BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

dokumen-dokumen yang mirip
KONFLIK LAUT TIONGKOK SELATAN [DEWI TRIWAHYUNI]

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

BAB III KONFLIK LAUT CINA SELATAN. itu bernama Cina memproduksi peta LCS dengan 9 garis putus-putus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat masih berupa non-intervensi. Namun ketika Perang Dunia Kedua

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

BAB V KESIMPULAN. Laut China Selatan sebagai perairan semi tertutup telah berstatus konflik. Konflik yang

BAB I PENDAHULUAN. juta km² dan mempunyai kedalaman sekitar meter. 1 Laut China Selatan

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laut Cina Selatan merupakan bagian dari Samudera Pasifik, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. 1

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin membawa perubahan-perubahan besar. dan terjadi dengan sangat cepat dalam sistem internasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada zaman Romawi, penguasaan laut belum menimbulkan persoalan

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

Kepentingan Vietnam Dalam Konflik Laut China Selatan

BAB II KLAIM TIONGKOK TERHADAP LAUT CHINA SELATAN DAN NATUNA. Dalam bab ini akan dijelaskan alasan Tiongkok mengklaim wilayah Laut China Selatan

BAB IV KEPENTINGAN JALUR PERDAGANGAN AMERIKA SERIKAT DI LAUT CINA SELATAN. Semua negara yang terlibat di konflik Laut Cina Selatan memiliki klaim

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut dalam perkembangannya kini tidak lagi berfungsi hanya

BAB IV KESIMPULAN. Perkembangan pada konstalasi politik internasional pasca-perang Dingin

ASIA TENGGARA DALAM KEPENTINGAN AMERIKA SERIKAT

BAB V PENUTUP. diatur oleh hukum internasional yakni okupasi terhadap suatu wilayah harus

Upaya ARF Dalam Penyelesaian Konflik Klaim Kepulauan Spratly. M.Khalil Afif 1 NIM Abstract

dalam merespon serangkaian tindakan provokatif Korea Selatan dalam bentuk latihan gabungan dalam skala besar yang dilakukan secara rutin, dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

Tema I Potensi dan Upaya Indonesia Menjadi Negara Maju

UPAYA ASEAN DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK LAUT CINA SELATAN TAHUN Abstract

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

ULANGAN HARIAN I. : Potensi SDA dan SDM

ASEAN DAN KERJASAMA EKONOMI REGIONAL. [Dewi Triwahyuni]

BAB III ISU PERBATASAN LAUT CINA SELATAN CINA-ASEAN. ASEAN secara komprehensif, konflik ini sebenarnya lebih terpusat pada tumpang tindih

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

PENGARUH TIONGKOK DAN AMERIKA SERIKAT DI LAUT CHINA SELATAN SERTA DAMPAKNYA TERHADAP INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

JURNAL. Disusun oleh: REIGER MAHULE JELA JELA NPM : Program Kekhususan : Hubungan Internasional. Dosen Pembimbing I : H.

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP KONFLIK LAUT CHINA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. geografis. Kecenderungan inilah yang sering dinamakan regionalisme.

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kini mulai memanas kembali dan mulai mengancam persatuan ASEAN. Konflik ini

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA TERHADAP TIONGKOK DALAM SENGKETA KEPEMILIKAN LAUT CINA SELATAN TAHUN Abstract

OEPARTEMEN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA BUKU PUTIH PERTAHANAN INDONESIA

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

KEPENTINGAN NASIONAL CHINA DALAM KONFLIK LAUT CINA SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

POLITIK DAN KONFLIK DI ASIA TENGGARA Nama Asia Tenggara merupakan sebuah istilah untuk merujuk kawasan Timur dari Asia, namun lebih dengan watak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pertahanan negara. Salah satu keuntungannya adalah sebagai

MILITERISASI LAUT CHINA SELATAN

BAB I. Potensi Konflik Laut Tiongkok Selatan

BAB II DINAMIKA KONFLIK LAUT CINA SELATAN. Konflik Laut Cina adalah konflik yang terjadi karena adanya perebutan

Amerika Tanam Pengaruh di Asia Sejak Desember 1949

perdagangan, industri, pertania

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

peradaban Bangsa Timur yang berkembang dengan pesat. Tiongkok. Ketiga Negara ini sangat berperan penting pada pertumbuhan ekonomi

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Menyoal Konflik Indonesia di Laut Cina Selatan

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG


SENGKETA KEPEMILIKAN KEPULAUAN SPRATLY DI LAUT CHINA SELATAN BERDASARKAN UNCLOS III (UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA) TAHUN 1982

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dingin telah membawa kecenderungan menyusutnya

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

VI. SIMPULAN DAN SARAN

Internasionalisasi Selat Malaka

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laut adalah kumpulan air asin

Peran dan Strategi Indonesia bersama ASEAN Dalam Upaya Meredakan Konflik Laut China Selatan

BAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KONFLIK CHILE-ARGENTINA PADA KASUS BEAGLE CHANNEL

KERJASAMA ASEAN DALAM BERBAGAI BIDANG

MAKALAH HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA ISU-ISU KEAMANAN DI ASIA TENGGARA. Pengelolaan Keamanan di Laut Cina Selatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur perdagangan global. Di samping itu, Asia Tenggara juga memiliki letak yang strategis ditinjau dari berbagai aspek baik itu dari segi astronomis, geografis, politis, ekonomis, sosial serta keadaan alamnya. Tak heran jika strategisnya posisi kawasan ini pada era perang dingin telah menempatkan kawasan Asia Tenggara sebagai ajang persaingan ideologi dan militer. Situasi politik internasional di penghujung abad ke-20 membuat perubahan situasi internasional kawasan Asia Tenggara. Hal ini didasari oleh fakta adanya konflik teritorial yang terjadi antar negara-negara di kawasan ini, seperti konflik antara Indonesia dengan Malaysia mengenai batas wilayah di Perairan Ambalat, konflik teritorial antara Malaysia dengan Filipina mengenai wilayah Sabah, konflik antara Thailand dengan Kamboja mengenai Angkorwat, dan yang terbaru adalah konflik antara Tiongkok dengan sejumlah negara di Kawasan Asia Tenggara tentang klaim kepemilikan Pulau Paracel dan Spratly. Dari berbagai konflik teritorial antar negara di Asia Tenggara, konflik di Laut Cina Selatan kini menjadi sumber ketegangan baru yang dapat menimbulkan ancaman atas keamanan regional maupun internasional. Sumber persoalan yang membuat kawasan Asia Tenggara diliputi ketegangan adalah sengketa klaim kepemilikan wilayah di Laut Cina Selatan. 1

2 Situasi keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir semakin memburuk dan memanas. Gencarnya pemerintah Tiongkok dalam mengakui seluruh wilayah perairan Laut Cina Selatan menjadi salah satu penyebab keamanan di wilayah perairan tersebut semakin memburuk. Bukan hanya semakin gencar dalam mengakui seluruh wilayah perairan Laut Cina Selatan, tetapi pemerintah Tiongkok juga sudah mulai membangun kontruksi berupa dermaga kecil untuk tempat persinggahan bagi awak kapal angkatan lautnya dan membangun proyek pulau buatan di wilayah perairan Laut Cina Selatan yang pembangunannya hampir selesai. Kondisi di wilayah perairan Laut Cina Selatan semakin bertambah buruk dan memanas, juga disebabkan karena adanya tiga kapal perang Tiongkok yang menjalani latihan di Laut Cina Selatan dan adanya kapal induk milik Tiongkok yang mulai menggelar patroli di wilayah Laut Cina Selatan. Sikap pemerintah Tiongkok ini mengakibatkan terjadi ketegangan hubungan antar negara-negara yang berkepentingan khususnya pada rana diplomatik. Konflik Laut Cina Selatan merupakan konflik yang sampai saat ini belum menemukan titik penyelesaian. Konflik yang berawal dari perebutan wilayah di Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel oleh enam negara yaitu Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Fhilipina, Brunei Darussalam, dan Malaysia saat ini telah menjadi sumber utama ketegangan di kawasan Laut Cina Selatan. Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel telah lama dianggap sebagai sumber utama dari konflik Laut Cina Selatan karena merupakan kawasan bernilai ekonomis sebagai jalur strategis pelayaran perdanganan yang menghubungkan

3 Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Afif, 2014:234). Hal ini membuat kawasan Laut Cina Selatan sebagai kawasan tersibuk di dunia, karena lebih dari setengah perdagangan dunia berlayar melewati kawasan Laut Cina Selatan setiap tahunnya. Meningkatnya kebutuhan energi setiap negara, maka peningkatan distribusi melalui jalur laut akan semakin meningkat. Dengan kondisi tersebut tentunya intensitas kegiatan di perairan ini juga semakin meningkat (Nugraha, 2011:56). Sehingga jalur ini tentunya menjadi perairan yang sangat sibuk dan memiliki posisi strategis sebagai tempat transit. Selama dua puluh tahun ke depan konsumsi minyak bumi di negara-negara Asia akan naik 4% rata-rata per tahun. Apabila laju pertumbuhan tetap konsisten, permintaan minyak bumi akan naik menjadi 25 juta barrel per hari. Mau tidak mau untuk mengatasi permintaan Asia dan Jepang harus dilakukan impor minyak dari Timur Tengah. Kapal-kapal tanker pengangkut minyak dari Timur Tengah ke negara-negara Asia tersebut setelah melewati Selat Malaka harus melalui Laut Cina Selatan. Pelayaran Komersial di Laut Cina Selatan didominasi oleh bahan mentah yang menuju negara-negara Asia Timur, dan yang melewati Selat Malaka dan Kepulauan Spartly sebagian besar adalah kargo cair seperti minyak dan gas alam cair (LNG), sementara kargo kering kebanyakan batu bara dan bijih besi. Pengangkutan LNG melewati Laut Cina Selatan mewakili dua per tiga dari perdagangan LNG seluruh dunia menuju Jepang, Korea Selatan dan Taiwan (Muhammad, 2014:6).

4 Bukan hanya bernilai ekonomis, potensi kandungan sumber daya alam yang ada di kawasan Kepulauan Spratly dan Kepulauan Paracel di Laut Cina Selatan juga menjadi sumber utama dari konflik karena mempunyai cadangan minyak dan gas yang sangat banyak (Pratama, 2016:28). Potensi kandungan cadangan minyak dan gas inilah yang semakin memicu intensifnya klaim teritorial dari negara-negara yang terlibat konflik. Pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa Laut Cina Selatan mempunyai potensi minyak sebesar 17 milyar ton. Jumlah ini lebih besar dari pada potensi minyak Kuwait yang hanya mencapai 13 milyar ton (Maksum, 2017:11). Terkait dua pulau utama yang menjadi sengketa yaitu Kepulauan Spratly (Spratly Islands) dan Kepulauan Paracel (Paracel Islands) diduga kuat mengandung cadangan mineral misalnya 2,5 milyar barel dan 25,5 Tcf gas alam yang belum digarap (Maksum, 2017:11). Potensi sumber daya alam yang sedemikian besar sudah pasti memicu persaingan negara-negara di Laut Cina Selatan untuk menguasai wilayah tersebut. Sebagian besar negara di sekitar Laut Cina Selatan mempunyai wilayah klaim dalam skala yang berbeda-beda. Kawasan Laut Cina Selatan yang merupakan rangkaian pulau berjumlah lebih dari 30.000 pulau termasuk gugusan karang tidak hanya kaya akan potensi sumber daya alam, namun posisi strategis Laut Cina Selatan juga menjadi incaran banyak negara untuk menggunakannya sebagai sistem pertahanan (Maksum, 2017:3). Akibatnya, eskalasi konflik muncul menjadi ancaman serius di Laut Cina Selatan.

5 Menurut Rudy (2002:124), bukan hanya sumber daya alam yang memicu konflik ini semakin memanas, tetapi juga disebabkan adanya tindakan provokatif dilakukan oleh negara-negara yang mengklaim kawasan Laut Cina Selatan berupa membangun kontruksi atau dermaga kecil di Kepulauan Spratly. Tindakan membangun kontruksi berupa bangunan atau dermaga kecil di Kepulauan Spratly yang disengketakan membuat konflik ini menjadi semakin sulit untuk diselesaikan. Agar konflik ini tidak semakin sulit untuk diselesaikan, ASEAN Regional Forum (ARF) diharapkan memiliki peran menciptakan dan mengembangkan transparansi untuk peningkatan kepercayaan dan pengertian sehingga dapat menghindarkan atau mengurangi rasa saling curiga dan salah pengertian antara negara peserta. Hal ini akan semakin meningkatkan perdamaian, keamanan dan stabilitas nasional. Penguatan perdamaian dan keamanan kawasan akan memberikan lingkungan yang kondusif yang esensial bagi suksesnya pembangunan nasional di masing-masing negara peserta. Hal ini pada akhirnya akan mendorong peningkatan masyarakat di kawasan. ARF dapat memainkan peran penting bagi pencegahan munculnya konflik dan meningkatnya situasi konflik. ARF juga dapat memainkan peran untuk menghindari penggunaan kekuatan dan ancaman kekerasan. Di masa mendatang, ARF juga diarahkan untuk menjadi sarana bagi penyelesaian konflik. Melihat situasi yang semakin rumit, maka ARF mulai bertindak dan ikut turun tangan menanggapi persoalan klaim teritorial yang terjadi di wilayah Laut Cina Selatan. Karena jika tidak ditanggapi dengan serius maka segala bentuk

6 kerjasama di kawasan Laut Cina Selatan tidak akan berlanjut dan akan menimbulkan konflik bersenjata di kawasan tersebut. Menurut Rudy (2002:124), melalui ARF diharapkan negara yang konflik dapat berdialog untuk mewujudkan stabilitas keamanan kawasan, maupun merumuskan agenda keamanan skala regional guna menampung aspirasi dan pandangan secara terbuka mengenai berbagai masalah di kawasan. ARF yang merupakan forum dialog diharapkan dalam menyelesaian konflik secara damai dan dapat menghindari kemungkinan timbulnya ketegangan konflik bersenjata di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya, sehingga tidak menimbulkan kerawanan keamanan dan stabilitas politik regional di kawasan Asia yang mencangkup Asia Timur dan Asia Tenggara. Hal ini juga terdapat didalam Association Of Southeast Asian Nations, 2002 Declaration On The Conduct Of Parties In The South China (2002:1) bahwa penyelesaian sengeketa teritorial dan yurisdiksi dapat diselesaikan dengan cara damai tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan, tetapi melalui negosiasi dengan negara-negara yang berkonflik sesuai dengan prinsip hukum internasional. Dilihat dari penjelasan diatas bahwa ARF memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian konflik di Laut Cina Selatan secara damai tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan, sehingga penulis tertarik untuk membahas konflik di Laut Cina Selatan yang melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara serta peran ARF dalam penyelesaikan konflik di Laut Cina Selatan dengan judul penelitian Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan.

7 1.2 Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus, maka dilakukan batasanbatasan terhadap permasalahan yaitu : 1. Sejarah Konflik Laut Cina Selatan 2. Hambatan Yang Dihadapi ASEAN Regional Forum (ARF) dalam penyelesaian konflik Laut Cina Selatan. 3. Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam penyelesaian konflik Laut Cina Selatan. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, indentifikasi masalah, dan batasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah Sejarah Konflik Laut Cina Selatan? 2. Apakah hambatan yang dihadapi ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Penyelesaikan Konflik Laut Cina Selatan? 3. Bagaimana peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Penyelesaikan Konflik Laut Cina Selatan? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian pada umumnya dilakukan untuk memecahkan suatu permasalahan secara ilmiah, maka dari itu penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui Sejarah konflik Laut Cina Selatan 2. Untuk mengetahui Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Penyelesaikan Konflik Laut Cina Selatan.

8 3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Penyelesaikan Konflik Laut Cina Selatan. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan tercapainya tujuan diatas, maka manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara akademis penelitian ini bermanfaat sebagai penambahan referensi bagi para mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan PPKn FIS UNIMED. 2. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan menulis karya ilmiah di bidang kajian sosialpolitik dengan fenomena yang terjadi. 3. Hasil penelitian ini bisa menambah informasi mengenai bagaimana Peran ASEAN Regional Forum (ARF) dalam Penyelesaian Konflik Laut Cina Selatan.