Kecamatan lokasi studi penelitian, yakni Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu. Kawasan perairan pada lokasi kajian telah dikelola seluas 1 214.7 ha atau sekitar 52.5 % dari 2 313.29 ha. Walaupun kawasan yang sesuai untuk budidaya rumput laut masih cukup luas belum dikelola akan tetapi untuk pengembangan budidaya rumput laut ke depan yang perlu diperhitungkan adalah daya dukung perairan. Sebab apabila daya dukung kawasan budidaya terlampaui maka kegiatan budidaya rumput laut yang kini menjadi andalan masyarakat pesisir untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan mereka tidak akan berkelanjutan. Luas kawasan yang sesuai secara ekologis untuk budidaya rumput laut tidak digunakan semua untuk budidaya akan tetapi tetap disiapkan peruntukan bagi kebutuhan stakeholders lainnya. Karena untuk keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut bukan hanya dimensi ekologi saja yang berperan namun dimensi-dimensi yang lainpun berperan tidak kalah pentingnya. Kalau dari aspek ekologi sudah sesuai akan tetapi terjadi konflik diantara sesama stakeholders karena tidak jelasnya zonasi dan aturan main dalam budidaya rumput laut maka pada akhirnya kegiatan budidaya rumput laut tersebut akan mengalami kegagalan. Oleh sebab itu semua dimensi perlu disinergikan untuk pengelolaan budidaya rumput laut.

5 36'00" 5 34'30" 5 33'00" #Y 119 55'30" 119 57'00" 119 58'30" Peta Kesesuaian Budidaya Rumput Laut BONTO LEBANG #Y Kec. Bantaeng MALLILINGI Di Pesisir Kab. Bantaeng N Kec. Bissapu BONTO SUNGGU PALLANTIKANG BONTO MANAI TAPPANJENG LETTA 119 55'30" 119 57'00" 119 58'30" LEMBANG LAMALAKA 5 33'00" 5 34'30" 5 36'00" W S 1 0 1 km Keterangan : Garis Pantai Batas Kecamatan Batas Desa/Kelurahan Kesesuaian Budidaya Rumput Laut: Sangat Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Peta Tunjuk :Sulawesi Selatan #Y Makassar Bantaeng E Hasni Yulianti Azis NRP. C261050101 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Sumber Peta : 1. Peta Digital Baseline Sulawesi Selatan 2. Survei Lapangan Gambar 29 Peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut di wilayah pesisir Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu, Kabupaten Bantaeng. 5.2 Daya Dukung Kawasan Budidaya Rumput Laut Melihat perkembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng begitu pesat maka untuk pengembangan kawasan ke depan perlu dibuat modelmodel estimasi daya dukung yang disesuaikan dengan kondisi wilayah. Pengukuran daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa perairan pesisir memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Konsep daya dukung yang dikembangkan dalam budidaya rumput laut adalah konsep daya dukung ekologis dengan tetap memperhatikan dimensi-dimensi yang lain. Penentuan daya dukung perairan secara ekologis ini tetap mempertimbangkan status pemanfaatan, dimana dalam analisa spasial dapat menghitung luasan dan jumlah unit budidaya maksimum dengan memperhatikan dimensi teknologi dengan menyesuaikan antara metode budidaya yang digunakan dengan kondisi kawasan budidaya, memperhatikan dimensi sosial-budaya dan ekonomi seperti alur pelayaran, areal penangkapan/pemancingan ikan, arena olah raga laut dan kawasan pelabuhan. Dengan maksud agar budidaya rumput laut tidak mengganggu alur pelayaran dan akses nelayan pergi dan pulang melaut serta

pengguna lain sehingga menghindari terjadinya konflik kepentingan diantara sesama stakeholders. Daya dukung perairan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut tersebut. Apabila kegiatan budidaya tersebut melampaui daya dukung kawasan maka akan terjadi degradasi terhadap kualitas perairan kawasan tersebut yang pada akhirnya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan rumput laut untuk bertumbuh. Analisis Daya dukung perairan pada daerah kajian menggunakan dua pendekatan, yakni (1) pendekatan kapasitas perairan dan (2) pendekatan kapasitas asimilasi N. Para peneliti sebelumnya, umumnya menggunakan pendekatan kapasitas perairan dalam menghitung daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut. Pendekatan kapasitas perairan dipengaruhi oleh luas areal budidaya yang sesuai (kategori sangat sesuai dan sesuai bersyarat) dan metode budidaya yang diterapkan. Namun kondisi lokasi penelitian yang unik yakni merupakan perairan yang terbuka tanpa terlindung, berbeda dengan lokasi budidaya yang dikenal selama ini yakni, terlindung atau berada di daerah teluk, menimbulkan ide untuk menggunakan pendekatan asimilasi dalam menghitung daya dukungnya. Analisis daya dukung dengan pendekatan asimilasi N memperhitungkan flushing time. Dan perairan terbuka memiliki flushing time yang lebih singkat dibandingkan dengan perairan yang terlindung sehingga akan menghasilkan daya dukung yang lebih besar. Daya dukung perairan untuk kegiatan budidaya rumput laut di kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu dengan menggunakan pendekatan kapasitas perairan adalah 1 203.23 ha (Lampiran 10). Jumlah unit kegiatan budidaya rumput laut yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut sebanyak 5 942 unit. Sedangkan dengan pendekatan kapasitas asimilasi N, diperoleh daya dukung kawasan sebesar 1 650.64 ha atau 6 603 unit untuk K.alvarezii (doty) coklat dan 2 073.72 ha atau 8 295 unit budidaya untuk K.alvarezii (doty) hijau. Jika luas lahan yang sudah dikelola dikonversi ke dalam unit budidaya maka jumlah unit budidaya yang operasional di wilayah kajian saat ini adalah sekitar 4 856. Penggunaan dua varietas rumput laut yakni rumput laut berwarna coklat dan berwarna hijau karena nelayan rumput laut membudidayakan kedua jenis rumput laut tersebut.

Daya dukung perairan juga dapat diestimasi dengan mengkonversinya ke dalam produksi rumput laut yang dihasilkan per unit budidaya. Estimasi produksi rumput laut di Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu dapat dihitung dari jumlah produksi rumput laut per unit budidaya. Setiap unit budidaya berisi 75-90 bentangan dan setiap bentangan umumnya menghasilkan 5 kg berat kering rumput laut. Beberapa nelayan rumput laut bahkan bisa menghasilkan 7 kg berat kering per bentangan, dengan catatan mereka menggunakan bibit yang baik dengan berat 100-125 gram/ikatan serta dipanen pada saat cukup umur (45 hari). Jumlah unit budidaya rumput laut yang dapat didukung tanpa menurunkan kualitas kawasan budidaya adalah 5 942 unit budidaya atau dengan produksi 375-450 kg berat kering perunit maka total produksi kawasan budidaya adalah 2 228 193.75-2 673 900 kg/panen. Frekuensi panen dalam setahun rata-rata empat kali panen. Sehingga daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut dengan pendekatan kapasitas perairan jika dikonversi ke dalam jumlah produksi tanpa menurunkan kualitas perairan adalah 8 912 775-10 695 600 kg berat kering rumput laut pertahun atau 8 912.78-10 695.6 ton/tahun. Sedangkan jika menggunakan analisis daya dukung perairan dengan pendekatan kapasitas asimilasi N diperoleh 9 903.84 ton berat kering/tahun untuk K.alvarezii (doty) coklat dan 12 442.35 ton berat kering/tahun untuk K.alvarezii (doty) hijau. 5.2.1 Kelayakan Kegiatan Budidaya Rumput Laut Kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya Rumah Tangga Perikanan (RTP) rumput laut, yakni sebanyak 2 458 dan bukan berarti yang terlibat hanya 2 458 orang itu sebab dari hasil wawancara pada responden, hampir semua anggota keluarga terlibat. Kemudian tenaga lepas yang bukan termasuk RTP nelayan rumput laut akan tetapi terlibat dalam proses budidaya sebagai pengikat bibit rumput laut. Juga yang terlibat secara tidak langsung,yakni pedagang pengumpul, penjual alat dan bahan konstruksi bentangan, pembuat konstruksi unit budidaya dan sebagainya. Kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng mulai dilakukan sejak tahun 1998 dan pada tahun 2001 mulai berkembang. Jenis rumput laut yang diusahakan hanya satu jenis yaitu K.alvarezii dengan metode budidaya juga hanya satu yaitu long line. Pemilihan jenis rumput laut yang dibudidayakan oleh nelayan

rumput laut berdasarkan hasil dari pengalaman mereka selama ini. Produksi terbaik dan menguntungkan diantara jenis rumput laut yang pernah mereka budidayakan adalah jenis K.alvarezii. Demikian juga dengan pemilihan metode budidaya. Mereka memilih metode long line, karena menurut mereka metode ini lebih murah biaya investasinya, lebih mudah mendapatkan bahan konstruksi dan pembuatan konstruksi unit budidayanya, serta lebih mudah pemeliharaannya. Sementara itu harga rumput laut di tingkat nelayan rumput laut saat ini mencapai Rp12 000/kg berat kering (komunikasi pribadi, 23 Mei 2010). Saat ini kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat hal ini dapat dilihat dari pertambahan luasan areal budidaya dan semakin banyaknya RTP nelayan rumput laut (Tabel 4 dan Tabel 19). Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat ini menguntungkan sehingga layak dikegiatankan atau merugi secara ekonomi, dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan kegiatan budidaya rumput laut. Untuk analisis kelayakan kegiatan budidaya rumput laut harus didukung oleh data-data yang memadai seperti data pengeluaran untuk berbagai sarana produksi, upah, biaya pemeliharaan dan ongkos yang lainnya dan data-data pemasukan. Analisis yang digunakan meliputi analisis Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BC Ratio). (1) Net Present Value (NPV) Perhitungan analisis NPV menggunakan asumsi discount rate 7.75% memberikan nilai yang sangat signifikan keuntungannya. Nilai NPV yang diperoleh adalah Rp18 040 887.11 (Tabel 21). Tabel 21 Hasil analisis kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng 2009 No. Aspek Biaya 1. a. biaya investasi Rp19 135 457 b. Biaya operasional Rp3 324 764 c. Biaya pemeliharaan Rp382 052 Total biaya (a+b+c) Rp22 842 273 2. Pendapatan Rp33 659 130 3. discount rate 7.75% 4. present value Rp22 842 273.74 5. Net present value (10 tahun) Rp18 040 887.11 6. B/C 9.58 (2) Benefit Cost Ratio (BCR)

BCR menunjukkan ukuran berapa kali lipat keuntungan (benefit) yang akan diperoleh dari biaya (cost) yang dikeluarkan. Hasil perhitungan BCR kegiatan budidaya rumput laut di Bantaeng memberikan nilai BCR 9.58 (Tabel 21). Jadi kegiatan budidaya rumput laut memberikan keuntungan yang berlipat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.. Sebab itu hal yang sangat wajar apabila nelayan tangkap maupun nelayan pembudidaya ikan dan udang di Kabupaten Bantaeng beralih menjadi nelayan rumput laut. Adapun perhitungan biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, analisa biaya kegiatan dan analisa B/C Ratio masing-masing di Lampiran 9, 10, 11, 12 dab 13.