LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

dokumen-dokumen yang mirip
II. Tujuan : Setelah melakukan percobaan ini praktikan dapat mengetahui proses pembuatan dan proses fermentasi pada tape singkong.

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

... TAPE. Yuniar Lidyawati ( ) Anita Novalia ( ) Dyan Fitrisari ( )

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TAPE SINGKONG

Kata pengantar...2 Daftar isi...3 Bab I pendahuluan A. Latar belakang...4 B. Rumusan masalah...4 C. Tujuan penelitian... 5 D. Manfaat penelitian...

V. LANDASAN TEORI ALAT DAN BAHAN. 1 Panci. 2 Singkong. 3 Kompor. 4 Ragi tape. 5 Ayakan Tepung. 6 Daun pisang. 7 Nampan. 8 Kantong plastik.

BAB I PENDAHULUAN. dua, yaitu, bioteknologi konvensional (tradisional) dan bioteknologi

LAPORAN RESMI PEMBUATAN TEMPE KEDELAI DAN TAPE SINGKONG

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

LAPORAN TETAP PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

LAPORAN BIOINDUSTRI FERMENTASI TAPE CAMPURAN BERAS KETAN HITAM DAN PUTIH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Dalam SNI tempe didefinisikan sebagai produk makanan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan merupakan hasil olahan dari kacang kedelai yang kaya akan

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE. Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM :

LAPORAN HASIL OBSERVASI PEMBUATAN TEMPE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diinkubasi dengan pembungkus daun Jati (Tectona grandis L.). Koji lamtoro yang

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

OLEH: YULFINA HAYATI

BAB I PENDAHULUAN. Bioetanol merupakan salah satu alternatif energi pengganti minyak bumi

BAB I PENDAHULUAN. Beras adalah salah satu bagian paling penting di dunia untuk konsumsi

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH BIOINDUSTRI NUR HIDAYAT

FERMENTASI TAPE KETAN

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

PENGANTAR BIOTEKNOLOGI

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT:

FERMENTASI TEMPE MATERI KULIAH MIKROBIOLOGI INDUSTRI NUR HIDAYAT

FERMENTASI KEDELAI PEMBUATAN TEMPE, TEMPE GEMBUS DAN ONCOM HITAM

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PELAKSANAAN

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

BAB I PENDAHULUAN. panjang cm dan garis tengah cm. Buah nangka terdiri atas

UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Biotek

KECAP KEDELAI 1. PENDAHULUAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

PENGARUH PEMBUNGKUS YANG BERBEDA TERHADAP KADAR ETANOL DAN ORGANOLEPTIK TAPE UWI (Dioscorea alata L) NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH KONSENTRASI RAGI TERHADAP UJI ORGANOLEPTIK TAPE UBI JALAR

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar

PENGOLAHAN KEDELAI MENJADI TEMPE KEJO SECARA SEDERHANA

Peranan teknologi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu,

T E M P E 1. PENDAHULUAN

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

I. PENDAHULUAN. Bakteri merupakan mikroorganisme yang hidup di air, udara, tanah dan. makhluk hidup. Umumnya bakteri hidup secara berkoloni dan hidup

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI ACARA IV PEMBUATAN TAPE

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.

TEMPE. Sub Pokok Bahasan

SKRIPSI. MEMPELAJARI PENGARUH PENYIMPANAN TAPE KETAN (Oryza sativa glutinosa) TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN. Oleh: YENY NUR PUTRI F

Metode penelitian Rancangan penelitian (reseach Design) Rancangan Percobaan

BAB I PENDAHULUAN. maka kebutuhan energi juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tidak

BAB V PEMBAHASAN. A. Pengaruh Lama Waktu Perendaman Biji Kedelai dan Lama Waktu. Fermentasi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Kedelai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tropis terutama di Indonesia, tanaman nangka menghasilkan buah yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

Kerja Enzim Katalase

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEMPE YANG TAHAN DISIMPAN. Disusun Oleh :

Jurnal Teknologi Bioproses PHP, Vol. 1, No. 1, April 2015

Mikroorganisme dalam Industri Fermentasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

I. PENDAHULUAN. makhluk hidup. Bakteri juga banyak terdapat pada saluran pencernaan ternak

PAPER BIOKIMIA PANGAN

3. Untuk mempermudah bagi mereka mereka yang berminat untuk mendirikan industri rumah tangga yang mengspesialisasikan pembuatan tempe. C.


II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

LEMBAR KERJA SISWA DEWI FATMAWATI

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

I PENDAHULUAN. khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Tempe dibuat dengan cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

I. PENDAHULUAN. Mikroorganisme merupakan bagian dari kekayaan dan keragaman hayati

PERBEDAAN KADAR PROTEIN TAPE SINGKONG (Manihot utilisima) BIASA DENGAN YANG DIBERI PENAMBAHAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) Jurnal Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negeri yang sangat dikagumi akan kekayaan alamnya.

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil umbi-umbian, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau

I PENDAHULUAN. (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment) terhadap

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per

TELUR ASIN PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya bioteknologi, terdapat kecenderungan bahwa

Transkripsi:

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI PRAKTIKUM PEMBUATAN TEMPE DARI KEDELAI DAN PEMBUATAN TAPE DARI SINGKONG Dibuat oleh: Yesaya Reuben Natanael (2313100146) LABORATORIUM MIKROBIOLOGI TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

3 LAPORAN RESMI PEMBUATAN TEMPE DARI KEDELAI DAN PEMBUATAN TAPE DARI SINGKONG I. Tujuan I.1 Pembuatan Tempe dari Kedelai Untuk mengetahui bahwa jamur dapat memfermentasikan suatu bahan sehingga mudah dicernakan oleh usus. I.2 Pembuatan Tape dari Singkong I.2.1 Untuk mengetahui cara penerapan bioteknologi dengan fermentasi tape. I.2.2 Mengetahui peranan organisme Saccharomyces cereviceae dalam peragian. Pengamatan II.1 Pembuatan Tempe dari Kedelai Percobaan pembuatan tempe dari kedelai menggunakan mikroorganisme Rhizopus oryzae. Tabel II.1.1 Hasil Pengamatan Percobaan Pembuatan Tempe dari Kedelai dengan Menggunakan Petridish Waktu Variabel Pengamatan Petridish Terbuka Petridish Tertutup 24 jam Jamur belum tumbuh dan mengalami kontaminasi a. Warna: Kuning kecoklatan b. Bau: Tidak sedap c. Tekstur: Belum memadat Jamur belum tumbuh dan tidak mengalami kontaminas b. Bau: Khas kedele c. Tekstur: belum memadat

4 d. Rasa: - d. Rasa: - 46 jam Jamur tumbuh dan mengalami kontaminasi a. Warna: Sebagian jamur berwarna hitam b. Bau: Tidak sedap c. Tekstur: Keras d. Rasa :- Jamur tumbuh dan tidak mengalami kontaminasi b. Bau: Aroma khas tempe c. Tekstur: Permukaan halus dan agak empuk d. Rasa : Tidak ada rasa asam Tabel II.1.2 Hasil Pengamatan Percobaan Pembuatan Tempe dari Kedelai dengan Menggunakan Plastik Variabel Waktu Pengamatan Plastik Terbuka Plastik Tertutup 24 jam Belum tumbuh dan tidak Belum tumbuh dan tidak mengalami kontaminasi mengalami kontaminasi

5 b. Bau: Tidak sedap c. Tekstur: Belum memadat d. Rasa :- b. Bau: - c. Tekstur: Belum memadat d. Rasa: - 46 jam Tumbuh dan tidak terkontaminasi b. Bau: Aroma khas tempe c. Tekstur: Padat dan lembut d. Rasa: Ttidak ada rasa asam Tidak tumbuh dan tidak mengalami kontaminasi b. Bau: Tidak sedap c. Tekstur: Tidak ada perubahan d. Rasa: - Tabel II.1.3 Hasil Pengamatan Percobaan Pembuatan Tempe dari Kedelai dengan Menggunakan Daun Pisang Variabel Waktu Pengamatan Daun Pisang Terbuka Daun Pisang Tertutup 24 jam Jamur tumbuh sedikit dan tidak mengalami kontaminasi Jamur belum tumbuh dan tidak mengalami kontaminasi

6 b. Bau: Tidak terlalu sedap c. Tekstur: Belum Memadat d. Rasa : - b. Bau: Aroma tempe c. Tekstur: Belum memadat d. Rasa:- 46 jam Tumbuh dan tidak mengalami kontaminasi b. Bau: aroma khas tempe c. Tekstur: Sudah memadat dan lembut d. Rasa: Tidak ada rasa asam Tumbuh sedikit dan tidak mengalami kontaminasi b. Bau: Aroma khas tempe c. Tekstur: Bagian pinggir sudah memadat d. Rasa: -

7 II.2 Pembuatan Tape dari Singkong Percobaan pembuatan tape dari singkong menggunakan mikroorganisme Saccharomyces cereviciae. Tabel II.2.1 Hasil Pengamatan Percobaan Pembuatan Tape dari Singkong dengan Menggunakan Daun Pisang Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan 24 jam Tumbuh jamur dan tidak mengalami kontaminasi 2. Kondisi tape: pucat kekuningan b. Bau: Bau tape dan alkohol kurang menusuk c. Tekstur: Lembek ada bagian permukaan saja d. Rasa: rasanya kurang manis 46 jam 3. Kondisi jamur: Tumbuh jamur dan tidak mengalami kontaminasi 4. Kondisi tape: kekuningan b. Bau: Aromanya asam c. Tekstur: Lembek hingga bagian tengahnya d. Rasa: Manis

8 II. Pembahasan III.1 Pembuatan Tempe dari Kedelai Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui bahwa jamur dapat memfermentasikan suatu bahan agar mudah dicerna oleh usus. Tempe adalah produk fermentasi oleh jamur dengan bahan baku kacang kedelai yang telah direndam dan dimasak supaya lembut. Hasil fermentasi kacang kedelai oleh jamur ini menghasilkan tekstur yang padat, dan kaya protein, sehingga banyak digunakan sebagai bahan olahan pengganti protein hewani/daging yang biasa disebut mock burgers di Amerika Serikat. Tempe sangat populer utamanya di Indonesia dan acapkali disebut sebagai kuliner nasional (Babu,2009). Jamur yang digunakan untuk fermentasi adalah genus Rhizopus, beberapa jenis jamur dari genus Rhizopus yang banyak digunakan adalah Rhizopus stolonifer, Rhizopus arrhizuz, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus formosaensis. Pada ragi tempe komersial umumnya ditemukan tidak hanya jamur kapang, namun juga ragi, bakteri gram-negatif, dan bakteri asam laktat (Babu,2009). Tempe secara umum dapat dibuat dari beberapa jenis kacang-kacangan, namun pada kali ini pembuatan tempe dilakukan menggunakan bahan baku kacang kedelai. Kacang kedelai, layaknya kacang-kacangan lain merupakan bahan yang kaya protein dan nutrisi pada umumnya. Kacang kedelai memiliki 35% kandungan protein dan memiliki delapan asam amino esensial (Shurtleff dan Aoyagi, 2001). Hasil fermentasi kacang kedelai, seperti tempe, memiliki kandungan protein yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan daging ayam dan sapi, dimana tempe memiliki kandungan protein sebesar 43% (Shurtleff dan Aoyagi, 2001). Namun, secara umum, banyak dari produk yang terbuat dai kacang-kacangan akan sulit untuk dicerna oleh tubuh, tetapi tidak demikian untuk tempe, karena pada proses pembuatannya menyebabkan tempe menjadi tidak memproduksi gas dalam perut, menurunkan tingkat oligosakarida (senyawa kompleks gula), bahkan membantu memecahkan beberapa lemak dan protein sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh (Shurtleff dan Aoyagi, 2001). Penggunaan kacang kedelai yang berkualitas baik akan sangat memengaruhi hasil dari tempe yang dibuat, maka langkah pertamanya ialah memilih kacang kedelai yang berkualitas. Pemilihan ini dapat dilakukan dengan merendam kacang kedelai dalam air kemudian membuang kacang yang mengambang, membuang kacang kedelai yang berwarna kehitaman, dan kotoran yang kasat mata. Selanjutnya kacang kedelai dicuci dengan air bersih agar semua kotoranya hilang. Setelah bersih, kacang kedelai direbus selama kurang lebih 30 menit. Tujuan dilakukan perebusan ialah agar lebih mudah pada saat melepaskan kulit ari dari kacang kedelai. Selanjutnya kacang

9 kedelai direndam dalam air perebus dimana air perebus telah ditambahkan cuka sebanyak 10 ml asam cuka per liter air perebus selama satu malam sehingga diperoleh ph kacang kedelai dan larutannya sebesar 5. Tujuan dari menurunkan ph kacang kedelai adalah untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Pertumbuhan jamur Rhizopus sp. tidak terganggu. Jamur dapat tumbuh baik pada ph diatas 3,5 dan tetap tumbuh pada ph yang lebih asam namun akan lebih lambat proses pertumbuhannya (Babu, 2009). Selain itu perendaman bertujuan untuk membuat kacang kedelai dapat menyerap air, sehingga pertumbuhan jamur pada saat penambahan bibit tempe akan lebih maksimal. Setelah direndam selama satu malam, proses selanjutnya ialah membuang kulit ari dari kacang kedelai. Proses pembuangan kulit ari dapat dilakukan dengan menggosok kacang kedelai dengan tangan, namun cara yang efektif ialah dengan menginjak-injak kacang kedelai, lalu dimasukan ke dalam air sehingga kulit ari kacang kedelai tersebut akan mengambang dan dapat dipisahkan dari kacang kedelai. Tujuan dari pemisahan dari kulit ari kacang kedelai adalah untuk medorong pertumbuhan jamur agar lebih baik (Babu, 2009). Setelah kulit ari dibuang, kacang kedelai direbus kembali dengan air bersih. Perebusan dilakukan selama 90 menit dengan air mendidih. Tujuan dari perebusan ini ialah agar kacang kedelai menjadi lebih lunak dan lebih mudah difermentasikan oleh jamur selain itu serta membuat bakteri yang lain yang tumbuh pada saat proses perendaman akan mati dengan panas dari air yang mendidih. Proses berikutnya ialah menaruh kacang kedelai pada nyiru agar suhu kacang kedelai turun sampai suhu 37-38 o C dan juga agar kacang kedelai tidak terlalu basah pada saat ditambahkan bibit tempe. Hal ini dilakukan karena suhu 37-38 o C merupakan suhu optimal dilakukannya inokulasi jamur pada kacang kedelai (Babu, 2009). Pada proses inkubasi maupun penambahan kacang kedelai tidak boleh berkontak dengan air, sehingga harus terlebih dahulu dikeringkan (Babu, 2009). Proses selanjutnya ialah menambahkan bibit tempe ke dalam kacang kedelai. Jumlah ragi yang cukup harus tepat agar dapat dihasilkan tempe yang baik. Ragi tempe yang ditambahkan sebanyak 2 gram / kg kacang kedelai. Pada saat penambahan ragi pada kacang kedelai, hal ini harus dilakukan hingga ragi tercampur dengan rata. Hal ini dapat dilakukan dengan mencampur ragi dengan tangan, sehingga ragi tempe tercampur rata pada kacang kedelai. Kacang kedelai yang telah ditambahi dengan ragi kemudian dibungkus dengan 6 variabel pembungkusan yang berbeda, yaitu dengan plastik berlubang, plastik tanpa lubang, daun pisang dengan lubang, daun pisang tanpa lubang, cawan petri yang dibiarkan terbuka, dan cawan petri

10 yang tertutup. Cawan petri yang digunakan telah sebelumnya disterilisasi dengan cara dibersihkan dengan alkohol 70% dengan tujuan untuk memusnahkan semua mikroorganisme yang berada di cawan petri tersebut. Berat kacang kedelai untuk cawan petri ialah 50 gram, sedangkan untuk daun pisang dan plastik masing masing 98 gram. Secara umum, variabel-variabel yang berbeda ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi terbaik untuk membuat tempe berdasarkan ketersedian udara. Setelah itu kacang kedelai yang sudah diberi ragi dan dibungkus dengan variabel-variabel yang berbeda ini diinkubasikan selama 45 jam pada suhu 37 o C, diamati pada 24 jam pertama dan pada 48 jam masa inkubasi. Suhu 37 o C merupakan suhu optimal jamur Rhizopus sp untuk tumbuh (Babu, 2009). Dari penilitian, suhu dibawah 45 o C dan diatas 25 o C masih memberikan hasil pertumubuhan jamur yang memuaskan, akan tetapi bila inkubasi dilakukan pada suhu 25 o C proses fermentasi kacang kedelai untuk menjadi tempe membutuhkan waktu selama 5 hari, atau 5 kali lipat lebih lama daripada fermentasi pada suhu optimalnya, 37 o C (Babu, 2009). Pengamatan setelah 24 jam masa inkubasi terlihat bahwa kacang kedelai yang dibungkus daun pisang berlubang dan daun pisang tidak berlubang terdapat hifa putih pada kacang kedelai. Namun hanya terlihat sedikit substrat putih, dan kacang masih terpisah-pisah. Sementara pada tempat lainya seperti pada petridish dan plastik, tidak terlihat adanya substrat putih atau pertumbuhan hifa disana dan kondisi kacang kedelai masih terpisah pisah. Pengamatan awal ini menandakan bahwa supaya jamur Rhizopus oryzae dapat tumbuh dan memfermentasikan tempe, namun belum dapat disimpulkan apa apa mengenai peranan oksigen pada pertumubuhan jamur tersebut. Pada pengamatan 24 jam, tekstur tempe pada umumnya belum terbentuk. Hal ini menandakan bahwa fermentasi tempe belum selesai dan tempe belum matang. Maka selanjutnya dimasukan kembali pada inkubator dengan suhu 37 o C. a Gambar III.1.1 Tempe pada daun pisang yang dilubangi (a) dan tertutup (b) 24 jam b

11 a Gambar III.1.2 Tempe pada plastik yang dilubangi (a) dan tertutup (b) 24 jam b a Gambar III.1.3 Tempe pada petridish yang terbuka (a) dan tertutup (b) 24 jam b Pada pengamatan 46 jam, tempe yang dibungkus dengan daun pisang berlubang, plastik berlubang, dan cawan petri tertutup, telah terbentuk tempe yang matang. Tempe yang terbentuk memiliki tekstur tempe yang keras, padat dan kokoh, hal ini ditandai ketika tempe dipotong, tempe masih bertekstur cake yang kuat di mana kacang kedelai tidak berjatuhan. Menurut literatur, tempe yang baik ketika kacang kedelai terlekat secara kokoh dan kompak, terselimuti miselium putih secara merata dan memiliki karakteristik yang padat (Shurtleff dan Aoyagi, 2001). Maka dapat dikatakan bahwa tempe pada daun pisang berlubang, plastik berlubang dan cawan petri tertutup merupakan tempe yang baik. Sementara itu pada tempe yang dibungkus dengan daun pisang tidak berlubang, terdapat miselium cukup merata namun terdapat beberapa bagian yang masih tidak padat, sehingga bukanlah tempe yang baik. Pada cawan petri terbuka terdapat warna hitam yang menandakan jamur ini telah bersporulasi akibat fermentasi yang terlalu lama serta ada kemungkinan terjadinya kontaminasi. Sementara tempe yang dibungkus dengan plastik tertutup tidak terlihat adanya pertumubuhan dari jamur yang ditandai tidak adanya miselium yang terbentuk maupun hifa putih yang terbentuk pada kacang kedelai.

12 a Gambar III.1.4 Tempe pada daun pisang yang dilubangi (a) dan tertutup (b) 48 jam b a Gambar III.1.5 Tempe pada plastik yang dilubangi (a) dan tertutup (b) 46 jam b a Gambar III.1.6 Tempe pada petridish yang terbuka (a) dan tertutup (b) 46 jam b Dari hasil percobaan, menunjukan bahwa jamur membutuhkan asupan udara yang cukup untuk dapat tumbuh, namun udara tersebut tidak dapat terlalu banyak. Secara umum, jamur membutuhkan keberadaan oksigen untuk tumbuh (Babu, 2009). Hal ini sesuai dengan percobaan dimana pada konndisi plastic tertutup dimana udara sama sekali tidak dapat masuk, tidak terjadi pertumbuhan jamur. Pada daun pisang tertutup, tetap ada udara yang masuk dari pori daun namun jumlahnya sangat sedikit, sehingga pertumbuhan terjadi namun tidak maksimal. Sedangkan untuk cawan petri tertutup, daun pisang berlubang serta plastik berlubang, pertumbuhan jamur sangat baik karena mendapat asupan oksigen yang cukup. Namun faktor lain yang menentukan pertumbuhan jamur ialah kelembapan (Babu, 2009). Pada cawan petri terbuka, terdapat terlalu banyak kontak

13 dengan udara, dan ketika dimasukan ke dalam inkubator, menyebabkan kurang lembabnya lingkungan tersebut, dibuktikan dengan keadaan kacang kedelai yang kering. Hal ini menyebabkan pertumbuhan jamur kurang maksimal, sehingga pada cawan petri terbuka tidak terbentuk tempe yang baik. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa supaya jamur dapat memfermentasi tempe dibutuhkan asupan udara yang cukup agar jamur dapat berkembang dengan baik, serta kelembaban yang tinggi (Babu, 2009). Maka dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa jamur Rhizopus oryzae dapat memfermentasi kacang kedelai menjadi tempe yang mudah dicerna usus. Tempe lebih mudah dicerna oleh usus dibandingkan dengan kacang kedelai. Fermentasi membuat kacang kedelai menjadi lebih lembut dan lunak karena jamur yang ada pada proses fermentasi mencerna nutrien dasar menjadi bentuk solid yang dapat larut dan nitrogen (Shurtleff dan Aoyagi, 2001). Enzim protease yang terdapat pada jamur juga memecahkan protein menjadi asam amino, agar lebih mudah dicerna oleh usus, sedangakan enzim lipase memecah lipid menjadi asam lemak, sehingga lebih mudah dicerna oleh usus (Shurtleff dan Aoyagi, 2001). Proses fermentasi juga menghilangkan bakteri, bau, dan rasa yang tidak diinginkan dari kedelai (Shurtleff dan Aoyagi, 2001). III.2 Pembuatan Tape dari Singkong Tujuan dari percobaan pembuatan tape singkong ini adalah untuk mengetahui penerapan bioteknologi dengan fermentasi tape dan peranan organisme Saccharomyces cerevisiae dalam peragian. Salah satu penerapan bioteknologi yang telah diterapkan sejak lama adalah fermentasi. Fermentasi makanan telah dilakukan sejak lama untuk memproses dan mengawetkan makanan. Makanan yang difermentasi pada umumnya memiliki rasa yang enak, dan umumnya memiliki bau, tekstur yang baik serta baik untuk disimpan pada keadaan ambien (Law, 2011). Tape merupakan suatu produk makanan yang dibuat oleh proses fermentasi. Umumnya tapai berbahan dasar ketan (Oryza sativa glutinosa), namun selain itu singkong (Manihot utilissima) sering digunakan sebagai bahan untuk difermentasi (Law, 2011). Manusia telah memfermentasi umbi-umbian selama lebih dari 1000 tahun. Fermentasi meningkatkan kandungan nutrisi, tekstur, dan rasa dari ubi kayu (Law, 2011). Fermentasi tape berlangsung secara fakultatif anaerobik, dan alkoholik di mana fermentasi ini menghasilkan alkohol sebagai produk samping selain produk akhir. Fermentasi dilakukan oleh khamir (Saccharomyces cerevisiae) dan kapang (Aspergillus sp.). Khamir dan kapang ini dapat ditemukan pada ragi tape komersial (Rukmana, 2001).

14 Tabel III.1.1 Komposisi kandungan kimia singkong dan tape (per 100 gram) Pada pembuatan tapai, digunakan ragi tapai sebagai bahan atau zat yang berfungsi untuk memfermentasi. Salah satu cara membuat ragi yang sering dilakukan pada desa yaitu ragi dibuat dengan mencampur beberapa bahan yaitu, tapung beras, bawang putih, akar tumbuhan Alpina galanga, lada hitam, lada putih, cabai merah, kayu manis, buah adas, gula tebu, lemon, dan air kelapa. Beberapa tetes sari jahe ditambahkan, dan air juga ditambahkan sehingga adonan tebal yang kemudian dicetak. Adonan yang sudah dibentuk ini kemudian diletakkan pada suatu tempat yang bebas angin selama 2-3 hari, dimana tempat ini sebagai fermentasi natural. Selanjutnya adonan kemudian dikeringkan dengan bantuan cahaya matahari. Ragi tape merupakan campuran beberapa mikroorganisme antara lain Amylomyces rouxii, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Sacharomyces cerevisiae, dan beberapa bakteri : Pediococcus sp., Bacillus sp. (Gandjar, 2003) Pada percobaan ini digunakan bahan baku berupa tape singkong dan ragi tapai. Hal pertama yang dilakukan ialah mengupas singkong dan mengupas bagian kulit arinya dengan kesat (mengerok bagian lendirnya). Setelah dikupas singkong, lalu singkong dicuci dengan air bersih. Selanjutnya singkong kemudian dikukus menggunakan dandang hingga ¾ matang yang ditandai dengan singkong yang sudah dikukus ini bisa ditusuk dengan garpu. Tujuan pengukusan adalah agar singkong lebih lunak dan lebih mudah dipecahkan oleh mikroorganisme yang memfermentasikan singkong tersebut. Selanjutnya singkong ditiriskan. Tujuan meniriskan singkong adalah agar singkong tidak terlalu basah karena berpotensi menyebabkan singkong membusuk dan juga agar suhu singkong lebih dingin agar pada saat penambahan ragi dapat tumbuh dengan baik. Kemudian setelah singkong dingin, singkong di taruh di baskom atau Tupperware yang dialasi

15 dengan daun pisang. Selanjutnya ragi tapai dibalurkan ke singkong secara merata. Penambahan ragi tidaklah terlalu banyak karena bila penambahan ragi terlalu banyak dapat mempercepat proses fermentasi dan dapat membuat tape menjadi rasnaya asam dan bahkan berpotensi menjadi racun (Gandjar, 2003). Selanjutnya singkong ditutup dengan daun pisang dan ditutup dengan rapat dan diinkubasikan pada suhu 30 o C pada inkubator. Pada proses inkubasi juga tidak dapat dilakukan terlalu lama karena dapat membuat tape menjadi sangat asam (Gandjar, 2003). Secara umum proses fermentasi yang terjadi ialah: C 6 H 12 O 6 2 C 2 H 5 OH + 2 CO 2 Glukosa Etanol Karbondioksida Proses ini terjadi secara anaerob atau dalam artian tanpa adanya oksigen pada lingkungan terjadinya proses fermentasi. Namun bila dijabarkan lebih lanjut, pada fermentasi ini ialah pati yang dipecah menjadi maltose lalu glukosa, sehingga terbentuk asam piruvat dan baru terbentuklah etanol. Jadi fermentasi yang terjadi pada singkong ialah memecah pati dari singkong menjadi suatu etanol pada proses yang anaerob. Secara umum, proses pemecahan pati menjadi glukosa merupakan peranan dari khamir ataupun kapang, dan ragi tape berperan mengubah glukosa menjadi alkohol (Rukmana, 2001). Saccharomyces cerevisiae yang terdapat pada ragi tape berperan besar dalam mendekomposisi glukosa menjadi alkohol.(gandjar, 2003). Gambar III.2.1 Reaksi fermentasi alkohol tape

16 Setelah 24 jam inkubasi, tape diamati. Hasil tape myang didapatkan bahwa rasa dari tape belum terlalu manis, dan belum tercium bau alkohol yang terlalu kuat, sementara itu tekstur dari tape empuk dan basah pada bagian luarnya saja, dengan warna putih. Gambar III.2.2 Tape setelah pada 24 jam Pada pengamatan tape yang diinkubasikan selama 46 jam, uji organoleptik menandakan bahwa rasa dari tape manis dengan sedikit asam, dengan bau alkohol, tekstur tape empuk dan basah, dengan warna putih kekuningan dengan terlihat serbuk putih. Sesuai dengan literatur bahwa tape akan berasa manis dan terdapat rasa maupun bau alkohol yang merupakan hasil dari fermentasi. Pada percobaan kali ini digunakan dua wadah yang berbeda, kedua wadah ini memberikan cita rasa serta tekstur yang berbeda, dimana yang ada pada baskom lebih basah dan rasanya kurang manis bila dibandingkan dengan yang di dalam Tupperware. Dengan demikian dapat dilihat bahwa kualitas tape lebih baik terdapat pada yang ada di dalam Tupperware hal ini sesuai dengan literatur karena pada Tupperware oksigen lebih sedikit dan prosesnya lebih anaerob. a Gambar III.2.3 Tape setelah 46 jam pada baskom (a) dan Tupperware (b) b Dari hasil percobaan, didapatkan kualitas tape yang baik dimana terdapat rasa manis dan bau alkohol yang kuat. Kualitas tape sendiri dapat dipengaruhi oleh 4 hal. Pertama ialah jenis varietas

17 singkong dimana singkong yang mengandung lebih sedikit HCN akan menghasilkan tape yang lebih baik. Kedua, pemberian ragi yang tidak berlebihan. Ketiga ialah kualitas ragi tape yang digunakan akan sangat memengaruhi kualitas tape. Terakhir ialah kerapatan penutupan wadah, hal ini dikarenakan tape terfermentasi secara anaerob, maka semakin rapat penutupnya maka semakin baik hasil tapenya. (Rukmana, 2001) Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan tape merupakan proses bioteknologi dengan fermentasi oleh ragi tape, dan peranan Saccharomyces cerevisiae adalah untuk mendekomposisi glukosa menjadi alkohol.

18 IV. Kesimpulan IV.1 Pembuatan Tempe dari Kedelai Dari percobaan pembuaatan tempe kedelai ini dapat diketahui bahwa jamur Rhizopus oryzae mampu memfermentasi kacang kedelai menjadi tempe yang lebih mudah dicerna oleh tubuh IV.2. Pembuatan Tape Singkong Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada pembuatan tape singkong telah diketahui proses bioteknologi dengan proses fermentasi singkong menjadi tape. 2. Mikroorganisme Saccharomyces cerevisiae berperan dalam proses pembuatan tape untuk mendekomposisi gula sederhana menjadi alkohol. Daftar Pustaka Babu, Dinesh P., et al. 2009. A Low Cost Nutritious Food Tempeh, A Review. World Journal of Dairy and Food Sciences (4) 1: 22-27 Gandjar, I. 2003. Tapai from Cassava and Cereals. Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Indonesia. Law, S.V., et al. 2011. Mini Review: Popular Fermented Food and Beverages in Southeast Asia. International Food Research Journal 18: 475-484. Rukmana, Rahmat dan Yuyun Yuniarsih. 2001. Teknologi Tepat Guna: Aneka Olahan Ubi Kayu. Jakarta: Kanisius Shurtlett, William dan Aiko Aoyagi. 2001. The Book Of Tempeh: A Cultured Soy Food. California: 10Speed Press