BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin. pemerintah Belanda pada masa penjajahan."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut dengan UUD 1945 telah menegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Syarat negara hukum adalah adanya kehidupan bernegara yang didasarkan kepada aturan hukum untuk menjamin kepastian hukum. Dalam rangka mewujudukan kepastian hukum dalam hubungan hukum keperdataan maka keberadaan lembaga notariat di Indonesia sangatlah penting. Pengaturan mengenai lembaga notariat di Indonesia dimulai dengan adanya Peraturan Jabatan Notaris yang dibawa oleh pemerintah Belanda pada masa penjajahan. Tanggal 26 Januari 1860 Pemerintah Belanda memberlakukan Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia (Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie) Stb. 1860:3 (selanjutnya disebut PJN Stb.1860:3) berdasarkan asas konkordansi. Reglement tersebut ditandatangani oleh Gubernur Jenderal Chs.F. Pahud dan Algemene Secretaris A.London dan akan diberlakukan mulai tanggal 1 Juli 1860 di seluruh Indonesia. Ketentuan yang terdapat dalam PJN Stb.1860:3 diambil dari pasal-pasal di dalam de Wet op Het Notarisambt Stb.1842:20 (selanjutnya disebut PJN Belanda Stb.1842:20). Kedudukan seorang notaris di Indonesia lebih sulit dari para notaris di negeri Belanda. Seorang notaris di Indonesia harus melayani klien dari berbagai 1

2 macam Warga Negara Keturunan yang mempunyai hukumnya masingmasing. Pada tahun 1855 tugas notaris dipermudah karena KUHPerdata dinyatakan sebagian besar berlaku untuk orang-orang Timur Asing, kecuali sebagian hukum perkawinan dan waris. 1 Tanggal 17 Agustus 1945 setelah Indonesia merdeka, lembaga notariat yang semula hanya berlaku bagi Warga Negara Indonesia keturunan Eropa, sejak kemerdekaan Indonesia lembaga notariat diberlakukan bagi seluruh Warga Negara Indonesia. Seiring perkembangannya pada tahun 1949, dengan adanya Konferensi Meja Bundar, para notaris yang berkewarganegaraan Belanda harus meninggalkan Indonesia sehingga untuk mengisi kekosongan jabatan notaris, pada tahun 1954 diundangkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara. Undang-undang tersebut selain mengatur tentang pengangkatan wakil notaris untuk menjalankan tugas jabatan notaris juga secara jelas menegaskan berlakunya Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie sebagai reglement tentang Jabatan Notaris di Indonesia. 2 Tanggal 6 Oktober 2004 diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagai hukum nasional pertama yang secara komprehensif mengatur jabatan notaris. Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut selanjutnya pada tahun 2014 diperbaharui dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang yang merupakan 1 Daeng Naja, 2012, Teknik Pembuatan Akta, Yogyakarta, Pustaka Yustisia, hlm Ibid. 2

3 pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh tentang jabatan notaris demi mewujudkan unifikasi hukum. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menyebutkan bahwa notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Hakikat dari kewenangan seorang notaris tidak terlepas dari pengertian akta otentik sebagaimana yang telah diberikan pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yaitu akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan undang-undang ini. Akta notaris merupakan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat, sepanjang tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh bukti lawan serta telah memenuhi batas minimal pembuktian. 3 Otentisitas akta notaris diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang berbunyi suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan undang-undang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat. Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut suatu akta dapat dikatakan otentik apabila akta mengandung 3 unsur yaitu akta dibuat dalam bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang, dibuat oleh pejabat yang berwenang, dan dibuat di tempat pejabat tersebut berwenang membuat akta. Hal ini berarti apabila suatu akta 3 Ibid., hlm.45. 3

4 tidak memenuhi unsur-unsur tersebut, maka akta tersebut akan mengalami degradasi akta menjadi akta bawah tangan. Definisi konsep otentik secara gramatikal berarti dapat dipercaya; benar; asli, 4 sedangkan secara semantik kata otentik atau authentik umumnya dapat diartikan memberi pembuktian yang sempurna (dari surat-surat): khususnya dalam kata: authentieke akte. N. E. Algra menyebutkan dalam bukunya bahwa para notaris istimewa ditunjuk untuk membuat akta otentik baik atas permintan atau atas perintah; akan tetapi juga beberapa pejabat negeri yang berhak membuatnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tugas pekerjaannya. 5 Habib Adjie dalam bukunya menerangkan bahwa arti akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula ditentukan bahwa siapa pun terikat dengan akta tersebut sepanjang tidak bisa dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 6 Istilah akta otentik secara normatif terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang bunyinya akta otentik itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dan pejabat umum yang membuat akta itu harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. Salah satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 adalah notaris. Notaris yang berwenang membuat akta 4 W.J.S. Poerwadarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hlm N.E. Algra, H.R.W. Gokkel dkk, 1983, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Belanda- Indonesia, Jakarta, Binacipta, hlm Habib Adjie, 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung, Refika Aditama, hlm. 6. 4

5 otentik yang harus sesuai dengan pengertian akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yaitu akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Berdasarkan definisi konsep akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata dan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa akta otentik digolongkan menjadi dua (2) macam yaitu partij acten dan relaas acten. Partij acten merupakan akta otentik yang dibuat di hadapan pejabat umum yang berisikan keterangan yang dikehendaki oleh para pihak yang membuatnya. Kebenaran isi akta tersebut oleh para pihak dapat diganggu gugat tanpa menuduh kepalsuan akta tersebut, sedangkan relaas acten merupakan akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan apa yang dilihat dan disaksikan sendiri oleh notaris atas permintaan para pihak. Kebenaran akta ini tidak dapat di ganggu gugat kecuali dengan menuduh bahwa akta itu palsu. 7 Contoh partij acten adalah akta sewa menyewa, akta tukar menukar, dan lain-lain, sedangkan contoh relaas acten antara lain Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham, akta pencatatan boedel, akta undian berhadiah, dan surat keterangan waris untuk Warga Negara keturunan Tionghoa yang selanjutnya disebut dengan Akta Keterangan Hak Mewaris (AKHM). AKHM harus dibuat oleh notaris berdasarkan Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah 7 Daeng Naja, Op.Cit., hlm.17. 5

6 (Kadaster) tanggal 20 Desember 1969, Nomor Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan dan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada tahun 1969 belum dibentuk Badan Pertanahan Nasional sehingga Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria sebagai instansi yang membidangi pertanahan pada waktu itu mengeluarkan surat edaran yang membagi 3 (tiga) bentuk formal bukti ahli waris sesuai dengan Warga Negara Indonesia keturunan atau pribumi. 8 Akibat dari adanya peraturan seperti tersebut di atas hingga saat ini masih diberlakukan 3 (tiga) bentuk formal bukti waris dan juga 3 (tiga) institusi yang dapat membuat bukti sebagai ahli waris yang disesuaikan dengan Warga Negara Indonesia keturunan atau Warga Negara Indonesia Pribumi. Ketiga bentuk formal bukti ahli waris dan institusinya yaitu: 9 1. Warga Negara Indonesia keturunan Eropa, Cina/Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang Arab yang beragama Islam) berdasarkan Surat Keterangan Waris (SKW) yang dibuat oleh Notaris, dalam bentuk Surat Keterangan. 2. Warga Negara Indonesia Keturunan Timur Asing (bukan Cina/Tionghoa) berdasarkan SKW yang dibuat oleh Balai Harta Peninggalan (BHP). 8 Habib Adjie, 2008, Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris (Dalam Bentuk Akta Keterangan Ahli Waris), Bandung, CV. Mandar Maju., hlm Ibid., hlm

7 3. Warga Negara Indonesia asli atau Pribumi (Bumiputera) berdasarkan SKW yang dibuat di bawah tangan, bermaterai, oleh para ahli waris sendiri dan diketahui atau dibenarkan oleh Lurah dan Camat sesuai dengan tempat tinggal terakhir pewaris. Pembedaan Warga Negara Indonesia berdasarkan etnis seperti tersebut di atas merupakan warisan Pemerintah Kolonial Belanda, yang meskipun sudah tidak berlaku namun akibatnya masih dirasakan oleh Bangsa Indonesia. Padahal dalam rangka pembaharuan hukum dan membangun bangsa yang bermartabat dan beradab aturan seperti itu harus benar-benar ditanggalkan karena sudah tidak sesuai dengan bangsa Indonesia yang sudah merdeka. Salah satu akibat yang ditimbulkan dari penggolongan penduduk tersebut adalah lahirnya peraturan dalam pembuatan Akta Keterangan Hak Mewaris (AKHM) bagi Warga Negara keturunan Tionghoa yang menurut Surat Departemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria Direktorat Pendaftaran Tanah (Kadaster) tanggal 20 Desember 1969, Nomor Dpt/12/63/12/69 tentang Surat Keterangan Warisan dan Pembuktian Kewarganegaraan dan Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah harus dibuat oleh notaris. 10 Oleh karena itu, meskipun dalam UUJN tidak diatur, namun notaris jelas diberi tugas untuk membuat AKHM untuk Warga Negara keturunan Tionghoa berdasarkan 2 (dua) peraturan di atas. AKHM yang dibuat oleh notaris tergolong sebuah relaas 10 Ibid., hlm 20. 7

8 acten, artinya dalam AKHM tersebut notaris memberikan uraian tentang suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan sendiri oleh notaris. Habib Adjie dalam Bukunya yang berjudul Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris (Dalam Bentuk Akta Keterangan Ahli Waris), menyebutkan bahwa SKW yang selama ini dibuat oleh notaris merupakan terjemahan dari Verklaring Van Erfrecht yang dalam Kamus Hukum Bahasa Belanda mempunyai 2 (dua) arti yaitu menerangkan atau menjelaskan keterangan, dan menyatakan, mendeklarasikan atau menegaskan. Wet Op Het Notarisambt (1842) yang diberlakukan di Indonesia ke dalam Het Reglement op het Notarisambt in Indonesie 1860 (kemudian diterjemahkan menjadi PJN) memuat ketentuan notaris yang berwenang membuat verklaring van erfrecht tidak dimasukkan. Peraturan Jabatan Notaris (PJN) dan UUJN hingga saat ini tidak mengatur dan menegaskan bahwa notaris mempunyai kewenangan membuat SKW. Dengan demikian notaris membuat SKW hanya merupakan kebiasaan yang berasal dari para notaris Belanda yang pernah praktek di Indonesia yang kemudian diikuti oleh para notaris di Indonesia tanpa diketahui dasar hukumnya. 11 Notaris sebagai pejabat yang memegang wewenang seyogyanya mempunyai dasar hukum yang jelas dan tegas dalam peraturan perundangundangan. Undang-Undang Jabatan Notaris yang merupakan unifikasi hukum pengaturan notaris ternyata belum cukup mengatur wewenang notaris secara tegas karena Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) tidak menyebut bahwa notaris 11 Ibid., hlm

9 berwenang membuat AKHM. Apabila dikaji secara cermat, AKHM jika dikaitkan dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris bahkan tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai akta notaris karena tidak sesuai dengan bentuk dan susunan, tetapi hanya berupa pernyataan notaris berdasarkan bukti-bukti yang diberikan kepada notaris oleh klien. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud meninjau kembali mengenai surat keterangan waris untuk Warga Negara keturunan Tionghoa yang pada praktiknya oleh notaris diberi judul Akta Keterangan Hak Mewaris. Penelitian ini berjudul Analisis Otentisitas Akta Menurut KUHPerdata dan Undang-Undang Jabatan Notaris terhadap Akta Keterangan Hak Mewaris yang Dibuat oleh Notaris di Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana otentisitas Akta Keterangan Hak Mewaris yang dibuat oleh Notaris di Kota Yogyakarta jika ditinjau dari Pasal 1868 KUHPerdata dan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris? 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi ahli waris yang telah membuat Akta Keterangan Hak Mewaris manakala akta tersebut bukan merupakan akta otentik atau dalam isinya terdapat kekeliruan? 9

10 C. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, penulis menemukan beberapa penelitian hukum yang juga mengkaji mengenai surat keterangan waris, yaitu antara lain sebagai berikut: 1. Judul : Tinjauan Yuridis Surat Keterangan Waris Bagi Warga Negara Indonesia Asli di Kota Surakarta 12 Penulis Dosen Pembimbing : U ud Darul Huda : Pudjiastuti, S.H., S.U. Tahun : 2011 Rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah : Apa arti pentingnya Surat Keterangan Waris dalam pelaksanaan pewarisan bagi Warga Negara Indonesia Asli di Kota Surakarta? Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut: Arti pentingnya Surat Keterangan Waris dalam pelaksanaan pewarisan bagi Warga Negara Indonesia Asli di Kota Surakarta adalah: a. Membuktikan bahwa para pihak yang disebutkan sebagai ahli waris dalam Surat Keterangan Waris adalah benar-benar yang berhak menjadi ahli waris dari si pewaris; 12 U ud Darul Huda, 2011, Tinjauan Yuridis Surat Keterangan Waris Bagi Warga Negara Indonesia Asli di Kota Surakarta, Tesis, Yogyakarta, UGM. 10

11 b. Pengurusan pengalihan hak waris dan melakukan proses balik nama persil warisan di kantor pertanahan tempat obyek warisan itu berada; c. Untuk mengurus warisan yang berbentuk barang bergerak seperti simpanan di bank, klaim asuransi, dan saham perseroan. 2. Judul : Surat Keterangan Waris Ditinjau dari Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia 13 Penulis Dosen Pembimbing : Muhammad Arif Rakhman : Antari Innaka, S.H., M.Hum. Tahun : 2012 Rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah : Mengapa dalam pembuatan Surat Keterangan Waris masih menggunakan penggolongan warga negara seperti yang diatur dalam Pasal 111 ayat 1 c poin 4 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah sementara di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak dibedakan golongan-golongan warga negara? Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: 13 Muhammad Arif Rakhman, 2012, Surat Keterangan Waris Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia, Tesis, Yogyakarta, UGM. 11

12 Pembuatan Surat Keterangan Waris masih menggunakan penggolongan warga negara seperti yang diatur dalam PMNA Nomor 3 Tahun 1997 karena tidak adanya instruksi dari BPN Pusat kepada Kepala Kantor Pertanahan untuk tetap atau menyimpangi ketentuan penggolongan warga negara menurut PMNA Nomor 3 Tahun 1997 sehingga pihak-pihak terkait tetap mengacu pada aturan teknis di lapangan; Aturan penggolongan tersebut dianggap sebagai aturan yang berfifat khusus sehingga tetap berlaku dan tidak dapat dipertentangkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan; Tidak adanya peraturan lebih lanjut mengenai pembuatan surat keterangan waris yang seharusnya dibuat jika tidak ada penggolongan kewarganegaraan seperti yang diatur dalam PMNA Nomor 3 Tahun 1997, apakah harus notariil atau dapat dibuat secara bawah tangan, sehingga demi kepastian hukum, pembuatan SKW masih tetap melihat penggolongan kewarganegaraan. 3. Judul : Keterangan Hak Waris di Bawah Tangan oleh Notaris Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Hukum Pembuktian Perdata (Studi Terhadap Notaris di Kota Pontianak) 14 Penulis Dosen Pembimbing : Dian Natalia Sutanto : RA. Antari Innaka T, S.H., M.Hum. Tahun : Dian Natalia Sutanto, 2013, Keterangan Hak Waris di Bawah Tangan oleh Notaris Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan Hukum Pembuktian Perdata (Studi Terhadap Notaris di Kota Pontianak), Tesis, Yogyakarta, UGM. 12

13 Rumusan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah: a. Alasan-alasan apa sajakah yang mendasari pembuatan keterangan hak waris di bwah tangan oleh notaris? b. Bagaimanakah kedudukan keterangan hak waris yang dibuat secara di bawah tangan oleh notaris ditinjau dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Hukum Pembuktian Perdata? c. Bentuk akta seperti apakah yang sesuai dengan karakteristik keterangan hak waris? Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: a. Alasan yang melatarbelakangi pembuatan Keterangan Hak Waris (KHW) bawah tangan di Kota Pontianak adalah: 1) Kebiasaan praktek pembuatan KHW bawah tangan yang diikuti dari para notaris senior yang mencontoh dari praktek para notaris di negeri Belanda; 2) Ketiadaan pengaturan kewenangan dan bentuk KHW dalam UUJN sehingga ditafsirkan sebagai kebebasan untuk melanjutkan kebiasaan praktek pembuatan KHW bawah tangan; 3) Bentuk bawah tangan yang selama ini dibuat dalam praktek merupakan bentuk yang sesuai dengan karakteristik 13

14 keterangan hak waris dibandingkan dengan bentuk akta notaril. b. Keterangan Hak Waris (KHW) bawah tangan tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna karena tidak ada suatu dasar hukum yang memberikan kewenangan kepada notaris untuk membuat KHW di luar bentuk akta notaril yang diatur dalam UUJN. c. Bentuk akta yang paling sesuai dengan keterangan hak waris adalah bentuk di bawah tangan yang selama ini dibuat dalam praktek kenotariatan. Keterangan hak waris memiliki karakteristik khas yang memuat tindakan notaris mengenai keyakinannya atau kesimpulan mengenai siapa ahli waris. KHW tersebut tidak dapat dituangkan dalam bentuk akta notaril yang diatur dalam UUJN. Berdasarkan uraian penelitian yang telah ada sebagaimana tersebut di atas, menurut penulis terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang surat keterangan waris, sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah bersifat spesifik dan lebih mengarah kepada Surat keterangan waris untuk golongan Tionghoa yang menurut Pasal 111 ayat (1) huruf c butir 4 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 harus dibuat oleh notaris, sedangkan pada penelitian sebelumnya membahas mengenai surat keterangan waris untuk golongan pribumi atau Warga Negara 14

15 Indonesia asli. Selain itu, waktu dan tempat penelitian sebelumnya juga menunjukkan perbedaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian penulis sendiri dengan hasil diskusi dengan dosen pembimbing penulis. Apabila ternyata dikemudian hari terdapat penelitian serupa, maka diharapkan penelitian ini dapat melengkapi dan menjawab permasalahan yang belum terselesaikan dalam penelitian sebelumnya. D. Faedah Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharap mampu memberikan sumbangan pemikiran sebagai suatu karya intelektual dalam pengembangan ilmu hukum kenotariatan pada umumnya dan khususnya pengetahuan mengenai Akta Keterangan Hak Mewaris yang harus dibuat oleh notaris. 2. Bagi Pembangunan Negara dan Bangsa Hasil penelitian ini diharapkan memiliki faedah bagi pihak-pihak yang terkait dalam pembuatan surat keterangan waris, khususnya Akta Keterangan Hak Mewaris, baik bagi pembuat aktanya atau bagi pihak yang membutuhnya aktanya. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengkaji, dan menganalisis lebih dalam mengenai otentisitas Akta Keterangan Hak Mewaris 15

16 yang dibuat oleh notaris di Yogyakarta dengan melihat apakah sudah memenuhi unsur-unsur akta otentik sebagaimana diatur oleh Pasal 1868 KUHPerdata dan melihat perlindungan hukum ahli waris yang telah membuat akta tersebut. 16

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat mencegah permasalahan mengenai harta warisan tersebut, hukum

BAB I PENDAHULUAN. Untuk dapat mencegah permasalahan mengenai harta warisan tersebut, hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Harta warisan terkadang menjadi permasalahan yang sangat rumit, bagi sebagian kalangan masyarakat, persoalan harta warisan ini bahkan bisa menimbulkan peperangan, perpecahan,

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP)

SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP) SOSIALISASI RUU BHP : TELAAH SINGKAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG BALAI HARTA PENINGGALAN (RUU BHP) Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB III DAMPAK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 DALAM PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS

BAB III DAMPAK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 DALAM PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS BAB III DAMPAK PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU- VIII/2010 DALAM PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS Surat Keterangan Waris (SKW) yang selama ini yang dibuat oleh Notaris merupakan terjemahan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

ANALISA HUKUM ATAS PERBEDAAN BENTUK KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT DALAM PRAKTEK NOTARIS DI KOTA MEDAN OKRI JUNANDA YURIZ ABSTRACT

ANALISA HUKUM ATAS PERBEDAAN BENTUK KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT DALAM PRAKTEK NOTARIS DI KOTA MEDAN OKRI JUNANDA YURIZ ABSTRACT OKRI JUNANDA YURIZ 1 ANALISA HUKUM ATAS PERBEDAAN BENTUK KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT DALAM PRAKTEK NOTARIS DI KOTA MEDAN OKRI JUNANDA YURIZ ABSTRACT Making an inheritance certificate for a Chinese Indonesian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, Jakarta, 1978, Hlm Rudhi Prasetya, Maatschap Firna dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,

BAB I PENDAHULUAN. Paramita, Jakarta, 1978, Hlm Rudhi Prasetya, Maatschap Firna dan Persekutuan Komanditer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maatschap atau Partnership yang diartikan juga sebagai Persekutuan Perdata diatur dalam Bab VIII Bagian Satu, Buku III pasal 1618-1652 Kitab Undang-Undang Hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN WARIS UNTUK PENDAFTARAN TANAH SILVANA MUKTI DJAYANTI / D 101 09 389 ABSTRAK Penulisan yang diberi judul Tinjauan Yuridis tentang Penggunaan Surat Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik dari

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris merupakan pejabat umum yang kedudukannya sangat dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat autentik dari suatu perbuatan hukum

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pokok permasalahan utama. Instruksi Gubernur tersebut pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Instruksi Gubernur DIY PA.VIII/No.K.898/I/A 1975 yang berisikan larangan kepemilikan bagi WNI nonpribumi / WNI keturunan menjadi pokok permasalahan utama.

Lebih terperinci

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa Penerbit dan pencetak: PT Refika Aditama (Cetakan kesatu, Juni 2011. Cetakan kedua, April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Kewarganegaraan. dalam melaksanakan tugas pokok dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Kewarganegaraan. dalam melaksanakan tugas pokok dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga yang diberi nama Westen Boedelkamer atau Balai Harta Peninggalan berdiri pada tanggal 1 Oktober 1624 yang berkedudukan di Jakarta. Lembaga Balai Harta Peninggalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia peraturan mengenai notaris dicantumkan dalam Reglement op het BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga kenotariatan telah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Hal ini dibuktikan dengan catatan sejarah yang termuat dalam beberapa buku saat ini. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia saat ini masih terdapat beraneka sistem hukum kewarisan yang berlaku bagi warga negara Indonesia. Negara Indonesia memberlakukan tiga macam hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : 1. Curator bagi orang dewasa yang mengalami suasana kejiwaan tertentu 2. Curator bagi manusia dan korporasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bersangkutan, maupun dengan pihak ketiga. Pewaris adalah orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pewarisan adalah proses peralihan harta kekayaan dari seseorang yang telah meninggal dunia sebagai pemberi kepada para ahli warisnya sebagai penerima. 1 Seiring

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1.

BAB I PENDAHULUAN. tanah, padahal luas wilayah negara adalah tetap atau terbatas 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal yang sangat kompleks karena menyangkut banyak segi kehidupan masyarakat. Setiap orang hidup membutuhkan tanah, baik sebagai tempat tinggal maupun

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL BAB III PELAKSANAAN KONVERSI TANAH ATAS HAK BARAT OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL A. Ketentuan Konversi Hak-Hak Lama Menjadi Hak-Hak Baru Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria 1. Sejarah Munculnya Hak Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era modern zaman sekarang, perdagangan tidak lagi dalam lingkup dalam negeri saja tetapi juga luar negeri. Adanya komunikasi atara warga suatu negara dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat sebagai pejabat yang diangkat oleh pemerintah yang memperoleh kewenangan secara atributif dari Negara untuk melayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut lalu lintas hukum. Misalnya kantor pertanahan dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut lalu lintas hukum. Misalnya kantor pertanahan dapat mengetahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris menurut para sarjana adalah peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seorang yang meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain. 1 Intinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan

BAB I PENDAHULUAN. mahkluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai anggota dari masyarakat merupakan penyandang hak dan kewajiban. Menurut Aristoteles, seorang ahli fikir yunani kuno menyatakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana yang telah di atur

BAB I PENDAHULUAN. autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana yang telah di atur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana yang telah di atur didalam undang-undang 1. Notaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan

BAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau

BAB I PENDAHULUAN. membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana,

BAB I PENDAHULUAN. menurut Mr.A.Pitlo adalah rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia yang meninggal dunia maka hak dan kewajibannya demi hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Hak dan kewajiban yang dapat beralih adalah hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam perkembangan kehidupan masyarakat saat ini suatu perjanjian tertulis merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini

Lebih terperinci

BAB II KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS MENGANDUNG CACAT HUKUM

BAB II KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS MENGANDUNG CACAT HUKUM 36 BAB II KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN WARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS MENGANDUNG CACAT HUKUM A. Surat Keterangan Waris 1. Pengertian Surat Keterengan Waris Mengenai Keterangan hak waris, maka terlebih

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara hukum dengan norma fundamental negara yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara hukum dengan norma fundamental negara yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum dengan norma fundamental negara yaitu Pancasila dan aturan dasar negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS SURAT KETERANGAN WARIS SEBAGAI ALAT BUKTI

ANALISIS YURIDIS SURAT KETERANGAN WARIS SEBAGAI ALAT BUKTI ANALISIS YURIDIS SURAT KETERANGAN WARIS SEBAGAI ALAT BUKTI R.M. Henky Wibawa Bambang Pramana 1, Suhariningsih 2, Abdul Rachmad Boediono 3 Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 169 Malang

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN

BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN 23 BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN KELAHIRAN A. Pengertian Umum Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap Warga Negara Indonesia dalam arti hak memperoleh akta autentik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan hak kepemilikan atas tanah dari pemiliknya kepada pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Lelang sebagai suatu kelembagaan telah dikenal saat pemerintahan Hindia Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam Staatsblad

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bukti yang penting dan utama dibandingkan alat bukti lain.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bukti yang penting dan utama dibandingkan alat bukti lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah mengenai waris merupakan persoalan yang tidak dapat dilepaskan dari masalah yang terkait dengan bukti sebagai ahli waris. Bukti sebagai ahli waris yang

Lebih terperinci

PERAN JASA NOTARIS DALAM PENYELESAIAN WARISAN. Oleh: H. Syahril Sofyan Direktur Sekolah Pascasarjana UNPAB

PERAN JASA NOTARIS DALAM PENYELESAIAN WARISAN. Oleh: H. Syahril Sofyan Direktur Sekolah Pascasarjana UNPAB PERAN JASA NOTARIS DALAM PENYELESAIAN WARISAN Oleh: H. Syahril Sofyan Direktur Sekolah Pascasarjana UNPAB ABSTRAK Secara moral dalam menjalankan jabatannya seorang Notaris bertanggung-jawab menurut kode-etik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara berkembang yang masih berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan merupakan salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik mengenai data fisik maupun data yuridis dikenal dengan sebutan pendaftaran tanah. 1 Ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA A. Pengertian Akta Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd Handwoorddenboek, kata akta itu berasal dari bahasa Latin acta yang berarti geschrift 32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.15 Ibid.

BAB I PENDAHULUAN. Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.15 Ibid. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan nasional saat ini negara dituntut untuk senantiasa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, tidak akan lepas dari apa yang dinamakan dengan tanggung jawab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I. tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahasa Indonesia. Kasus ini dilatarbelakangi perjanjian pinjam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 menjatuhkan putusan batal demi hukum atas perjanjian yang dibuat tidak menggunakan

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting dalam kehidupan karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada tanah. Dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014. PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014. PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2 PERALIHAN HAK ATAS TANAH WARISAN 1 Oleh: Chindy F. Lamia 2 A B S T R A K Hak milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, sangat penting bagi negara, bangsa, dan rakyat Indonesia sebagai masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jasa dalam kehidupan bermasyarakat telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini jasa dalam kehidupan bermasyarakat telah mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini jasa dalam kehidupan bermasyarakat telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dengan perkembangan yang cukup maju itu kebutuhan masyarakat atas jasa notaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Hukum mengatur hubungan antara individu yang satu dengan yang lain ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. antar warga negara, yakni antara individu satu dengan individu yang lain.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. antar warga negara, yakni antara individu satu dengan individu yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum 1 yang menganut pada keyakinan dan keteguhan bahwa kekuasaan negara harus tunduk dan dijalankan atas dasar hukum. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan negara dan rakyat yang makin beragam dan. atas tanah tersebut. Menurut A.P. Parlindungan 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah dalam wilayah Negara Republik Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 RAHMI DWIYANA / D 101 10 014 ABSTRAK Notaris adalah pejabat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH. guna membantu menguatkan atau mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam pengelolaan bidang pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat

Lebih terperinci

LamLaj KEDUDUKAN AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA SEBAGAI TANDA BUKTI AHLI WARIS

LamLaj KEDUDUKAN AKTA KETERANGAN HAK MEWARIS YANG DIBUAT OLEH NOTARIS BAGI WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA SEBAGAI TANDA BUKTI AHLI WARIS LamLaj Volume 2 Issue 2, September 2017: pp. 1-10. Copyright @ LamLaj. Faculty of Law, Lambung Mangkurat University, Banjarmasin, South Kalimantan, Indonesia. ISSN: 2502-3136 e-issn: 2502-3128. Open Access

Lebih terperinci