BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Soekartawi, dkk 1993:1). (Junianto, 2003:5).
|
|
- Hendra Atmadja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan lingkungan yang melimpah. Indonesia juga terkenal sebagai negara maritim dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas laut 5,8 juta km² dan jumlah pulau sekitar buah yang dikelilingi oleh garis pantai sepanjang km. Letak Indonesia yang sangat strategis menjadikan Indonesia dikenal sebagai zamrud khatulistiwa yang memiliki pesona keanekaragaman alam dan budaya. Berbagai keistimewaan yang dimiliki tersebut menjadikan Indonesia memiliki berbagai potensi sumber daya pesisir yang dimiliki Indonesia antara lain adalah keindahan terumbu karang yang ada di setiap perairan laut dangkal, hutan mangrove yang memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumber daya laut lainnya seperti ikan, mineral, dan bahan tambang yang bernilai tinggi. Konteks ekonomi Indonesia sektor pertanian mempunyai peranan yang tidak perlu diragukan lagi, walaupun kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus menurun secara relatif. Namun nilai absolutnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Tidak hanya kontribusi terhadap PDB tetapi juga masih mempunyai sektor pertanian ini dalam penyerapan tenaga kerja. Di samping itu, sektor ini juga berperan terhadap penyediaan bahan pangan, penganekaragaman menu makanan dan penerimaan devisa (Soekartawi, dkk, 1993:1). Salah satu dari sub sektor yang ada dalam sektor pertanian adalah subsektor perikanan dan Indonesia adalah negara yang mempunyai wilayah perairan laut dan perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara ASEAN lainnya. Sumber daya alam ini menghasilkan ikan dan hasil-hasil laut. Oleh karenanya, akhir-akhir ini pemerintah sangat mengintensifkan usaha penangkapan dan budidaya ikan dalam upaya mendapatkan pemasukan devisa yang lebih besar (Junianto, 2003:5). Usaha perikanan bukanlah usaha yang hanya sekedar melakukan kegiatan pemeliharaan ikan di kolam, sungai, danau atau di laut melainkan usaha yang 1
2 2 mencakup berbagai aspek organisme (sumber hayati) di perairan secara keseluruhan. Semua organisme seperti ikan, kerang sifut, rumput laut dan organisme lain termasuk objek usaha perikanan. Objek usaha perikanan ialah semua kegiatan yang ada hubungannya dengan memanfaatkan sumber hayati perairan (hewan dan tumbuhan) yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi kehidupan ekonomi. Dengan demikian, usaha perikanan bertujuan untuk memanfaatkan hasil perairan air tawar dan perikanan air laut, baik dengan cara memeliharanya maupun dengan cara menangkap dan mengelolanya. Usaha perikanan laut meliputi penangkapan ikan, pengambilan kerang, pengambilan mutiara, dan pengambilan rumput laut (Evy, dkk, 1997:6-10). Penangkapan adalah kegiatan mengumpulkan ikan dan binatang air lainnya yang hidup di laut ataupun di perairan umum secara bebas dan bukan milik perseorangan (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2005:viii). Tabel 1.1 Produksi Ikan Menurut Tempat Penangkapan/Pemeliharaan di Jawa Barat, 2015 No KABUPATEN Laut (ton) Perairan Umum (ton) Tambak (ton) Kolam (ton) Sawah (ton) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 01. Bogor - 88, ,76 229, Sukabumi ,19 108,05 639, ,34 405, Cianjur 111,58 500,01 432, , , Bandung - 134, , , Garut 3.949,44 110,87 103, , , Tasikmalaya 861,17 705,44 123, , , Ciamis - 350,61 141, ,39 116, Kuningan - 282, ,32 124, Cirebon ,46 52, , ,00 2, Majalengka , ,33 125, Sumedang - 92, ,83 446, Indramayu , , , , Subang ,03 359, , ,82 3, Purwakarta - 739,07-619, Karawang 8.580,93 185, , ,04 273, Bekasi 1.864,51 5, , ,95 6, Bandung Barat - 181, ,58 11, Pangandaran 2.351, KOTA 19. Bogor - 5, ,26 21, Sukabumi - 6, ,82 13, Bandung , , Cirebon 4.774,59 83,84 138,99 184, Bekasi - 103, , Depok - 45, , Cimahi - 12,78-302,20 -
3 3 26. Tasikmalaya - 100, ,24 658, Banjar - 13, ,38 - Jawa Barat , , , , ,67 (lanjutan) Tabel 1.1 Produksi Ikan Menurut Tempat Penangkapan/Pemeliharaan di Jawa Barat, 2015 No KABUPATEN Laut Karamba Kolam Air Jaring Jumlah/Total Deras Apung (1) (7) (8) (9) (10) (11) 01. Bogor - 86, ,48 758, , Sukabumi 79, , Cianjur - 32,00 29, , , Bandung , Garut , , Tasikmalaya - 33,68 246,74 8, , Ciamis ,07 529, , Kuningan - 47,94 383, , , Cirebon 408, , Majalengka , , Sumedang , , Indramayu , Subang - 0, , , Purwakarta , , Karawang , , Bekasi 526, , , Bandung Barat , , Pangandaran ,92 KOTA 19. Bogor - 26,66 660, , Sukabumi , Bandung , Cirebon , Bekasi , Depok - - 5, , Cimahi , Tasikmalaya , , Banjar ,66 Jawa Barat 1.014,84 226, , , ,81 Sumber : Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sektor perikanan merupakan salah satu mata pencaharian yang menjanjikan bagi pelakunya. Suatu kegiatan yang berhubungan dengan perikanan, pastilah terdapat pihak-pihak yang berperan di dalamnya guna memperlancar proses produksi mereka. Sebelum proses produksi berlangsung di dalamnya terdapat proses distribusi. Masalah pemasaran dan distribusi hasil tangkapan sangat erat kaitannya dengan peran pelabuhan perikanan, karena pelabuhan perikanan merupakan
4 4 tempat pertama sekali hasil tangkapan di pasarkan, sebagaimana hasil ini tercantum dalam Undang Undang RI No 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Salah satu fungsi dari pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pemasaran dan perindustrian hasil tangkapan. Dengan demikian untuk menjalankan fungsi tersebut, pelabuhan perikanan memerlukan dukungan fasilitas pemasaran dan perindustrian yang memadai, sehingga jalannya distribusi dan pemasaran hasil tangkapan dapat berjalan dengan lancar dan dapat dilakukan pengembangan. Fungsi pelabuhan perikanan dapat ditinjau berbagai kepentingan, salah satunya sebagai fungsi komersil. Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan sebagai tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi ikan melalui transaksi pelelangan ikan. Fasilitas yang dibutuhkan dalam hal ini aktivitas pemasaran dan distribusi hasil tangkapan yang ada di pelabuhan berupa dermaga, lahan parkir, tempat pelelangan ikan (TPI) dan jenis transportasi yang digunakan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fasilitasfasilitas tersebut dengan menggunakan informasi karakteristik distribusi hasil tangkapan. Berdasarkan Departemen Perikanan dan Kelautan 2005 bahwa pasal 41 ayat 1 Undang undang No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, pelabuhan perikanan sebagai suatu lingkungan kerja berfungsi sebagai: a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan. b. Tempat berlabuh kapal perikanan. c. Tempat pendaratan hasil tangkapan. d. Tempat untuk memperlancar kegiatan kapal kapal perikanan. e. Pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. f. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan. g. Pusat pelaksanaan penyaluran dan pengumpulan data.
5 5 Table 1.2 Produksi Ikan Pada Tahun 2016 BULAN PRODUKSI NILAI PRODUKSI JANUARI kg Rp 5,7 miliar FEBRUARI kg Rp 2,3 miliar MARET kg Rp 2 miliar APRIL kg Rp 1,3 miliar Sumber : radartasikmalaya.com Tabel diatas menunjukkan penurunan produksi ikan yang dibarengi nilai produksi ikan selama empat bulan di awal tahun Dari hasil wawancara singkat peneliti dengan nelayan yang menjadi salah satu faktor turunnya nilai produksi yaitu pada bagian distribusi seperti contoh teknologi penangkapan ikan. Pertama peran pelabuhan di Pantai Timur Pangandaran yang belum berfungsi sepenuhnya sesuai peraturan Departemen Perikanan dan Kelautan 2005 bahwa pasal 41 ayat 1 Undang undang No. 31 Tahun 2004 dimana pembinaan mutu hasil perikanan dan penyaluran dan pengumpulan data belum dilaksanakan sepenuhnya oleh nelayan. Begitupun fasilitas seperti jaring yang kurang memadai (bolong) sehingga hasil tangkapannya selalu berkurang. Secara teknis, pendapatan nelayan bergantung pada nilai jual ikan hasil tangkap dan ongkos (biaya) melaut. Selanjutnya, nilai jual ikan hasil tangkapan ditentukan oleh ketersediaan stok ikan di laut, efisiensi teknologi penangkapan ikan, dan harga jual ikan. Sedangkan, biaya melaut bergantung pada kuantitas dan harga dari BBM, perbekalan serta logistik yang dibutuhkan untuk melaut yang bergantung pula pada ukuran (berat) kapal dan jumlah awak kapal ikan. Selain itu, nilai investasi kapal ikan, alat penangkapan, dan peralatan pendukungnya sudah tentu harus dimasukkan kedalam perhitungan biaya melaut. (Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MSA:2015) Desa pesisir tentunya identik dengan masyarakat nelayan. Laut merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat nelayan, namun dalam memanfaatkan sumber daya tersebut, diantara masyarakat nelayan itu sendiri memiliki tata cara tersendiri. Selain itu dalam masyarakat nelayan tersebut juga memiliki alat produksi atau alat tangkap yang berbeda-beda, sehingga berdasarkan alat tangkap dan perahu yang digunakan, terdapat delapan kategori nelayan yaitu: (1) Nelayan jukung, (2) Nelayan kapal, (3) Nelayan pancing, (4) Nelayan jogol, (5) Nelayan
6 6 mrawe, (6) Nelayan parel, (7) Nelayan eret, (8) Nelayan bagang (ada sekitar 47 bagang di Desa Pangandaran). Adapun alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan yaitu: (1) Cedokan, (2) Nyirang, (3) Ngerawe, (4) Jaring arang, (5) Jaring eret. Stratifikasi sosial nelayan di Desa pangandaran dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) Dunungan, (2) Juragan, (3) Tukang pancing, (4) Tukang jaring, (5) ABK. Selain itu dapat juga dikelompokkan menjadi Juragan dan ABK, dimana juragan terdiri dari dunungan dan juragan sedangkan ABK terdiri dari ABK dengan keahlian khusus dan ABK. Pendapatan masyarakat nelayan terkadang tidak tetap. Bahkan jika saat sedang musim paceklik, pendapatan hasil melaut terkadang bisa kurang dari biaya operasional, jika hal ini terjadi biasanya juragan langsung membagi pendapatan tersebut sama rata, bahkan terpaksa merugi. Maka dari itu saat musim paceklik baik juragan maupun ABK (khususnya terjadi pada ABK) terkadang memilih untuk beralih kerja menjadi tukang becak, kuli bangunan, jualan di tempat wisata atau pergi ke kota. Sedangkan kerja sampingan istri nelayan yaitu mengelola ikan asin, pengrajin (handicraft) dan pedagang. ABK sendiri tidak hanya terbatas pada laki-laki saja, melainkan perempuan dan anak usia 10 tahun sudah ikut bekerja menjadi ABK yang menarik jaring. Selain itu banyaknya masyarakat nelayan Pangandaran yang menjadi juragan seiring banyaknya nelayan yang mengoperasikan jaring eret, sementara jumlah ABK tidak banyak mengalami perkembangan, hal ini menyebabkan para juragan kesulitan untuk mencari ABK. Selain itu kini pada umumnya ABK tidak memberikan loyalitasnya hanya pada satu juragan saja, sehingga ABK pun terkadang bekerja pada juragan yang berbeda-beda. Bahkan suami istri yang sama-sama bekerja menjadi ABK terkadang tidak berada pada naungan juragan yang sama. Sulitnya mencari ABK yang setia dan dapat dipercaya menyebabkan banyak juragan merekrut ABK dari daerah Cilacap. Para ABK yang didatangkan dari Cilacap ini tinggal di rumah para juragan. Melihat hal tersebut, secara tidak langsung kondisi masyarakat nelayan, khususnya pada masyarakat miskin nelayan masih tergolong sulit, terlihat mereka harus mencari pendapatan lain diluar melaut. Bukan hanya itu, fenomena juragan
7 7 yang lebih suka mendatangkan ABK dari Cilacap, Jawa Tengah membuat para ABK atau nelayan miskin semakin sulit dalam persaingan mencari nafkah. Kemiskinan terus menurun diiringi dengan garis kemiskinan yang terus meningkat. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan masyarakat Kabupaten Ciamis semakin sejahtera, namun ternyata kondisi masyarakat miskin nelayan semakin terpinggirkan. Bahkan beberapa dari mereka terpaksa harus pindah ke desa lain dikarenakan pembangunan yang berorientasi wisata. Selain itu banyaknya pendatang menyebabkan bergesernya mata pencaharian mayoritas masyarakat Desa Pangandaran. Pendatang dari luar Pangandaran dengan kondisi menengah ke atas lebih banyak datang dengan membuka usaha rumah makan, hotel atau penginapan dan fasilitas wisata seperti jetski dan lain-lain, sedangkan pendatang dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah lebih banyak berusaha di sektor informal dan di bidang jasa. Jika dikaitkan dengan masyarakat nelayan, menurut Mubyarto, Soetrisno, dan Dove dalam Kingseng2 menyebutkan bahwa apabila orang tua mereka mampu, mereka pasti akan berusaha menyekolahkan anak setinggi mungkin sehingga tidak harus menjadi nelayan seperti orang tua mereka. Namun dari kasus-kasus keluarga yang diteliti, ternyata kebanyakan mereka tidak mampu membebaskan anak mereka dari profesi nelayan. Sehingga turun temurun mereka adalah nelayan. Merujuk pada pandangan tersebut maka jika mengaitkan dengan masyarakat nelayan miskin di Pangandaran ada kemungkinan bergesernya lapangan kerja utama masyarakat dikarenakan tersingkirnya nelayan Pangandaran dari Desa Pangandaran sehingga yang lebih banyak dihitung dalam data tersebut adalah masyarakat pendatang yang melakukan migrasi ke Pangandaran. Dapat disimpulkan bahwa dari sebagian banyak pengaruh yang mengakibatkan kemiskinan nelayan itu adalah kurang memperhatikannya saluran distribusi dan harga dengan baik sehingga ikan yang mereka jual hanya bisa menutupi kebutuhan pokok setiap harinya. Oleh karena itu jika segala aktivitas nelayan diberi arahan dan fasilitas yang cukup oleh pemerintah setempat maka dipastikan semua akan berjalan sebagaimana mestinya. Sehubungan dengan hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan judul PENGARUH SALURAN
8 8 DISTRIBUSI DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA TERHADAP KEPUASAN NELAYAN DI DESA PANGANDARAN. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Tanggapan Nelayan tentang Saluran Distribusi penjualan ikan di Pantai Timur Pangandaran. 2. Bagaimana Tanggapan Nelayan tentang Kebijakan Penetapan Harga yang terjadi pada penjualan ikan di Pantai Timur Pangandaran. 3. Bagaimana Pengaruh Saluran Distribusi dan Kebijakan Penetapan Harga terhadap Kepuasan Nelayan di Pantai Timur Pangandaran. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan perkuliahan S1 Jurusan Manajemen Fakultas Bisnis dan Manajemen di Universitas Widyatama. Dengan diperolehnya informasi dari penelitian ini diharapkan akan memperoleh manfaat bagi pihak-pihak yang bersangkutan. 1. Nelayan di Pantai Timur Pangandaran Diharapkan dapat memberi masukan kepada para nelayan di Pantai Timur Pangandaran terkait bagaimana memperbaiki saluran distribusi yang dibarengi penetapan harga jual ikan. 2. Bagi Penulis a. Sebagai suatu studi aplikasi dari ilmu teoritis yang diterima di kampus dan menerapkannya dalam kehidupan yang lebih nyata serta sebagai sarana evaluasi untuk mengukur keahlian diri dalam bidang pemasaran. b. Memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat mengaplikasikan pelajaran yang sudah diberikan selama perkuliahan serta mempelajari bagaimana cara menganalisis dan mengolah data.
9 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan adanya hal-hal yang dianggap perlu untuk diteliti lebih lanjut, yang berhubungn dengan kepuasan. Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Untuk mengetahui tanggapan nelayan tentang distribusi penjualan ikan di Pantai Timur Pangandaran. 2. Untuk mengetahui tanggapan nelayan tentang kebijakan penetapan harga yang terjadi pada penjualan ikan di Pantai Timur Pangandaran. 3. Untuk mengetahui pengaruh saluran distribusi daan kebijakan penetapan harga terhadap kepuasan nelayan di Pantai Timur Pangandaran. 1.4 Tempat dan Waktu Penelitian Pantai Timur Pangandaran Januari April 2016.
BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet terpadat dan terbesar kelima dari delapan planet dalam tata surya yang digunakan sebagai tempat
Lebih terperinciNo Kawasan Andalan Sektor Unggulan
LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2010 TANGGAL : 30 NOVEMBER 2010 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ARAHAN PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN I. KAWASAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan gaya hidup dan tatanan dalam masyarakat saat kini ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang memacu perkembangan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2006, TAHUN
Lebih terperinciDATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017
DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 I. REALISASI INVESTASI PMA & PMDN 1. Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan
Lebih terperinciBADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT
BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Provinsi Jawa Barat Kabupaten dan kota provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5.877 desa/kelurahan. Jawa
Lebih terperinciDIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014
TOTAL BAES01 JAWA BARAT 129,401,372,000.00 BELANJA PEGAWAI 100,974,521,000.00 BELANJA BARANG OPERASIONAL 8,203,990,000.00 BELANJA BARANG NON OPERASIONAL 2,838,361,000.00 BELANJA MODAL 17,384,500,000.00
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah Indonesia yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Alokasi. Dana. SDA. Pertambangan. Panas Bumi. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PMK.07/2012 TENTANG PERKIRAAN
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang
56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sektor perekonomian yang sedang mendapat perhatian dari pemerintah pada saat ini adalah sektor perindustrian. Untuk dapat meningkatkan sektor perindustrian
Lebih terperinciTabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95
Lebih terperinciSATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i 1. GEOGRAFI Tabel : 1.01 Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota... 1 Tabel : 1.02 Jumlah Kecamatan Dan Desa Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011... 2 2. KETENAGAKERJAAN
Lebih terperinciBAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah
5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. Sektor pertanian sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya beli masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan perkapita, Sedangkan pendapatan perkapita dipengaruhi oleh penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) yang didapatkan dari perhitungan setiap kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahu 2015 dibawah ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).
Lebih terperinciSeuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana
Seuntai Kata ensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik S(BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Divisi ton beras dari petani nasional khususnya petani di wilayah Jawa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Divisi Regional Jawa Barat menargetkan bahwa pada tahun 2016 ini akan menyerap 450.000 ton beras dari
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan
Lebih terperinciPOTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani
POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Ida Mulyani Indonesia memiliki sumberdaya alam yang sangat beraneka ragam dan jumlahnya sangat melimpah
Lebih terperinciPENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR
PENGARUH PERKEMBANGAN PENDAPATAN NELAYAN TERHADAP KONDISI FISIK PERMUKIMAN NELAYAN WILAYAH PESISIR KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program Studi Sarjana Teknik Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin pesat. Hal ini dapat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 06/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sektor perikanan Indonesia cukup besar. Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km 2 (perairan nusantara dan teritorial 3,1 juta km 2, perairan ZEE
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi
BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk
Lebih terperinciPerkembangan Ekonomi Makro
Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki luas sekitar enam juta mil persegi, 2/3 diantaranya berupa laut, dan 1/3 wilayahnya berupa daratan. Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya
Lebih terperinciditerangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang
Lebih terperinciV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru
V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun
Lebih terperinciPRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 No. 64/11/32/Th. XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Agustus 2017 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Average Length of Stay (Day) Per Visit. Growth (%)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan perekonomian khususnya sektor jasa di Indonesia berlangsung sangat pesat. Salah satu sektor jasa yang menjadi andalan Indonesia adalah industri
Lebih terperinciI-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
Lebih terperinciEVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT
EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT Disampaikan oleh : Prof. DR. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Disampaikan pada : Rapat Koordinasi Pemantauan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki ekonomi yang rendah, dan hal ini sangat bertolak belakang dengan peran
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki pulau terbanyak di dunia. Dengan banyaknya pulau di Indonesia, maka banyak pula masyarakat yang memiliki mata pencaharian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
Lebih terperinciIV. KONDISI UMUM WILAYAH
29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan
Lebih terperinciTIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014
BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 15/02/32/Th.XVII, 16 Februari 2014 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya yang tergolong miskin secara garis besar dan dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu mereka yang bertempat tinggal di pesisir pantai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Lebih terperinciBAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di beberapa negara dijadikan sektor andalan sebagai penghasil devisa terkuat diantara sektor lainnya, hal ini akhirnya terbukti bisa menghasilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut
Lebih terperinciBab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan
122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang
Lebih terperinciBudidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN
Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali Sutini NIM K.5404064 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)
UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 214 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4 PERADILAN
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat pada tahun 2010 terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan pemanfaatan segala potensi yang ada di masingmasing daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga pelaksanaannya
Lebih terperinciINDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013
No. 02/11/Th. XIV, 12 November 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bekasi Tahun 2013 A. Penjelasan Umum IPG merupakan
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
20 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah 4.1.1 Geografi, topografi dan iklim Secara geografis Kabupaten Ciamis terletak pada 108 o 20 sampai dengan 108 o 40 Bujur Timur (BT) dan 7 o
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total
Lebih terperinciBAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT
BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang
Lebih terperinciJumlah rumah tangga usaha pertanian di Jawa Barat Tahun 2013 sebanyak rumah tangga
Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Jawa Barat Tahun 2013 sebanyak 3.057.424 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Jawa Barat Tahun 2013 sebanyak 695 Perusahaan Jumlah perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang
Lebih terperinciBERITA RESMI STATISTIK
Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Lebih terperinciBAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH
BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Lebih terperinci4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah
Lebih terperinciGambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan yang salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman biota laut (perikanan dan kelautan). Dengan luas wilayah perairan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang mensyaratkan bentuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara Asean lainnya. Sumber daya
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang mempunyai wilayah perairan laut dan perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara Asean lainnya. Sumber daya alam ini salah satunya menghasilkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2013 (dalam rupiah)
UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 213 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 PROP. JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup orang harus melakukan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan. Kegiatan
Lebih terperincitambahan bagiperekonomian Indonesia (johanes widodo dan suadi 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang mempunyai wilayah perairan laut dan perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara - negara lainnya.sumber daya alam ini salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara maritim, karena memiliki lautan lebih luas dari daratannya, sehingga biasa juga disebut dengan Benua Maritim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut harus dikembangkan dan dikelola sumberdaya yang tersedia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. biasa disebut faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat nelayan identik dengan kemiskinan, banyak hal yang menyebabkan yaitu kurangnya modal yang dimiliki para nelayan, teknologi yang dimiliki, rendahnya akses
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Deskripsi Ekonomi Kabupaten/Kota wilayah Jawa Barat 1. Deskripsi Ekonomi Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki jumlah kecamatan yang cukup banyak yakni
Lebih terperinciUSAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF
USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF OLEH: Nama : FEMBRI SATRIA P NIM : 11.02.740 KELAS : D3-MI-01 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMASI DAN KOMPUTER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah yang termasuk ke dalam pesisir laut di Sumatera Utara adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah 5.625 km 2. Posisinya sangat strategis
Lebih terperinciPotensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON
Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan
Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara maritim yang kaya akan potensi ikannya, sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan dan perairan. Sektor perikanan menjadi bagian yang sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena termasuk dalam Zone Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI). Namun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari ± 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 Km dan luas laut sekitar 3.273.810 Km². Sebagai negara
Lebih terperinciSumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu sektor penting yang bisa menunjang pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, mendorong pemerataan pembangunan nasional dan mempercepat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. usaha pada tahun 2006 menjadi usaha pada tahun 2007 (Tabel 1).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 BPS mencatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 222 juta jiwa dengan laju pertumbuhan
Lebih terperinciV. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU
V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU Wilayah Kabupaten Indramayu terletak pada posisi geografis 107 o 52 sampai 108 o 36 Bujur Timur (BT) dan 6 o 15 sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang
Lebih terperinciU R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,516,000, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 31,208,086, BELANJA LANGSUNG 91,167,222,200.00
Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.05 URUSAN PILIHAN Kelautan dan Perikanan 2.05.01 Dinas Perikanan dan Kelautan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,516,000,000.00 00 00 1 2
Lebih terperinci