Sistem Komoditas Kedelai



dokumen-dokumen yang mirip
POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penting di Indonesia termasuk salah satu jenis tanaman palawija/ kacang-kacangan yang sangat

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. Adalah penting bagi Indonesia untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

1 Universitas Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

AGRITECH : Vol. XVII No. 2 Desember 2015 : ISSN :

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia. Salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KETERANGAN TW I

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu tanaman palawija penting di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Abstrak.

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. setengah dari penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. Sebagai salah satu

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

STABILISASI HARGA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Laporan ini disusun untuk memberikan gambaran umum tentang ketenagakerjaan pertanian, rumah tangga pertanian dan kondisi pengelolaan lahan pertanian.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63

II. TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

Transkripsi:

CGPRT NO 17 Sistem Komoditas Kedelai di Indonesia Pusat Palawija

Daftar Isi Halaman Daftar Tabel dan Gambar... vii Pengantar... xi Prakata... xii Pernyataan Penghargaan... xiii Ikhtisar... xv 1. Pendahuluan... 1 Tujuan studi... 2 Metodologi dan jangkauan... 2 2. Kecenderungan dalam Produksi Kedelai... 5 Kedelai dan tanaman palawija lainnya... 5 Perkembangan produksi kedelai... 6 Karakteristik daerah produksi... 10 Memajukan usahatani kedelai... 13 3. Cara-cara Produksi Usahatani... 15 Ciri-ciri umum... 15 Sistem pertanaman kedelai... 16 Teknologi produksi... 21 Penanganan pasca panen... 24 Masalah dan prospek... 25 4. Hubungan antara Masukan dan Keluaran... 27 Prasyarat analisis masukan dan keluaran... 27 Garis besar analisis masukan-keluaran... 27 Sistem pertanaman di berbagai daerah... 31 Hubungan antara masukan dan keluaran... 32 Fungsi Cobb-Douglas untuk produksi kedelai... 35 Interpretasi hasil analisis... 38 5. Situasi Pemasaran dan Harga... 41 Struktur pemasaran... 41 Marjin pemasaran... 43 Spesialisasi pedagang... 44 Kendala dan masalah pemasaran... 45 Peran pedagang/tengkulak... 46 Distribusi kedelai impor... 47 Kecenderungan harga riel... 48 6. Pemanfaatan dan Pengolahan... 51 Makanan Indonesia dari kedelai... 51 Industri pengolahan tradisional... 53 v

Fungsi dan peran KOPTI... 56 Industri pakan ternak... 58 7. Permintaan dan Konsumsi... 61 Impor kedelai... 61 Konsumsi pangan... 61 Konsumsi pakan ternak... 63 Daerah konsumsi... 63 Permintaan akan bahan makanan... 65 8. Kebijaksanaan Pemerintah, Peraturan dan Program Penunjang... 69 BIMAS dan program intensifikasi... 69 Sistem produksi dan distribusi benih... 73 Kebijaksanaan pasar dan harga dasar... 73 Penyuluhan pertanian... 74 Penelitian untuk perbaikan varitas... 75 9. Diskusi dan Kesimpulan... 77 Latar belakang agro-ekonomi studi kedelai... 77 Hubungan antara persoalan mikro dan makro... 78 Lampiran... 81 Anggota Tim Studi... 81 Singkatan... 83 Daftar Pustaka... 85 vi

Daftar Tabel dan Gambar Tabel Halaman 1.1 Neraca sumber pangan utama, 1985... 1 1.2 Propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa yang terliput dalam studi sistem komoditas kedelai, 1984... 3 2.1 Perkembangan luas panen dan produksi kedelai, 1969-1986... 7 2.2 Perkembangan hasil kedelai, 1969-1986... 9 2.3 Luas panen palawija dan kedelai menurut propinsi (rata-rata 1969-1971 dan.. 1979-1981)... 11 2.4 Location quotient produksi kedelai menurut propinsi (rata-rata 1969-1971dan 1979-1981)... 12 3.1 Ukuran dan ciri keluarga petani kedelai menurut daerah, 1983/1984... 15 3.2 Pemilikan lahan garapan dan budidaya kedelai rata-rata tiap keluarga petani, 1983/1984... 16 3.3 Persentase pertanaman kedelai di berbagai macam lahan di daerah sampel, 1983/1984... 18 3.4 Persentase kedelai yang ditanam dalam berbagai pola tanam di daerah sampel, 1983/1984... 18 3.5 Persentage petani yang diwawancarai, yang turut serta dalam program BIMAS kedelai, 1983/1984... 21 3.6 Tingkat masukan setiap hektar kedelai yang ditanam di daerah sampel, 1983/1984. 22 3.7 Biaya dan pendapatan produksi kedelai per hektar di daerah sampel, 1983/1984... 23 3.8 Tingkat pemakaian masukan tiap hektar kedelai, 1985... 24 4.1 Rata-rata luas panen, hasil, dan masukan dari 113 petani sampel di berbagai daerah 28 4.2 Rata-rata luas panen, hasil dan masukan dari 113 petani sampel pada berbagai kondisi pertanaman... 28 vii

4.3 Analisis regresi ganda terhadap 113 petani kedelai sampel berdasarkan luas lahan dan pemakaian benih, 1984... 33 4.4 Analisis regresi ganda terhadap para petani kedelai sampel menurut daerah berdasarkan luas lahan, 1984... 34 4.5 Analisis regresi ganda terhadap para petani kedelai sampel menurut faktor berdasarkan luas lahan, 1984... 34 4.6 Perkiraan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk 113 petani kedelai sampel, 1984... 36 4.7 Perkiraan fungsi produksi Cobb-Douglas bagi para petani kedelai sampel menurut daerah, 1984... 37 5.1 Persentase harga kedelai pada berbagai tingkat perdagangan terhadap harga eceran di Jawa Timur, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat,- 1975-1976... 43 5.2 Spesifikasi standar mutu kedelai sebelum 1984... 47 5.3 Spesifikasi standar mutu kedelai sejak 1984... 47 6.1 Banyaknya kedelai yang diolah oleh satuan industri menurut tiga studi kasus... 54 6.2 Biaya dan pendapatan produsen tahu dan tempe (rata-rata dari 7 kasus) di Jawa Barat, 1984... 54 6.3 Kegiatan ekonomi industri tahu dan tempe (rata-rata dari 7 kasus) di Jawa Barat, 1984... 55 6.4 Anggota KOPTI, 1983... 56 6.5 Jumlah perusahaan pengolah tahu, tempe, dan kecap, 1979... 57 6.6 Pertumbuhan industri tempe/tahu selama 1975-1981 (sampel produsen besar dan sedang)... 58 6.7 Pertumbuhan industri kecap selama 1978-1981 (sampel produsen besar dan sedang) 58 6.8 Perkembangan penggunaan komponen pakan ternak, 1978-1982... 59 6.9 Produksi dalam negeri dan impor kedelai, 1969-1986... 59 6.10 Proveksi konsumsi produk peternakan selama 1984-1988 (PELITA IV)... 60 viii

7.1 Konsumsi berbagai produk kedelai di tiga daerah terpilih, 1974... 65 7.2 Elastisitas pengeluaran untuk berbagai barang di Indonesia, 1976 (model log ganda) 66 7.3 Elastisitas pengeluaran untuk berbagai barang di Indonesia, 1976 (model linier)... 67 7.4 Elastisitas pengeluaran menurut tanaman di Indonesia, 1976 (model log ganda)... 67 8.1 Target produksi kedelai dalam PELITA IV, 1984-1988... 71 8.2 Varitas kedelai yang dilepas di Indonesia, 1918-1987... 75 Gambar Halaman 1.1 Letak kabupaten-kabupaten yang diliput oleh studi sistem komoditas kedelai... 4 2.1 Luas panen palawija terpenting di Indonesia, 1969-1982... 6 2.2 Perkembangan luas panen dan produksi kedelai 1969-1986... 8 2.3 Perkembangan hasil kedelai, 1969-1986... 9 2.4 Perubahan location quotient kedelai di beberapa propinsi terpilih, 1969-1971 dan 1979-1981... 12 3.1 Penyebaran curah hujan dan pola tanam di Jember dan Wonogiri, 1983... 17 3.2 Penyebaran curah hujan dan pola tanam di Gunung Kidul dan Lampung Tengah, 1983... 19 3.3 Alasan menanam kedelai bagi para petani di daerah sampel, 1983/1984... 20 4.1 Rata-rata luas panen, hasil, dan masukan dari 113 petani sampel di berbagai daerah 29 4.2 Rata-rata luas panen, hasil, dan masukan dari 113 petani sampel pada berbagai kondisi pertanaman... 30 5.1 Saluran-saluran pemasaran kedelai... 42 5.2 Perubahan harga kedelai pada berbagai tingkat perdagangan di Ujung Pandang (Sulawesi Selatan) dan Brebes (Jawa Tengah), 1977... 44 5.3 Bulan-bulan utama perdagangan dan panen kedelai... 45 ix

5.4 Harga rata-rata kedelai di beberapa tingkat pasar, 1969-1982..... 49 6.1 Perubahan konsumsi kedelai (di luar pakan ternak), 1970-1980... 52 7.1 Perubahan produksi dalam negeri dan impor kedelai, 1969-1986... 62 7.2 Konsumsi kedelai per kapita 1968-1986... 64 8.1 Target produksi kedelai dalam PELITA IV, 1984-1988... 70 8.2 Perubahan realisasi dan target luas tanam kedelai dalam program intensifikasi di Indonesia, 1974/1975-1984/1985... 71 x

Pengantar Pada tahun 1983, Pusat Palawija (CGPRT Centre), Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, bekerjasama mengadakan studi sosial ekonomi sistem komoditas kedelai di Indonesia, atas permintaan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Studi ini diadakan untuk mengetahui posisi kedelai di Indonesia. Hingga tahun 1985, penyediaan kedelai di Indonesia sangat tergantung pada impor, hal mana memprihatinkan pemerintah. Untuk memperbaiki keadaan ini, pemerintah mengadakan program intensifikasi dan ekstensifikasi untuk meningkatkan produktivitas dan hasil kedelai. Studi ini meliputi aspek produksi, pemasaran, pemanfaatan dan pengolahan, permintaan dan konsumsi, serta kebijaksanaan pemerintah. Kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dan saransaran yang diajukan dimaksudkan sebagai dasar bagi studi-studi lain yang lebih mendalam tentang komponen-komponen sistem komoditas kedelai dimasa yang akan datang. Edisi bahasa Indonesia ini merupakan terjemahan dari edisi kedua bahasa Inggris. Kami berharap studi ini dapat memberi sumbangan bagi usaha peningkatan produksi kedelai di Indonesia. Shiro Okabe Direktur Pusat Palawija Ibrahim Manwan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan xi

Prakata Edisi bahasa Indonesia ini merupakan terjemahan dari edisi kedua bahasa Inggris. Edisi kedua bahasa Inggris itu merupakan hasil perbaikan atas edisi pertama berdasarkan pemasukan data terbaru dari Biro Pusat Statistik dan perbaikan atas beberapa ketidak-tepatan informasi. Data dan hasil aktual survei masih tetap dipertahankan. Dalam kurun 1984-1987 telah terjadi perubahan-perubahan nyata dalam produksi kedelai di Indonesia, termasuk peningkatan pesat pada luas tanam kedelai di luar Jawa yang diikuti dengan peningkatan produksi. Perkembangan tersebut ditunjukkan dalam laporan ini, tetapi analisis yang mendalam belum dapat dilakukan karena kurangnya data. Ikhtisar dan saran-saran masih tetap seperti dalam edisi pertama dengan sedikit penambahan. J.W.T. Bottema Penyunting xii

Pernyataan Penghargaan Studi ini diprakarsai oleh Dr. Rusli Hakim, mantan Kepala Puslitbangtan (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan) pada tahun 1983, yang telah memberikan petunjuk-petunjuk pelaksanaannya. Dr. B.H. Siwi, mantan terakhir Kepala Puslitbangtan telah memberikan banyak dukungan. Bapak Shiro Okabe, Direktur Pusat Palawija (CGPRT Centre), telah memberikan dukungan dan dorongan pada semua tahap studi ini. Dr. Irlan Soejono dari Pusat Palawija juga telah menyumbangkan banyak gagasan yang berharga dalam diskusidiskusi. Kami telah pula memperoleh manfaat dari saran-saran yang diberikan oleh Dr. M. Ismunadji, Kepala Balittan (Balai Penelitian Tanaman Pangan) Bogor. Interaksi dengan rekanrekan lain, termasuk diskusi panjang dengan Dr. Sadikin Somaatmadja dan Dr. Sumarno dari Balittan Bogor, amatlah penting bagi studi ini. Staf Kelompok Peneliti Sosial-ekonomi Balittan Bogor dan Dinas Pertanian Propinsi telah memberikan berbagai bantuan yang tak ternilai selama survei. Penghargaan kami tujukan pula pada para petani di desa-desa atas usaha mereka memberikan data tentang kegiatan ekonomi kedelai. Kepada semua yang telah kami sebutkan diatas, serta banyak pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu, kami ucapkan banyak terimakasih. Tim Studi xiii

Ikhtisar Studi sistem komoditas kedelai di Indonesia indirencanakan oleh ESCAP CGPRT Centre atas permintaan Pemerintah Indonesia pada akhir tahun 1983, berkenaan dengan makin meningkatnya permintaan akan produk-produk asal kedelai yang berakibat makin bergantungnya Indonesia pada impor selama tahun-tahun terakhir. Studi ini dilaksanakan pada tahun 1984 dengan kerjasama dari para peneliti Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Tujuan studi ini adalah: 1. Meninjau keadaan penawaran dan permintaan akan kedelai di Indonesia; 2. Mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi kendala-kendala produksi kedelai; 3. Mengidentifikasi penelitian lebih lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan produksi kedelai. Pendekatan menyeluruh telah dilakukan meliputi berbagai komponen sistem komoditas kedelai di Indonesia, yang terdiri atas tiga bagian pokok: 1. Survei produksi di tingkat petani. Daerah survei dipilih di empat propinsi penghasil utama kedelai: Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Lampung, meliputi 187 petani. 2. Survei pemasaran dan pengolahan di Jawa Barat. 3. Studi kebijaksanaan pemerintah dengan memakai data sekunder dari berbagai sumber. Studi ini lebih bersifat penjajagan. Jangkauan kesimpulan-kesimpulan yang mengenai produksi berlaku terbatas bagi daerah-daerah yang dikenal sebagai penghasil utama kedelai; sedangkan penelitian terhadap pemasaran, pengolahan, dan kebijaksanaan dilakukan pada tingkat nasional. Hasil studi menunjukkan bahwa kendala-kendala pokok dalam sistem komoditas kedelai berkaitan dengan produksi dalam negeri. Masukan-masukan (inputs) tampaknya cukup tinggi kendati hasilnya (yield) masih rendah (600-700 kg/ha). Peningkatan hasil yang besar tidak dapat diharapkan dari intensifikasi pemakaian masukan, bila cara budidaya masih seperti sekarang. Karena sangat beragamnya pemakaian masukan dan cara bertani di tiap daerah penghasil kedelai, maka adopsi paket teknik anjuran hendaknya dipertimbangkan dengan hati-hati. Program-program penelitian nasional dan regional yang bertujuan mengembangkan paket-paket teknologi untuk disebar- luaskan melalui penyuluhan perlu juga memperhitungkan keragaman antar daerah. Program-program penelitian kedelai dewasa ini sebaiknya dipusatkan pada perbaikan cara budidaya yang diterapkan petani. Studi yang mendalam perlu xiv

dipusatkan pada serangan hama dan penyakit serta implikasinya yang menyangkut perbaikan cara pengendaliannya. Karena adanya interaksi antara serangan hama dan penyerapan hara, maka respon tanaman terhadap pemupukan dan keadaan hara mikro sebaiknya juga diteliti. Implikasi hasil studi ini juga menunjukkan perlunya penelitian di daerah penghasil kedelai yang marjinal maupun daerah-daerah baru, dimana tingkat masukan masih perlu dikembangkan. Upaya-upaya penyuluhan selayaknya mempertimbangkan sistem usahatani yang dipraktekkan dewasa ini, selain ditujukan untuk memperbaiki cara budidaya melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian nasional dan regional. Sangat beragamnya masukan dan cara budidaya yang digunakan perlu dipelajari untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani serta yang menimbulkan keragaman itu sendiri. Bersamaan dengan studi ini, penelitian khusus perlu diadakan guna mengetahui alasan-alasan tidak diadopsinya kedelai dalam pola tanam oleh sebagian petani di daerah-daerah yang sesungguhnya sesuai untuk produksi kedelai. Dewasa ini ada dua sistem pemasaran. Sistem pemasaran tradisional menyerap produksi dalam negeri, yang terdiri dari pedagang dan pabrik pengolahan yang relatif kecil, dan melayani kebutuhan rumahtangga. Sistem ini memasarkan kedelai melalui toko-toko dan pasar-pasar kecil. Sistem kedua, dimana peran BULOG penting sekali, mengimpor kedelai untuk diolah pabrik-pabrik besar yang membuat pakan ternak dan barang-barang konsumsi. Harga c.i.f. (harga barang impor di pelabuhan bongkar) kedelai impor sejak 1974 lebih rendah daripada harga riel kedelai dalam negeri. Produksi kedelai dalam negeri secara tidak langsung disubsidi oleh pemerintah melalui subsidi pupuk dan obat-obatan. Situasi ini menimbulkan persoalan bagi kebijaksanaan nasional, karena biaya produksi kedelai di Indonesia lebih tinggi daripada harganya di pasaran internasional dewasa ini. Hal ini berhubungan dengan kelangsungan (viabilitas) ekonomi program subsidi pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Namun penting pula dilakukan perlindungan terhadap produksi kedelai, karena banyak industri kecil pedesaan secara langsung bergantung kepada produksi kedelai setempat. Peningkatan produksi diperlukan agar biaya ekonomi program pemerintah tidak menjadi beban yang terlalu berat bagi ekonomi nasional. Dianjurkan agar kelangsungan ekonomi dan finansial kebijaksanaan produksi kedelai di Indonesia ditinjau dengan menggunakan cara-cara seperti analisa biaya sumberdaya domestik dan biaya komparatif untuk menentukan kebijaksanaan yang optimal. Studi ini memperlihatkan bahwa sektor swasta bekerja secara efisien dalam jual- beli kedelai di pedesaan; petani menerima kira-kira 75% dari harga eceran. Akan tetapi, studi-studi yang mendalam diperlukan bagi penggolongan mutu, penyimpanan, dan pemasaran kedelai pada tingkat desa dan daerah untuk mengurangi kerugian selama penyimpanan dan memperpanjang daya simpan produk akhir. Ada petunjuk bahwa sistem penyaluran kedelai impor kurang efisien dibandingkan dengan sistem sektor swasta. Dianjurkan agar kedua sistem itu dipelajari untuk memperbaiki efisiensi pemasaran secara keseluruhan demi keuntungan produsen dan konsumen. Kedelai memainkan peran penting dalam penyediaan protein dan asam amino esensial bagi keseimbangan gizi pangan di desa dan kota. Tingginya elastisitas pendapatan yang mendukung permintaan untuk konsumsi manusia serta berkembangnya industri pakan ternak menunjang pendapat bahwa kecil kemungkinannya terjadi kelebihan produksi, terutama mengingat besarnya potensi xv

permintaan akan bungkil kedelai. Pengembangan fasilitas di sektor itu akan diperlukan. Karenanya, studi kelayakan industri pengolahan kedelai, baik untuk produksi dalam negeri maupun impor, perlu dilakukan lebih jauh. Sejak 1982 produksi kedelai nasional telah meningkat dua kali lipat menjadi 1.227.000 t dalam 1986. Peningkatan itu terutama merupakan hasil perluasan areal tanam (ekstensifikasi) di luar Jawa, sementara hasil di Jawa maupun luar Jawa naik menjadi hampir 1 t/ha. Walaupun peningkatan tersebut sangat mengesankan, namun produktivitas masih perlu terus ditingkatkan. Sehubungan dengan pengurangan subsidi pupuk, dibutuhkan usaha-usaha meningkatkan produktivitas dan menurunkan biaya produksi. Jawabannya mungkin terletak pada perbaikan teknik budidaya, pengelolaan hama dan penyakit, pengelolaan air, serta ketersediaan benih bermutu. xvi

xvii

1 Pendahuluan Pemerintah Indonesia dewasa ini telah melaksanakan PELITA IV (1984-1988). Sebagaimana halnya dengan tiga PELITA sebelumnya, PELITA IV ini memberi te- kanan pada peran pertanian dalam penyediaan pangan dan bahan mentah yang memadai, dan dalam ekspor produk-produk pertanian. Akhir-akhir ini muncul konsensus yang semakin kuat agar palawija dimasukkan dalam kebijaksanaan pangan nasional. Premarital telah menjalankan program intensifikasi massai untuk meningkatkan produksi palawija, serupa dengan program yang telah berhasil untuk produksi beras. Perhatian khusus telah diberikan pada kedelai sebagai tanggapan terhadap makin bergantungnya Indonesia pada impor kedelai yang meningkat secara mencolok dalam 5 tahun terakhir. Impor meningkat tajam dari 360.000 t dalam tahun 1981 menjadi sekitar 500.000 t pada tahun 1983. Ini disebabkan oleh adanya stagnasi produksi kedelai sementara konsumsi terus meningkat. Pertumbuhan produksi yang lamban itu sebagian mungkin disebabkan oleh lebih dicurahkannya perhatian pada produksi beras yang merupakan tanaman pangan pokok. Kedelai mempunyai potensi yang amat besar sebagai sumber utama protein bagi masyarakat Indonesia. Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama dikenal dan dipakai dalam beragam produk makanan, seperti tahu, tempe, tauco, dan kecap. Konsumsi kedelai menyediakan sama banyak, kalau tidak lebih banyak, protein dan kalori dibandingkan dengan produk-produk hewani (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Neraca sumber pangan utama, 1985. Sumber pangan Konsumsi per kapita kg/tahun g/hari kal/hari g/protein/hr g/lemak/hr Serealia 171,38 469,53 1.660 33,06 5,06 (beras) (143,17) (392,22) (1.412) (26,67) (2,75) Makanan berpati 73,09 200,25 234 1,98 0,56 Gula 12,95 35,48 129 0,05 0,15 Kacang-kacangan dan bijian berlemak 22,46 61,52 223 10,11 18,11 (kedelai) (6,44) (17,64) (58) (6,16) (3,19) Buah-buahan 10,72 29,37 17 0,87 0,17 Sayuran 21,17 58 31 0,35 0,10 Daging 13,12 35,08 23 1,63 1,82 Telur 1,7 4,65 8 0,60 0,56 Susu 3,19 8,74 6 0,28 0,31 Ikan 11,51 31,53 21 3,71 0,63 Minyak nabati 6,74 18,84 164 0,08 18,30 Lemak hewani 0,13 0,36 3 0,35 Total 2519 52,72 46,12 (nabati) 2458 46,50 42,45 (hewani) 61 6,22 3,67 Sumber: BPS, Neraca bahan pangan, 1985

2 Pendahuluan Dalam tahun 1978, hasil tanaman sumber nabati telah memberikan pada tiap orang tiap hari 42,9 g protein dan 43,8 g lemak; di antaranya, kedelai telah menyumbangkan 4,66 g protein dan 1,35 g lemak. Di tahun 1985, kedelai memberikan 6,16 g protein dan 3,19 g lemak pada setiap orang per hari, yang merupakan suatu peningkatan nyata. Pada periode itu, tanaman masih dominan sebagai sumber nabati protein dan lemak. Tujuan studi Studi ini diadakan untuk mengevaluasi kedudukan kedelai dewasa ini serta prospeknya di masa mendatang di Indonesia, agar para pembuat kebijaksanaan dapat merumuskan program yang efektif untuk meningkatkan produksi sebagaimana ditetapkan dalam PELITA IV. Pendekatan sistem komoditas telah dipakai untuk mengidentifikasi hubungan timbal balik berbagai faktor dalam pengembangan kedelai. Tujuan khusus adalah: 1. Menganalisis dan mengevaluasi status pemasaran dan konsumsi kedelai pada saat ini; 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendorong perkembangan kedelai, termasuk ketersediaan sumberdaya, teknologi produksi, harga relatif, serta kebijaksanaan pemerintah yang ada kaitannya; 3. Meramalkan potensi produksi dan berbagai kegunaan kedelai di masa mendatang di Indonesia, serta menyarankan penelitian dan kebijaksanaan lanjutan yang perlu untuk mengembangkan tanaman ini. Metodologi dan jangkauan Baik data primer maupun data sekunder telah dipakai dalam studi ini. Kegiatan studi terbagi atas tiga kelompok: 1. Produksi dan permintaan dalam negeri. Kelompok ini meliputi studi berbagai kegunaan kedelai dan analisis terhadap penyediaannya, termasuk produksi dalam negeri dan impor. Termasuk didalamnya kecenderungan basil dan impor akhir-akhir ini, studi kasus produksi kedelai petani serta tingkat teknologi mereka, struktur biaya produksi, dan biaya satuan. 2. Pemasaran kedelai. Ini merupakan studi terhadap lembaga-lembaga yang terlibat pada berbagai kegiatan diantara produksi dan konsumsi, organisasi dan saluran pemasaran, fungsi pemasaran dari berbagai lembaga, marjin biaya dan pendapatan, harga, teknologi pemasaran, serta. masalah dan prospek pemasaran kedelai. 3. Kebijaksanaan pemerintah. Ini mencakup peraturan pemerintah, termasuk program khusus (crash program) intensifikasi kedelai (program BIMAS), peraturan peraturan BULOG (Badan Urusan Logistik), harga dasar, serta kegiatan penelitian dan pengembangan. Informasi dan data diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: 1. Data primer dari para responden survei dan wawancara dengan kelompok- kelompok informan, termasuk petani, pedagang, dan pengolah kedelai. 2. Data sekunder dari badan-badan pemerintah di tingkat nasional dan daerah,

Pendahuluan 3 seperti BPS (Biro Pusat Statistik), Ditprod (Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan), BULOG, dan Diperta (Dinas Pertanian). Karena adanya kendala-kendala dana dan waktu, pengumpulan data primer dipusatkan di 4 dari 5 propinsi penghasil kedelai terbesar: Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Lampung. Di setiap propinsi itu dipilih dua kabupaten yang mewakili daerah-daerah penghasil kedelai utama (Tabel 1.2 dan Gambar 1.1). Selanjutnya dalam setiap kabupaten yang terpilih itu dipilih dua kecamatan, dan kemudian satu desa dalam tiap kecamatan. Pada setiap tingkat dipilih daerah dengan luas tanam dan luas panen kedelai paling besar. Di tiap desa sampel, sepuluh petani diwawancarai secara perorangan dan juga dalam kelompok 5-10 petani. Secara keseluruhan, 189 petani telah diwawancarai oleh tim survei. Analisis pemasaran didasarkan pada informasi yang diperoleh dari pedagang-pedagang kedelai di daerah-daerah survei. Tabel 1.2 Propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa yang terliput dalam studi sistem komoditas kedelai, 1984. Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa Jawa Timur Ponorogo Kauman Semanding Badegan Menang Jember Balung Karang Duren Wuluhan Glundengan Jawa Tengah Wonogiri Pracimantoro Putat Baturetno Duwet Grobogan Purwodadi Putat Toroh Tambirejo Yogyakarta Gunung Kidul Ponjong Tanggul Angin Karangmojo Ngawis Lampung Lampung Tengah Bangunrejo Bangunsari Jabung Gunung Mekar Sebanyak 16 pedagang kedelai dari desa atau kecamatan sampel di Jawa Tengah dan Yogyakarta diwawancarai. Survei dilakukan pada tempat-tempat pengolahan di tiga kabupaten di Jawa Barat, yakni Garut, Ciamis, dan Bandung, dimana banyak ditemui pabrik tahu dan tempe. Metode studi kasus telah digunakan dalam bagian penelitian ini. Disadari bahwa pemilihan daerah-daerah produksi utama sebagai dasar studi akan berarti bahwa hasilnya tidak mewakili sistem komoditas kedelai secara keseluruhan di Indonesia, melainkan lebih mencerminkan keadaan di daerah-daerah yang paling berhasil memproduksi kedelai. Cara penarikan contoh ini dipilih untuk memperoleh keterangan yang berguna sebanyak mungkin dalam satu tahun dan dengan personil serta sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, hasil studi ini mempunyai dua kegunaan: sebagai panduan cara pengembangan kedelai di daerah-daerah lain di Indonesia; dan sebagai dasar awal studi-studi yang lebih mendalam di masa mendatang. Studi-studi yang mendalam itu diperlukan untuk mengidentifikasi kendala-kendala baik biofisik maupun sosial- ekonomi yang menghambat petani mencapai hasil seperti yang diperoleh para peneliti di kebun-kebun percobaan.

Gambar 1.1 Letak kabupaten-kabupaten yang diliput oleh studi sistem komoditas kedelai.

2 Kecenderungan dalam Produksi Kedelai Sektor pertanian menyumbang 25% dari produk domestik bruto Indonesia pada tahun 1981 (BPS 1983). Angka ini lebih rendah daripada tahun 1972 (sekitar 40%), yang berarti terjadi perkembangan pesat dalam kegiatan bukan-pertanian. Tanaman pangan merupakan lebih dari separuh sumbangan yang diberikan sektor pertanian. Sekalipun mengalami penurunan, pertanian masih terus memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan bangsa. Diperkirakan sekitar 75% kehidupan penduduk Indonesia secara langsung tergantung pada pertanian (Departemen Pertanian 1983). Kira-kira 60% dari tenaga kerja terlibat dalam kegiatan pertanian. Di samping itu, laju pertambahan penduduk yang tinggi mengakibatkan terus meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan. Untuk mencapai swasembada pangan nasional, pemerintah Indonesia telah menyediakan berbagai subsidi sebagai bagian dari PELITA sejak tahun 1969. Selama PELITA I sampai III, penyediaan bahan pangan utama, beras, telah meningkat secara nyata (Mears 1984). Selama PELITA IV (1984-88), program intensifikasi massai untuk meningkatkan produksi palawija dilancarkan. Ini berarti bahwa perhatian tidak hanya dipusatkan pada bahan pangan yang mengandung karbohidrat melainkan juga pada bahan makanan yang kaya akan protein. Dalam hubungan ini, kacang-kacangan teristimewa kedelai dikenal sebagai tanaman berkadar protein tinggi. Berikut ini adalah tinjauan atas kecenderungan-kecenderungan dalam produksi kedelai, baik pada tingkat nasional maupun daerah, selama kurun waktu 1969 hingga 1986. Kedelai dan tanaman palawija lainnya Produksi pangan di Indonesia berkaitan dengan terpusatnya penduduk dan produksi di Jawa, dan pesatnya pertumbuhan penduduk. Luas Jawa hanya 7% dari seluruh luas Indonesia, tetapi dihuni kurang lebih 60% dari seluruh penduduknya. Dengan demikian 60% dari 17,4 juta keluarga petani menggarap kurang dari 0,5 ha lahan pertanian, sedangkan 5% merupakan petani yang tidak memiliki lahan. Pemerintah berusaha memecahkan masalah ini melalui program transmigrasi yang bertujuan mengurangi tekanan penduduk di Jawa dan memperluas lahan pertanian di luar Jawa. Di pihak lain, prasarana seperti irigasi, saluran pembuangan, jalan desa dan fasilitas pengangkutan lain belum berkembang baik, terutama di luar Jawa. Pada tahun 1980 luas lahan beririgasi kurang lebih 5,4 juta ha, atau 28% dari 19,5 juta ha lahan yang dapat digarap (Singh 1983). Lahan beririgasi ini masih dapat diperluas 2,2% setiap tahun, tetapi memerlukan biaya yang besar. Ini berarti bahwa sebagian besar dari lahan garapan itu akan tetap merupakan lahan tadah hujan atau lahan kering. Para petani biasanya menanam padi sebagai tanaman utama di sawah tadah hujan, diikuti palawija. Sebaliknya, sistem penanaman di lahan kering didasarkan pada tanaman palawija, termasuk kedelai. Kacang-kacangan dapat menyesuaikan diri pada

6 Kecenderungan dalam Produksi Kedelai berbagai jenis lahan, baik sawah maupun lahan kering, karena kemampuannya menyerap nitrogen dan memperbaiki sifat tanah. Dengan tingkat penggunaan pupuk yang rendah pada tanaman palawija, kacang-kacangan merupakan tanaman paling cocok setelah panen tanaman utama. Kedelai berperan penting sebagai tanaman tumpangsari dalam pergiliran tanaman yang lazim dikerjakan para petani. Gambar 2.1 memperlihatkan perubahan-perubahan relatif luas panen enam tanaman palawija penting (jagung, ubikayu, ubijalar, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau) dari tahun 1969 hingga 1982. Gambar itu menunjukkan bahwa biji-bijian (jagung) mengambil kira-kira 50% dari luas panen palawija, ubi-ubian (ubikayu dan ubijalar) kurang lebih 30%, sedang kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau) 20% sisanya. Walaupun tidak terlihat pada Gambar 2.1, luas panen jagung, ubikayu, dan ubijalar cenderung berkurang, sementara terjadi sedikit peningkatan pada kedelai dan kacang tanah. Dilaporkan bahwa tanah yang biasanya ditanami ubikayu dan ubijalar cenderung dialihkan untuk padi; padi lebih menguntungkan karena mendapat bantuan pemerintah berupa subsidi masukan dan pengendalian harga (Mears 1984). Gambar 2.1 Luas panen palawija terpenting di Indonesia, 1969-1982. Perkembangan produksi kedelai Perkembangan yang berarti dalam produksi kedelai selama PELITA IV adalah cepatnya perluasan area. Dalam tahun 1986, luas panen di luar Jawa mencapai 431.000 ha, suatu peningkatan 300% dari tahun 1982. Implikasinya adalah bahwa kedelai sekarang ditanam di lingkungan yang lebih luas, sehingga kurang peka terhadap cuaca yang merugikan di lingkungan tertentu. Pada tahun 1986, pulau Jawa merupakan 60% daerah produksi kedelai di Indonesia, sedang di tahun 1982 masih 80%. Nisbah serupa juga terjadi pada tingkat produksinya (Tabel 2.1). Kebanyakan daerah penghasil utama di Jawa terletak di bagian yang lebih kering dari pulau itu, dengan curah hujan 1.500-2.100 mm setiap tahun dengan 5-6 bulan

Kecenderungan dalam Produksi Kedelai 7 kering (bulan bercurah-hujan kurang dari 100 mm). Musim hujan biasanya mulai dari November/Desember hingga Maret/ April. Kedelai sering ditanam di sawah pada bulan April setelah panen padi, dan dipanen pada permulaan bulan Juli. Kemudian padi, sebagai tanaman utama, ditanam pada bulan Desember (Naito et al. 1983). Sumarno (1984) memperkirakan bahwa 60% dari kedelai di Jawa ditanam di sawah setelah padi, dan 40% sisanya ditanam di lahan kering. Tabel 2.1 Perkembangan luas panen dan produksi kedelai, 1969-1986. Tahun Luas panen ('000 ha) Produksi ('000 t) Jawa Luar Jawa Total Jawa Luar Jawa Total 1969 493 89 582 347 52 399 1970 565 97 662 405 66 471 1971 586 98 683 447 66 513 1972 582 111 693 449 69 518 1973 594 139 733 440 95 535 1974 608 154 762 452 125 577 1975 604 152 756 464 125 589 1976 526 145 671 423 115 538 1977 512 134 646 415 108 523 1978 574 139 713 483 110 593 1979 616 160 776 535 130 665 1980 596 147 743 598 121 719 1981 637 155 792 581 122 703 1982 523 142 665 458 114 572 1983 473 162 634 401 134 535 1984 580 228 808 522 194 716 1985 573 266 840 571 236 807 1986 689 431 1120 721 394 115 Sumber: Direktorat Jenderal Ekonomi dan Pengolahan Pasca Panen Tanaman Pangan Pada tahun 1982, kira-kira 42% luas panen kedelai di luar Jawa terpusat di Sumatra. Di Lampung dan Aceh kedelai merupakan tanaman utama, yang ditanam tiga kali setahun. Gambar 2.2 memperlihatkan perubahan tahunan luas panen kedelai d! Jawa dan di luar Jawa selama PELITA I hingga IV (1969-1986). Sekalipun luas panen cenderung meningkat, namun besarannya amat beragam dari tahun ke tahun. Berbagai faktor menyebabkan ketidakstabilan ini; khususnya cuaca dan hujan yang tidak dapat diprakirakan, bencana alam seperti kemarau dan banjir, serta kepekaan tanaman terhadap hama dan penyakit. Ketidak-pastian dalam penyediaan masukan-masukan pokok seperti pupuk dan pestisida diduga turut menentukan produksi. Pada tahun 1972 dan 1975, misalnya, beberapa pertanaman kedelai terserang ulat grayak, cendawan, dan tikus. Musim kemarau panjang di tahun 1982 menyulitkan petani bertanam kedelai, dan menggagalkan banyak panen (Somaatmadja dan Siwi 1983). Produksi kedelai menunjukkan kecenderungan serupa (Gambar 2.2). Koefisien korelasi selama 1969-1982 antara luas panen dan produksi adalah 0,869. Tabel 2.2 dan Gambar 2.3 membandingkan hasil tanaman kedelai dari tahun 1969 sampai 1986. Hasil rata-rata terus meningkat dari 0,7 t/ha pada 1979, sampai sekitar 0,9 t/ha pada 1981 dan menjadi 0.99 t/ha pada 1986. Seperti terlihat pada gambar,