Keterkaitan jumlah telur sebelum dan setelah diserap dalam kantung jantan kuda laut, Hippocampus barbouri Jordan & Richardson, 1908

dokumen-dokumen yang mirip
TINGKAT PEMBUAHAN DAN PENETASAN TELUR. KUDA LAUT (Hippocampus barbouri) Syafiuddin

KAJIAN PEMIJAHAN BERULANG TERHADAP KUALITAS TELUR KUDA LAUT (HIPPOCAMPUS BARBOURI) DALAM WADAH TERKONTROL

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

KELIMPAHAN DAN WARNA KUDA LAUT (Hippocampus barbouri) HUBUNGANNYA HABITATNYA DI KEPULAUAN TANAKEKE, KABUPATEN TAKALAR Ardi Eko Mulyawan ABSTRAK

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa ABSTRAK

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

SIKLUS REPRODUKSI TAHUNAN IKAN RINGAN, TIGER FISH (Datnioides quadrifasciatus) DI LINGKUNGAN BUDIDAYA AKUARIUM DAN BAK

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

3. METODE PENELITIAN

PEMELIHARAAN INDUK IKAN CAPUNGAN BANGGAI (Pterapogon kauderni) DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan ) Vol. 19 (3) Desember 2009: ISSN:

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

MONITORING POPULASI KUDA LAUT DI PERAIRAN PANTAI PADANG BAI KARANGASEM BALI

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

3. METODE PENELITIAN

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

3. METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

KAJIAN PEMIJAHAN BERULANG TERHADAP KUALITAS TELUR KUDA LAUT (Hippocampus barbouri) DALAM WADAH TERKONTROL

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas benih sebar

KE DUA (F-2) DALAM MENUNJANG TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN KERAPU

POTENSI REPRODUKSI IKAN LALAWAK (Barbodes sp) PENDAHULUAN

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

PEMIJAHAN LELE SEMI INTENSIF

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

3. METODE PENELITIAN

Banggai Cardinal Fish (BCF) Ikan hias asli Indonesia

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

III. METODE PENELITIAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN :

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Ikan patin jambal (Pangasius djambal) Bagian 1: Induk kelas induk pokok (Parent stock)

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYANG (Decapterus russelli) DAN IKAN BANYAR (Rastrelliger kanagurta) YANG DIDARATKAN DI REMBANG, JAWA TENGAH

Aspek reproduksi ikan banyar, Rastrelliger kanagurta (Cuv. 1817) di perairan utara Aceh

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar belakang

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

PERTUMBUHAN IKAN HIAS BANGGAI CARDINALFISH (PTERAPOGON KAUDERNI) PADA MEDIA PEMELIHARAAN SALINITAS YANG BERBEDA ABSTRAK

Indeks Gonad Somatik Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) Yang Masuk Ke Muara Sungai Sekitar Danau Singkarak

PERKEMBANGAN MORFOLOGI JUWANA KUDA LAUT (Hippocampus barbouri, Jordan & Richardson, 1908) DALAM WADAH TERKONTROL

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA

II. BAHAN DAN METODE

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

BAB III BAHAN DAN METODE

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Pertumbuhan Ikan Pari (Dasyatis kuhlii, Müller & Henle, 1841) di Perairan Selat Makassar

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C. SUTARDJO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

Aspek Biologi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Sebagai Landasan Pengelolaan Teknologi Penangkapan Ikan di Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN GABUS (CHANNA STRIATA BLOCH, 1793) DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO

Transkripsi:

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keterkaitan jumlah telur sebelum dan setelah diserap dalam kantung jantan kuda laut, Hippocampus barbouri Jordan & Richardson, 1908 Syafiuddin, Andi Niartiningsih, Benny Audy Jaya Gosari, Sri Wahyuni Rahim Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10, Tamalanrea, Makassar, Surel: afi_makassar@yahoo.com Abstrak Kuda laut, Hippocampus barbouri merupakan salah satu jenis kuda laut yang terdapat di perairan Indonesia. Selain dimanfaatkan sebagai ikan hias akuarium, kuda laut juga digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Penelitian bertujuan mengkaji keterkaitan jumlah telur sebelum dan setelah dimasukkan dalam kantung pengeraman ikan jantan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2013 di Desa Rewatayya, Kecamatan Mappakasunggu, Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Analisis sampel dan pemijahan kuda laut dilaksanakan di Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitasi Ekosistem Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Pengumpulan dan pengambilan sampel kuda laut dilakukan dengan menggunakan alat tangkap seser dengan mata jaring 1 mm. Analisis uji t dilakukan untuk mengetahui perbedaan jumlah telur (oosit) dengan jumlah telur atau embrio dalam kantung ikan jantan. Hubungan antara jumlah telur/embrio berdasarkan ukuran panjang dan bobot total kuda laut dianalisis dengan regresi linier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah telur matang pada kuda laut betina tidak berbeda dengan jumlah telur/embrio yang terdapat dalam kantung jantan. Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah telur atau embrio dalam kantung jantan sama dengan jumlah telur pada kuda laut betina sebelum dipindahkan ke dalam kantung jantan. Jumlah telur matang dalam kantung pengeraman kuda laut jantan berkisar 39 208 pada panjang total 11,5-13,5 cm Kata kunci: telur/embrio, brood pouch, Hippocampus barbouri Pendahuluan Kuda laut, Hippocampus barbouri merupakan salah satu dari sembilan jenis kuda laut yang terdapat di perairan Indonesia (Lourie et al. 2001). Selain dimanfaatkan sebagai ikan hias akuarium, kuda laut juga digunakan sebagai bahan baku obat-obatan. Hal ini menyebabkan kuda laut mempunyai nilai ekonomis tinggi di dalam maupun di luar negeri, sehingga mendorong terjadinya penangkapan intensif di alam. Kuda laut telah dimasukkan dalam daftar Appendik II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) (Foster & Vincent 2004). Kuda laut (genus Hippocampus) jantan memperlihatkan spesialisasi untuk mengasuh keturunan secara anatomis, tetapi tetap merupakan jenis yang paling sering bersaing untuk mendapatkan pasangan (Vincent et al. 1992, Vincent 1994). Kuda laut jantan menerima dan membuahi telur, lalu mengerami embrio-embrio di dalam kantung pengeraman di bagian perutnya. Semua spesies kuda laut memperlihatkan sifat monogami dalam satu siklus perkembangbiakan, dalam hal ini jantan menerima telur hanya dari seekor betina (Foster & Vincent 2004). Proses perkembangbiakan kuda laut cukup menarik yaitu dengan melalui male brooding, betina memindahkan telur-telurnya ke dalam kantung jantan, telur-telur tersebut terbuahi di dalam kantung pengeraman, sehingga dapat dikatakan bahwa induk jantan yang mengerami (Lourie et al. 1999). Pada proses pemindahan atau pemasukan 373

Syafiuddin et al. telur ke dalam kantung jantan, telur dapat masuk seluruhnya atau hanya sebagian saja dan bahkan semua telur dapat gagal masuk ke dalam kantung jantan. Telur yang tidak masuk seluruhnya ke dalam kantung jantan dapat terjadi apabila ukuran induk kuda laut jantan lebih kecil daripada induk betina, sehingga kemampuan kantung jantan untuk menampung telur sangat bergantung kepada banyaknya jumlah telur yang dapat diserap. Penelitian bertujuan mengkaji keterkaitan jumlah telur sebelum dan setelah dimasukkan dalam kantung pengeraman ikan jantan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aspek reproduksi kuda laut, khususnya untuk mendukung pemijahan dalam pembenihan kuda laut. Bahan dan metode Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2013 di Desa Rewatayya, Kecamatan Mappakasunggu, Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan. Analisis sampel dan pemijahan kuda laut dilaksanakan di Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitasi Ekosistem Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Lokasi pengambilan sampel kuda laut ditentukan berdasarkan daerah yang memiliki penangkapan kuda laut oleh nelayan penangkap kuda laut seperti Pulau Lantangpeo dan Pulau Labbo Tallua. Pengumpulan dan pengambilan sampel kuda laut dilakukan dengan menggunakan alat tangkap seser atau skimming net dengan mata jaring 1 mm. Pengambilan sampel dilakukan saat air surut ketika kedalaman kurang dari 1 m. Pada setiap pengambilan dibuat plot sebanyak 3 buah yang masing-masing berukuran 100 m 2 (10 m x 10 m). Pengoperasian alat tangkap dimulai plot pertama (tepi pantai) sampai berada pada plot paling jauh dari pantai. Alur pengamatan/pengoperasin alat tangkap dilakukan dengan penyisirian plot secara zig zag yang dimulai dari satu titik pada salah satu sisi plot. Penyisiran dilakukan dengan berjalan lurus menuju sisi seberang dari titik awal, lalu kembali ke garis sebelah dalam dan terus begitu sampai selesai di sisi lainnya. Pengambilan sampel kuda laut dilakukan sekali per bulan, selama empat bulan. Kuda laut yang diambil berukuran lebih dari 10 cm, di lakukan pengukuran dan penghitungan terhadap beberapa parameter yaitu panjang total dan bobot kuda laut, gonad somatik Indeks (GSI), jumlah oosit matang pada stadia Tingkat Kematangan Gonad (TKG) IV, jumlah telur atau em brio dalam kantung jantan. Pengukuran panjang total dilakukan dengan cara meluruskan badan kuda laut kemudian mengukur panjang mulai dari kepala bagian atas (mahkota) hingga ujung ekor. Penimbangan berat ovari dengan timbangan digital ketelitian 0,001g dilakukan untuk penghitungan nilai GSI (GSI=berat ovari/berat badan total x 100). Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah oosit matang pada TKG IV. Penentuan oosit matang berdasar kriteria Poortenaar et al. (2004) dan Syafiuddin (2010). Penghitungan jumlah telur atau embrio dalam kantung ikan jantan dilakukan dengan cara membedah lalu mengeluarkan semua telur atau embrio dari di dalamnya. Kuda laut yang siap untuk melahirkan atau mengeluarkan embrionya dibawa ke laboratorium untuk dipijahkan. 374

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Analisis uji t dilakukan untuk mengetahui perbedaan jumlah telur (oosit) dengan jumlah telur atau embrio dalam kantung ikan jantan. Hubungan antara jumlah telur/embrio berdasarkan ukuran panjang dan bobot total kuda laut dianalisis dengan regresi linier. Data hasil penghitungan nilai GSI dianalisis secara deksriptif. Hasil dan pembahasan Hasil pengukuran dan penghitungan panjang dan bobot total, indeks gonadosomatik (GSI), jumlah telur matang pada TKG IV kuda laut betina dan jumlah telur/embrio dalam kantung pengeraman kuda laut jantan disajikan pada Tabel 1. Panjang dan bobot total kuda laut jantan dan betina yang diperoleh pada penelitian ini hampir sama yaitu berkisar 11,5-13,5 cm dengan rata-rata 12,25 ± 0,53 cm pada kuda laut jantan dan berkisar 11,6-13,5 cm dengan rata-rata 12,41 ± 0,60 cm pada kuda laut betina. Bobot total kuda laut jantan yaitu berkisar 5,22 10,15 g dengan rata-rata 8,18 ± 1,32 g dan pada kuda laut betina berkisar 5,01-8,58 g dengan rata-rata 6,23 ± 1,16 g. Nilai gonadosomatik indeks kuda laut, H. barbouri pada ovari TKG IV yang diperoleh selama pengamatan berkisar 5,95 10,15% dengan rata-rata 8,18± 1,26% (Tabel 1). Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa nilai indeks gonadosomatik kuda laut betina meningkat seiring dengan perkembangan kematangan gonad dan juga pertambahan bobot ovarinya. Penelitian jenis kuda laut (Hippocampus sp.) di perairan kepulauan Tanakeke mendapatkan nilai gonadosomatik indeks ovari TKG IV berkisar 0,58 10,89%. Selanjutnya hasil penelitian Syafiuddin (2010) mendapatkan nilai GSI berkisar 2,54 7,19% untuk kuda laut (H. barbouri) yang dipelihara dalam wadah budi daya. Adanya perbedaan nilai GSI yang diperoleh dari hasil penelitian ini dengan hasil penelitian lainnya diduga karena adanya perbedaan jumlah telur/oosit matang, waktu pengambilan sampel (musim pemijahan) dan juga karena perbedaan kondisi lingkungan/habitat kuda laut. Hasil penghitungan jumlah telur matang pada kuda laut betina bervariasi dari 62 162 dengan rata-rata 104 ± 26,2. Pada kuda laut jantan jumlah telur/embrio dalam kantung pengeraman bervariasi dari 39 208 dengan rata-rata 111 ± 38,50 (Tabel 1). Hasil analisis statistik dengan uji t menunjukkan bahwa jumlah telur matang (TKG IV) pada kuda laut betina tidak menunjukkan perbedaan dengan jumlah telur/embrio yang terdapat dalam kantung jantan (P 0,05). Hal ini memperlihatkan bahwa jumlah telur atau embrio dalam kantung jantan sama dengan jumlah telur pada kuda laut betina sebelum dipindahkan ke dalam kantung jantan. Tabel 1. Rata-rata panjang dan bobot total, jumlah telur matang pada TKG IV, GSI, dan jumlah telur dalam kantung jantan kuda laut Parameter Jantan Betina Panjang (cm) 12,25 ± 0,53 12,41 ± 0,60 Bobot (g) 8,18 ± 1,32 6,23 ± 1,16 GSI (%) - 8,18 ± 1,26 Jumlah telur/embrio (butir) 111 ± 38,50 104 ± 26,2 375

Jumlah telur/embrio Jumlah telur/embrio Syafiuddin et al. Jumlah telur/embrio dalam kantung jantan mempunyai hubungan yang lebih baik pada ukuran bobot kuda laut dibandingkan ukuran panjangnya dengan persamaan regresi y = 3,550x - 67,80 (r² = 0,002) pada ukuran panjang dan y = 15,20x - 13,08 (r² = 0,269) pada ukuran bobot (Gambar 1 dan 2). Hal sama juga pada kuda laut betina, memperlihatkan hubungan yang lebih baik pada ukuran bobot kuda laut dibandingkan ukuran panjangnya dengan persamaan regresi y = 32,43x - 298,1 (r² = 0,546) pada ukuran panjang, dan y = 18,91x - 13,49 r² = 0,699 pada ukuran bobot (Gambar 3 dan 4). 250,0 200,0 150,0 y = 3,5502x + 67,802 R² = 0,0024 100,0 50,0 0,0 11 11,5 12 12,5 13 13,5 14 Pajang Total (cm) Gambar 1. Hubungan antara jumlah telur/embrio dan panjang total kuda laut jantan 250,0 200,0 150,0 y = 15,201x - 13,084 R² = 0,2697 100,0 50,0 0,0 0 2 4 6 8 10 12 Bobot total (g) Gambar 2. Hubungan antara jumlah telur/embrio dan bobot total kuda laut jantan 376

Jumlah telur Jumlah Telur Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 180 160 140 120 100 80 60 40 20 Ukuran telur yang terbuahi dalam kantung tidak sama tapi berbentuk bulat, sementara oosit/telur sebelum dimasukkan atau ditransfer ke dalam kantung jantan tidak dapat dibedakan. Oosit/telur pada kuda laut betina kemungkinan berbentuk sama dengan telur yang baru saja disimpan di dalam kantung jantan. Semua oosit/telur sebelum dimasukkan ke dalam kantung pengeraman mempunyai diameter telur yang sama. Syafiuddin (2010) menyatakan bahwa diameter telur matang pada kuda laut H. barbouri yang siap untuk ditransfer berkisar 1,7-2,04 mm. Diameter telur matang pada beberapa spesies kuda laut mempunyai perbedaan ukuran, pada H. guttatus (2,0 mm), H. kuda dan H. whitei (1,8 mm), H. fuscus (1,7 mm), H. breviceps (1,6 mm), H. zozterae (1,3 mm) dan H. trimaculatus (0,9 mm) (Foster & Vincent 2004). Jumlah oosit/telur yang diproduksi oleh kuda laut betina sama dengan jumlah telur/embrio yang ditemukan di kantung jantan. Pasangan untuk kawin sebaiknya berukuran sama, sehingga memaksimalkan total jumlah oosit yang ada dalam ovari betina, karena kuda laut adalah termasuk partial spawner dan hanya mengeluarkan telury = 32,431x - 298,18 R² = 0,5462 0 11,5 12 12,5 13 13,5 14 Panjang Total (Cm) Gambar 3. Hubungan antara jumlah telur dan panjang total kuda laut betina 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 y = 18,912x - 13,492 R² = 0,699 0 2 4 6 8 10 Bobot tubuh (g) Gambar 4. Hubungan antara jumlah telur dan bobot total kuda laut betina 377

Syafiuddin et al. telurnya yang sudang matang. Waktu pemindahan telur ke dalam kantung jantan sangat singkat, pasangan dengan ukuran berbeda bisa kawin, sehingga banyak telur tidak mungkin ditransfer ke kantung jantan pada kasus betina lebih besar. Namun jika kuda laut jantan lebih besar daripada betina, seekor betina tidak akan mempunyai jumlah oosit/telur yang cukup untuk mengisi kantung jantan. Hubungan yang lemah antara jumlah telur/embrio dalam kantung jantan dan ukuran kuda laut, memberikan bukti bahwa seekor jantan tidak mungkin selalu mempunyai suatu kantung pengeraman yang penuh. Sebagian besar spesies kuda laut adalah monogami, menjalin ikatan pasangan yang berakhir pada musim pemijahan, ada pasangan yang berakhir setelah beberapa musim, meskipun beberapa spesies tidak membentuk pasangan yang terikat (Lourie et al. 1999, Dames 2000, dan Foster & Vincent 2004). Di alam, sifat monogami dan kesetiaan pasangan pada kuda laut berperan pada tingkat keberhasilan reproduksinya, karena kuda laut yang kehilangan pasangannya tidak dapat bereproduksi lagi sampai menemukan kembali pasangan baru. Bagi ikan seperti kuda laut yang mobilitasnya lambat, kepadatan rendah dan sangat bergantung pada penyamaran sebagai bentuk pertahanan terhadap pemangsaan, menemukan pasangan baru akan membutuhkan waktu dan energi yang besar (Lourie et al. 1999 dan Vincent & Sadler 1995) Hasil pengamatan jumlah telur matang pada kuda laut betina tertinggi sebanyak 166 butir pada ukuran panjang total 13,5 cm, jumlah telur/embrio tertinggi dalam kantung jantan sebanyak 208 pada ukuran panjang 13,2 cm. Hasil ini lebih tinggi daripada penelitian Syafiuddin (2010) yang mendapatkan jumlah telur matang pada kuda laut betina dan jumlah telur dalam kantung jantan pada pemijahan H. barbouri secara terkontrol masing-masing sebanyak 103 butir dan 90 butir. Jumlah telur kuda laut betina yang dikeluarkan maupun yang dimasukkan ke dalam kantung jantan bergantung kepada banyaknya telur yang mencapai stadia oosit matang pada saat perkembangan oosit yang telah diovulasikan ke dalam lumen ovari, dan juga bergantung pada daya dukung kantung jantan (Syafiuddin 2010). Jumlah telur yang disimpan atau dimasukkan induk betina kuda laut ke dalam kantung jantan berkisar dari 5 butir (H. zosterae) hingga lebih 1000 butir (H. erectus) untuk satu perkawinan (Foster & Vincent 2004 dan Teixeira & Musick 2001). Satu hal yang sangat sulit untuk mengetahui secara langsung jumlah telur yang ditransfer, sehingga dilakukan pembedahan, terkadang ditemukan perbedaan antara jumlah telur diinkubasi di dalam kantung pengeraman dengan jumlah juwana yang dihasilkan. Hasil penelitian Syafiuddin et al (2010) pada H. barbouri memperlihatkan bahwa tidak semua telur matang pada ovari dapat dikeluarkan, demikian juga tidak semua telur yang dikeluarkan berhasil masuk ke dalam kantung jantan. Hal tersebut sangat bergantung kepada keberhasilan pemijahan dan daya dukung dari kantung jantan. Sementara hasil pengamatan Teixeira & Musick (2001) pada kuda laut, H. erectus diperoleh jumlah oosit yang diproduksi oleh kuda laut betina sebelum dipindahkan sama dengan jumlah telur/embrio yang ditemukan di kantung jantan. 378

Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Simpulan Jumlah telur/oosit matang pada kuda laut betina sebelum dipindahkan sama dengan jumlah telur/embrio dalam kantung jantan. Rata-rata jumlah telur matang pada kuda laut betina sebesar 104 ± 26,2 butir pada kisaran bobot total 5,22 10,15 g, dan rata-rata jumlah telur/embrio dalam kantung jantan sebesar 111 ±38,50 butir pada kisaran bobot total 5,01-8,58 g. Jumlah telur/embrio dalam kantung jantan dan jumlah telur matang pada kuda laut betina mempunyai hubungan yang lebih baik pada ukuran bobot kuda laut dibandingkan ukuran panjangnya. Dalam upaya pengembangan pembenihan kuda laut yang optimal, disarankan menggunakan pasangan induk jantan dan betina yang ukurannya relatif sama. Persantunan Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ditjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui HIBAH BOPTN UNHAS tahun 2013, Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Laboratorium Penangkaran dan Rehabilitasi Ekosistem Laut, Tim Peneliti dan Bapak Dg. Mudding. Daftar pustaka Dames N. 2000. Biogeography seahorse pacifik (Hippocampus ingens). San Fransisco State University, Department of Geography. Foster SJ, Vincent ACJ. 2004. Review paper. Life history and ecology of seahorse: implication for conservation and management. Journal of Fish Biology, 65: 1-61. Lourie SA, Hizbul HT, Tjakrawidjaja AH. 2001. Seahorses (Genus Hippocampus) of Indonesia. Seahorses of Indonesia-report. Lourie SA, Vincent CJ, Heather JH. 1999. Sea horse: An identification guide to the words species and their conservation. Project Sea Horse. London. UK. Poortenaar CW, Woods CMC, James PJ, Giambartolomei FM, Lokman PM. 2004. Reproductive biology of female big-bellied seahorse. Journal of Fish Biology, 64 (3): 717 725. Syafiuddin. 2010. Studi aspek fisiologi reproduksi: perkembangan ovari dan pemijahan kuda laut (Hippocampus barbouri) dalam wadah budi daya. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syafiuddin, Zairin M Jr, Jusadi D, Carman O, Affandi R. 2010. Pengaruh ketinggian air terhadap keberhasilan pemijahan kuda laut (Hippocampus barbouri) pada wadah budi daya. Jurnal Ilmu Kelautan, 1: 1-8. Teixeira RL, Musick JA. 2001. Reproduction and food habits of the line seahorse, Hippocampus erectus (Teleostei: Syngnathidae) of Chesapeake Bay, Virginia. Rev. Brasil. Biol, 61(1): 79-90 Vincent, ACJ. 1994. Operational sex ratios in seahorses. Behaviour, 128: 153-167. Vincent ACJ, Ahnesjo I, Berglund A, Rosenqvist G. 1992. Pipefishes and seahorses: are they all sex-role reversed? Trends in Ecology and Evolution, 7: 237 241. Vincent ACJ, Sadler L. 1995. Faithful pair bonds in wild seahorses, Hippocampus whitei. Animal Behavior, 50: 557 1569. 379