BAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

tambahan bagiperekonomian Indonesia (johanes widodo dan suadi 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dan 25,14 % penduduk miskin Indonesia adalah nelayan (Ono, 2015:27).

Katalog BPS:

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kedua didunia. Wilayah pesisir Indonesia yang luas memiliki garis pantai

PENDAHULUAN. sektor perikanan dan kelautan (Nontji, 2005, diacu oleh Fauzia, 2011:1).

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masyarakat nelayan desa pesisir identik dengan kemiskinan,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan jumlah pulau sebanyak buah yang dikelilingi oleh garis pantai

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Selain itu,indonesia juga merupakan negara dengan garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan yang didalamnya. pembangunan perikanan. Namun kenyataannya, sebagian besar

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

BAB I PENGANTAR. sudah dimekarkan menjadi 11 kecamatan. Kabupaten Kepulauan Mentawai yang

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. udang, kakap, baronang, tenggiri, kerang, kepiting, cumi-cumi dan rumput laut yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal

RINGKASAN EKSEKUTIF. vii. LAKIP 2015 Dinas Kelautan dan Perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan Perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat melalui kontribusi terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. dimasukan kedalam kelompok Negara mega-biodiversity yang merupakan dasar dari

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami fluktuasi harga dari tahun ke

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5).

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR

Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kota Bontang Bidang Industri Berbasis Petrokimia Tahun 2018

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB IV GAMBARAN UMUM. Provinsi Lampung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 14

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. tulang punggung dunia dalam memasok pangan dunia terutama dari sektor

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI PERBANDINGAN PERKEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN KOTA TEGAL DAN KABUPATEN TEGAL TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

RINGKASAN EKSEKUTIF REKOMENDASI. ertama, mengingat pengukuran kapal penangkap ikan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. ikan atau nelayan yang bekerja pada subsektor tersebut.

PENDAHULUAN. daya alam ini salah satunya menghasilkan ikan dan hasil perikanan lainnya. Oleh

Indonesia yang dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

Peraturan...

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki pulau terbanyak di dunia. Dengan banyaknya pulau di Indonesia, maka banyak pula masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Sebagian besar nelayan di Indonesia memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran nelayan sebagai pahlawan protein bangsa. Maka nelayan di Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, nelayan juga memiliki peran dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sehingga, kesejahteraan nelayan harus ditingkatkan agar dapat menjadi dongkrak dalam meningkatkan pertumbuhan di Indonesia. Dalam Undang-Undang tentang Perikanan, Bab I Pasal 1 dikatakan Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan mengelola dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Menurut www.detiknews.com pada tanggal 18 Mei 2015, kepala BPS Suryamin mengungkapkan, dalam sektor perikanan ada penurunan drastis jumlah nelayan tradisional. Menurut survei BPS hasil 2003-2013 jumlah nelayan tradisional menurun dari 1,6 juta menjadi 864 ribu rumah tangga. Sementara nelayan budidaya justru naik, dari 985 ribu menjadi 1,2 juta rumah tangga. Tidak hanya drastis turunnya jumlah nelayan, didalam periode 10 tahun terakhir juga 12

ada 115 perusahaan pengolahan ikan yang tutup. Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti mengungkapkan hal ini dikarenakan adanya praktek illegal fishing sehingga banyak nelayan yang meninggalkan profesinya. Adanya penurunan jumlah nelayan tradisional menjadi fenomena dalam kemaritiman Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi dari penurunan tersebut adalah distribusi BBM subsidi, permodalan, sarana/prasarana, SDM dan kelembagaan nelayan, akses pasar, keamanan, perzinan dan regulasi. Dan tentu saja dengan semakin naiknya harga dolar di Indonesia memperparah kondisi perikanan di Indonesia. Ditambah dengan semakin naiknya juga harga minyak BBM di Indonesia. Potensi perikanan Indonesia mencapai 65 juta ton/tahun dan 57,7 juta ton merupakan potensi perikanan budi daya. Potensi perikanan penangkapan di laut dan perairan umum (air tawar) sebesar 7,3 juta ton, yang terdiri dari 6,4 juta ton potensi penangkapan laut dan 0,9 juta ton potensi penangkapan perikanan perairan umum (M. Ghufran H Kordi K, 2015 : 2). Dengan melihat potensi tersebut, para nelayan memiliki peluang untuk menangkap ikan dibawah 6,4 juta ton. Dengan potensi tersebut, para nelayan seharusnya mampu mencapai kesejahteraannya karena begitu luasnyanya garis pantai di Indonesia, yaitu 95.181 km. Sekitar tiga perempat (5,8 juta km 2 ) wilayah Indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk, dan selat. Keseluruhannya adalah perairan laut teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2. Potensi wilayah perairan laut dan garis pantai yang begitu luas menyimpan sumber daya alam yang cukup besar, baik sumberdaya hayati dan non hayati. 13

Data statistik menunjukkan hampir 65 persen penduduk di Indonesia hidup dikawasan pesisir dan laut, hal ini menjadikan negara maritim terbesar di dunia. sehingga seharusnya nelayan di Indonesia memiliki kehidupan yang layak bahkan sejahtera. Namun hal ini tidak diimbangi dengan kemampuan baik dari segi modal maupun infrastruktur khususnya harga BBM. Terbatasnya sumber daya manusia, infrastruktur sosial, ekonomi dan komunikasi serta ketimpangan perekonomian masyarakat lokal dengan negara tetangga menyebabkan kesejahteraan nelayan sulit untuk ditingkatkan. Kenaikan harga BBM di Indonesia dari tahun 2006 sampai 2015 mengalami perubahan yang fluktuatif, dimana terjadi kenaikan dan penurunan. Setiap tahunnya, jumlah nelayan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya privatisasi perairan pesisir di berbagai wilayah tempat nelayan mencari ikan yang diperuntukkan sebagai tempat wisata, dan semakin tingginya biaya produksi melaut yang harus ditanggung oleh nelayan, seperti biaya untuk membeli BBM semakin tinggi tiap tahunnya. Sedangkan pendapatan nelayan tidak mengalami peningkatan secara signifikan karena harga ikan relatif tidak ada perubahan. Akibatnya nelayan kesulitan mendapatkan uang untuk memenuhi keperluan rumah tangganya masing-masing. Sedangkan biaya untuk membeli makanan sehari-hari harus dipenuhi. Bahkan tidak sedikit nelayan meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Pembatasan bahan bakar minyak jenis solar, telah membuat banyak nelayan mengeluh dan sebagian diantaranya meninggalkan profesinya sebagai nelayan akibat dari kenaikan BBM (solar). Mereka memilih menjadi, pedagang 14

sayur, jual bubur ayam, kuli bangunan, supir dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan semakin banyak nelayan-nelayan yang hidup dibawah garis kemiskinan, karena harga bahan pokok yang pasti ikut naik. Berikut adalah tabel kenaikan harga BBM dari tahun 2006-2015 : Tabel 1.1 Data kenaikan Harga BBM 1980-2015 Tahun Premium (Rp) Solar (Rp) Masa Kepresidenan 1980 150 52,5 1991 500 300 1993 700 380 SOEHARTO 05 Mei 1998 1200 600 16 Mei 1998 1000 550 01 April 2000 600 550 01 Oktober 2000 1150 600 GUS DUR 16 Juni 2001 1450 900 01 Maret 2002 1550 1150 01 April 2002 1600 1240 03 Mei 2002 1750 1390 MEGAWATI 01 Januari 2003 1810 1890 21 Januari 2003 1810 1650 01 Maret 2005 2.400 2.100 01 Oktober 2005 4.500 4.300 24 Mei 2008 6.000 5.500 01 Desember 2008 5.500 5.500 SBY 15 Desember 2008 5.000 4.800 15 Januari 2009 4.500 4.500 22 Juni 2013 6.500 5.500 18 November 2014 8.500 7.500 01 Januari 2015 7.600 7.250 19 Januari 2015 6.700 6.400 01 Maret 2015 6.800 6.400 JOKOWI 28 Maret 2015 7.300 6.900 9 Oktober 2015 7.300 6.700 Sumber : www.wikipedia.org 2015 15

Dari tabel diatas dapat dilihat, bahwa mulai dari tahun 2008 sampai 2015 harga BBM mengalami kenaikan dan penurunan (fluktuatif). Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap pendapatan dan produktifitas nelayan. Dampak langsung yang dirasakan oleh nelayan yaitu peningkatan biaya bahan bakar untuk melaut. Selain harga bahan bakar untuk pengoperasian kapal semakin tidak terjangkau, kenaikan harga bbm juga berdampak pada biaya kenaikan operasional lain seperti bahan kebutuhan pokok selama melaut yang mencapai 20 hingga 30 persen dari biaya produksi, serta penyediaan es balok. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) di Sumatera Utara, jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan pada tahun 2008 adalah sebesar 170.925 orang. Pada tahun 2009 menurun menjadi 162.650 orang. Lalu terus meningkat pada tahun 2010 sampai tahun 2012 sebesar 183.751 orang. Bila dibandingkan dengan provinsi lain, Sumatera Utara memiliki nelayan terbanyak kedua setelah Jawa Timur, yaitu sebesar 226.303 orang (2012). Sehingga Sumatera Utara khususnya perikanan berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sebagai berikut: Tabel 1.2 Presentase Kontribusi Perikanan Terhadap PDRB Sumatera Utara 2009-2013 Tahun PDRB % 2009 2,27 2010 2,23 2011 2,22 2012 2,22 2013 2,23 Sumber: BPS 2013 16

Dari tabel diatas dapat kita lihat, bahwa kontribusi perikanan terhadap PDRB tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan jumlah nelayan di Sumatera Utara, bahkan cenderung konstan. Padahal apabila dilihat dari jumlah nelayan yang ada di Aceh dari tahun 2008-2012 adalah sebesar 81.861 (2008) dan sebesar 64.968 (2012), Aceh memiliki presentase kontribusi perikanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Sumatera Utara, yaitu antara 4.85 sampai 5.38 dengan jumlah nelayan yang lebih sedikit dibandingkan dengan Sumatera Utara. Dalam hal ini perlu dicari tahu apa sebenarnya penyebab kontribusi PDRB nelayan Aceh lebih besar daripada Sumatera Utara. Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Sumatera Utara tahun 2005 produksi penangkapan di laut terbesar di Provinsi Sumatera Utara terdapat di kota Medan dengan total produksi sebesar 66.759,3 ton/tahun. Kota Medan memiliki wilayah pesisir meliputi tiga kecamatan, yakni: Kecamatan Medan Marelan, Medan Labuhan dan Medan Belawan. Kecamatan Medan Belawan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini didiami oleh masyarakat sebagai nelayan karena berbatasan langsung dengan pesisir. Tentunya nelayan di kawasan Medan Belawan ikut berkontribusi dalam meningkatkan PDRB Sumatera Utara. Kondisi umum nelayan di Medan Belawan belum bisa sepenuhnya dikatakan sejahtera, bahkan secara umum masyarakat nelayan berada pada tingkat ekonomi lemah. Hal ini disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang tidak dibarengi dengan kemampuan nelayan untuk membeli minyak (solar) menjadi terbatas, sehingga banyak nelayan yang tidak bisa melaut untuk 17

Tahun menagkap ikan. Dalam hal ini banyak nelayan yang bertukar pofesi dari yang sebelumnya seorang nelayan akan beralih ke profesi lainnya seperti pedagang ataupun sopir. Dibawah ini adalah tabel data Jumlah Rumah Tangga Perikanan / Perusahaan Perikanan di Sumatera Utara : Tabel 1.3 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) / Perusahaan Perikanan (PP) Tahun 2005-2013 Jumlah di Sumatera Utara Penangkpan di Laut Penangkapan di Perairan Umum Sungai Danau Waduk Rawa 2005 41.781 29.436 12.345 5.181 2.926 1.193 3.045 2006 43.870 30.908 12.962 5.440 3.072 1.253 3.197 2007 44.157 31.266 12.891 5.470 3.150 1.250 3.071 2008 49.163 36.248 12.915 5.535 3.115 1.250 3.015 2009 57.589 40.074 17.515 6.427 6.823 1.250 3.015 2010 58.735 40.973 17.762 6.495 6.940 1.267 3.060 2011 59.974 46.321 13.653 4.943 6.857 598 1.923 2012 53.033 39.380 13.653 8.562 3.425 233 920 2013 57.292 43.251 14.041 6.649 6.601 232 559 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara 2013 Dari tabel diatas, dapat kita lihat jumlah Rumah Tangga Perikanan di Sumatera Utara dari tahun 2005-2013. Dari tahun 2005-2013 kita lihat adanya peningkatan jumlah rumah tangga perikanan dan perusahaan perikanan di berbagai lokasi penangkapan ikan. Secara khusus, dilihat pada penangkapan di laut, rumah tangga perikanan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, walaupun ada penurunan pada tahun 2012, namun meningkat kembali pada tahun 2013. Hal ini berarti sektor perikanan memiliki pengaruh atau peran yang sangat diminati banyak masyarakat dan juga secara otomoatis berkontribusi dalam perekonomian di Sumatera Utara. Dan tentu saja peran Bahan Bakar Minyak 18

(BBM) sangat dibutuhkan dalam menunjang perusahaan perikanan / rumah tangga perikanan di Sumatera Utara. Berikut adalah tabel jumlah perahu / kapal perikanan tangkap menurut kategori perahu : Tabel 1.4 Jumlah Perahu / Kapal Perikanan Tangkap menurut Kategori Perahu / Kapal dan Sub Sektor Perikanan Tangkap Tahun 2005-2013 Tahun Perahu Tanpa Motor Perahu Motor Tempel Kapal Motor Jumlah 2005 11.585 2.759 14.176 28.520 2006 12.164 2.897 14.885 29.946 2007 15.421 2.951 14.570 32.942 2008 15.243 2.897 16.937 35.077 2009 10.220 7.997 15.934 34.151 2010 11.304 6.928 16.507 34.739 2011 8.850 8.551 19.211 36.612 2012 8.161 10.494 19.207 37.862 2013 4.776 7.561 20.311 32.648 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara 2013 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, jumlah alat transportasi yang digunakan nelayan untuk melaut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun ada penurunan pada tahun 2009 dan tahun 2013, namun tidak signifikan. Dan dapat dilihat jumlah perahu tanpa motor mengalami penurunan, sehingga dapat diketahui bahwa banyak nelayan yang menggunakan perahu motor tempel ataupun kapal motor yang tentu saja lebih cepat dan efektif dan sudah pasti menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) Menururt hasil penelitian Labora Pasaribu (2008), terdapat perbedaan hasil tangkapan yang diperoleh sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Pada tahun 2007 hasil tangkapan nelayan sebelum kenaikan BBM adalah sebesar 15.667,50 kg/bulan dan sesudah kenaikan harga BBM hasil tangkapan mengalami 19

penurunan menjadi 13.536,67 kg/bulan. Bahkan, walaupun nelayan sudah menambah lama melautnya, hasil tangkapan yang diperoleh nelayan sesudah kenaikan harga BBM tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Selain kenikan harga BBM, banyak faktor yang menjadi penyebab menurunnya hasil tangkapan nelayan karena penuh dengan risiko ketidakpastian. Risiko produksi yang terberat, yaitu karena hasil tangkapan berasal dari perairan umum harus tunduk dengan general proverty rights, dimana setiap orang Indonesia berhak atas laut tersebut maka timbul persaingan antar sesama nelayan (Labora Pasaribu : 2008). Selama tahun 2009 sampai 2015 terjadi kenaikan dan penurunan harga BBM, hal ini tentu berpengaruh terhadap pendapatan nelayan di kecamatan Medan Belawan, karena dalam operasionalnya sebagian besar menggunakan Solar. Maka dari itu penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul Analisis Dampak Kenaikan BBM Terhadap Tingkat Penddapatan Nelayan di Kecamatan Medan Belawan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai acuan dalam mengkaji penelitiann ini. Adapun perumusan masalah yang diteliti adalah: 1. Apakah ada perbedaan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar)? 2. Apakah ada perbedaan kuantitas hasil tangkapan yang didapat nelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar)? 20

3. Apakah ada perbedaan lama nelayan melaut yang dilakukan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan BBM (solar)? 4. Apakah ada perbedaaan frekuensi melaut yang dilakukan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan BBM (solar)? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar) 2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan jumlah hasil tangkapan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM (solar) 3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan lama nelayan melaut dan frekuensi melaut yang dilakukan nelayan sebelum dan sesudah kenaikan BBM (solar). 4. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan frekuensi nelayan melaut antara sebelum dan sesudah kenaikan BBM (solar) 1.4. Manfaat Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian ini, maka manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan harga BBM (solar) terhadap usaha perikanan dan penangkapan ikan. 21

2. Sebagai bahan pertimbangan dan gambaran bagi para nelayan untuk mengelola usahanya, khususnya penangkapan ikan pasca kenaikan harga BBM (solar). 3. Sebagai bahan referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh mahasiswa. 4. Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang dampak kenaikan harga BBM (solar) terhadap pendapatan nelayan bagi penulis dan pembaca. 22