Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB 1 PENDAHULUAN. Refika Aditama, 2003), hal Universitas Indonesia Pengaruh komparisi...,tumpal Naibaho, FH UI, 2009.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan


BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lainnya karena ingin selalu hidup dalam. kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaannya akan berlangsung baik

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan suatu hubungan hukum yang dikategorikan sebagai suatu

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. A. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah kuasa yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Jurnal Independent Vol 2 No P a g e. Oleh : Bambang Eko Muljono, SH, S.pN, M.Hum, MMA

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB II KONTRAK DAN PENYELESAIANNYA

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

Lex Privatum Vol. V/No. 5/Jul/2017

BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

Transkripsi:

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April 2013). BAB I (AKTA OTENTIK DAN AKTA NOTARIS) A. AKTA OTENTIK Pasal 1867 KUHPerdata disebutkan adanya istilah Akta Otentik, dan Pasal 1868 KUHPerdata memberikan batasan secara unsur yang dimaksud dengan akta otentik yaitu: a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan seorang pejabat umum. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang. c. Pegawai umum (Pejabat Umum) oleh-atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. Arti kata akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula ditentukan bahwa siapapun terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa dibuktikan 1

bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. B. AKTA NOTARIS Dalam Hukum acara Perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum, terdiri dari: a. Bukti tulisan b. Bukti dengan saksi-saksi c. Pensangkaan-pengsangkaan d. Pengakuan e. Sumpah Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan. Tulisan-tulisan otentik berupa akta otentik, yang dibuat yang sudah ditentukan dalam undang-undang, dibuat di hadapan pejabat umum yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat. Dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta disebut sebagai suatu akta Notaris, karena akta tersebut sebagai akta otentik yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam UUJN. Akta Notaris sudah pasti akta otentik. C. SYARAT AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK 2

Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris, yaitu membuat akta secara umum, dengan batasan sepanjang: 1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapakan oleh undang-undang. 2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. 3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan. 4. Berwenang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan Notaris. 5. Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini Notaris harus menjamin kepastian waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta. Selain Pasal 15 ayat (1) UUJN, Pasal 1868 BW yang merupakan sumber untuk otensitas Akta Notaris juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta Notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut: a. Akta itu harus dibuat oleh atau dihadapan seorang Pejabat Umum. b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang. c. Pejabat Umum oleh- atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. D. NILAI PEMBUKTIAN AKTA OTENTIK 3

1. Lahiriah Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apanya. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notatis tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahariah bukan akta otentik.pembuktian harus dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta notaris. 2. Formal Secara formal pembuktian akta otentik menyangkut kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap,paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap. 3. Materil Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan, bahwa notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta (akta pejabat), atau para pihak telah benar berkata (di hadapan notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta notaris. E. NILAI PEMBUKTIAN AKTA OTENTIK DALAM PUTUSAN PENGADILAN 4

Aspek lahiriah dari akta Notaris dalam yurisprudensi Mahkamah Agung bahwa akta Notaris sebagai alat bukti berkaitan dengan tugas pelaksanaan tugas jabatan Notaris. Contoh Putusan Mahkamah Agung RI nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973, yang menegaskan bahwa judex factie dalam amar putusannya membatalkan akta Notaris, hal ini tidak dapat dibenarkan, karena Pejabat Notaris fungsinya hanya mencatat (menulis) apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Putusan Mahkamah Agung tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Akta Notaris tidak dapat dibatalkan. 2. Fungsi Notaris hanya mencatatkan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. 3. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa yang dikemukakan oleh penghadap tersebut. Aspek formal dari akta Notaris mempermasalahkan mengenai: a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap. b. Pihak yang menghadap Notaris. c. Tanda tangan yang menghadap. d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta. f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan. Notaris wajib menjamin kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap yang tercantum atau disebutkan pada bagian awal akta Notaris, sebagai bukti bahwa para pihak menghadap dan menandatangani akta pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam akta dan semua prosedur pembuatan telah dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku dalam hal ini UUJN. 5

Aspek materiil dari akta Notaris, segala hal yang tertuang harus dinilai benar sebagai pernyataan atau keterangan Notaris dalam akta relaas, dan harus dinilai sebagai pernyataan atau keterangan para pihak dalam akta partij (pihak), hal apa saja yang harus ada secara materiil dalam akta harus mempunyai batasan tertentu.dalam kaitan ini MA dengan putusan nomor 1440 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 menegaskan bahwa suatu akta otentik (atau akta di bawah tangan) hanya berisi satu perbuatan hukum. Aspek materiil isi akta merupakan keinginan para pihak, tapi dalam keadaan atau dengan alasan tertentu, akta tersebut batal demi hukum, yaitu jika materi akta tersebut bertentangan dengan aturan hukum. Dengan demikian secara materiil akta Notaris tidak mempunyai kekuatan eksekusi dan batal demi hukum dengan putusan pengadilan, jika dalam akta Notaris: 1. Memuat lebih dari satu perbuatan hukum. 2. Materi akta bertentangan dengan hukum yang mengatur perbuatan atau tindakan hukum tersebut. F. TINDAKAN HUKUM YANG WAJIB DIBUAT OLEH/DI HADAPAN PEJABAT TERTENTU (NOTARIS) Perjanjian yang wajib dibuat oleh atau dihadapan pejabat tertentu (Notaris), antara lain adalah: 1. Bebagai izin kawin 2. Pencabutan pencegahan perkawinan 3. Bebagai perjanjian kawin berikut perubahannya 4. Kuasa melangsungkan perkawinan 5. Hibah berhubung dengan perkawinan dan penerimaannya 6. Pembagian harta perkawinan setelah adanya putusan pengadilan tentang pemisahan akta 6

7. Pemulihan kembali harta campur yang telah di pisah 8. Syarat-syarat untuk mengadakan perjanjianpisah meja dan ranjang 9. Pengakuan anak luar kawin 10. Pengangkatan wali 11. Bebagai macam/jenis surat wasiat, termasuk di antaranya penyimpanan wasiat umum, wasiat pendirian yayasan, wasiat pemisahan dan pembagian harta peninggalan, fideicomis, pengangkatan pelanksanaan wasiat dan pengurus harta peninggalan dan pecabutannya 12. Berbagai akta pemisahan dan pembagian harta peninggalan/warisan 13. Berbagai hibahan 14.Protes Non pembayaran/akseptasi. Akta yang wajib dibuat oleh PPAT yaitu: 1. Jual Beli 2. Tukar Menukar 3. Hibah 4. Pemasukan ke dalam perusahaan 5. Pembagian hak bersama 6. Pemberian hak tanggungan 7. Pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik 8. Surat kuasa membebankan hak tanggungan. 7

G. SUBSTANSI ISI AKTA YANG DILARANG Dalam keadaan tertentu peraturan perundang-undangan melarang substansi sebuah kontrak atau hal-hal tertentu peraturan perudang-undangannya melarangnya. Selama ini kita hanya mengenal perjanjian yang batal demi hukum dan perjanjian dapat dibatalkan yang keduanya mengacu kepada Buku III KUHPerdata. Contohnya: UU No 5 tahun 1999 tentang Perjanjian yang dilarang. UU No 5 tahun 1999 tentang Perjanjian yang dilarang tidak memberikan batasan mengenai perjanjian yang dilarang, atau tidak menentukan jenis barang tertentu yang dilarang untuk diperjanjikan sesama pelaku usaha, tapi hanya menentukan perbuatan atau tindakan tertentu dalam dunia usaha para pelaku usaha dilarang memperjanjikannya. Bisa dilihat dalam UU ini dalam (Pasal 4, 5, 6, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,16) H. APAKAH BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DENGAN ADANYA TINDAKAN HUKUM YANG HARUS DIBUAT SECARA TERTENTU TERSEBUT? Pasal 1338 KUHPerdata merupakan pilar utama dari asas kebebasan berkontrak, meskipun dalam prakteknya tidak bebas dalam arti yang sebenarnya, tapi bebas ada pembatasan atau ada perkecualinya. Adanya kewajiban atau mewajibkan kepada masyarakat agar kontrak tertentu wajib mengikuti aturan yang telah ditentukan baik pejabat yang membuatnya ataupun pejabatnya merupakan salah satu upaya dari negara agar ada keseragaman sehingga mempermudah untuk pengawasannya atau penerapannya, dan negara memberikan perlindungan untuk kontrak-kontrak tertentu, terutama yang berkaitan Hukum Keluarga dan Harta Benda dan Harta Benda Perkawinan. Jika dikaitkan dengan Buku II KUHPerdata yang bersifat tertutup, maka beralasan jika kontrak-kontrak yang berkaitan dengan Hukum Keluarga dan Harta Benda dan Harta Benda Perkawinan tidak boleh disimpangi, ketentuan yang berlaku terhadap hal tersebut 8

merupakan keharusan, jika tidak dilakukan diancam dengan kebatalan atas kontrakkontrak tersebut. I. SATU AKTA SATU PERBUATAN HUKUM Dapat dikatakan satu perbutan hukum wajin dibuat dalam satu kontrak saja, misalnya dalam perjanjian kredit (perbankan) jika debitur wansprestasi, di dalam perjanjian kredit tersebut ada ketentuan memberikan kuasa untuk menjual barang jaminan, ada juga kuasa untuk mengosongkan barang jaminan darai para penghuni.dengan demikian, bahwa tiap tindakan hukum akan tunduk pada aturan hukum yang berbeda pula, maka lebih baik satu kontrak untuk satu perbuatan hukum saja yang berkaitan dengan signifikasi pembeda tiap kontrak. BAB II (ANATOMI AKTA NOTARIS) Ada beberapa hal yang dapat dijadikan dasar untuk membangun struktur akta Notaris, antara lain: 1. Latar Belakang yang akan diperjanjikan. 2. Identifikasi para pihak (subjek hukum). 3. Identifikasi objek yang akan diperjanjikan. 4. Membuat kerangka akta. 5. Merumuskan substansi akta: a. Kedudukan para pihak b. Batasan-batasan (yang boleh atau tidak diperbolehkan menurut aturan hukum) c. Hal-hal yang dibatasi dalam pelaksanaannya. d. Pilihan hukum dan pilihan pengadilan e. Klausula penyelesaian sengketa 9

f. Kaitannya dengan akta yang lain (jika ada). Menyusun sebuah akta Notaris harus mempunyai alur sistematika yang mengalir, untuk itu akta Notaris mempunyai anatomi tersendiri, artinya mempunyai bagian-bagian dan nama tersendiri yang tidak terlepas dari bagian yang lainnya. Bentuk pembuatan akta Notaris di tentukan dalam Pasal 38 UUJN. lain: Ada beberapa bagian dari anatomi akta Notaris yang perlu diberikan penjelasan antara 1. Judul Akta Judul Akta harus merupakan cerminan dari substansi akta, tidak multitafsir. Judul akta tidak boleh terlalu pendek ataupun terlalu panjang. Judul akta yang penting harus jelas mengambarkan maksud dari penghadap yang membuat akta tersebut agar tidak terjadi multitafsir. 2. Komparisi Komparisi adalah tindakan/ kedudukan para pihak dalam/ untuk membuat/menandatangani akta. Dalam membuat komparisi maka syarat subjektif, yaitu kesepakatan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum harus terpenuhi (Pasal 1320 KUHPerdata). Jika syarat ini tidak terpenuhi atas permintaan pihak-pihak tertentu, maka Kontrak dapat dibatalkan. Komparisi terdiri dari: 1. Identitas para pihak yang membuat akta. 2. Kedudukan para pihak dalam melakukan tindakan 3. Dasar kedudukan tersebut. 10

4. Cakap dan berwenang untuk melakukan tindakan hukum yang akan disebutkan/dicantumkan dalam akta. 5. Para pihak memiliki hak untuk melakukan suatu tindakan yang akan dicantumkan dalam kontrak/perjanjian. Bentuk komparisi: a. Untuk diri sendiri. b. Selaku kuasa. c. Dalam jabatan/kedudukan (Bdan usaha/sosial/pemerintahan/badan keagamaan/ badan lain). d. Menjalankan kekuasaan sebagai orang tua. e. Sebagai wali. f. Sebagai pengampu. g. Pendewasaan. h. Perwakilian Sukarela. BAB III (KEBATALAN DAN PEMBATALAN AKTA NOTARIS) A. AKTA NOTARIS DAPAT DIBATALKAN Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi. Syarat sahnya suatu perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta Notaris. Syarat subjektif dicantumkan dalam 11

awal akta, dan syarat objektif dicantumkan dalam Badan akta sebagai isi akta. Dengan demikian jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. Unsur subjektif yang pertama berupa adanya kesepakatan bebas dari para pihak yang berjanji, atau tanpa tekanan dan intervensi dari pihak manapun, tapi semata-mata keinginan para pihak yang berjanji. Pasal 1321 KUHPerdata menjelaskan bahwa apabila dapat dibuktikan bahwa kontrak ternyata disepakati di bawah paksaan atau ancaman yang menimbulkan ketakutan orang yang diancam sehingga orang tidak mempunyai pilihan lain selain menandatangani kontrak tersebut, maka akta tersebut dapat dibatalkan. Unsur subjektif yang kedua berupa adanya kecakapan untuk melakukan tindakan dari pihak yang berjanji. Kecakapan melakukan suatu tindakan hukum oleh para pihak dalam akta yang akan menimbulkan akibat hukum tertentu jika tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan. Dalam kaitan ini berkaitan dengan Subjek Hukum yang akan bertindak dalam akta tersebut. Subjek hukum terdiri dari manusia dan badan hukum. Subjek dari suatu akta adalah pihak yang bertindak dan bertanggungjawab atas akta yang bersangkutan. 1. Subjek Hukum- Manusia Dalam praktek Notaris melihat batas umur seseorang dikatakan dewasa didasarkan kepada Pasal 330 KUHPerdata, contohnya jika yang menghadap kepada Notaris untuk melakukan perbuatan hukum tertentu untuk/atas dirinya sendiri atau untuk pihak/orang lain, maka kepada yang bersangkutan akan diterapkan batas dewasa 21 tahun. Selain itu apabila dilihat dari unsur-unsur kedewasaan maka, indikatorindikatornya adalah: a. Kewenangan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, tanpa bantuan orang tua ataupun wali 12

b. Seseorang yang telah dewasa dapat dibebani tanggungjawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukannya. c. Batas usia tersebut harus merupakan pengaturan bagi perbuatan hukum secara umum, bukan untuk perbuatan hukum tertentu saja. 2. Subjek Hukum- Badan Hukum Institusi yang berbadan hukum perdata dalam Hukum Indonesia, antara lain: a. Perseroan terbatas (UU No 40 tahun 2007) b. Yayasan (UU No 16 tahun 2001) c. Koperasi (UU No 25 tahun 1999) d. Perkumpulan yang berbadan hukum. 3. Subjek Hukum- Badan Hukum Publik Dalam keadaan tertentu bahwa lembaga pemerintahan sebagai badan hukum publik dapat terlibat dalam/untuk membuat akta, misalnya Gubernur/walikota/bupati yang sesuai dengan kewenangan masing-masing. B. AKTA NOTARIS BATAL DEMI HUKUM Unsur objektif yang pertama berupa objek yang tertentu yang diperjanjikan. Prestasi merupakan pokok/ objek perjanjian. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata dan 1334 KUHPerdata menjelaskan bahwa, hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok perjanjian, tak peduli apakah barang-barang itu sudah ada atau yang baru akan ada kelak. 13

Unsur objektif yang kedua yaitu berupa substansi perjanjian adalah sesuatu yang diperbolehkan, baik menurut undang-undang, kebiasaan, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku pada saat perjanjian dibuat dan ketika dilaksanakan. Dalam Pasal 84 UUJN telah menentukan sendiri akta Notaris yang mempunyai ketentuan pembuktian sebagai akta di bawah tangan disebutkan dengan tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang bersangkutan sebagaimana tersebut di atas, maka dapat ditafsirkan bahwa ketentuan-ketentuan yang tidak disebutkan dengan tegas akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan,maka selain itu termasuk ke dalam akta Notaris yang batal demi hukum, yaitu melanggar Pasal 16 ayat (1) huruf l, pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51 UUJN. C. AKTA NOTARIS YANG MEMPUNYAI KEKUATAN PEMBUKTIAN SEBAGAI AKTA DIBAWAH TANGAN Pasal 1869 KUHPerdata menentukan batasan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan karena: 1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan, atau 2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan, atau 3. Cacat dalam bentuknya, meskipun demikian akta seperti itu tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan jika akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Pasal-pasal ini dicantumkan secara tegas dalam penerapan UUJN, dimana akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, yaitu: 14

1. Melanggar ketentuan 16 ayat (1) huruf i, yaitu tidak membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris. 2. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8),yaitu Notaris pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki bahwa akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri. 3. Melanggar pasal 39 UUJN, bahwa: a. Penghadap paling sedikit berumur 18 tahun. b. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh dua orang saksi yang berumur paling sedikit 18 tahun atau diperkenalkan oleh dua penghadap lainnya. 4. Melanggar Pasal 40 UUJN yang menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh Notaris dengan dihadari paling sedikit dua orang saksi paling sedikit berumur 18 tahun, dan cakap melakukan perbuatan hukum. 5. Melanggar Pasal 52 UUJN, yang menjelaskan Notaris dilarang membuat akta untuk dirinya sendiri, istri/suami, atau orang lain yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Notaris. Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. D. AKTA NOTARIS DIBATALKAN OLEH PARA PIHAK SENDIRI Akta Notaris merupakan keinginan para pihak yang datang menghadap Notaris, tanpa adanya keinginan seperti itu, akta Notaris tidak akan pernah dibuat, kewajiban Notaris 15

adalah untuk membingkainya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,sehingga akta tersebut dikualifikasikan sebagai akta otentik. Dan isi akta yang bersangkutan merupakan kehendak para pihak, bukan kehendak atau keinginan Notaris. Jika akta Notaris yang bersangkutan, dirasakan oleh para pihak tidak mencapai tujuan yang diinginkannya atau harus diubah sesuai dengan keadaan, maka para pihak secara bersama-sama dan sepakat datang ke hadapan Notaris untuk membatalkan isi akta yang bersangkutan. E. MENILAI AKTA NOTARIS DENGAN ASAS PRADUGA SAH Akta Notaris sebagai produk dari Pejabat Publik, maka penilaian terhadap akta Notaris harus dilakukan dengan Asas Praduga Sah (Vermoeden van Rechtmatigheid). Asas ini dapat dipergunakan untuk menilai akta Notaris, yaitu akta Notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Untuk menilai atau menyatakan akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke pengadilan umum. Sepanjang belum ada keputusan pengadilan yang mengikat maka akta Notaris tersebut tetap mempunyai kekuatan hukum tetap. Asas ini telah diakui dalam UUJN yang tersebut dalam Penjelasan bagian Umum ditegaskan bahwa: Akta Notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuhi, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. 16