PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

TINJAUAN PUSTAKA Lahan Kritis Definisi Lahan kritis

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. Sumberdaya alam ialah suatu sumberdaya yang terbentuk karena kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

ANALISIS PERSEBARAN LAHAN KRITIS DI KOTA MANADO

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Data tentang luas tutupan lahan pada setiap periode waktu penelitian disajikan pada

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lahan dapat disebutkan sebagai berikut : manusia baik yang sudah ataupun belum dikelola.

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

Pelayanan Terbaik Menuju Hutan Lestari untuk Kemakmuran Rakyat.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

Mengoptimalkan Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang Dalam Unit Daerah Aliran Sungai 1

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Pola (Pemanfaatan) Ruang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ARAHAN PENANGANAN LAHAN KRITIS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI LESTI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan ruang merupakan suatu upaya aktif manusia untuk mengubah pola dan struktur pemanfaatan ruang yang secara hakiki harus dipandang sebagai bagian dari aspek-aspek spasial dari proses pembangunan (Rustiadi et al. 2006). Inkonsistensi atau ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dan ruang yang ada dengan arahan yang diperintahkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi pokok permasalahan terjadinya degradasi sumberdaya lahan. Kondisi penyimpangan tersebut terutama disebabkan adanya alih fungsi pada kawasan hutan dan kawasan resapan air. Degradasi lahan menjadi permasalahan dunia yang penting di abad 21, karena berdampak terhadap penurunan produktifitas pertanian, kerusakan lingkungan, berpengaruh kepada keamanan pangan dan kualitas hidup serta terjadi penurunan kualitas tanah (Eswaran et al. 2001). Adanya lahan kritis merupakan salah satu gambaran terjadinya degradasi lahan yang pada umumnya disebabkan oleh adanya kegiatan manusia yang secara langsung merusak daya dukung tanah/lahan seperti pemanfaatan lereng bukit untuk lahan pertanian yang tidak sesuai dengan kemampuan/peruntukannya, tidak menerapkan teknologi konservasi, bahkan dapat juga berubah fungsi menjadi areal permukiman. Lahan kritis merupakan lahan yang sudah tidak produktif lagi serta kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk diusahakan sebagai lahan pertanian, kecuali bila ada upaya rehabilitasi terlebih dahulu. Salah satu upaya merehabilitasi lahan kritis yang dilakukan pemerintah adalah kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang bertujuan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga (Departemen Kehutanan, 2003a). Kegiatan RHL sangat strategis bagi kepentingan nasional sehingga kegiatan tersebut diarahkan sebagai

2 gerakan berskala nasional yang melibatkan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat. Gerakan tersebut dinamakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) yang penyelenggaraannya dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi. Untuk merehabilitasi lahan kritis, lahan perlu diidentifikasi dan dipetakan. Identifikasi dan pemetaan lahan kritis sangat berguna bagi perencana untuk menentukan daerah prioritas dalam rangka pemanfaatan dan pengembangan wilayah. Kegiatan identifikasi lahan kritis apabila dikaitkan dengan penataan ruang dapat dilaksanakan dengan menggunakan survey wilayah secara langsung di lapangan, namun memerlukan waktu yang cukup lama serta memiliki kelemahan untuk menjangkau daerah-daerah yang sulit untuk didatangi. Untuk mengatasi keadaan tersebut dapat dibantu dengan memanfaatkan data penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu teknik yang memungkinkan orang dapat mengumpulkan data tanpa langsung terjun ke lapangan atau penjelajahan lapangan seluruh area. Dengan demikian cara ini lebih menghemat waktu dan biaya dibandingkan dengan cara konvensional (Lillesand dan Kiefer, 1987 dalam Zulfikar, 1999). Karakteristik lahan berupa kenampakan penutupan lahan (land cover) dapat dilihat dari data penginderaan jauh. Bila ditunjang dengan data lainnya, seperti erosi, kelerengan, dan pengelolaan lahan dapat dilakukan proses identifikasi hingga pemetaan lahan kritis dengan sistem informasi geografis. Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG, mulai dikenal pada awal tahun 1980-an, yang terus berkembang pesat seiring dengan perkembangan komputer baik hardware (perangkat keras) maupun software (perangkat lunak) hingga era tahun 1990-an (Puntodewo et al. 2003). SIG saat ini dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi dan memetakan lahan kritis serta dapat dilakukan suatu pengkajian terhadap lahan kritis tersebut apabila dikaitkan dengan rencana pola tata ruang wilayah serta kegiatan rehabilitasi lahan.

Perumusan Masalah Dalam perencanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan diperlukan data dan informasi tentang tingkat kekritisan lahan terhadap lahan-lahan yang memerlukan penanganan. Mengingat areal penanganan yang sangat luas maka lahan-lahan kritis tersebut perlu diidentifikasi dan dipetakan agar ketepatan sasaran lokasi yang akan ditangani kegiatan rehabilitasi lahan dapat lebih maksimal. Kegiatan GERHAN merupakan suatu upaya untuk menangani dan mengurangi lahan yang mengalami kerusakan serta lahan kritis dan lahan yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi seperti bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang matang terhadap sasaran lokasi kegiatan GERHAN agar tujuan kegiatan tersebut dapat berhasil dengan baik dan maksimal. Kegiatan GERHAN yang telah dilaksanakan di Kabupaten Sumedang pada tahun 2003 sampai dengan 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Luas Areal dan Jumlah Kelompok Tani GERHAN Tahun 2003 s.d 2005 di Kabupaten Sumedang No. Tahun Luas Areal GERHAN Jumlah Kelompok Tani GERHAN (Ha) (Kelompok) 1 2003 2,740 116 2 2004 3,200 144 3 2005 2,185 92 Jumlah 8,125 352 Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang, 2006 Salah satu aspek yang dikaji dalam melihat potensi fisik dasar adalah penggunaan lahan eksisting pada suatu wilayah. Hal tersebut dikarenakan penggunaan lahan merupakan gambaran dari pemanfaatan lahan yang terdapat di wilayah Kabupaten Sumedang. Pesatnya pertumbuhan penduduk cenderung diikuti dengan meningkatnya aktifitas sosial ekonomi masyarakat. Dengan meningkatnya aktifitas tersebut berdampak terhadap peningkatan kebutuhan lahan baik itu pada lahan pertanian maupun non pertanian. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dan tidak terkendali dapat mengakibatkan berbagai bencana seperti lahan kritis, tanah longsor dan banjir. Pada Tabel 2 dapat dilihat jenis penggunaan lahan 3

di Kabupaten Sumedang yang mengalami pergeseran dalam kurun waktu 4 (empat tahun) antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2000. 4 Tabel 2. Jenis Penggunaan Lahan yang mengalami pergeseran antara Tahun 1996 dan 2000 No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Tahun 1996 Tahun 2000 Persentase (%) Luas (Ha) Persentase (%) Selisih (Ha) (+/-) 1 Permukiman 9,698.93 6.37 10,059.68 6.61 360.75 (+) 2 Industri 395.21 0.26 468.34 0.31 73.13 (+) 3 Sawah 34,486.84 22.66 34,411.68 22.61 75.16 (-) 4 Pertanian Lahan Kering 49,770.54 32.70 50,412.44 33.12 641.90 (+) 5 Padang - - 1,877.38 1.23 1,877.38(+) 6 Tanah Galian C 364.16 0.24 370.16 0.24 6.00 (+) Sumber: RTRW Kabupaten Sumedang, 2002 Keterkaitan antara penggunaan lahan dan ketersediaan lahan bagi pengembangan Wilayah Kabupaten Sumedang digunakan untuk mendapatkan informasi lahan yang tidak dapat dikembangkan dan yang dapat dikembangkan guna memacu perkembangan wilayah di masa yang akan datang. Lahan yang tidak dapat dikembangkan merupakan lahan yang penggunaannya dilindungi, seperti hutan lindung, areal konservasi, hutan suaka dan penggunaan lahan lainnya yang dikuatkan oleh peraturan-peraturan yang mengaturnya. Sedangkan lahan yang dapat dikembangkan merupakan lahan yang dapat dibudidayakan baik untuk budidaya pertanian maupun budidaya non pertanian. Melihat kondisi demikian, apabila dikaitkan dengan tingkat kekritisan lahan maka perlu dilakukan kajian untuk mengetahui sejauhmana sebaran posisi kawasan kawasan yang tertuang pada pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan, hal ini sangat berguna bagi seorang perencana untuk memprediksi rencana pola tata ruang agar mampu diterapkan untuk masa mendatang. Apabila dilihat dari latar belakang rencana penelitian serta uraian di atas, dapat dirumuskan suatu permasalahan, sebagai berikut: 1. Bagaimana cara pemanfatan dan pengolahan SIG dalam identifikasi perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang? 2. Bagaimana sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan di Kabupaten Sumedang?

3. Bagaimana sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang? 5 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang muncul seperti yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi dan melakukan pemetaan perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang dari 2 (dua) titik tahun yaitu tahun 2000 dan 2005. 2. Mengkaji sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. 3. Mengkaji sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bersama antara masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam mengkaji penanganan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta arahan pola tata ruang di Kabupaten Sumedang. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dilaksanakan pada seluruh wilayah Kabupaten Sumedang termasuk areal Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2005 seluas 8.125 Ha yang tersebar di 23 kecamatan serta Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini bahwa semua data adalah data sekunder yang berasal dari dinas/instansi di Kabupaten Sumedang dan tidak dilakukan cek lapangan (groundcheck).

TINJAUAN PUSTAKA Lahan Kritis Definisi Lahan kritis Definisi dan kriteria lahan kritis telah dibuat oleh beberapa instansi pemerintah. Perbedaan pengertian ini perlu diselaraskan untuk meminimalisir perbedaan dalam penentuan deliniasi lahan kritis. Perbedaan ini timbul dikarenakan adanya dasar pengelompokkan penamaan yang berbeda yang disesuaikan dengan keperluan tugas tiap instansi. Kurnia et al. (2005) menyebutkan bahwa pengertian yang menggambarkan kerusakan lahan dengan degradasi lahan (land degradation), yaitu suatu proses yang menyebabkan produktivitas lahan menjadi rendah, baik sementara maupun tetap. Proses tersebut meliputi berbagai bentuk tingkat kerusakan tanah (soil degradation), pengaruh manusia terhadap sumberdaya lahan, penggundulan hutan (deforestation), dan penurunan produktivitas padang penggembalaan. Dampak kerusakan antara lain berubahnya permukaan tanah serta hilangnya tanah lapisan atas dan vegetasi. Pada penggunaan istilah lahan kritis, perlu dijelaskan tentang segi kekritisannya. Notohadiprawiro (2006) menjelaskan bahwa ada lahan yang kritis (gawat) menurut keadaan fisiknya. Lahan mengalami rusak berat, sehingga harkat kemampuannya berada jauh di bawah harkat tepian. Rusak dapat berarti: Tanahnya tererosi berat Tanahnya mengalami penimbunan yang merusak (detrimental deposition). Tanahnya terdegradasi berat karena : Pelindian (leaching), Penggaraman, Pemasaman (pembentukan tanah sulfat masam), Alkalinitas yang sangat meningkat (pengembangan tanah sodik), Pelonggokan racun tanaman (Al, B), Gleisasi, Kehancuran struktur karena dispersi kuat, atau karena pemampatan, Pendangkalan jeluk mempan (effective depth) karena penebalan lapisan padas, Kehilangan daya serap air atau daya simpan lengas tanah karena pengeringan yang tak-terbalikkan (irreversible desiccation) sebagai akibat pengatusan lampau batas (mudah terjadi pada tanah gambut). Sumber air mengering karena neraca hidrologi rusak.

3. Bagaimana sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang? 5 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang muncul seperti yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi dan melakukan pemetaan perkembangan lahan kritis di Kabupaten Sumedang dari 2 (dua) titik tahun yaitu tahun 2000 dan 2005. 2. Mengkaji sebaran lokasi kegiatan GERHAN terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. 3. Mengkaji sebaran Rencana Pola Tata Ruang Wilayah terhadap tingkat kekritisan lahan Kabupaten Sumedang. Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan bersama antara masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam mengkaji penanganan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta arahan pola tata ruang di Kabupaten Sumedang. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dilaksanakan pada seluruh wilayah Kabupaten Sumedang termasuk areal Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2005 seluas 8.125 Ha yang tersebar di 23 kecamatan serta Rencana Pola Tata Ruang Kabupaten Sumedang. Asumsi yang digunakan pada penelitian ini bahwa semua data adalah data sekunder yang berasal dari dinas/instansi di Kabupaten Sumedang dan tidak dilakukan cek lapangan (groundcheck).