BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan ruang. penambahan penduduk di kota-kota besar pada umumnya

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Beberapa dekade terakhir, pembangunan kota tumbuh cepat fokus pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad XXI, bersamaan dengan evaluasi 5 (lima) tahunan dari

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. telah membatasi ruang-ruang bebas yang bisa diakses penduduk kota untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENGANTAR. kebutuhan akan perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

Tabel 28. Kesesuaian RUTRK untuk RTH terhadap Inmendagri No. 14 Tahun RUTRK Untuk RTH (ha)

BAB I. PENDAHULUAN A.

Instrumen Perhitungan Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan Akibat Konversi Lahan

BAB V PENUTUP. berdasarkan analisis data yang dilakukan. Pengambilan kesimpulan dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1. 1 Haryoto Kunto, hal 82 2 Tim Telaga Bakti, hal 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Taman Pintar telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Pentingnya Ruang Terbuka Publik Sebagai Tempat Berinteraksi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengalami

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

ANALISIS PERUBAHAN LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KECAMATAN TEGALREJO DAN KECAMATAN WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB III TINJAUAN KOTA YOGYAKARTA Kondisi Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. waktu. Kota tidak bersifat statis, akan tetapi selalu bergerak, berkembang dan

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja yang cukup tinggi, di Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur ( Tugas Akhir Periode 96)

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan penataan ruang meliputi aspek-aspek pengaturan,

BAB I PENDAHULUAN. perlunya perumahan dan pemukiman telah diarahkan pula oleh Undang-undang Republik

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik.

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

Bab I PENDAHULUAN. sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar Peta Dasar TPU Tanah Kusir (Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, 2011) Perumahan Warga

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2005) menjelaskan bahwa kota merupakan suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian seperti industri, perdagangan, dan jasa. Seperti halnya Kota Yogyakarta yang merupakan pusat pelayanan. Dari tahun ke tahun Kota Yogyakarta mengalami banyak perkembangan yang cukup pesat dibarengi dengan kualitas pelayanan publik yang baik. Faktor tersebut menarik masyarakat untuk tinggal di Kota Yogyakarta, tetapi dengan luas kota yang tidak dapat bertambah dengan semakin tingginya minat masyarakat bertempat tinggal di kota maka berdampak pada wilayah sekitarnya sebagai wilayah pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satunya adalah Kabupaten Bantul yang terkena imbas dari perkembangan tersebut, khususnya di Kecamatan Banguntapan, yang posisinya berada di sisi timur dari perbatasan Kota Yogyakarta. Perkembangan wilayah sebagai wilayah pendukung kebutuhan primer masyarakat yang terjadi di Kecamatan Banguntapan berdampak pada semakin tingginya konversi lahan. Konversi lahan merupakan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk (Utomo dkk, 1992). Alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Banguntapan terjadi pada lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun yang didominasi oleh bangunan perumahan. Alih fungsi lahan yang terjadi rata-rata sebesar 35-40 hektar per 1

tahunnya dan saat ini pengalihan fungsi lahan tersebut sudah mencapai kisaran 80% (1). Semakin banyaknya bangunan yang terdapat di Kecamatan Banguntapan mewajibkan adanya ruang terbuka publik yang berfungsi untuk menciptakan keserasian dan penyeimbang antara area terbangun dan area tidak terbangun. Pesatnya pembangunan yang terjadi juga menyebabkan adanya dampak densifikasi perumahan serta dampak berubahnya sosial dan budaya di kalangan masyarakat Kecamatan Banguntapan yaitu gaya hidup yang lebih mengarah ke gaya hidup perkotaan. Hal tersebut menyebabkan fungsi dari ruang terbuka publik yang telah tersedia tersamarkan. Akibatnya keberadaan ruang terbuka publik semakin dilupakan. Ruang terbuka publik merupakan salah satu elemen penataan ruang kota yang memiliki banyak fungsi untuk pembangunan maupun untuk penduduknya. Dari segi pembangunan, ruang terbuka publik berfungsi sebagai penyelaras ruang terbangun dengan berbagai manfaat ekologisnya. Sedangkan dari segi penduduk, ruang terbuka publik berfungsi sebagai ruang kegiatan sosialisasi maupun rekreasi. Menurut Carr (1992), melihat ruang terbuka publik sebagai ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya dalam suatu ikatan komunitas, baik kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan berkala yang telah ditetapkan sebagai sesuatu yang terbuka, tempat masyarakat melakukan aktivitas pribadi dan kelompok. Ruang terbuka publik memiliki kegunaan yang sangat penting bagi perkembangan suatu wilayah yang pada setiap tahunnya mengalami pertumbuhan pembangunan. Ruang terbuka publik bermanfaat pula sebagai pembentuk keindahan dan kenyamanan wilayah tersebut. Tak disadari bahwa tidak adanya ruang terbuka di tengah kawasan permukiman warga dapat berdampak pada kondisi fisik dan psikis/sosial masyarakatnya. Status wilayah Kecamatan Banguntapan sebagai daerah pinggiran kota atau urban fringe juga menjadi perhatian peneliti. Daerah pinggiran kota ( urban fringe) adalah suatu wilayah peluberan kegiatan perkembangan kota yang telah (1) Alih Fungsi Lahan Bantul Capai 80%, Perlu Pengendalian, sumber http://www.rumahjogjaindonesia.com diakses Desember, 2015 2

menjadi perhatian banyak ahli di berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosial, dan perkotaan sejak tahun 1930-an saat pertama kali istilah urban fringe dikemukakan dalam literatur. Besarnya perhatian tersebut terutama tertuju pada berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang berakibat pada perubahan fisik misal perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan ekologis serta kondisi sosial ekonomi (Subroto, dkk, 1997). Kecamatan Banguntapan dipilih sebagai salah satu contoh lokasi di daerah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY), dimana karakte r perkotaan dan perdesaan atau transisi keduanya masih jelas terlihat. Kondisi ini adalah keunikan lokasi Kecamatan Banguntapan yang menurut peneliti tidak ditemukan di lokasi APY lainnya. Adapun di 8 desa penyusun Kecamatan Banguntapan, karakter transisi perdesaan-perkotaan yang cukup jelas terlihat adalah di 3 desa yaitu Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono sehingga lokasi ruang terbuka publik di ke-3 desa tersebut yang dipilih. Selanjutnya, dalam kasus ini apakah kebutuhan akan ruang terbuka publik yang merupakan unsur terpenting dalam pembangunan kota/wilayah sangat diperlukan oleh masyarakat khususnya di Kecamatan Banguntapan, sebab karakteristik masyarakat yang berbeda-beda antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli menjadikan kebutuhan yang berbeda. Fenomena tersebut yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian terkait tentang pola aktivitas masyarakat dalam menggunakan ruang terbuka publik pada daerah pinggiran kota khususnya di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan beserta faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas masyarakat tersebut dalam penggunaannya sehingga terlihat ruang terbuka publik mana yang lebih optimal penggunaannya. 1.2 Pertanyaan Penelitian Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah terkait dengan ruang terbuka publik yang dapat digunakan oleh warga dalam memenuhi keperluan dasar aktivitas sosial masyarakat. Wilayah pendukung perkotaan yang 3

dikaji dalam penelitian ini adalah Kecamatan Banguntapan, Bantul. Kecamatan Banguntapan yang merupakan daerah pinggiran kota, saat ini wilayahnya telah memiliki ciri-ciri yang mengkota akibat dampak dari wilayah perluasan permukiman Kota Yogyakarta. Adanya dampak yang saat ini menyebabkan Kecamatan Banguntapan mengalami proses transisi dari desa ke kota dengan warganya yang mulai mengalami perubahan pola hidup yang mengkota menjadikan apakah ruang terbuka publik masih dianggap penting keberadaannya oleh masyarakat. Hal tersebut menjadikan peneliti tertarik akan masyarakat daerah pinggiran kota dalam menggunakan ruang terbuka publik yang tersedia di Kecamatan Banguntapan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana pola aktivitas masyarakat dalam penggunaan ruang terbuka publik di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas masyarakat dalam penggunaan ruang terbuka publik tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian dilaksanakan guna mencapai tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pola aktivitas masyarakat dalam penggunaan ruang terbuka publik di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan. 2. Menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas penggunaan masyarakat terhadap ruang terbuka publik. 4

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah: 1. Memberikan pengetahuan tambahan yang berkaitan tentang faktor pendukung dan faktor penghambat masyarakat dalam menggunakan ruang terbuka publik. 2. Memberikan pengetahuan terkait seberapa optimalnya penggunaan ruang terbuka publik oleh masyarakat di daerah pinggiran kota Yogyakarta khususnya di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan. 3. Memberikan pengetahuan tentang perkembangan ruang terbuka publik di daerah pinggiran kota khususnya Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul beserta saran pengelolaan lebih lanjut untuk pemerintah dan stakeholder terkait. 1.5 Batasan Penelitian I.5.1 Fokus Penelitian Penelitian berfokus pada pola aktivitas masyarakat dalam penggunaan ruang tebuka publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas penggunaannya. I.5.2 Ruang Lingkup Lokasi Ruang lingkup dari penelitian adalah Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul yang difokuskan pada Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono. 5

1.6 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Daftar Penelitian-Penelitian Terkait Judul Penulis Metode Fokus Lokus Hasil Temuan Tahun Karakteristik Ruang Terbuka Publik di Sempadan Sungai Kawasan Tepian Mahakam Kota Samarinda Karakteristik Ruang Terbuka di Sempadan Rel Kereta Api di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Pusvita Syari Dina Lailan Maghfirah Induktif Kualitatif Deskriptif Kualitatif Karakteristik konsep RTP kawasan sempadan sungai Kondisi fisik dan karakteristik ruang terbuka sempadan rel kereta api Sempadan sungai Kawasan Tepian Mahakam Kota Samarinda Koridor antara Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta Ditemukan bahwa karakteristik ruang terbuka publik yang ada di sempadan sungai kawasan tepian Mahakam Kota Samarinda dipengaruhi oleh 8 konsep, yaitu: sebagai tempat kegiatan sosial-psikologis, sosial-ekonomi, sosialbudaya, berolahraga, bermain, sirkulasi/peralihan, estetika kota, penguat identitas kota. Ruang terbuka pada sempadan rel kereta api pada ruas Stasiun Tugu-Stasiun Lempuyangan memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai buffer, penyedia komponen estetika ruang, tempat aktivitas sosial, perlintasan dan peralihan, lahan parkir. 2009 2011 6

Lanjutan tabel 1.1 Evaluasi Penyediaan RTH Publik Kota Serang Galih Fajar Akmali Deduktif Kualitatif Penyediaan ruang terbuka hijau publik di Kota Serang berdasarkan standar penyediaan dari Dinas PU dan berdasarkan dari pendapat masyarakat Kota Serang Penyediaan RTH Publik Kota Serang sekitar 8,3% dari luas wilayah, belum memenuhi standar penyediaan Undang-Undang Tata Ruang dan Peraturan Menteri PU sebesar 20% dari luas wilayah 2012 Tingkat Keberhasilan Taman Denggung Di Kabupaten Sleman DI Yogyakarta Sebagai Ruang Publik Yuvita Indriani Deduktif Kualitatif Keberhasilan Taman Denggung sebagai ruang terbuka publik dan faktor yang mempengaruhinya. Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta Taman Denggung merupakan ruang publik yang memiliki kriteria sebagai ruang terbuka publik yang sangat berhasil. Keberhasilan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kelengkapan fasilitas fisik, kemudahan dalam aksesibilitas, dan kebijakan pemerintah yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. 2013 7

Lanjutan tabel 1.1 Pengelolaan Ruang Terbuka Publik oleh Komunitas di Kota Yogyakarta Heny Candra Dewi Deduktif kualitatif Kondisi RTP dan faktor-faktor keberhasilan pengelolaan 27 RTP yang disediakan oleh pemerintah kota Kota Yogyakarta Dominasi fungsi RTP di Kota Yogyakarta adalah fungsi sosial budaya dengan penilaian evaluasi terhadap fungsi yaitu RTP kategori baik 3 buah, RTP kategori sedang 19 buah, dan RTP kategori buruk 5 buah. Keberhasilan pengelolaan RTP dipengaruhi oleh faktorfaktor peran aktif dari anggota komunitas. 2014 Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Melalui Pengadaan Tanah di Kota Yogyakarta Dien Astuti Rahmawati Deduktif kuantitatif dan kualitatif Karakteristik penyediaan dan pemanfaatan 27 RTP yang merupakan hasil pengadaan tanah oleh pemerintah kota Kota Yogyakarta Ketersediaan ruang terbuka publik di Kota Yogyakarta 19% dalam kategori baik, 59% dalam kategori sedang, dan 22% dalam kategori buruk. Pemanfaatan ruang terbuka publik digunakan untuk kegiatan dan interaksi sosial masyarakat. 2014 Sumber: Skripsi dan Tesis Mahasiswa Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM 8

Peneliti mengamati penelitian-penelitian sebelumnya dan ditemukan beberapa obyek yang sama dengan penelitian sebelumnya. Setelah melakukan penelitian lebih mendalam, peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki topik yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam fokus, lokus, dan metode seperti pada tabel 1.1. Penelitian saat ini memiliki topik tentang pola aktivitas masyarakat dalm penggunaan ruang tebuka publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas penggunaan ruang terbuka publik tersebut di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Dilihat dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian saat ini memiliki perbedaan terkait fokus, lokus, dan juga metode yang digunakan. Peneliti menggunakan metode studi kasus dengan tahapan analisis yaitu peneliti mengidentifikasi 3 ruang terbuka publik di Kecamatan Banguntapan yang masing-masing terletak di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono terhadap lingkungan sekitarnya selanjutnya dilakukan identifikasi pola aktivitas masyarakat dalam menggunakan ruang terbuka publik. Kemudian peneliti juga melakukan analisis terkait faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas masyarakat tersebut dalam penggunaan ruang tebuka publik. Faktor-faktor yang dicari dan yang ditemukan adalah faktor pendukung maupun faktor penghambat. Lokus yang diambil dalam penelitian ini terdapat di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya batasan-batasan yang digunakan untuk menganalisis adalah karakteristik ruang terbuka publik yang mempengaruhi pola perilaku masyarakat, jenis aktivitas yang dilakukan masyarakat, kelompok pelaku kegiatan di ruang terbuka publik, dan periode waktu penggunaan. 9