BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT"

Transkripsi

1 31 BAB II AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA WASIAT YANG DIBUAT OLEH NOTARIS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA WASIAT A. Akta Wasiat Sebagai Akta Notaris Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 UUJN, bahwa salah satu kewenangan notaris adalah membuat akta otentik. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh UUJN. 62 Istilah akta berasal dari bahasa Belanda yaitu Acte. Dalam mengartikan akta ini ada dua pendapat yaitu. Pendapat pertama mengartikan akta sebagai surat dan pendapat kedua mengartikan akta sebagai perbuatan hukum. Pitlo mengatakan, akta sebagai surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipahami sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. 63 Subekti mengatakan, akta sebagai perbuatan hukum, yang mengartikan Pasal 108 KUHPerdata bukanlah berarti surat melainkan harus diartikan perbuatan hukum. 64 Selanjutnya Sudarsono menguatkan pendapat yang menyatakan, acte atau akta dalam arti luas merupakan perbuatan hukum (recht handeling), suatu tulisan yang dibuat untuk dipahami sebagai bukti perbuatan hukum Abdul Ghofur Anshori, 2009, Op. Cit., hlm Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, (Jakarta: Internusa, 1986), hlm Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramitra, 1980), hlm

2 32 Akta adalah surat yang disengaja dibuat sebagai alat bukti, berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum di bidang keperdataan yang dilakukan oleh pihak-pihak. Akta-akta yang dibuat menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata Jo ketentuan UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Akta itu disebut sebagai otentik bila memenuhi unsur sebagai berikut : 1) Dibuat dalam bentuk menurut ketentuan Undang-undang; 2) Dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum; 3) Pejabat Umum itu harus berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat. Berdasarkan pihak yang membuatnya, untuk akta otentik dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu : a) Akta pihak (partij akte), adalah akta yang dibuat di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan. 66 Ciri khas dari akta ini adanya komparisi atas keterangan yang menyebutkan kewenangan para pihak dalam melakukan perbuatan melawan hukum yang dimuat dalam akta. b) Akta Pejabat (Ambtelijk Akte atau Relaas Akte) Akta pejabat merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu dengan mana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang yang namanya diterangkan di hal Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999),

3 33 dalam akta. 67 Ciri khas dari akta ini adanya komparisi atas keterangan yang menyebutkan kewenangan para pihak dalam melakukan perbuatan hukum yang dimuat dalam akta. Akta Notaris adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris menurut KUH Perdata pasal 1870 dan HIR pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat. Akta Notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan KUH Perdata pasal 1866 dan HIR 165, akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat bukti persidangan yang memiliki kedudukan yang sangat penting. 68 Akta-akta yang boleh dibuat oleh Notaris sebagai berikut: 1. Pendirian Perseroan Terbatas (PT), perubahan juga Risalah Rapat Umum Pemegang Saham. 2. Pendirian Yayasan 3. Pendirian Badan Usaha - Badan Usaha lainnya 4. Kuasa untuk Menjual 5. Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian Jual Beli 6. Keterangan Hak Waris 67 Ibid., 68 library.usu.ac.id/download/fh/tesis-arwin%20engsun.pdf, diakses pada tanggal 5 Juli 2016.

4 34 7. Wasiat 8. Pendirian CV termasuk perubahannya 9. Pengakuan Utang, Perjanjian Kredit dan Pemberian Hak Tanggungan 10.Perjanjian Kerjasama, Kontrak Kerja 11.Segala bentuk perjanjian yang tidak dikecualikan kepada pejabat lain Dalam hal pembuatan akta, salah satu akta yang dibuat Notaris adalah akta wasiat, dimana akta wasiat yang dibuat oleh Notaris disebut dengan wasiat umum (openbare akte). Akta ini tidak tertutup seperti wasiat rahasia atau olografis, bukan berarti semua orang boleh melihatnya, kerahaasiaan tetap dijaga oleh notaris seperti pada setiap akta yang dibuatnya. Prosesnya adalah pembuat wasiat menghadap notaris dan menerangkan dengan lugas apa yang menjadi keinginan terakhirnya, lalu notaris menuliskan dengan kata-kata yang jelas. B. Tinjauan Umum Tentang Wasiat 1. Pengertian Wasiat Wasiat merupakan suatu jalan bagi pemilik harta kekayaan dan harta benda semasa hidupnya untuk menyatakan keinginannya yang terakhir tentang pembagian harta peninggalannya kepada ahli waris yang baru akan berlaku setelah ia meninggal dunia.

5 35 Menurut Kamus Hukum, pengertian wasiat (testament) merupakan: surat yang mengandung penetapan-penetapan kehendak si pembuat wasiat atau pesanpesan yang baru akan berlaku pada saat si pembuatnya meninggal. 69 Pengertian wasiat juga dapat diketahui dari Pasal 875 KUHPerdata yang menyatakan : Surat wasiat atau testament ialah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali. 70 Selanjutnya, R. Subekti mengatakan bahwa, wasiat/ testament itu adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal. 71 Kehendak terakhir adalah suatu pernyataan kehendak yang sepihak dan suatu perbuatan hukum yang mengandung suatu beschikkingshandeling (perbuatan pemindahan hak milik) mengenai harta kekayaan si pewaris yang dituangkan dalam bentuk tertulis yang khusus, yang setiap waktu dapat dicabut dan berlaku dengan meninggalnya si pewaris serta tidak perlu diberitahukan kepada orang yang tersangkut. 72 Dengan demikian, pemberian wasiat (testament) adalah pembagian warisan kepada orang yang berhak menerima warisan atas kehendak terakhir si pewaris 69 R. Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramitha,1996), Cetakan ke-12, hal Henny Tanuwidjaja, Hukum Waris Menurut BW, (Bandung: Refika Aditama, 2012), hal R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1998), Cetakan Kesepuluh, hal Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, (Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 1982), Cetakan ke-1, hal. 18.

6 36 (pewasiat) yang dinyatakan dalam bentuk tulisan dalam akta Notaris. 73 Selanjutnya karena keterangan dalam wasiat (testament) tersebut adalah suatu pernyataan sepihak maka wasiat (testament) setiap waktu dapat ditarik kembali, boleh secara tegas atau secara diam-diam. 74 Isi wasiat/ testament tidak terbatas pada hal yang berkaitan dengan harta kekayaan saja, tetapi dapat berupa penunjukan wali untuk anak-anak yang meninggal, pengakuan anak yang lahir di luar perkawinan, atau pengangkatan executeur testamentair (seorang diberi kuasa mengawasi dan mengatur pelaksanaan wasiat). 75 Suatu wasiat/ testament juga dapat berisi apa yang dinamakan suatu erfstelling yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari warisan. Orang yang ditunjuk itu dinamakan testamentaire erfgenaam yaitu ahli waris menurut wasiat dan sama halnya dengan seorang ahli waris menurut undang-undang, ia memperoleh segala hak dan kewajiban si meninggal onder algemene titel. 76 Dari pengertian wasiat tersebut, maka dapat diketahui bahwa ciri-ciri surat wasiat adalah : 1. Merupakan perbuatan sepihak yang dapat dicabut kembali 2. Merupakan kehendak terakhir dan mempunyai kekuatan hukum setelah pewaris meninggal dunia. 73 Pasal 974 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 74 Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2008), hal Ibid., 76 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, 1998, hal 83.

7 37 Dengan melihat ciri pokok dari surat wasiat/ testament tersebut, maka terdapat suatu larangan untuk membuat wasiat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama untuk menguntungkan satu dengan pihak lainnya maupun untuk kepentingan pihak ketiga dalam suatu akta. 77 Menurut J. Satrio, unsur-unsur wasiat (testament) ada 4 (empat) 78, antara lain sebagai berikut : a. Suatu wasiat (testament) adalah suatu akta. Akta menunjuk pada syarat bahwa wasiat (testament) harus berbentuk suatu tulisan atau sesuatu yang tertulis. Surat wasiat (testament) dapat dibuat baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta otentik. Namun, mengingat bahwa suatu wasiat (testament) mempunyai akibat yang luas dan baru berlaku setelah si pewaris meninggal, maka suatu wasiat (testament) terikat pada syarat-syarat yang ketat. b. Suatu wasiat (testament) berisi pernyataan kehendak, yang berarti merupakan suatu tindakan hukum yang sepihak. Tindakan hukum sepihak adalah pernyataan kehendak satu orang yang sudah cukup menimbulkan akibat hukum yang dikehendaki. Jadi, wasiat (testament) bukan merupakan suatu perjanjian karena dalam suatu perjanjian mensyaratkan adanya kesepakatan antara dua pihak, yang berarti harus ada paling sedikitnya dua kehendak yang saling sepakat. Namun wasiat (testament) menimbulkan suatu perikatan, dan karenanya ketentuan-ketentuan mengenai perikatan berlaku terhadap testament, sepanjang tidak secara khusus ditentukan lain. c. Suatu wasiat (testament) berisi mengenai apa yang akan terjadi setelah ia meninggal dunia. Artinya wasiat (testament) baru berlaku kalau si pembuat wasiat (testament) telah meninggal dunia. Itulah sebabnya seringkali suatu wasiat (testament) disebut kehendak terakhir karena setelah meninggalnya si pembuat wasiat (testament) maka wasiatnya tidak dapat diubah lagi. d. Suatu wasiat (testament) dapat dicabut kembali. Unsur ini merupakan unsur terpenting karena syarat inilah yang pada umumnya dipakai untuk menetapkan 77 Henny Tanuwidjaja, Op.cit., hal. 51 Pasal 930 KUHPerdata berbunyi: Tidaklah diperkenankan dua orang atau lebih membuat wasiat dalam satu akta yang sama, baik untuk keuntunganpihak ketiga maupun berdasarkan penetapan timbal balik atau bersama. 78 J. Satrio, Hukum Waris, 1990, Op.cit., hal. 165

8 38 apakah suatu tindakan hukum harus dibuat dalam bentuk akta wasiat (testament acte) atau cukup dalam bentuk lain. 2. Bentuk-Bentuk Wasiat (Testament) Dalam pasal 931 KUHPerdata menyatakan bahwa : suatu wasiat hanya boleh dinyatakan, baik dengan akta tertulis sendiri atau olografis, baik dengan akta umum, ataupun akta rahasia atau tertutup. Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa undang-undang pada dasarnya mengenal 3 (tiga) macam cara membuat wasiat (testament), yaitu : 79 a. Testament Terbuka atau Umum (Openbaar Testament) Pasal 938 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa wasiat/testament umum atau wasiat tak rahasia ini harus dibuat dihadapan seorang notaris yang dihadiri oleh dua orang saksi. Si pewaris menyatakan kemauannya kepada Notaris secara secukupnya, maka Notaris harus menulis atau menyuruh menulis pernyataan itu dalam kata-kata yang terang. Pernyataan yang dibuat dalam Pasal 938 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah untuk menegaskan bahwa Notaris tidak perlu menulis semua kata-kata yang diucapkan si pewaris, cukup hanya yang perlu saja menurut Notaris, agar yang ditulis itu menjadi terang maksudnya. Dalam wasiat umum ini, syarat untuk menjadi saksi sama halnya dengan wasiat atau testament rahasia. Ditambah pula dengan ketentuan siapa-siapa yang tidak boleh menjadi saksi, yaitu: Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal.

9 39 1. Para ahli waris atau orang-orang yang dihibah barang-barang, sanak keluarga mereka sampai tingkat keempat. 2. Anak-anak, cucu-cucu serta anak menantu Notaris atau cucu, menantu Notaris. 3. Pembantu notaris. Pernyataan si pewaris ini dapat dilakukan kepada Notaris di luar hadirnya para saksi, kemudian ditulis pula oleh Notaris. Sebelum tulisan Notaris itu dibacakan lebih dahulu si pewaris harus menyatakan lagi kemauannya secara singkat di muka para saksi. Barulah tulisan Notaris itu dapat dibacakan dan kepada si pewaris ditanyakan, apakah sudah betul yang dibacakan itu sesuai kemauannya yang terakhir, hal ini ditegaskan oleh Pasal 939 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kemudian akta itu ditanda tangani Notaris, para saksi, dan oleh si pewaris tidak dapat atau berhalangan untuk menandatangani maka harus disebut dalam akta notaris dan harus disebutkan bahwa acara selengkapnya harus dilakukan. Wasiat/testament umum ini merupakan bentuk testament yang paling umum yang paling sering muncul, dan paling dianjurkan (baik), karena Notaris sebagai seorang yang ahli dalam bidang ini, berkesempatan dan bahkan wajib memberikan bimbingan dan petunjuk, agar wasiat tersebut dapat terlaksana sedekat mungkin dengan kehendak testateur Ibid., hal J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Alumni, 1992), hal. 186.

10 40 b. Testament Tertulis (Olographis Testament) Menurut Pasal 932 Kitab undang-undang Hukum Perdata bahwa wasiat/testament ini harus ditulis dengan tangan orang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri (eigenhandig) dan harus diserahkan sendiri kepada notaris untuk disimpan (gedeponeerd). Penyerahan testament tersebut juga harus disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. 82 Pada waktu penyerahan wasiat atau testament ini kepada Notaris untuk disimpan, wasiat/ testament sudah tertutup dalam satu sampul yang disegel. Dalam hal ini si pewaris di muka Notaris dan para saksi mencatat pada sampul yang menyatakan bahwa dalam sampul dan wasiatnya, dan catatan itu ditandatangani oleh si pewaris. 83 Notaris sendiri harus membuat akta tersendiri dalam hal menerima wasiat atau testament untuk disimpan, akta mana harus ditandatangani oleh Notaris, para saksi dan si pewaris. Wasiat atau testament olographis, setelah disimpan Notaris mempunyai kekuatan yang sama dengan surat wasiat yang dibuat dengan akta umum dan dianggap telah dibuat pada hari pembuatan akta penitipan, tanpa memperhatikan hari penandatanganan yang terdapat dalam surat wasiat itu sendiri. Wasiat olographis yang diterima oleh notaris untuk disimpan harus dianggap seluruhnya telah ditulis dan ditandatangani dengan tangan pewaris tersebut sendiri, sampai ada bukti yang menunjukkan sebaliknya Rahmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal Oemarsalim, 2000, Op.cit., hal Pasal 933 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

11 41 Apabila wasiat/testament olographis itu diserahkan kepada Notaris dengan sampul yang disegel, maka Notaris tidak berhak membuka segel itu, kecuali jika si pewaris wafat atau meninggal dunia, Notaris menyerahkan kepada Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) untuk dibuka seperti wasiat atau testament rahasia, yaitu dengan membuat proses verbal dari pembukaan itu dan wasiat/ testament yang dikemukakan selanjutnya harus dikembalikan kepada Notaris. c. Testament Tertutup atau Rahasia Syarat-syarat wasiat/ testament rahasia ini diatur dalam Pasal 940 dan 941 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Wasiat ini dibuat sendiri oleh si pewaris atau menyuruh orang lain untuk menulisnya. Jadi, harus ditulis sendiri dan ditandatangani sendiri. Testament ini harus selalu tertutup dan disegel. Penyerahannya kepada notaris harus dihadiri oleh 4 (empat) orang saksi. 85 Dalam testament ini, si peninggal warisan membuat suatu keterangan di muka Notaris dan saksi-saksi, bahwa yang termuat dalam sampul itu adalah wasiatnya atau testamentnya dan ditulis sendiri atau menyuruh orang lain untuk menulisnya dan ditandatangani sendiri. Kemudian Notaris membuat akta superscripsi yaitu untuk menyetujui keterangan itu, akta mana dapat ditulis sendiri dalam surat yang memuat keterangan itu sendiri atau pada sampulnya. Akta superscripsi ini harus ditandatangani oleh Notaris. Jika si pewaris tidak dapat menanda tangani, maka hal tersebut harus disebut dalam akta superscripsi 85 Oemarsalim, 2000, Op.cit., hal. 104.

12 42 itu. Wasiat atau testament rahasia ini harus disimpan oleh Notaris bersama-sama dengan aslinya dari akta-akta notaris lain. 86 Jika si pewaris adalah orang yang bisu, tetapi dapat menulis maka wasiat atau testament tetap harus ditulis, diberi tanggal dan ditanda tangani oleh pewasiat. Kemudian, wasiat atau testament harus ditulis si pewaris di muka Notaris dan para saksi. Bahwa tulisan yang diserahkan itu adalah wasiatnya. Untuk itu Notaris membuat kata superscripsi dan menyebutkan di dalamnya bahwa keterangan dari si pewaris itu ditulis dihadapan notaris dan saksi-saksi. 3. Syarat-Syarat Pembuatan Wasiat (Testament) Pembuatan wasiat atau testament adalah merupakan suatu tindakan yang sangat pribadi, hal ini berarti bahwa tindakan itu tidak dapat oleh seorang wakil, baik wakil berdasarkan undang-undang maupun wakil berdasarkan kontrak. Lain halnya dalam mengikat perkawinan dan membuat syarat-syarat perkawinan dapat dilakukan oleh seorang wakil, tetapi membuat wasiat atau testament harus pewaris sendiri, hal tersebut juga berlaku dalam hal pembuatan wasiat atau testament di muka seorang notaris, tetapi berlaku juga untuk semua formalitas-formalitas yang diperlukan untuk membuat suatu wasiat atau testament, misalnya untuk formalitas membuat suatu wasiat atau testament rahasia atau juga diperlukan untuk membuat wasiat atau testament yang dikehendaki juga untuk membatalkan wasiat atau testament itu Ibid., 87 diakses pada tanggal 21 Juli 2016, pukul WIB).

13 43 Sebelum membuat akta wasiat, tindakan Notaris terlebih dahulu melakukan pengenalan terhadap si penghadap. Ketika melakukan pengenalan, Notaris harus benar memastikan bahwa penghadap dalam keadaan sehat dan mampu melakukan perbuatan hukum, kemudian menanyakan dan mencermati keinginan si penghadap. Notaris dapat terlebih dahulu menerangkan apa wasiat dan bagaimana cara pemberian wasiat, agar si penghadap benar-benar mengerti dan memahami apa yang akan dikehendaki si penghadap. Kemudian Notaris wajib memeriksa bukti surat/ objek yang akan diberikan benar atau tidak secara terperinci mengenai adanya objek tersebut dan memastikan bahwa sudah pernah/ ada atau tidak dibuat sebelumnya objek yang sesuai dengan keinginan si penghadap, juga melakukan pembacaan, dan penandatanganan suatu akta. 88 Pembuatan wasiat atau testament dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Secara lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi, atau 2. Tertulis di hadapan 2 (dua) orang saksi, atau 3. Di hadapan Notaris. Wasiat atau testament yang dibuat dengan akta umum harus dibuat di hadapan Notaris dan disaksikan oleh dua orang saksi. Notaris harus menulis atau menyuruh menulis kehendak pewaris dalam kata-kata yang jelas menurut apa adanya yang disampaikan oleh pewaris kepadanya. Apabila penyampaian wasiat tersebut dilakukan tanpa kehadiran para saksi, dan naskahnya telah disiapkan oleh Notaris, pewaris harus mengemukakan lagi 88 Hasil wawancara dengan Notaris/ PPAT Erita Wagewati Sitohang, pada tanggal 22 Juli 2016.

14 44 kehendaknya seperti apa adanya di hadapan para saksi, sebelum naskah itu dibacakan di hadapan pewaris. Selanjutnya, wasiat harus dibacakan oleh Notaris dengan kehadiran para saksi, dan setelah dibacakan oleh Notaris, harus ditanyakan kepada pewaris apakah yang dibacakan tersebut telah sesuai dengan kehendaknya. Apabila kehendak pewaris dikemukakan dalam kehadiran para saksi itu dan langsung dituangkan dalam tulisan, pembacaan dan pertanyaan apakah yang dibacakan tersebut telah sesuai dengan kehendaknya tersebut juga harus dilakukan juga dalam kehadiran para saksi. Selanjutnya akta tersebut harus ditandatangani oleh pewaris, Notaris, dan para saksi. 89 Agar dapat mengadakan penetapan dengan kehendak terakhir (surat wasiat) atau agar dapat menarik kembali sebuah penetapan yang telah dibuat, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Bahwa orang yang mewariskan telah mencapai umur 18 tahun atau ia telah dinyatakan dewasa. b. Bahwa orang yang mewariskan mempunyai akal budi yang sehat. 90 Jika seseorang yang membuat wasiat kehilangan akal budinya, maka wasiat tersebut batal demi hukum. Orang-orang yang tidak sehat akalnya dan ditempatkan dalam rumah perawatan dianggap tidak cakap. Ketidakcakapan yang ada di kemudian hari tidaklah membuat akta wasiat yang semula telah 89 F. Satriyo Wicaksono, Hukum Waris, (Jakarta: Visimedia, 2011), hal H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid I, Cetakan keempat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996), hal

15 45 dibuat secara sah menjadi tidak sah. Dengan kata lain, akta wasiat tersebut tetaplah berlaku sah Pencabutan dan Gugurnya Wasiat Jika surat wasiat yang kemudian tidak dengan tegas memuat suatu pencabutan akan wasiat sebelumnya, maka yang demikian hanya membatalkan ketetapanketetapan tersebut tidak dapat disesuaikan dengan yang baru atau yang dahulu bertentangan yang baru. 92 Dapat ditarik kesimpulan bahwa: Jika pewaris sudah mengeluarkan lebih dari satu testament, maka semuanya dapat dilaksanakan, kecuali testament yang dikeluarkan kemudian mencabut dengan tegas testament terdahulu. b. Testament yang dikeluarkan lebih dahulu hanya dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan dengan isi testament yang dikeluarkan kemudian. c. Testament yang dikeluarkan paling akhir harus didahulukan pelaksanaannya dan masih ada sisa boedel setelah testament terakhir dilaksanakan baru diberikan kepada testament terdahulu sampai kepada testament yang paling tua usianya. Pencabutan wasiat atau testament dapat dilaksanakan, antara lain: 94 a. Dapat terjadi atas kehendak pewasiat. hal A. Ridwan Halim, Hukum Perdata dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 92 Pasal 994 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 93 Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hal Effendi Perangin-angin, Hukum Waris, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), hal. 79.

16 46 b. Dapat dinyatakan secara tegas dengan akta dan, diam-diam, dengan membuat testament baru yang bertentangan dengan testament lama. c. Testament batal jika pelaksanaannya tidak mungkin. Di antara pencabutan dan gugurnya wasiat terdapat perbedaan, dimana pencabutan merupakan suaitu tindakan dari pewaris yang meniadakan suatu testament, sedangkan gugur ialah tindakan dari pewaris tetapi wasiat tidak dapat dilaksanakan, karena ada hal-hal di luar kemauan pewaris. Testament akan menjadi gugur apabila bertentangan dengan syarat-syarat yang ditetapkan di dalamnya, antara lain: a. Barang yang diwasiatkan musnah pada waktu pewaris masih hidup atau terjadi setelah meninggalnya pewaris, tetapi tidak diakibatkan oleh perbuatan atau kesalahan ahli waris. b. Legaat yang berisi bunga, piutang atau tuntutan utang menjadi gugur apabila ada yang menjadi isi legaat tersebut telah dibayarkan kembali kepada pewaris atau penghibah. c. Ahli waris penerima hibah (legataris) ternyata menolak hibah atau mereka tidak cakap untuk menerima legaat. Jika suatu wasiat memuat suatu ketetapan yang bergantung kepada peristiwa yang tak tentu, maka jika si waris meninggal dunia sebelum peristiwa itu terjadi, wasiat itu gugur. 95 Dan jika yang ditangguhkan itu hanya pelaksanannya saja, maka 95 Pasal 997 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

17 47 wasiat itu tetap berlaku, kecuali ahli waris yang menerima keuntungan dari wasiat itu Pendaftaran Wasiat Pada Daftar Pusat Wasiat Dalam hal surat wasiat yang dibuat baik berupa Akta Notaris maupun akta di bawah tangan, Notaris harus mengirimkan daftar akta atau surat yang berkenaan dengan wasiat tersebut ke Daftar Pusat Wasiat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. Hal ini berdasarkan dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Jika tidak melaporkannya, maka akta tersebut tidak berlaku sebagai akta otentik, atau dengan kata lain akta tersebut hanya berlaku sebagai akta di bawah tangan, bahkan dapat dinyatakan batal demi hukum. Kelalaian Notaris dengan tidak mendaftarkan wasiat ke daftar pusat wasiat mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris Pasal 998 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 97 Pasal 84 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

18 48 Dalam hal pengiriman laporan daftar akta berkenaan dengan wasiat, telah diterapkan online sistem pada tanggal 28 Maret Dengan pemberlakuan online sistem, maka Daftar Pusat Wasiat Subdirektorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata tidak lagi menerima pengiriman laporan daftar akta berkenaan dengan wasiat secara manual. 98 Mengingat bahwa Daftar Pusat Wasiat Subdirektorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata secara adminstratif hanya mendata setiap laporan daftar akta wasiat yang oleh undang-undang diwajibkan dilaporkan oleh Notaris dalam jangka waktu tertentu, maka dampak hukum akibat Notaris tidak memenuhi kewajibannya tersebut menjadi tanggung jawab Notaris yang bersangkutan apabila dikemudian hari menimbulkan permasalahan hukum. 99 C. Kekuatan Pembuktian Akta Wasiat Sebagai Akta Otentik Surat wasiat (Testament) merupakan sebuah akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terhadap harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia nanti. Karena wasiat ditulis dalam sebuah akta, maka syarat wasiat adalah tertulis (dalam bentuk surat wasiat). Dalam prakteknya, surat wasiat umumnya dibuat dalam bentuk akta otentik (dibuat di hadapan Notaris). Hal ini penting mengingat dalam segi pembuktian, akta otentik memiliki nilai pembuktian yang sempurna. 98 Surat edaran yang dikeluarkan Direktur Perdata Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Daulat Pandapotan Silitonga melalui 99 Ibid.,

19 49 Akta wasiat yang dibuat Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian, 100 diantaranya : 1. Lahiriah (uitwendige bewijskracht) Kemampuan Lahiriah akta yang dibuat oleh Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik (acta publica probant sese ipsa). Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Kemampuan ini menurut Pasal 1875 KUHPerdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan. Akta yang dibuat di bawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari orang, terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang menandatanganinya itu mengakui kebenaran dari tandatangannya atau apabila itu dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan. 101 Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta 100 Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal G.H.S Lumban Tobing, Op.cit., hal. 54

20 50 Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik. 2. Formal (formele bewijskracht) Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris (pada akta pejabat/ berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para oihak/ penghadap (pada akta pihak). Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan/ disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak saksi dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata lain, pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta

21 51 Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa pun. Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris. Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan. 3. Materil (materiele bewijskracht) Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegenbewijs). Keterangan atau pernyataan yang dituangkan/ dimuat dalam akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan atau para pihak yang diberikan/ disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan/ dimuat dalam akta, berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian keterangannya dituangkan/ dimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata demikian. Jika ternyata pernyataan/ keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang

22 52 sebenarnya, menjadi bukti yang sah untuk / di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Jika akan membuktikan aspek materiil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta, atau para pihak yang telah benar berkata (di hadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata, dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materiil dari akta Notaris. D. Akibat Hukum Terhadap Akta Wasiat Yang Dibuat Oleh Notaris Atas Kelalaiannya Sehingga Dinyatakan Melakukan Perbuatan Melawan Hukum 1. Akta Notaris yang Dapat Dibatalkan dan Batal Demi Hukum a. Akta Notaris Dapat Dibatalkan Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi. Demikian pula halnya dengan akta wasiat yang dibuat oleh notaris. Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. 102 Syarat sahnya perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta Notaris. Syarat subjektif dicantumkan dalam awal akta, dan syarat objektif dicantumkan dalam badan akta sebagai isi akta. Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 KUHPerdata 102 Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal. 68.

23 53 mengenai kebebasan berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya. Dengan demikian jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap Notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta tersebut dapat dibatalkan. Unsur subjektif yang pertama berupa adanya kesepakatan bebas dari para pihak yang berjanji, atau tanpa tekanan dan intervensi dari pihak mana pun, tapi semata-mata keinginan para pihak yang berjanji. Pasal 1321 KUHPerdata menegaskan, apabila dapat dibuktikan bahwa kontrak ternyata disepakati di bawah paksaan atau ancaman yang menimbulkan ketakutan orang yang diancam sehingga orang tidak mempunyai pilihan lain, selain menandatangani kontrak tersebut, maka akta tersebut dapat dibatalkan. Menurut Subekti, hal ini digambarkan sebagai paksaan terhadap rohani ataupun paksaan terhadap jiwa (physyc) berwujud ancaman yang berbentuk perbuatan melawan hukum, misalnya dalam bentuk kekerasan yang menimbulkan suatu ketakutan. 103 Berkaitan dengan kesepakatan ini dalam praktek dikenal doktrin penyalahgunaan keadaan (Undue Influence), doktrin ini dapat dipergunakan melalui kedudukan seseorang dari posisinya yang memungkinkan untuk melakukan penekanan kepada pihak lainnya, misalnya dalam jabatannya (baik pemerintahan atau politik atau dalam masyarakat), secara ekonomis, dalam keadaan seperti ini, pihak yang lainnya tidak mempunyai kemampuan untuk menghindarinya selain menerima 103 Ibid., hal. 69.

24 54 isi akta yang diberikan kepadanya untuk disepakati. Dengan kata lain, dengan doktrin seperti ini tidak ada kekerasan fisik atau ancaman, tetapi lebih menitikberatkan pada kedaan (situasi dan lingkungan) salah satu subjek dalam akta yang bersangkutan. Doktrin penyalahgunaan keadaan disebut juga Unconscinability atau misbruik van omstandigheden. Dalam Common Law ada 3 (tiga) tolak ukur untuk diklasifikasikan telah terjadinya Unconscinability yaitu: 104 a) Para pihak yang berkontrak berada dalam posisi yang sangat tidak seimbang dalam upaya untuk menegosiasikan penawaran dan penerimaan. b) Pihak yang lebih kuat tersebut secaratidak rasional menggunakan posisi kekuatan yang sangat mendominasi tersebut untuk menciptakan suatu kontrak yang didasarkan pada tekanan dan ketidakseimbangan dari hak dan kewajiban. c) Pihak yang kedudukannya lebih lemah tersebut tidak mempunyai pilhan lain selain menyetujui kontrak tersebut. Adanya Penipuan merupakan alasan lain untuk membatalkan perjanjian, hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1328 KUHPerdata, bahwa penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila ada tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuatan perikatan itu jika dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan ini dilakukan baik dengan serangkaian kata-kata atau kalimat yang menyesatkan ataupun pemberian yang tidak benar oleh salah satu pihak yang berkaitan dengan substansi akta, dan salah satu pihak kemudian tergerak untuk menyetujui akta tersebut. Penipuan semacam ini harus dapat dibuktikan oleh salah satu pihak, sebagai sebuah kerugian yang nyata Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, (Jakarta: Mingguan Ekonomi dan bisnis kontan, 2006), hal Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal 70.

25 55 Unsur subjektif yang kedua berupa adanya kecakapan untuk melakukan tindakan dari pihak yang berjanji. Kecakapan melakukan suatu tindakan hukum oleh para pihak dalam akta yang akan menimbulkan akibat hukum tertentu jika tidak memenuhi syarat yang sudah ditentukan. Dalam hal ini berkaitan dengan subjek hukum yang akan bertindak dalam akta tersebut. Dikatakan mereka yang tidak mempunyai kecakapan bertindak atau tidak cakap adalah orang yang secara umum tidak dapat melakukan tindakan hukum. Bagi mereka yang di bawah umur batasan tertentu dikaitkan dengan ukuran kuantitas, yaitu usia. Sebagai penghadap untuk pembuatan akta notaris harus memenuhi syarat paling sedikit berumur 18 tahun (Pasal 39 ayat (1) UUJN. Ketika subjek hukum tersebut bertindak, maka harus diperhatikan kedudukannya yaitu untuk diri sendiri, selaku kuasa, selaku orangtua yang menjalankan kekuasaan orangtua untuk anaknya yang belum dewasa, selaku wali, selaku pengampu, curator, dalam jabatannya. b. Akta Notaris Batal Demi Hukum Akta notaris dinyatakan batal demi hukum apabila akta tersebut tidak memenuhi unsur objektif akta, yaitu suatu hal tertentu dan sebab yang halal. Dalam hal yang demikian, secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Unsur objektif yang pertama berupa objek yang tertentu (clear and definite) yang diperjanjikan. Prestasi merupakan pokok/ objek pokok perjanjian. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1234 KUHPerdata. Menurut Pasal 1332 dan 1334 KUHPerdata, hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat

26 56 menjadi pokok perjanjian, tidak peduli apakah barang-barang itu sudah ada atau yang baru akan ada kelak. 106 Prestasi tersebut hanya mengikat pihak-pihak yang tersebut dalam akta, ketentuan ini sebagaimana tersebut dalam Pasal 1340 KUHPerdata, yaitu: suatu perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, perjanjian tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 1317 KUHPerdata. Unsur objektif yang kedua yaitu substansi perjanjian adalah sesuatu yang diperbolehkan baik menurut undang-undang, kebiasaan, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku pada saat perjanjian dibuat dan ketika akan dilaksanakan. 107 Pasal 38 ayat 3 huruf a UUJN telah menentukan bahwa syarat subjektif dan syarat objektif bagian dari badan akta, maka timbul kerancuan, antara akta yang dapat dibatalkan dengan akta yang batal demi hukum, sehingga jika diajukan untuk membatalkan akta notaris karena tidak memenuhi syarat subjektif, maka dianggap membatalkan seluruh badan akta, termasuk membatalkan syarat objektif. Syarat subjektif ditempatkan sebagai bagian dari awal akta, dengan alasan meskipun syarat subjektif tidak dipenuhi sepanjang tidak ada pengajuan pembatalan dengan cara gugatan dari orang-orang tertentu, maka isi akta yang berisi syarat objektif tetap 106 Ibid., hal Ibid., hal. 76

27 57 mengikat para pihak, hal ini berbeda jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka akta dianggap tidak pernah ada. Dalam Pasal 84 UUJN ditentukan ada 2 (dua) jenis sanksi perdata, jika Notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu dan juga sanksi yang sama jenisnya tersebar dalam pasal-pasal yang lainnya, yaitu 108 : 1. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan; dan 2. Akta Notaris menjadi batal demi hukum. Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai di bawah tangan dan akta Notaris menjadi batal demi hukum adalah dua istilah yang berbeda, maka perlu ditentukan ketentuan (pasal-pasal) mana saja yang dikategorikan sebagai pelanggaran dengan sanksi akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Untuk menentukan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat dilihat dan ditentukan dari 109 : 1. Isi (dalam) pasal-pasal tertentu yang menegaskan secara langsung jika Notaris melakukan pelanggaran, maka akta yang bersangkutan termasuk akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 2. Jika tidak disebutkan dengan tegas dalam pasal yang bersangkutan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, 108 Habib Adjie, 2008, Op. Cit., hal Ibid., hal. 94

28 58 maka pasal lainya yang dikategorikan melanggar menurut Pasal 84 UUJN, termasuk ke dalam akta batal demi hukum. Pasal 1869KUHPerdata menentukan batasan akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan karena 110 : 1. Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan; atau 2. Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan; atau 3. Cacat dalam bentuknya. Meskipun demikian, akta seperti itu tetap mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan jika akta tersebut ditandatangani oleh para pihak. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l UUJN, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 44UUJN, Pasal 48 UUJN, Pasal 49, Pasal 50 UUJN dan Pasal 51 UUJN telah disebutkan sebagai pelanggaran Notaris dalam kewajibannya, yang jika dilanggar oleh Notaris, akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan termasuk ke dalam akta yang batal demi hukum. 2. Akibat Hukum Terhadap Akta Wasiat yang dibuat oleh Notaris atas Kelalaiannya Akibat hukum adalah segala yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap objek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum Ibid., 111 Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Pustaka setia, 1999), hal. 71.

29 59 Notaris berprofesi sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian dari kekuasan negara di bidang Hukum Perdata terutama untuk membuat alat bukti otentik (akta Notaris). Dalam pembuatan akta Notaris baik dalam bentuk partij akta maupun relaas akta, Notaris bertanggungjawab supaya setiap akta yang dibuatnya mempunyai sifat otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Kewajiban Notaris untuk dapat mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia juga serta untuk mengetahui hukum apa yang berlaku terhadap para pihak yang datang kepada Notaris untuk membuat akta. Hal tersebut sangat penting agar akta yang dibuat oleh Notaris tersebut memiliki otentisitasnya sebagai akta otentik karena sebagai alat bukti yang sempurna, demikian juga dalam hal akta wasiat yang dibuat oleh Notaris. Namun dapat saja Notaris melakukan suatu kesalahan dalam pembuatan akta. Kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi, yaitu 112 : a. Kesalahan ketik pada salinan Notaris, dalam hal ini kesalahan tersebut dapat diperbaiki dengan membuat salinan baru yang sama dengan yang asli dan hanya salinan yang sama dengan yang asli baru mempunyai kekuatan sama seperti akta asli. b. Kesalahan bentuk akta Notaris, dalam hal ini dimana seharusnya dibuat berita acara rapat tetapi oleh Notaris dibuat sebagai pernyataan keputusan rapat. 112 Mudofir Hadi, 1991, Varia Peradilan Tahun VI Nomor 72, Pembatalan Isi Akta Notaris Dengan Putusan Hakim, hal

30 60 c. Kesalahan isi akta Notaris, dalam hal ini mengenai keterangan dari para pihak yang menghadap Notaris, dimana saat pembuatan akta dianggap benar tapi ternyata kemudian tidak benar. Demikian pula halnya dengan akta wasiat yang dibuat oleh Notaris, yang dijadikan alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada hakim. 113 Akibat hukum terhadap akta wasiat yang bersifat otentik yang dibuat oleh seorang Notaris yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atas kelalaiannya dalam pembuatan akta (isi) adalah hilangnya keotentikkan akta tersebut dan menjadi akta dibawah tangan serta akta otentik tersebut dapat dibatalkan apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya dalam persidangan di pengadilan, karena pembuatan suatu akta otentik harus memuat ketiga unsur tersebut di atas (lahiriah, formil dan materiil) atau salah satu unsur tersebut tidak benar dan menimbulkan perkara pidana atau perdata yang kemudian dapat dibuktikan ketidakbenarannya. Sehingga dalam menjalankan jabatanya seorang Notaris harus tunduk pada ketentuan undang-undang dan akta tersebut dibuat oleh dan dihadapan Notaris sesuai dengan prosedur dan tata cara pembuatan akta otentik agar keotentikannya tidak menjadi akta di bawah tangan atau akta tidak sampai dibatalkan. 113 Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal. 83.

31 61 Dalam hal suatu akta wasiat yang dibuat oleh Notaris dibatalkan oleh putusan hakim di pengadilan, maka jika menimbulkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan, Notaris dapat dituntut untuk memberikan ganti rugi, sepanjang hal tersebut terjadi disebabkan oleh karena kesalahan Notaris. Namun dalam hal pembatalan akta wasiat yang dibuat Notaris oleh pengadilan dengan alasan bukan merupakan kesalahan Notaris, maka para pihak yang berkepentingan tidak dapat menuntut Notaris untuk memberikan ganti rugi. 114 Seorang Notaris telah menjalani kewajibannya dalam pembuatan akta wasiat apabila akta wasiat yang dibuatnya dan atau dibuat dihadapannya telah memenuhi syarat formil. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris atas kelalaiannya dalam pembuatan akta wasiat pada dasarnya terjadi suatu perkara, dimana telah menyalahgunakan kewenangan yang telah diatur dalam UUJN dan UU perubahan atas UUJN, dan seorang klien atau penghadap lainnya merasa dirugikan atas terbuatnya suatu akta yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris, sehingga berakibat wasiat yang bersifat otentik yang dibuat oleh Notaris dapat menjadi batal atau dapat dibatalkan. Mengenai pembatalan akta adalah menjadi kewenangan hakim perdata, yakni dengan mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan. Apabila dalam persidangan dimintakan pembatalan akta oleh pihak yang dirugikan (pihak korban) maka akta Notaris tersebut dapat dibatalkan oleh hakim perdata jika ada bukti lawan. Sebagaimana diketahui bahwa akta Notaris adalah akta otentik yang merupakan alat 114 Hasil wawancara dengan Notaris PPAT Suprayitno, pada tanggal 15 Agustus 2016.

32 62 bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan sempurna. Ini berarti bahwa masih dimungkinkan dapat dilumpuhkan oleh bukti lawan yakni diajukannya gugatan untuk menuntut pembatalan akta ke pengadilan agar akta tersebut dibatalkan. 115 Pembatalan menimbulkan keadaan tidak pasti, oleh karena itu undang-undang memberikan waktu terbatas dalam hal menuntut dimana oleh undang-undang dapat dilakukan pembatalan apabila hendak melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian dalam suatu putusan oleh hakim perdata selama tidak dimintakan pembatalan maka perbuatan hukum/perjanjian yang tercantum dalam akta tersebut akan tetap berlaku atau sah. Setelah adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap atas gugatan penuntutan pembatalan akta tersebut maka akta itu tidak lagi mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti yang otentik karena mengandung cacat secara yuridis/cacat hukum. Dan berlakunya pembatalan akta tersebut adalah berlaku surut yakni sejak perbuatan hukum/perjanjian itu dibuat. 116 Dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur tentang tolak ukur sah atau tidaknya suatu perjanjian terdapat 2 (dua) macam syarat yaitu syarat subyektif dan syarat obyektif. Syarat-syarat perjanjian pada angka 1 dan angka 2 Pasal 1320 KUH Perdata adalah syarat subjektif apabila jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh orangorang tertentu atau yang berkepentingan. Pembatalan karena ada permintaan dari 115 Habib Adjie, 2008, Op. Cit., hal Ibid.,

33 63 pihak yang berkepentingan, seperti orang tua, wali atau pengampu disebut pembatalan yang relatif atau tidak mutlak. 117 Pembatalan relatif ini dibagi 2 (dua) yaitu pembatalan atas kekuatan sendiri, maka atas permintaan orang tertentu dengan mengajukan gugatan atau perlawanan, agar hakim menyatakan batal (nietig verklaard) suatu perjanjian. Contohnya jika tidak dipenuhi syarat subjektif (Pasal 1446 KUHPerdata) dan pembatalan oleh hakim, dengan putusan membatalkan suatu perjanjian dengan mengajukan gugatan. Contohnya Pasal 1449 KUHPerdata. 118 Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau pengampu. Agar ancaman seperti itu tidak terjadi, maka dapat dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan, bahwa perjanjian tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Kebatalan seperti ini disebut kebatalan nisbi atau relatif. 119 Selanjutnya, syarat-syarat perjanjian pada angka 3 dan angka 4 Pasal 1320 KUH Perdata adalah syarat objektif dan apabila syarat tersebut tidak dipenuhi maka suatu perjanjian dapat dinyatakan batal demi hukum. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Habib Adjie yang mengatakan bahwa: Jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (nietig), tanpa perlu ada permintaan dari para pihak, dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapapun Habib Adjie, 2011, Op. Cit., hal Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Bale Bandung, 1989), hal Habib Adjie, 2011, Op. cit., hal Habib Adjie, 2014, Cetakan IV, Op. Cit., hal. 123.

34 64 Dengan demikian suatu perjanjian batal demi hukum jika 121 : 1. tidak mempunyai objek tertentu yang dapat ditentukan; 2. mempunyai sebab yang terlarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Pentingnya suatu objek tertentu dan kausa halal ditegaskan dalam Pasal 1335 KUHPerdata yaitu jika syarat suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan. Pasal 1336 KUHPerdata yaitu jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah. Pasal 1337 KUHPerdata yaitu suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. 122 Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, karena perjanjian sudah dianggap tidak ada, maka sudah tidak ada dasar lagi bagi para pihak untuk saling menuntut atau menggugat dengan cara dan bentuk apapun. 123 Misalnya jika suatu perjanjian wajib dibuat dengan akta (Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)), tapi ternyata tidak dilakukan, maka perbuatan hukum atau perjanjian tersebut batal demi hukum Ibid., hal Ibid., 123 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal Habib Adjie, 2011, Op. cit. hal. 66

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila

BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA. perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila BAB III WASIAT DALAM KUH PERDATA A. Pengertian Wasiat Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaannya apabila ia meninggal dunia.

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI

BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI BAB II KEDUDUKAN AKTA WASIAT YANG TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA OLEH AHLI WARIS DAN PENERIMA WASIAT BAGI GOLONGAN PENDUDUK PRIBUMI C. Tinjauan Umum Mengenai Wasiat. 6. Pengertian Wasiat Wasiat atau testament

Lebih terperinci

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu

B AB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu 8 B AB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Wasiat Berdasarkan Pasal 875 BW, yang dimaksud Surat Wasiat (testament) adalah suatu akta yang berisi pernyataan seseorang tentang apa yang akan terjadi setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PELAKSANAAN SURAT WASIAT BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PRAKTEK KENOTARIATAN 1 Oleh: Karini Rivayanti Medellu 2 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH Meiske T. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan notaris sangat penting ditengah-tengah masyarakat. Notaris memberikan jaminan kepastian hukum pada masyarakat menyangkut pembuatan akta otentik. Akta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit).

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah kehendak untuk bersikap adil (recht ist wille zur gerechttigkeit). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D 101 10 630 ABSTRAK Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenal semua perbuatan, perjanjian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam

BAB I PENDAHULUAN. interaksi diantara masyarakat itu sendiri semakin menjadi kompleks. satu fungsi hukum adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi dengan kemajuan teknologi yang semakin modern saat ini, ikut mendorong peningkatan perekonomian yang semakin maju, sehingga berdampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum

Lebih terperinci

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D

PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D PENERAPAN LEGITIME FORTIE (BAGIAN MUTLAK) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KUH PERDATA. SULIH RUDITO / D 101 09 645 ABSTRAK Hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata termasuk dalam bidang hukum

Lebih terperinci

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH

KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru

BAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP AKTA PELEPASAN HAK DENGAN GANTI RUGI YANG LAHIR AKIBAT WANPRESTASI HUTANG PIUTANG A. Tinjauan Umum Akta Otentik dan Akta dibawah tangan Pengertian akta menurut Sudikno Mertokusumo

Lebih terperinci

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN 23 BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu: 28

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

HUKUM WARIS PERDATA BARAT

HUKUM WARIS PERDATA BARAT HUKUM WARIS PERDATA BARAT I. PENGERTIAN HUKUM WARIS Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan lain perkataan mengatur

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Akta merupakan suatu tulisan yang dibuat sebagai bukti suatu perbuatan hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS A. Karakteristik Notaris Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pada saat ini dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maka hubungan antar manusia menjadi hampir tanpa batas, karena pada dasarnya manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan-kesepakatan di bidang ekonomi. Kesepakatan-kesepakatan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Transaksi bisnis, dewasa ini sangat berkembang di Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi untuk melakukan suatu transaksi yang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan manusia lainnya hal ini membuktikan bahwa manusia merupakan mahkluk sosial. Interaksi atau hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN. atau. lebih. di antaranya : pembayaran. Naturalia

HUKUM PERJANJIAN. atau. lebih. di antaranya : pembayaran. Naturalia DASAR-DASAR HUKUM PERJANJIAN A. PERJANJIANN PADA UMUMNYA Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan manaa satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadapp satu orang lain atauu lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan

Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Waris Menurut BW Bab I Pendahuluan Disusun Oleh: Dimas Candra Eka 135010100111036(02) Hariz Muhammad 135010101111182(06) Nyoman Kurniadi 135010107111063 (07) Edwin Setyadi K. 135010107111071(08) Dewangga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH.

BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH. BAB IV KEKUATAN HUKUM ALAT BUKTI SURAT TERGUGAT SEHINGGA DIMENANGKAN OLEH HAKIM DALAM PERKARA NO.12/PDT.G/2010/PN.LLG TENTANG SENGKETA TANAH. Dalam pembuktian suatu perkara perdata alat bukti mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan bukti surat menurut Hukum Acara Perdata

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat

BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT. demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat BAB II KETENTUAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TENTANG WASIAT A. Dasar Hukum Wasiat Wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Hukum mengatur hubungan antara individu yang satu dengan yang lain ataupun

Lebih terperinci