Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1 BAB III REKAYASA PENURUNAN GENERASI PDA KE GENERASI BIBIT INDUK F Pembuatan Bibit Induk F1 Bibit induk F1 adalah hasil turunan generasi dari bibit PDA. Media yang digunakan bisa dari serbuk gergajian, jagung, sorgum, kedelai, gabah, dan beberapa bahan lainnya. Pebudidaya di Indonesia pada umumnya menggunakan media jagung dan media gabah untuk membuat bibit induk F1. Khusus pembahasan kali ini kita menggunakan media jagung. Media ini dipilih karena mudah didapatkan, harganya cukup murah, dan kualitas bibit induk F1 yang dihasilkan sangat baik. Pada bibit induk F1, diinokulasikan agar-agar dari bibit PDA untuk mengembangkan miselium tersebut pada media jagung. Bibit induk yang dihasilkan disini nantinya masih harus dikembangkan atau diturunkan menjadi bibit sebar F2 sebelum digunakan dalam inokulasi pembuatan media baglog jamur tiram. Bibit Induk F1 media jagung 43

2 3.2. Bahan Yang Diperlukan Untuk Pembuatan Bibit Induk F1 Untuk membuat bibit Induk F1 bisa menggunakan biji-bijian jagung, gabah/padi, kedelai, atau gandum. Adapun beberapa persyaratan bahan yang baik untuk dibuat bibit induk F1 adalah sebagai berikut: Masih baru. Kondisi jagung yang akan dipakai tidak boleh sudah terlalu lama dari pemanenan. Pilih dengan benar kualitas jagung, kalau bisa hanya sedikit saja jagung yang rusak/pecah, usahakan sebagian besar utuh. Tidak terdapat kontaminasi dari jamur atau yang lain Tidak terdapat hama seperti ulat dan lainnya Secara visual kondisi jagung yang berkualitas akan tampak kuning, utuh. Pada umumnya jagung dibeli di pasar. Janganlah memilih untuk membeli jagung dengan harga yang murah yang biasanya kondisinya banyak yang pecah dan digunakan untuk pakan ternak seperti ayam. Tentunya kondisi jagung yang dibeli di pasar ini masih dalam kondisi keras, karena hasil dari proses pengeringan dengan cara dijemur. Untuk itulah nantinya dalam proses pembuatan diperlukan proses perendaman. Kita tidak perlu berhemat-hemat dengan membeli jagung kualitas rendah di sini, karena toh untuk membuat bibit F1 berkualitas, harganya tidak mahal. Dengan hanya 5kg jagung, InsyaAllah sudah bisa dibuat sekitar 40 botol bibit induk F1, dan ini sudah sangat cukup. Andai harga jagung itu Rp ,- per kg, berarti biaya pembelian jagung hanya Rp ,- saja kog.. Padahal di tempat kami, jagung yang cukup baik kualitasnya harganya sekitar Rp. 5000,- per kg saja. Jagung yang berkualitas akan tampak utuh dan baik 44

3 3.3. Peralatan yang diperlukan Dalam membuat bibit induk F1, diperlukan peralatan-peralatan yang cukup mudah untuk didapatkan. Peralatan-peralatan tersebut antara lain adalah : Botol bekas saus Kompor Bunzen Stik atau batang yang terbuat dari stainless steel agar steril Kotak pembibitan sederhana (seperti yang dijelaskan pada Bab II pada proses pembuatan bibit PDA) Karet pentil / karet gelang yang ukuran kecil saja Koran yang dipotong kurang lebih 7cm x 7 cm Ember plastik untuk merendam jagung Tempayan bambu yang digunakan pada proses penirisan Autoclav atau panci bertekanan 45

4 Karet pentil dan koran Dan tentu saja yang harus disiapkan adalah : PDA yang berkualitas 46

5 3.4. Tata cara Rekayasa Pembuatan Bibit Induk F1 Pembuatan bibit induk F1 dibagi dalam beberapa langkah sebagai berikut : 1. Mencuci jagung Jagung yang akan digunakan dalam pembuatan bibit harus dicuci terlebih dahulu, pada proses ini selain dicuci, dilakukan juga proses pemisahan antara jagung yang baik dan jagung yang kurang baik. Caranya dengan merendam sejenak jagung tersebut di dalam air, jagung yang mengapung adalah jagung yang kurang baik, segera pisahkan dan dibuang, selain itu jika ditemukan jagung yang terdapat lubang bekas ulat, segera dibuang dan dipisahkan. Proses pencucian jagung dan pemisahan dengan yang kurang baik 2. Merendam jagung Jagung yang sudah dicuci tersebut selanjutnya direndam di dalam air bersih dengan takaran kurang lebih 2 liter per 1kg jagung. Proses perendaman ini berlangsung kira-kira 48 jam. Tujuannya adalah untuk menambahkan kadar air ke dalam jagung yang masih keras tersebut. Kadar air ini sangat penting dalam proses pembentukan miselium F1 nantinya. Banyak yang menyepelekan proses perendaman ini, yang sebenarnya di sinilah letak kunci keberhasilan yang penting dalam pembuatan bibit induk F1. Merendam jagung ini hendaknya menggunakan air yang bersih. 47

6 Merendam jagung dalam air 2liter per 1kg jagung Rendaman jagung setelah 2 hari akan tampak seperti foto di atas 48

7 3. Merebus jagung Jagung yang telah direndam selama kurang lebih 48 jam tersebut kemudian dicuci lagi hingga bersih. Lalu masukkan ke dalam panci dan rebuslah selama kurang lebih menit. Tidak ada patokan waktu dalam perebusan ini, karena sangat tergantung ukuran dari jagung itu sendiri. Untuk jagung berukuran kecil, biasanya proses perebusan akan lebih lama. Ukuran jagung yang sedang dan besar biasanya hanya memerlukan waktu sekitar 20menit saja. Proses perebusan jagung adalah hingga butiran jagung sudah cukup lunak / empuk, namun belum sampai pecah merekah. Proses perebusan jagung Selama proses perebusan, hendaknya selalu diperiksa kadar kelunakan dari jagung itu. Ini sangat penting agar jangan sampai jagung masih terlalu keras. Namun juga harus diperhatikan timing / waktu perebusan, jangan sampai jagung terlalu lunak atau sudah pecah merekah. Ini artinya terjadi overcook yang dikhawatirkan akan menimbulkan kontaminasi nantinya. Fungsi dari merebus jagung ini selain untuk melunakkan jagung, juga untuk menambah kadar air yang terkandung di dalam jagung nantinya. Kadar air ini sangat penting dalam perkembangan miselium. Kebanyakan kegagalan/kontaminasi diakibatkan kurangnya kadar air. 49

8 Selalu periksa tingkat kematangan dari jagung selama proses perebusan Proses penirisan sejenak setelah direbus, cek ulang tingkat ke lunakan dari jagung 50

9 4. Meniris Hasil Rebusan Jagung Setelah direbus, tiriskan sejenak saja jagung tersebut selama kurang lebih 5-10 menit. Tujuannya hanya untuk mengurangi air rebusan dan rendaman. Penirisan tidak boleh terlalu lama, lalu segera masukkan ke dalam botol. 5. Memasukkan Jagung Ke Dalam Botol Setelah direbus, tiriskan sejenak saja jagung tersebut selama kurang lebih 5-10 menit. Tujuannya hanya untuk mengurangi air rebusan dan rendaman. Penirisan tidak boleh terlalu lama, lalu segera masukkan ke dalam botol. Jangan lupa semprot tangan dengan alkohol terlebih dahulu. Masukkan jagung ke dalam botol Tutup dengan plastik tebal 51

10 4. Sterilisasi menggunakan autoclav Masukkan botol ke dalam autoclav, lalu sterilkan pada tekanan 1,5Bar 2Bar selama kurang lebih 20menit. Dalam proses sterilisasi ini tidak boleh terlalu lama yang akan menyebabkan jagung tersebut gosong dan kering. Jika proses sterilisasi terlalu lama, akan menyebabkan struktur nutrisi yang terkandung di dalam jagung untuk penumbuhan miselium menjadi rusak, inilah yang menyebabkan salah satu kegagalan nantinya. Steilisasi menggunakan autoclav pada tekanan 2BAR selama 20 menit Contoh jagung yang terlalu lama disterilkan pada autovlav. Tampak sudah gosong menghitam ini kurang bagus sebagai media bibit F1 nantinya Contoh jagng yang pas/cukup disterilkan pada autoclav, tampak masih kuning kondisi ini yang tepat sebagai media F1 52

11 4. Inokulasi bibit PDA ke F1 Setelah proses sterilisasi, masukkan botol ke dalam kotak pembibitan sederhana atau laminar air flow. Biarkan sampai cukup mendingin. Kira-kira sekitar 3-5jam. Jika jagung masih terlalu panas, jangan dipaksakan untuk melakukan proses inokulasi, hal ini dapat menyebabkan kegagalan, karena PDA terbuat dari agaragar, sehingga akan mudah meleleh dan merusak miselium yang terkandung dalam agar-agar PDA. Visualisasi dari langkah inokulasi ini adalah sebagai berikut: Persiapan / preparation media jagung, bunzen, stik stainless, koran Panaskan terlebih dahulu stick stainless pada api bunzen secara merata 53

12 Panaskan pula sejenak bibit PDA yang akan digunakan untuk menginokulasi media jagung menjadi bibit induk F1. Panaskan menggunakan panas dari api bunzen secara merata di permukaan dan di mulut botol PDA. Potong / cacah agar-agar dari bibit PDA menjadi beberapa bagian. Tujuannya adalah agar memudahkan dalam memasukkan ke dalam botol F1. Biasanya dalam satu botol bibit PDA ini bisa dibagi menjadi kurang lebih 25 bagian. Masukkan secara perlahan segmen/bagian dari potongan bibit PDA tersebut ke dalam media jagung yang nantinya menjadi bibit induk F1. Cara memasukkannya harus dengan hati-hati dan masuk secara sempurna ke dalam botol. Idealnya ukuran segmen adalah kurang lebih 1cm x 2cm. 54

13 Segera tutup botol dengan kertas koran lalu ikat dengan karet. Ingat!! Koran yang digunakan sebagai penutup di sini harus sudah disterilkan pula di dalam autoclav. Untuk memastikan tingkat sterilnya, boleh juga dengan menyemprot koran terlebih dahulu menggunakan alkohol 96%. Dalam menutup botol hasil inokulasi, bisa menggunakan kapas, bisa menggunakan kertas koran, bisa juga menggunakan kertas lilin coklat yang biasanya untuk bungkus makanan. Namun secara umum kebanyakan pebudidaya menggunakan tutup kertas koran saja. Setelah proses inokulasi selesai, simpan dengan baik bibit induk F1 di tempat yang bersih, steril, dan stabil suhu dan kelembabannya. Yang termudah adalah diletakkan di dalam lemari yang bersih. Untuk menjamin kebersihannya, semprot terlebih dahulu tempat penyimpanan menggunakan alkohol 96%. 55

14 3.5. Tips dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan F1 Dalam pembuatan bibit F1, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk lebih meningkatkan probabilitas dan keberhasilannya. Terkadang hal-hal tersebut terkesan sepele dan sederhana, namun besar sekali pengaruhnya terhadap kualitas bibit induk F1 yang dihasilkan nantinya. Tips-tips tersebut antara lain adalah : Pemilihan jagung yang digunakan sebagai media F1. Jagung yang dipilih hendaknya berkualitas bagus dan dalam kondisi masih baru. Hindari pemilihan jagung yang sudah lama atau timbunan di pasar. Ukuran jagung (besar dan kecil) sebenarnya tidak mempengaruhi kualitas F1. Namun menggunakan jagung dengan ukuran yang tanggung dan besar lebih mudah dari pada yang ukuran kecil. Mudah ini dalam artian mengatur kadar air yang pas. Jika jagung ukuran besar hanya perlu direndam kurang lebih 2 hari, maka jagung yang ukuran kecil memerlukan waktu hingga 4 hari dalam perendamannya. Proses pembersihan jagung harus selalu dilakukan sebelum melakukan perendaman, di sini fungsi dari pembersihan adalah sekaligus memisahkan jagung yang kondisinya jelek. Biasanya dalam pembersihan, jika terdapat jagung yang jelek akan mengapung, segera pisahkan. Dalam merebus jagung, periksa terus tingkat kematangan/ tingkat kelunakan dari jagung tersebut. Lama perebusan adalah dalam kisaran 20menit hingga 30 menit. Jika kondisi jagung sudah pecah, atau mengelupas, ini berarti kondisinya terlalu lama dalam perebusan. Pada proses penirisan, hendaknya tidak terlalu lama maksimal 10 menit, karena jika terlalu lama, dikhawatirkan kadar airnya berkurang. Namun juga harus diperhatikan jangan sampai kadar air yang terkandung berlebih. Pada proses sterilisasi, jika menggunakan panci presto biasa, karena tidak ada alat pengukur tekanannya, bisa diasumsikan tingkat tekanan yang ada adalah sekitar 0,75Bar. Lama sterilisasi jika menggunakan panci presto biasa adalah kurang lebih 30-40menit. Jika menggunakan autoclav, sterilisasi dilakukan pada tekanan 1,5 2BAR selama kurang lebih 20menit. Media jagung adalah media dengan nutrisi murni (bukan campuran), dan pada saat sterilisasi, kondisinya sudah lunak, jika terlalu lama pada autoclav maka akan merusak struktur nutrisi dan kandungan kadar air pada jagung. Hasil jagung setelah proses sterilisasi adalah masih berwarna kuning kecoklatan, Namun bukan coklat gosong. Pada saat inokulasi, pastikan kondisi jagung sudah cukup mendingin, yaitu kurang lebih selama 4-5jam sejak dikeluarkan dari autoclav Proses inokulasi harus dilakukan di dalam kotak pembibitan sederhana atau di dalam laminar air flow. Penyimpanan bibit induk F1 setelah inokulasi haruslah di tempat yang bersih dan steril 56

15 3.6. Kegagalan dalam pembuatan bibit induk F1 dan antisipasinya Dalam rekayasa penurunan bibit PDA ke bibit induk F1 terkadang dijumpai kegagalan. Pada umumnya kegagalan yang adalah kontaminasi atau bibit PDA yang tidak mau menjalarkan miselium pada media F1. Beberapa analisa kegagalan tersebut yang paling sering adalah disebabkan oleh halhal sebagai berikut: Kualitas jagung yang kurang baik. Sebaiknya selalu memilih jagung dengan kualitas baik dan dalam kondisi baru. Hindari memilih jagung yang sudah tertimbun lama dan sudah banyak kutu nya. Pilih jagung yang utuh, jangan yang banyak mengandung jagung pecah dan berlubang. Kurangnya perendaman. Lama perendaman setelah proses pencucian sebaiknya minimal 2x24jam. Fungsi perendaman ini adalah untuk menambah kadar air pada media jagung. Jika jagung langsung dilakukan perebusan tanpa merendam terlebih dahulu, biasanya masih kurang mengandung kadar air. Kadar air yang kurang menyebabkan penjalaran miselium kurang sempurna dan menimbulkan kontaminasi pada akhirnya. Terlalu lama dalam perebusan sehingga banyak jagung yang kondisinya pecah dan terbuka. Atau sebaliknya kurang lama merebus, sehingga masih terlalu keras. Proses sterilisasi yang tidak tepat. Dalam hal ini, bisa jadi sterilisasi kurang, sehingga belum cukup mematikan bakteri yang ada, atau malah sterilisasi pada autoclav yang berlebihan yang menyebabkan jagung menjadi gosong sehingga struktur nutrisi pada jagung untuk penumbuhan miselium menjadi kurang baik. Pada proses inokulasi jagung masih terlalu panas, sehingga bibit PDA yang terbuat dari bahan agar-agar meleleh dan merusak miselium PDA. Bibit PDA yang mengandung kontaminan, sehingga menyebabkan kegagalan pada penurunan bibit F1. Untuk itu hendaknya selalu dipilih bibit PDA dengan kualitas terbaik. Proses inokulasi yang kurang steril. Untuk itu selalu perhatikan tingkat kebersihan tempat, bahan, dan alat yang digunakan pada proses inokulasi bibit PDA ke media F1 untuk menjamin tingkat keberhasilannya. Tempat penyimpanan / storage bibit F1 yang kurang memadai. Dalam menyimpan bibit induk F1 hendaknya pada tempat yang bersih dan steril pula. Jika terdapat kontaminasi pada satu atau beberapa botol bibit F1, segera pisahkan dan dibuang, karena jika dibiarkan, biasanya dapat menular ke botol bibit F1 lainnya. 57

16 3.7. Memahami perkembangan miselium bibit induk F1 Perkembangan miselium pada bibit induk F1 dimulai dari berkembangnya miselium pada inokulan bibit PDA pada media jagung, lalu jika media jagung yang dibuat sesuai dan pas pada kondisi untuk mengembangkan miselium dari bibit PDA tersebut, maka secara perlahan akan terjadi perambatan miselium hingga menyelimuti seluruh permukaan jagung pada botol F1. Proses perkembangan miselium pada bibit induk F1 ini perlu diperhatikan agar kita dapat mengetahui durasi mulai awal pembentukan miselium hingga mencapai 100% pada bibit induk F1. Durasi ini nantinya penting dalam penyusunan jadual kerja manajemen pembibitan yang terkait dengan jadual kerja pada budidaya jamur tiram putih. Secara detil, perkembangan miselium yang normal pada bibit induk F1 dapat diperhatikan pada ilustrasi berikut ini: Masa krusial atau masa terpenting pada perkembangan miselium dari bibit PDA adalah pada 3 hari pertama. Pada 24 jam setelah dilakukan proses inokulasi, biasanya pada agar-agar bibit PDA akan mulai terselimuti benang-benang hifa. Tampak agar-agar pada bibit PDA mulai terselimuti oleh jaringan hifa miselium yang nantinya diharapkan mau merambat pada media jagung bibit induk F1. 58

17 Selanjutnya pada hari ke-3 benang hifa tersebut akan merambatkan miselium pada media jagung pada bibit induk F1 yang ada. Pada hari ke-3 rambatan miselium mulai menjalar pada media jagung Perkembangan miselium pada 5-7 hari pertama akan tampak seperti rambatan miselium yang telah mencapai sekitar 30% tersebut seperti tipis dan halus. Ini sebenarnya normal saja. Pada hari ke-5-7 rambatan miselium mulai mencapai 30-40% 59

18 Setelah mencapai 10 hari, biasanya miselium telah merambat hingga 70%, di sini miselium yang terbentuk sudah mulai menebal. Miselium merambat hingga kurang lebih 70%-90% Miselium akan mencapai kondisi 100% dalam waktu kurang lebih hari tergantung ukuran dari jagung. Untuk jagung ukuran kecil, biasanya rambatan miselium lebih lambat daripada jagung berukuran besar. Miselium sudah mencapai 100% pada hari ke

19 3.8. Membedakan Bibit Induk F1 dan Bibit Tebar F2 Media Jagung Bibit induk F1 adalah bibit yang menggunakan media biji-bijian jagung, media yang sama juga digunakan pada pembuatan bibit tebar F2. Sekilas, bibit F1 dan F2 yang menggunakan media yang sama ini akan tampak sama dan mirip, namun perbedaannya sangatlah besar baik dari sifat, fungsi, maupun densiti / kepadatan miselium. Bibit induk F1 adalah bibit induk yang digunakan sebagai inokulan pada pembuatan bibit tebar F2, sedangkan bibit tebar F2 digunakan sebagai inokulan pada pembuatan media tanam baglog jamur tiram. Generasinya pun berbeda, jika pada bibit F1 merupakan turunan langsung dari PDA, bibit F2 merupakan turunan dari biji jagung media F1. Perbedaan antara bibit induk F1 dan bibit tebar F2 dapat dibagi berdasarkan generasi, fungsi, karakter miselium dan durasi perkembangan miselium. Tabel Perbedaan Bibit F1 dan F2 Media Jagung No. Kategori Bibit Induk F1 Bibit Tebar F2 1 Generasi Turunan dari bibit F0 atau PDA 2 Fungsi Sebagai bibit dalam pembuatan bibit tebar F2 3 Karakter miselium Lebih lembut dan halus namun tingkat kerapatan lebih padat/rapan 4 Durasi perkembangan miselium Kurang lebih 15-20hari 5 Harga Lebih mahal daripada bibit F2 Turunan dari bibit induk F1 Sebagai bibit dalam pembuatan baglog jamur Sedikit lebih kasar dengan tingkat kerapatan yang lebih besar Kurang lebih 15hari Lebih murah daripada bibit F1 Karena perbedaan fungsi yang berbeda inilah dalam perletakan bibit F1 dan F2 untuk media yang sama yaitu media biji-bijian hendaknya diberi tanda atau dipisahkan. Karena secara sekilas saja apabila miselium telah mencapai 50% lebih, sulit untuk membedakan antara bibit F1 dan F2 dengan media jagung. Apalagi bila kita ingin membeli bibit induk F1 dengan media jagung. Hendaknya pembelian itu dilakukan pada pebudidaya yang telah terpercaya. Atau pembelian dilakukan dengan memilih bibit induk F1 yang kondisi miseliumnya masih mencapai kurang lebih 50% dimana inokulan masih bisa dilihat apakah berasal dari agar-agar PDA atau berasal dari biji-bijian. 61

20 Perbedaan F1 dan F2 berdasarkan turunan generasi bisa diperhatikan pada foto berikut ini: F1 media jagung, tampak yang menjadi inokulan adalah agar-agar Yang berasal dari media bibit PDA F2 media jagung, tampak yang menjadi inokulan adalah Biji-bijian yang berasal dari bibit induk F1 62

21 Perbedaan F1 dan F2 berdasarkan fungsinya bisa diperhatikan pada foto berikut ini: Bibit induk F1 digunakan sebagai inokulan dalam Membuat bibit tebar F2 dengan media yang sama yaitu jagung Bibit tebar F2 media jagung ataupun media serbuk gergaji digunakan Sebagai inokulan dalam pembuatan media tanam baglog jamur 63

22 Perbedaan F1 dan F2 media jagung berdasarkan karakter hifa miselium dapat dilihat pada foto berikut: Sampel 2 botol bibit induk F1 sebelah kiri dan 2 botol bibit tebar F2 di sebelah kanan Secara sekilas, sulit untuk membedakan bibit induk F1 maupun bibit tebar F2 apabila miselium sudah mencapai kurang lebih 90% seperti pada foto di atas. Namun secara visual akan tampak perbedaan dari tingkat kehalusan dan kepadatan miselium dari bibit induk F1 dan bibit tebar F2. Pada bibit induk F1, miselium yang terbentuk dari inokulan PDA akan menjalar dengan kepadatan atau densiti lebih padat. Jika diperhatikan lebih seksama, akan tampak bahwa miselium pembentuk bibit induk F1 sifatnya halus dan lebih padat. Pada bibit tebar F2, miselium yang terbentuk dari inokulan bibit F1 akan mejalar dengan kepadatan sedang, densitinya lebih rendah daripada bibit induk F1. Jika diperhatikan dengan seksama, maka akan tampak bahwa miselium pembentuk bibit tebar F2 sifatnya lebih besar dan lebih kasar daripada bibit induk F1. Kedua sifat miselium pembentuk bibit ini memang merupakan karakter dasar yang sangat membedakan mulai dari bibit PDA dari kultur jaringan, bibit induk F1, maupun bibit tebar F2. 64

23 Detil foto yang memperlihatkan karakter miselium bibit induk F1 Tampak bahwa miselium pembentuk bibit F1 halus dan tebal Detil foto yang memperlihatkan karakter miselium bibit tebar F2 media jagung Tampak bahwa miselium pembentuk bibit tebar F2 lebih besar dan kasar daripada Miselium pembentuk bibit induk F1 65

24 Selanjutnya dari durasi, perkembangan tumbuh miselium bibit induk F1 justru lebih lama daripada perkembangan tumbuh miselium pada bibit tebar F2. Hal ini wajar mengingat tingkat kepadatan dan kehalusan miselium pada bibit F1 lebih halus dan padat, sehingga pembentukannya pun akan lebih banyak dan lama. Durasi perkembangan tumbuh miselium pada bibit induk F1 kurang lebih adalah selama 20 hari dari waktu inokulasi bibit PDA yang diberikan. Sedangkan perkembangan tumbuh miselium pada bibit tebar F2 media jagung kurang lebih adalah selama hari dari waktu inokulasi bibit induk F1 yang diberikan. Nah, setelah memahami beberapa perbedaan karakter miselium pada F1 dan F2 yang menggunakan media jagung, tentunya kini kita sedikit banyak bisa membedakan mana yang merupakan bibit F1 mana yang bibit F2. Hal ini penting bagi pemula yang ingin membeli bibit induk, mengingat perbedaan harga yang jauh antara bibit F1 dan bibit F2. Jangan sampai nantinya kita salah membeli bibit karena kurang paham mengenai perbedaan ini yang akhirnya ingin membeli bibit F1 malah diberi bibit F2 dengan media yang sama yaitu media jagung. Contoh stok bibit induk F1. Pada tempat penyimpanan Hendaknya selalu diberi tanda agar bisa dibedakan 66

BAB VI MEMBANDINGAN BIBIT TEBAR F2 MEDIA JAGUNG DENGAN MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU 6.1. Perbandingan Kualitas Bibit F2 Kualitas dari bibit tebar F2 ditentukan oleh beberapa faktor yang antara lain adalah

Lebih terperinci

BAB II REKAYASA KULTUR JARINGAN PADA JAMUR TIRAM 2.1. Pembuatan Bibit PDA /F0 Jamur Tiram Pembuatan bibit PDA yang dimaksud di sini adalah pembiakan kultur murni atau biakan murni dengan menggunakan teknik

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM Oleh : Masnun, S.Pt, M.Si I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya jamur tiram adalah salah satu usaha pertanian yang saat ini sangat prospektif karena beberapa faktor yaitu:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru,

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru, III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Ravi Nursery, di Jl. Kubang Raya Kab. Kampar, dan di Laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) UIN Suska Riau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Sari Sehat Multifarm didirikan pada bulan April tahun 2006 oleh Bapak Hanggoro. Perusahaan ini beralamat di Jalan Tegalwaru No. 33 di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima kali

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Jamur yang terletak di Jalan Garuda Sakti KM. 2 Jalan Perumahan UNRI. Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru.

III. BAHAN DAN METODE. Jamur yang terletak di Jalan Garuda Sakti KM. 2 Jalan Perumahan UNRI. Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru. III. BAHAN DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan AprilAgustus 2013, di Rumah Jamur yang terletak di Jalan Garuda Sakti KM. 2 Jalan Perumahan UNRI Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni dilaboratorium Agronomi (laboratorium jamur) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa-timur,

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl. H.R. Soebrantas KM 15

I. METODE PENELITIAN. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Jl. H.R. Soebrantas KM 15 I. METODE PENELITIAN 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juni sampai Oktober 2013 di CV. Ravi Nursery Kubang Raya Kampar Riau dan di Laboratorium Patologi, Entomologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. ostreatus)

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH

BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH Disusun oleh : Andrianta Wibawa 07.11.1439 BUDI DAYA JAMUR TIRAM PUTIH I. PENDAHULUAN Jamur terdiri dari bermacam-macam jenis, ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan bagi kehidupan manusia. Jamur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak lengkap) satu faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak lengkap) satu faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak lengkap) satu faktor dengan 5 taraf konsentrasi dengan lima kali ulangan, yaitu: Keterangan: M0 M1 M2 M3

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Kubung ketua kelompok wanita tani Sido Makmur

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Kubung ketua kelompok wanita tani Sido Makmur III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kubung ketua kelompok wanita tani Sido Makmur Dusun Ngaran Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul dan lab. tanah Fakultas

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR EDIBLE MUSHROOM 1. Mahasiswa berdiskusi secara aktif berbagi pengetahuan yang dimiliki 2. Berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk memberikan / mengemukakan persoalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN terdiri dari : Tahapan-tahapan proses pengolahan stick singkong di UKM Flamboyan 4.1 Persiapan Bahan Baku Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu penelitian 1. Alat dan Bahan a. Bahan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu penelitian 1. Alat dan Bahan a. Bahan III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu penelitian 1. Alat dan Bahan a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu macam bibit F2 jamur Ganoderma sp. isolat Banyumas 1 koleksi

Lebih terperinci

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Oleh Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP. A. Latar Belakang Budidaya jamur merang di dalam kumbung merupakan teknik budidaya jamur yang dilakukan secara modern dengan

Lebih terperinci

CABE GILING DALAM KEMASAN

CABE GILING DALAM KEMASAN CABE GILING DALAM KEMASAN 1. PENDAHULUAN Cabe giling adalah hasil penggilingan cabe segar, dengan atau tanpa bahan pengawet. Umumnya cabe giling diberi garam sampai konsentrasi 20 %, bahkan ada mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 2 faktor dan 12 perlakuan kombinasi media tumbuh dengan 3 kali ulangan dan tiap

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG USAHA JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG USAHA JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS PELUANG USAHA JAMUR TIRAM STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Dani Ramadan Hatam NIM : 11.11.5414 Kelompok : E Program Studi : S1 Jurusan : TI Dosen : Prof.Dr.M. Suyanto ABSTRAKSI

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK BONGGOL DAN KULIT NANAS PADA PROSES FERMENTASI TEMPE Siti Miskah, Rini Daslam, Dwi Endah Suryani Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Abstrak Nanas merupakan

Lebih terperinci

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO Kompos merupakan pupuk yang dibuat dari sisa-sisa mahluk hidup baik hewan maupun tumbuhan yang dibusukkan oleh organisme pengurai.

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI

PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI PENDAHULUAN Rimpang adalah pada dasarnya tanaman jamu (obat alami) yang bisa bermanfaat bagi kesehatan manusia maupun hewan peliharaan seperti sapi, kambing, kerbau dan lain

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN

LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN LINGKUNGAN BISNIS BUDIDAYA JAMUR TIRAM SEBAGAI USAHA SAMPINGAN DI SUSUN OLEH : NAMA : FAHDI ARDIYAN NIM : 11.11.5492 KELAS : 11-S1T1-12 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK Jamur tiram merupakan salah

Lebih terperinci

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT:

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT: Kecap Asin/Manis BAHAN: 1 kg kedelai putih atau hitam 3 gr ragi tempe 3 lbr daun salam 2 btg serai 3 Daun jeruk 1 lembar 4 cm lengkuas 1 sdt pokak 6 kg gula merah 1 ½ lt air untuk melarutkan gula merah

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan Home industri jamur

Lebih terperinci

3. Untuk mempermudah bagi mereka mereka yang berminat untuk mendirikan industri rumah tangga yang mengspesialisasikan pembuatan tempe. C.

3. Untuk mempermudah bagi mereka mereka yang berminat untuk mendirikan industri rumah tangga yang mengspesialisasikan pembuatan tempe. C. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tempe merupakan salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Tempe merupakan salah satu produk olahan berbasis bioteknologi. Bioteknologi merupakan bidang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 - Oktober 2014 di Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan

I. PENDAHULUAN. daerah satu dengan yang lainnya. Menurut konsep geografi yang pernah diuraikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap daerah memiliki potensi sumber daya yang berbeda, baik alam maupun manusia. Hal ini dapat mengakibatkan adanya hubungan atau keterkaitan antara daerah satu dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di laksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Jalan, Benteng Hilir, No. 19. Kelurahan, Bandar Khalifah. Deli Serdang. Penelitian

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum.

NATA DE SOYA. a) Pemeliharaan Biakan Murni Acetobacter xylinum. NATA DE SOYA 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH

V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH V. GAMBARAN UMUM P4S NUSA INDAH 5.1. Sejarah dan Perkembangan P4S Nusa Indah Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Nusa Indah adalah sebuah pusat pelatihan usaha jamur tiram dan tanaman hias

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2009 - Maret 2010. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur dan Laboratorium Penyakit Hutan

Lebih terperinci

PELUANG BISNIS AYAM GORENG PRESTO. Tugas Kuliah Lingkungan Bisnis

PELUANG BISNIS AYAM GORENG PRESTO. Tugas Kuliah Lingkungan Bisnis PELUANG BISNIS AYAM GORENG PRESTO Tugas Kuliah Lingkungan Bisnis disusun oleh I. Martiandos MH 11.02.7960 JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG USAHA BUDIDAYA JAMUR TIRAM Karya Ilmiah ini dibuat untuk melengkapi tugas mata kuliah LINGKUNGAN BISNIS Disusun Oleh : Nama : Danang Pari Yudhono NIM : 11.12.6017 Kelas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN 1 DAFTAR ISI I. Kata Pengantar II. Daftar Isi III. Pendahuluan...1 IV. Bahan Tambahan 1. Pemanis...1 2. Asam Sitrat...1 3. Pewarna...1 4. Pengawet...2 5. Penstabil...2 V. Bentuk Olahan 1. Dodol...2 2.

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Kecamatan Percut Sei TuanKabupaten Deli Serdang, Pemilihan lokasi di

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. Widyaiswara Madya I. PENDHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yan sangat penting dalam kehidupan manusia, karena

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KARYA ILMIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TEMPE MENDOAN BERBAGAI RASA DISUSUN OLEH : NAMA : REENATO GILANG NIM : 11.11.5583 KELAS : 11-S1 TI-14 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 ABSTRAK Pada saat ini,sedang

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM 0 Pembuatan Kumbung 0 Peralatan dalam Pembuatan Baglog 0 Pembuatan Media Tanam 0 Pencampuran 0 Pengisian Media Ke Kantong Plastik 0 Sterilisasi 0 Inokulasi Bibit 0 Perawatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA 3.6 Proses Pengambilan Serat Kapuk Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang waktu 2 atau 3 pekan, yang pertama kalinya biasanya

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena adanya perlakuan terhadap objek dan adanya kontrol sebagai pembanding. Penelitian eksperimen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan rancangan yang paling

Lebih terperinci

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti MODUL 6 SELAI RUMPUT LAUT Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah selai rumput laut dengan baik dan benar. Indikator Keberhasilan: Mutu selai rumput laut yang

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM

KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM KARYA ILMIAH E-BISNIS BISNIS JAMUR TIRAM disusun oleh : Nama : Fandi Hidayat Kelas : SI TI-6C NIM : 08.11.2051 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA JENJANG STRATA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

5. Perencanaan jenis bibit yang akan ditanam

5. Perencanaan jenis bibit yang akan ditanam Lampiran 1: Aktivitas Usahatani Tebu Perencanaan Umum 1. Penyediaan Peta a) Peta areal (luas kebun) skala 1:5.000, sebagai peta tembok. b) Peta irigasi, skala 1:25.000, dengan batas-batas areal, batas-batas

Lebih terperinci

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU Oleh: Gusti Setiavani, S.TP, M.P Staff Pengajar di STPP Medan Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Maret

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

Bab 5 Aspek Teknis. Bagaimana bentuk tempe yang anda suka? Apa warna tempe yang anda suka? Jenis bahan tempe apa yang anda sukai?

Bab 5 Aspek Teknis. Bagaimana bentuk tempe yang anda suka? Apa warna tempe yang anda suka? Jenis bahan tempe apa yang anda sukai? Bab 5 Aspek Teknis No 1. 5.1. Perencanaan Produk Berdasarkan data kuisioner yang terdapat pada bab 4, maka untuk menentukan perencanaan produk didapat data dari hasil penyebaran kuisioner sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis. BAB III METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Sejarah Yayasan Paguyuban Ikhlas Usaha jamur tiram putih di Yayasan Paguyuban Ikhlas didirikan oleh bapak Hariadi Anwar. Usaha jamur tiram putih ini merupakan salah

Lebih terperinci

OLAHAN JAMUR TIRAM JAMUR GORENG CRISPY DAN KRIPIK JAMUR TIRAM TINJAUAN SEDERHANA PRAKTISI JAMUR TIRAM. Disusun oleh: Team Kampoeng Djamoer

OLAHAN JAMUR TIRAM JAMUR GORENG CRISPY DAN KRIPIK JAMUR TIRAM TINJAUAN SEDERHANA PRAKTISI JAMUR TIRAM. Disusun oleh: Team Kampoeng Djamoer JAMUR GORENG CRISPY DAN KRIPIK JAMUR TIRAM TINJAUAN SEDERHANA PRAKTISI JAMUR TIRAM Disusun oleh: Team Kampoeng Djamoer 2012 Pembuatan jamur crispy dan kripik jamur sangat sederhana. Prinsipnya metoda yang

Lebih terperinci

MANISAN BASAH BENGKUANG

MANISAN BASAH BENGKUANG MANISAN BASAH BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE

II. MATERI DAN METODE II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pembakar spiritus, pipet, jarum ose, erlenmeyer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram dan jamur merang termasuk dalam golongan jamur yang dapat dikonsumsi dan dapat hidup di kayu-kayu yang sudah lapuk. Jamur ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SB091358

TUGAS AKHIR SB091358 TUGAS AKHIR SB091358 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Oleh: Hanum Kusuma Astuti

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

PERLAKUAN BENIH KEDELAI SEBELUM TANAM

PERLAKUAN BENIH KEDELAI SEBELUM TANAM PERLAKUAN BENIH KEDELAI SEBELUM TANAM Oleh: Elly Sarnis Pukesmawati,SP., MP. Penanaman kedelai di tanah yang subur biasanya tidak menimbulkan masalah, karena pada hakikatnya tanah seperti ini banyak mengandung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan

TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan TUGAS KULIAH PAPER TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH Teknologi Pembibitan Anggrek melalui Kultur Jaringan ANGGOTA KELOMPOK 1: Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nur Izzatul Maulida 115040201111339 KELAS L PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen kuantitatif dengan variabel hendak diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja ditimbulkan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN 3. PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG 1. DEFINISI Panen merupakan pemetikan atau pemungutan hasil setelah tanam dan penanganan pascapanen merupakan Tahapan penanganan hasil pertanian setelah

Lebih terperinci

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram Nama : Enggar Abdillah N NIM : 11.12.5875 Kelas : 11-S1SI-08 ABSTRAK TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2011/2012 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Peluang Bisnis Budidaya Jamur Tiram

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium

Lebih terperinci

Resep Kastengel Bawang Merah

Resep Kastengel Bawang Merah MEMBUAT RANCANGAN DAN KARYA TEKNOLOGI DIVERSIVIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN BERBASIS BAWANG MERAH YANG TIDAK DIPATENKAN; TINGKAT INTERNASIONAL Resep Kastengel Bawang Merah Bahan Adonan: 1 kg Tepung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan Januari 2016 di Laboratorium Prodi Biologi Fakultas MIPA, Laboratorium

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Kelurahan Semanan Kelurahan Semanan yang berada pada wilayah Kecamatan Kalideres, berbatasan langsung dengan Sungai Cisadane di sebelah utara, Kelurahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 8. MENULIS TERBATASLatihan soal 8.3. Bagian no (2) dan (5) pada petunjuk tersebut dapat dilengkapi dengan kalimat...

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 8. MENULIS TERBATASLatihan soal 8.3. Bagian no (2) dan (5) pada petunjuk tersebut dapat dilengkapi dengan kalimat... 1. Petunjuk membuka botol minuman kaleng! SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 8. MENULIS TERBATASLatihan soal 8.3 1. Ambilah sebuah botol minuman kaleng! 2.... 3. Carilah bagian atas botol yang berbentuk

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PERSIAPAN TANAM BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PERSIAPAN TANAM BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PERSIAPAN TANAM BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : Persiapan Tanam Tujuan berlatih:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Tindakan Defenisi tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul dari persepsi sehingga ada respon untuk mewujudkan suatu tindakan. Tindakan mempunyai beberapa

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Lapangan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH 1 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Hanum Kusuma Astuti, Nengah Dwianita Kuswytasari

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 PENAMBAHAN AMPAS TEBU SEBAGAI SUBSTRAT BIBIT DALAM PRODUKSI JAMUR MERANG (Volvariella volvacea) Yulia Sari Ismail 1), Zairin Thomy 2), Muslim

Lebih terperinci

III.TATA CARA PENELITIAN

III.TATA CARA PENELITIAN III.TATA CARA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai bulan Maret 2016 di Green House dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) MIKROSKOP

STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) MIKROSKOP MIKROSKOP Ambil mikroskop dengan hati-hati dengan cara memegang lengan mikroskop, lalu letakkan diatas meja datar. Hindari sentuhan-sentuhan terhadap lensa, apabila bagian lensa mikroskop terlihat kotor

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi Benih cabai hibrida sebenarnya dapat saja disemaikan dengan

Lebih terperinci