I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman yang disebabkan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit maupun gulma menjadi bagian dari budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang lalu. Tanaman tersebut diusahakan untuk diambil hasilnya dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi perlindungan tanaman, diupayakan peningkatan hasil pertanian sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan dan kemudian diusahakan untuk bisnis dalam meningkatkan pendapatan. Perlindungan tanaman merupakan bagian penting dalam sistem dan usaha agribisnis, baik di on farm maupun off farm. Peran perlindungan tanaman dalam mendukung keberhasilan pengembangan hortikultura sangat besar, terutama dalam mempertahankan produktivitas melalui upaya penekanan kehilangan hasil akibat serangan OPT, dampak perubahan iklim (DPI), dan meningkatkan kualitas hasil produk yang aman konsumsi, berdaya saing sesuai standar yang dipersyaratkan dalam perdagangan, serta menciptakan suatu sistem produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kegiatan perlindungan tanaman erat kaitannya tidak hanya dengan gangguan OPT, tetapi juga dengan gangguan non-opt seperti DPI (kebanjiran, kekeringan, kebakaran) dan gangguan usaha berupa penjarahan produksi dan lahan, yang semuanya mempengaruhi penurunan produksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian yang diakibatkan oleh OPT maupun DPI dan gangguan usaha sangat berarti bagi produktivitas hortikultura. Namun demikian sangat sulit menetapkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan data dan informasi yang dimiliki. Kehilangan hasil di tingkat petani karena serangan OPT pada beberapa tanaman hortikultura, diperkirakan masih cukup tinggi meskipun belum terukur secara memadai. Kerugian secara nyata di lapangan jauh lebih besar karena masih banyak komoditas yang tidak dilaporkan dan dihitung kerugiannya. Selain faktor OPT, kerugian yang disebabkan DPI merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap hasil produk hortikultura. Faktor tersebut juga menjadi faktor risiko yang menjadi pertimbangan dalam pengajuan kredit atau pinjaman di bidang agribisnis (Gavin 2008).
2 Sesuai dengan Undang-Undang No.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pengendalian OPT dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT). Kunci keberhasilan pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman hortikultura adalah pelaksanaan sistem perlindungan tanaman yang efektif dan efisien. Di dunia internasional Indonesia terkenal sebagai negara berkembang pertama yang telah berhasil menerapkan PHT di tingkat petani sehingga sekarang telah dijadikan model bagi negara-negara lain dalam menerapkan dan mengembangkan PHT sesuai dengan kondisi pertanaman, ekosistem, dan sistem sosial ekonomi masyarakat. Prinsip pendidikan orang dewasa yang diwujudkan dalam bentuk Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) telah diakui relevansi, efektivitas serta manfaatnya oleh banyak pihak sebagai pendekatan pemberdayaan petani untuk kondisi petani di negara berkembang. Indonesia merupakan negara perintis penerapan SLPHT pada banyak jenis tanaman dan ekosistem termasuk tanaman padi, palawija, sayuran dataran tinggi dan dataran rendah, dan lain-lain. Terkait dengan pengamanan produksi, untuk mencapai sinergi yang optimal diperlukan langkah-langkah yang terencana, sistematis dan terkoordinasi yang melibatkan semua stakeholder perlindungan hortikultura. Stakeholder adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan pengaruh terhadap organisasi, baik pihak di dalam organisasi maupun di luar organisasi (Djohar dan Saptono 2011). David (2011) mengemukakan bahwa stakeholder dengan kekuatan yang rendah dan keterdugaan yang tinggi akan memberikan sedikit masalah pada organisasi. Tetapi jika stakeholder memiliki kekuatan yang tinggi dengan tingkat keterdugaan yang rendah dapat menjadi peluang atau ancaman bagi organisasi. Berdasarkan kekuatan dan ketertarikan, apabila stakeholder dengan kekuatan yang rendah dan ketertarikan yang rendah akan memberikan usaha yang minimal, sedangkan jika kekuatan yang tinggi dan ketertarikan tinggi merupakan key player (pemain kunci) yang perlu mendapat perhatian. Perencanaan strategik Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2010-2014 yang sedang berjalan akan berakhir. Berdasarkan adanya perubahan tugas pokok organisasi (Tupoksi) sesuai Peraturan Menteri Pertanian No.61/Permentan/OT.140/10/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, maka perencanaan strategik Direktorat Perlindungan Hortikultura perlu ditinjau kembali, sehingga dalam penyusunan perencanaan
3 strategik selanjutnya dapat dilakukan dengan lebih baik. Tupoksi yang mengalami perubahan adalah yang terkait dengan DPI yang menjadi fokus perhatian, sedangkan sebelumnya belum banyak menimbulkan masalah bagi perkembangan OPT hortikultura. Oleh karena itu visi dan misi juga perlu dibahas kembali apakah yang sedang berjalan masih tetap digunakan atau perlu disesuaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, dilakukan penelitian Perencanaan Strategik Direktorat Perlindungan Hortikultura Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk periode tahun 2013-2017, yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal, menetapkan tujuan dan sasaran, alternatif strategi, prioritas strategi, dan menyusun program/kegiatan. Penyusunan perencanaan strategik periode tahun 2013-2017 dilakukan dengan memperhatikan harapan-harapan stakeholder yang dilakukan sedini mungkin pada awal program. Identifikasi pandangan dan karakteristik dari stakeholder ini sangat penting dan merupakan dasar untuk tahap berikutnya. Semakin spesifik informasi setiap stakeholder, maka semakin mudah untuk memastikan ketetapan informasi, pesan, dan investasi yang akan dilakukan. Identifikasi visi, misi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi Direktorat Perlindungan Hortikultura dilakukan, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan tujuan, sasaran, prioritas strategi, dan kebijakan Direktorat Perlindungan Hortikultura. Untuk mencapai tujuan dan sasaran kemudian disusun program/kegiatan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Strategi, kebijakan dan program/kegiatan disusun sejalan dengan peraturan perundangan yang berlaku dengan mengacu kepada kebijakan pembangunan sistem dan usaha agribisnis, serta memperhatikan kepentingan semua stakeholder. Sehubungan dengan hal tersebut, peran pemerintah sebagai regulator, fasilitator, dan motivator serta kepedulian, kesiapan dan komitmen seluruh stakeholder sangat diharapkan bagi keberhasilan pengamanan sistem dan usaha agribisnis. Fokus program kerja Direktorat Perlindungan Hortikultura mengacu pada program pembangunan Tahun 2010-2014, yaitu Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura guna mendukung sasaran program Direktorat Jenderal Hortikultura, berupa Program Peningkatan Produksi dan Mutu Produk Hortikultura. Pelaksanaan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura menuntut adanya suatu sistem pengelolaan program, kegiatan dan anggaran yang dilakukan berbasis kinerja. Selain itu dalam pelaksanaannya harus
4 didasarkan kepada uraian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing unit kerja. Program Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura tahun 2013-2017 pada prinsipnya melanjutkan program-program pembangunan tahun-tahun sebelumnya. Anggaran program/kegiatan perlindungan hortikultura dan realisasinya tahun 2009-2011 sebagaimana tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1 Anggaran kegiatan perlindungan hortikultura dan realisasinya tahun 2009-2011 Tahun Anggaran (Rp.) Realisasi (Rp.) % 2009 25.618.362.000 24.132.112.616 94,20 2010 58.710.190.000 55.257.026.306 94,12 2011 62.500.000.000 55.930.945.500 90,00 Sumber : Direktorat Perlindungan Hortikultura KInerja sistem perlindungan hortikultura dalam mendukung sistem produksi antara lain dilakukan melalui peningkatan subsistem pengamatan/peramalan OPT, pengendalian OPT, penyediaan sarana perlindungan, pemberdayaan pelaku perlindungan hortikultura, dan pemenuhan teknis dalam perdagangan internasional. Selama kurun waktu tahun 2009-2011 proporsi serangan OPT terhadap hasil panen secara nasional berada di bawah 5 %, meskipun di beberapa provinsi masih terdapat serangan OPT tersebut di atas 5%. Pemantauan residu pestisida dalam kurun waktu tersebut yang dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Hortikultura, memberikan gambaran bahwa produk buah dan sayur baik dari wilayah produksi dan ekspor, dinilai aman untuk dikonsumsi. Kegiatan-kegiatan lain juga mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya antara lain dalam penyelenggaraan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT), kelompok pengguna agens hayati dalam menerapkan teknologi ramah lingkungan, dan penyediaan pest list untuk komoditas hortikultura yang mempunyai potensi ekspor. Kinerja suatu organisasi merupakan pencapaian hasil sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Hasil penelitian Sudarto (2007) menunjukkan permasalahan pada internal perusahaan mempunyai pengaruh paling signifikan dalam menurunkan kinerja suatu perusahaan, yaitu terdapat pada faktor manajemen perusahaan dan sumber
5 daya manusia. Sedangkan Thoyib (2005) mengemukakan bahwa kepemimpinan, budaya organisasi dan strategi organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan tugas pokok Direktorat Perlindungan Hortikultura yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, dan dengan memperhatikan visi Direktorat Perlindungan Hortikultura pada saat ini yaitu terwujudnya kemandirian petani dan masyarakat pertanian lainnya dalam penerapan PHT pada komoditas hortikultura dalam sistem pertanian berkelanjutan dan berwawasan agribisnis, maka perlu dilakukan analisis perencanaan strategik dengan meninjau kembali perencanaan strategik tahun 2010 2014 untuk menyusun program dan kegiatan-kegiatan perlindungan hortikultura yang dapat mewujudkan visi yang akan dicapai. Adapun perumusan masalah tersebut diformulasikan sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi internal dan eksternal Direktorat Perlindungan Hortikultura yang dapat mendukung produk hortikultura yang berdaya saing? 2. Bagaimana tujuan dan sasaran Direktorat Perlindungan Hortikultura? 3. Berdasarkan faktor internal dan eksternal Direktorat Perlindungan Hortikultura, alternatif strategi apa saja yang ditetapkan dengan analisis SWOT? 4. Bagaimana prioritas startegi yang ditetapkan dalam pencapaian tujuan Direktorat Perlindungan Hortikultura? 5. Bagaimana penyusunan program dan kegiatan Direktorat Perlindungan Hortikultura dalam waktu lima tahun mendatang (2013 2017)? 1.3. Tujuan Penelitian Rumusan masalah di atas disusun dalam penelitian yang dilakukan yaitu : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal Direktorat Perlindungan Hortikultura yang dapat mendukung produk hortikultura yang berdaya saing. 2. Merumuskan tujuan dan sasaran Direktorat Perlindungan Hortikultura. 3. Menetapkan alternatif strategi Direktorat Perlindungan Hortikultura dengan analisis SWOT.
6 4. Menetapkan prioritas strategi dalam pencapaian tujuan Direktorat Perlindungan Hortikultura. 5. Menyusun program dan kegiatan Direktorat Perlindungan Hortikultura dalam waktu lima tahun mendatang (2013 2017). 1.4. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi unit lingkup Direktorat Perlindungan Hortikultura serta mitra kerja di provinsi maupun kabupaten dalam melaksanakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura tahun 2013 2017, sehingga diharapkan akan tercapai sasaran perlindungan hortikultura yang efisien dan berdaya saing secara terintegrasi bersama stakeholder terkait lainnya, sehingga dapat memberi nilai tambah bagi petani hortikultura di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang perencanaan strategik instansi pemerintah. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian yang dilakukan meliputi perencanaan strategik Direktorat Perlindungan Hortikultura Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Obyek penelitian selain penyusunan program/kegiatan Direktorat Perlindungan Hortikultura dalam lima tahun ke depan (2013 2017), juga untuk Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) di seluruh provinsi, karena kegiatan perlindungan hortikultura didukung oleh kegiatan-kegiatan operasional di daerah, sehingga dana kegiatan juga dialokasikan untuk instansi yang bersangkutan. Rancangan kegiatan-kegiatan secara rinci dalam upaya meningkatkan kinerja dalam jangka pendek untuk tahun 2013 dilakukan dalam penelitian ini, sedangkan kegiatan-kegiatan secara rinci untuk jangka panjang akan ditetapkan kemudian oleh Direktorat Perlindungan Hortikultura.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB