BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori OCB (Organizational Citizenship Behavior) OCB adalah sebuah konsep yang relatif baru dianalisis kinerja, tetapi itu merupakan konsep lama dalam perilaku manusia dari tindakan sukarela dan saling membantu dengan tidak ada permintaan untuk membayar atau penghargaan formal (Min Huei, 2003). Organizational Citizenship Behaviour (OCB) adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi perilaku karyawan, OCB mengacu pada konstruk perilaku extra-role (ERB), yang didefinisikan sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi dan atau berniat untuk menguntungkan organisasi yang secara langsung mengarah ke peran harapan itu sendiri (Darsana, 2013). Paine dan Organ dalam Komalasari, dkk. (2009) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat discretionary, yang secara tidak langsung atau eksplisit diakui oleh system reward yang formal, dan secara keseluruhan mendorong berjalannya organisasi secara efektif. OCB juga dikenal sebagai perilaku extra-role yang merupakan tindakan melakukan melebihi persyaratan pekerjaan lain, dimana peran ekstra disini berarti kontribusi individu dalam tempat kerja yang melampaui persyaratan peran tertentu dan tidak diakui oleh system reward (Yaghoubi, dkk., 2011). Dasar pemikiran munculnya OCB tidak terlepas dari fenomena yang disebut sebagai warga negara yang baik (good
citizen). Seorang warga negara yang baik adalah seseorang yang membantu tetangganya, memilih, berpartisipasi dalam aktivitas kemasyarakatan (Paille, 2012). Sumiyarsih, dkk. (2012) ada lima dimensi OCB, yaitu: a) Conscientiousness, berarti karyawan mempunyai perilaku in-role yang memenuhi tingkat di atas standar minimum yang disyaratkan. b) Altruisme, yaita kemauan untuk memberikan bantuan kepada pihak lain. c) Civicvirtue, yaitu partisipasi aktif karyawan dalam memikirkan kehidupan organisasi, misalnya: selalu mencari info-info terbaru yang mendukung kemajuan organisasi. d) Sportmanship, yaitu lebih menekankan pada aspek-aspek positif organisasi daripada aspek-aspek negatifnya, mengindikasikan perilaku tidak senang protes, tidak mengeluh, dan tidak membesar-besarkan masalah kecil/sepele. e) Courtesy, yaitu berbuat baik dan hormat kepada orang lain, termasuk perilaku seperti membantu seseorang untuk mencegah terjadinya suatu permasalahan, atau membuat langkah-langkah untuk meredakan atau mengurangi berkembangnya suatu masalah. Fitriastuti (2013) dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, memperkuat teori Organ, yang menyatakan bahwa OCB dapat mempengaruhi kinerja organisasi dalam hal: a) Mendorong peningkatan produktivitas manajer dan karyawan
b) Mendorong penggunaan sumber daya yang dimiliki organisasi untuk tujuan yang lebih spesifik c) Mengurangi kebutuhan untuk menggunakan sumber daya organisasi yang langka pada fungsi pemeliharaan d) Memfasilitasi aktivitas organisasi diantara anggota kelompok kerja e) Lebih meningkatkan kemampuan organisasi untuk memelihara dan mempertahankan karyawan yang berkualitas dengan membuat lingkungan kerja sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk bekerja f) Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi dengan mengurangi keragaman variasi kinerja dari masing-masing unit organisasi g) Meningkatkan kemampuan organisasi untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan. 2.1.2 Komitmen Organisasi Komitmen organisasi adalah salah satu konsep yang paling sering dipelajari dalam psikologi organisasi dan perilaku organisasi (Antony, 2013). Menurut Robbins dan Timothy (2009 : 100) komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuantujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi. Robert dan John (2009 : 122) Komitmen organisasi adalah tingkatan sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Komitmen Organisasi merupakan derajat dimana karyawan mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi tertentu berserta tujuan dan berkeinginan untuk mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi tersebut (Robbins dan Mary, 2010). Komitmen organisasi tidak hanya menggambarkan loyalitas pasif yang dimiliki oleh anggota organisasi melainkan juga tindakan aktif anggota organisasi untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dan keberlangsungan organisasi tetap dapat dipertahankan, jadi keberadaan komitmen organisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasional (Komalasari, dkk., 2009). Komalasari dkk, (2009) menyebutkan model komitmen yang terdiri 3 komponen, yaitu: a) Affective commitment (komitmen afektif), yaitu keterikatan karyawan secara psikologis kepada organisasi yang bersifat positif. Artinya bahwa karyawan tersebut mengafiliasikan dirinnya dengan tujuan organisasi dan tetap ingin menjadi bagian dari organisasi tersebut. b) Continuance commitment, yaitu suatu komitmen yang mengharuskan seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasi dengan alasan bahwa biaya yang harus ditanggung (baik economic cost maupun social cost) lebih tinggi jika ia keluar dari organisasi (side bet theory). c) Normative commitment, komitmen individual untuk tetap menjadi anggota organisasi lebih karena adanya suatu kewajiban moral. Sebagai contoh ketika sebuah organisasi telah memberikan pelatihan ataupun investasi dalam pengembangan sumberdaya manusia (anggotanya), maka anggota organisasi tersebut cenderung merasa memiliki kewajiban moral untuk tetap menjadi anggota organisasi dalam rangka membayar
hutang. Jadi, anggota organisasi berkomitmen terhadap organisasi karena merasa seharusnya memiliki komitmen tersebut. Komitmen organisasional akan membuat pekerja memberikan yang terbaik kepada organisasi tempat dia bekerja, lebih berorientasi pada kerja dan akan cenderung senang membantu serta dapat bekerjasama (Rahmi, 2013). Rahmi (2013) mengemukakan suatu model anteseden (faktor-faktor yang mendahului) dari komitmen organisasional yaitu: a) Karakteristik Pribadi, beberapa karakteristik pribadi dianggap memiliki hubungan dengan komitmen organisasional yaitu usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan jenis kelamin. b) Karakteristik Pekerjaan, karakteristik pekerjaan merupakan posisi pekerjaan, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan peran, selfemployment, otonomi, jam kerja, tantangan dalam pekerjaan, serta tingkat kesulitan dalam pekerjaan. c) Pengalaman Kerja, pengalaman kerja dipandang sebagai suatu kekuatan sosialisasi utama yang mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan ikatan psikologis dengan organisasi. d) Karakteristik Struktural, karakteristik struktural adalah karakteristik yang dikembangkan untuk meningkatkan komitmen individu kepada organisasi, meliputi kemajuan karir dan peluang promosi di masa yang akan datang, besar atau kecilnya organisasi, bentuk organisasi, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
Luthans dalam Rahmi (2013) mengemukakan beberapa pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen dalam membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan: a) Berkomitmen pada nilai utama manusia, membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi. b) Memperjelas dan mengkomunikasikan misi, memperjelas misi dan ideologi, berkarisma, menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai, membentuk tradisi. c) Menjamin keadilan organisasi, memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif, menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. d) Menciptakan rasa komunitas, membangun homogenitas berdasarkan nilai, keadilan, berkumpul bersama, serta menekankan kerjasama, saling mendukung, dan kerja tim. e) Mendukung perkembangan karyawan, melakukan aktualisasi, memberikan pekerjaan menantang, memajukan dan memberdayakan, mempromosikan dari dalam, menyediakan aktivitas perkembangan, menyediakan keamanan kepada karyawan tanpa jaminan. 2.1.3 Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional (emotional intelligence-ei) adalah keahlian untuk memahami diri anda sendiri (menangani emosi-emosi, membuat keputusan yang baik, mencari dan memanfaatkan masukan, melatih penguasaan diri), dan berharap dengan orang lain secara efektif (mendengarkan, menunjukkan empati,
motivasi, memimpin, dan sebagiannya) (Bateman dan Scott, 2008). Kecerdasan emosional (emotional intelligence) merupakan kemampuan untuk memanajemeni emosi diri sendiri dan kemampuan untuk memanajemeni emosi orang lain (Wirawan, 2009 : 107). Robbins dan Timothy (2009 : 335) Kecerdasan emosional (emotional intelligence-ei) terdiri atas lima dimensi yaitu: a) Kesadaran Diri: sadar atas apa yang anda rasakan. b) Manajemen Diri: kemampuan mengelola emosi dan dorongan-dorongan anda sendiri. c) Motivasi Diri: kemampuan bertahan dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan. d) Empati: kemampuan merasakan apa yang dirasakan orang lain. e) Keterampilan Sosial: kemampuan menangani emosi-emosi orang lain. Beberapa penelitian telah menunjukkan pentingnya seseorang memiliki kecerdasan emosional antara lain meningkat dalam rangka untuk mengembangkan situasi organisasi dimana kecerdasan emosional dapat memprediksi kemajuan dan cara kegagalan (Naghdi dan Badri, 2013). Mengaplikasikan kecerdasan emosional dalam kehidupan akan berdampak positif baik dalam kesehatan fisik, keberhasilan akademis, kemudahan dalam membina hubungan dengan orang lain, dan meningkatkan resiliensi (Setyowati, dkk., 2010). Kejelasan konsep kecerdasan emosional dapat mengembangkan dan meningkatkan kinerja dan prestasi kerja karyawan (Sukumaran dan Ahilah, 2012).
2.1.4 Kinerja Pegawai Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi fungsi atau indikator indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009 : 5). Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh, berarti bahwa kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam bekerja untuk periode waktu tertentu dan penekanannya pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam periode waktu tertentu, dan untuk menentukan tinggi rendahnya kinerja pada karyawan, dan perusahaan yang melakukan penilaian tahunan yang disebut annual performance appraisal (Marpaung dan Maria, 2012). Mahmudi (2010) faktor faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: a) Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. b) Faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. c) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan, dan keeratan anggota tim. d) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
e) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan limngkungan eksternal dan internal. 2.2 Rumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian biasanya disusun dengan menggunakan kalimat tanya (Sugiono, 2012 : 93). 2.2.1 Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Pegawai Marpaung dan Maria (2012) variabel kecerdasan emosional pemimpin berpengaruh signifikan terhadap variabel Kinerja, hal ini berarti jika kecerdasan emosional pemimpin ditingkatkan maka akan berdampak pada peningkatan kinerja dan sebaliknya jika kecerdasan emosional pemimpin menurun maka mengakibatkan penurunan kinerja. Fitriastuti (2013) kecerdasan emosional berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Shahhosseini, dkk., (2012) variabel independen yaitu (emosional kecerdasan) dan variabel dependen (kinerja) ada korelasi positif dan signifikan antara dua variabel. Kahtani (2013) kecerdasan emosional dapat berkontribusi pada pencapaian seseorang. H 1 : Kecerdasan Emosional berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai 2.2.2 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Fitriastuti (2013) komitmen organisasional memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan karena karyawan dengan komitmen yang tinggi akan loyal dan bersedia melakukan apa saja yang dibutuhkan oleh organisasi
tempatnya bekerja serta akan mempertahankan keikutsertaannya dalam kegiatan organisasi. Ticoalu (2013) Komitmen organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan karena tingkat signifikansi yang ditunjukkan lebih kecil. Memari, dkk., (2013) menyatakan H1 (ada hubungan positif yang signifikan antara komitmen organisasi dan prestasi kerja karyawan) diterima dimana jawaban responden menunjukkan bahwa saat mereka merasa santai dalam lingkungan kerja, komitmen organisasi mereka juga meningkatkan ditunjukkan dengan kinerja yang tinggi. Asiedu, dkk., (2014) menyatakan komitmen organisasi juga memiliki korelasi positif yang signifikan secara statistik pada karyawan kinerja. H 2 : Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai 2.2.3 Pengaruh Organizational Citizenship Behavior (OCB) Terhadap Kinerja Pegawai Ticoalu (2013) menyebutkan Organizational Citizenship Behavior (OCB) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan, berarti bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB), sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan pada PT. Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) cabang Manado. Fitriastuti (2013) OCB berpengaruh signifikan pada kinerja karyawan Negeri Sipil Organisasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kutai Timur. Harwiki (2013) OCB terhadap Kinerja Karyawan menemukan nilai koefisien dan cukup bukti untuk menerima hipotesis bahwa OCB berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan, karena koefisien positif (0,307), menunjukkan bahwa nilai yang lebih tinggi dari OCB, akan mengarah pada nilai yang lebih tinggi dari Kinerja Karyawan.
H 3 : Organizational Citizenship Behavior (OCB) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai Gambar 2.1 Model Penelitian Kecerdasan Emosional (X 1 ) H 1 Komitmen Organisasi (X 2 ) H 2 H 3 Kinerja Pegawai (Y) Organizational Citizenship Behavior (X 3 ) Sumber: Fitriastuti (2013)