BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stearns dan Montag (1974) dalam Irwan (2005) menjelaskan bahwa kota merupakan suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian seperti industri, perdagangan, dan jasa. Seperti halnya Kota Yogyakarta yang merupakan pusat pelayanan. Dari tahun ke tahun Kota Yogyakarta mengalami banyak perkembangan yang cukup pesat dibarengi dengan kualitas pelayanan publik yang baik. Faktor tersebut menarik masyarakat untuk tinggal di Kota Yogyakarta, tetapi dengan luas kota yang tidak dapat bertambah dengan semakin tingginya minat masyarakat bertempat tinggal di kota maka berdampak pada wilayah sekitarnya sebagai wilayah pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satunya adalah Kabupaten Bantul yang terkena imbas dari perkembangan tersebut, khususnya di Kecamatan Banguntapan, yang posisinya berada di sisi timur dari perbatasan Kota Yogyakarta. Perkembangan wilayah sebagai wilayah pendukung kebutuhan primer masyarakat yang terjadi di Kecamatan Banguntapan berdampak pada semakin tingginya konversi lahan. Konversi lahan merupakan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk (Utomo dkk, 1992). Alih fungsi lahan yang terjadi di Kecamatan Banguntapan terjadi pada lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun yang didominasi oleh bangunan perumahan. Alih fungsi lahan yang terjadi rata-rata sebesar 35-40 hektar per 1
tahunnya dan saat ini pengalihan fungsi lahan tersebut sudah mencapai kisaran 80% (1). Semakin banyaknya bangunan yang terdapat di Kecamatan Banguntapan mewajibkan adanya ruang terbuka publik yang berfungsi untuk menciptakan keserasian dan penyeimbang antara area terbangun dan area tidak terbangun. Pesatnya pembangunan yang terjadi juga menyebabkan adanya dampak densifikasi perumahan serta dampak berubahnya sosial dan budaya di kalangan masyarakat Kecamatan Banguntapan yaitu gaya hidup yang lebih mengarah ke gaya hidup perkotaan. Hal tersebut menyebabkan fungsi dari ruang terbuka publik yang telah tersedia tersamarkan. Akibatnya keberadaan ruang terbuka publik semakin dilupakan. Ruang terbuka publik merupakan salah satu elemen penataan ruang kota yang memiliki banyak fungsi untuk pembangunan maupun untuk penduduknya. Dari segi pembangunan, ruang terbuka publik berfungsi sebagai penyelaras ruang terbangun dengan berbagai manfaat ekologisnya. Sedangkan dari segi penduduk, ruang terbuka publik berfungsi sebagai ruang kegiatan sosialisasi maupun rekreasi. Menurut Carr (1992), melihat ruang terbuka publik sebagai ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya dalam suatu ikatan komunitas, baik kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan berkala yang telah ditetapkan sebagai sesuatu yang terbuka, tempat masyarakat melakukan aktivitas pribadi dan kelompok. Ruang terbuka publik memiliki kegunaan yang sangat penting bagi perkembangan suatu wilayah yang pada setiap tahunnya mengalami pertumbuhan pembangunan. Ruang terbuka publik bermanfaat pula sebagai pembentuk keindahan dan kenyamanan wilayah tersebut. Tak disadari bahwa tidak adanya ruang terbuka di tengah kawasan permukiman warga dapat berdampak pada kondisi fisik dan psikis/sosial masyarakatnya. Status wilayah Kecamatan Banguntapan sebagai daerah pinggiran kota atau urban fringe juga menjadi perhatian peneliti. Daerah pinggiran kota ( urban fringe) adalah suatu wilayah peluberan kegiatan perkembangan kota yang telah (1) Alih Fungsi Lahan Bantul Capai 80%, Perlu Pengendalian, sumber http://www.rumahjogjaindonesia.com diakses Desember, 2015 2
menjadi perhatian banyak ahli di berbagai bidang ilmu seperti geografi, sosial, dan perkotaan sejak tahun 1930-an saat pertama kali istilah urban fringe dikemukakan dalam literatur. Besarnya perhatian tersebut terutama tertuju pada berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh proses ekspansi kota ke wilayah pinggiran yang berakibat pada perubahan fisik misal perubahan tata guna lahan, demografi, keseimbangan ekologis serta kondisi sosial ekonomi (Subroto, dkk, 1997). Kecamatan Banguntapan dipilih sebagai salah satu contoh lokasi di daerah Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta (APY), dimana karakte r perkotaan dan perdesaan atau transisi keduanya masih jelas terlihat. Kondisi ini adalah keunikan lokasi Kecamatan Banguntapan yang menurut peneliti tidak ditemukan di lokasi APY lainnya. Adapun di 8 desa penyusun Kecamatan Banguntapan, karakter transisi perdesaan-perkotaan yang cukup jelas terlihat adalah di 3 desa yaitu Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono sehingga lokasi ruang terbuka publik di ke-3 desa tersebut yang dipilih. Selanjutnya, dalam kasus ini apakah kebutuhan akan ruang terbuka publik yang merupakan unsur terpenting dalam pembangunan kota/wilayah sangat diperlukan oleh masyarakat khususnya di Kecamatan Banguntapan, sebab karakteristik masyarakat yang berbeda-beda antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli menjadikan kebutuhan yang berbeda. Fenomena tersebut yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan penelitian terkait tentang pola aktivitas masyarakat dalam menggunakan ruang terbuka publik pada daerah pinggiran kota khususnya di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan beserta faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas masyarakat tersebut dalam penggunaannya sehingga terlihat ruang terbuka publik mana yang lebih optimal penggunaannya. 1.2 Pertanyaan Penelitian Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah terkait dengan ruang terbuka publik yang dapat digunakan oleh warga dalam memenuhi keperluan dasar aktivitas sosial masyarakat. Wilayah pendukung perkotaan yang 3
dikaji dalam penelitian ini adalah Kecamatan Banguntapan, Bantul. Kecamatan Banguntapan yang merupakan daerah pinggiran kota, saat ini wilayahnya telah memiliki ciri-ciri yang mengkota akibat dampak dari wilayah perluasan permukiman Kota Yogyakarta. Adanya dampak yang saat ini menyebabkan Kecamatan Banguntapan mengalami proses transisi dari desa ke kota dengan warganya yang mulai mengalami perubahan pola hidup yang mengkota menjadikan apakah ruang terbuka publik masih dianggap penting keberadaannya oleh masyarakat. Hal tersebut menjadikan peneliti tertarik akan masyarakat daerah pinggiran kota dalam menggunakan ruang terbuka publik yang tersedia di Kecamatan Banguntapan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Bagaimana pola aktivitas masyarakat dalam penggunaan ruang terbuka publik di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas masyarakat dalam penggunaan ruang terbuka publik tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian dilaksanakan guna mencapai tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi pola aktivitas masyarakat dalam penggunaan ruang terbuka publik di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan. 2. Menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas penggunaan masyarakat terhadap ruang terbuka publik. 4
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah: 1. Memberikan pengetahuan tambahan yang berkaitan tentang faktor pendukung dan faktor penghambat masyarakat dalam menggunakan ruang terbuka publik. 2. Memberikan pengetahuan terkait seberapa optimalnya penggunaan ruang terbuka publik oleh masyarakat di daerah pinggiran kota Yogyakarta khususnya di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan. 3. Memberikan pengetahuan tentang perkembangan ruang terbuka publik di daerah pinggiran kota khususnya Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul beserta saran pengelolaan lebih lanjut untuk pemerintah dan stakeholder terkait. 1.5 Batasan Penelitian I.5.1 Fokus Penelitian Penelitian berfokus pada pola aktivitas masyarakat dalam penggunaan ruang tebuka publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas penggunaannya. I.5.2 Ruang Lingkup Lokasi Ruang lingkup dari penelitian adalah Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul yang difokuskan pada Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono. 5
1.6 Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Daftar Penelitian-Penelitian Terkait Judul Penulis Metode Fokus Lokus Hasil Temuan Tahun Karakteristik Ruang Terbuka Publik di Sempadan Sungai Kawasan Tepian Mahakam Kota Samarinda Karakteristik Ruang Terbuka di Sempadan Rel Kereta Api di Kawasan Perkotaan Yogyakarta Pusvita Syari Dina Lailan Maghfirah Induktif Kualitatif Deskriptif Kualitatif Karakteristik konsep RTP kawasan sempadan sungai Kondisi fisik dan karakteristik ruang terbuka sempadan rel kereta api Sempadan sungai Kawasan Tepian Mahakam Kota Samarinda Koridor antara Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta Ditemukan bahwa karakteristik ruang terbuka publik yang ada di sempadan sungai kawasan tepian Mahakam Kota Samarinda dipengaruhi oleh 8 konsep, yaitu: sebagai tempat kegiatan sosial-psikologis, sosial-ekonomi, sosialbudaya, berolahraga, bermain, sirkulasi/peralihan, estetika kota, penguat identitas kota. Ruang terbuka pada sempadan rel kereta api pada ruas Stasiun Tugu-Stasiun Lempuyangan memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai buffer, penyedia komponen estetika ruang, tempat aktivitas sosial, perlintasan dan peralihan, lahan parkir. 2009 2011 6
Lanjutan tabel 1.1 Evaluasi Penyediaan RTH Publik Kota Serang Galih Fajar Akmali Deduktif Kualitatif Penyediaan ruang terbuka hijau publik di Kota Serang berdasarkan standar penyediaan dari Dinas PU dan berdasarkan dari pendapat masyarakat Kota Serang Penyediaan RTH Publik Kota Serang sekitar 8,3% dari luas wilayah, belum memenuhi standar penyediaan Undang-Undang Tata Ruang dan Peraturan Menteri PU sebesar 20% dari luas wilayah 2012 Tingkat Keberhasilan Taman Denggung Di Kabupaten Sleman DI Yogyakarta Sebagai Ruang Publik Yuvita Indriani Deduktif Kualitatif Keberhasilan Taman Denggung sebagai ruang terbuka publik dan faktor yang mempengaruhinya. Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta Taman Denggung merupakan ruang publik yang memiliki kriteria sebagai ruang terbuka publik yang sangat berhasil. Keberhasilan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kelengkapan fasilitas fisik, kemudahan dalam aksesibilitas, dan kebijakan pemerintah yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. 2013 7
Lanjutan tabel 1.1 Pengelolaan Ruang Terbuka Publik oleh Komunitas di Kota Yogyakarta Heny Candra Dewi Deduktif kualitatif Kondisi RTP dan faktor-faktor keberhasilan pengelolaan 27 RTP yang disediakan oleh pemerintah kota Kota Yogyakarta Dominasi fungsi RTP di Kota Yogyakarta adalah fungsi sosial budaya dengan penilaian evaluasi terhadap fungsi yaitu RTP kategori baik 3 buah, RTP kategori sedang 19 buah, dan RTP kategori buruk 5 buah. Keberhasilan pengelolaan RTP dipengaruhi oleh faktorfaktor peran aktif dari anggota komunitas. 2014 Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Melalui Pengadaan Tanah di Kota Yogyakarta Dien Astuti Rahmawati Deduktif kuantitatif dan kualitatif Karakteristik penyediaan dan pemanfaatan 27 RTP yang merupakan hasil pengadaan tanah oleh pemerintah kota Kota Yogyakarta Ketersediaan ruang terbuka publik di Kota Yogyakarta 19% dalam kategori baik, 59% dalam kategori sedang, dan 22% dalam kategori buruk. Pemanfaatan ruang terbuka publik digunakan untuk kegiatan dan interaksi sosial masyarakat. 2014 Sumber: Skripsi dan Tesis Mahasiswa Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM 8
Peneliti mengamati penelitian-penelitian sebelumnya dan ditemukan beberapa obyek yang sama dengan penelitian sebelumnya. Setelah melakukan penelitian lebih mendalam, peneliti menemukan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki topik yang sama tetapi memiliki perbedaan dalam fokus, lokus, dan metode seperti pada tabel 1.1. Penelitian saat ini memiliki topik tentang pola aktivitas masyarakat dalm penggunaan ruang tebuka publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas penggunaan ruang terbuka publik tersebut di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Dilihat dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian saat ini memiliki perbedaan terkait fokus, lokus, dan juga metode yang digunakan. Peneliti menggunakan metode studi kasus dengan tahapan analisis yaitu peneliti mengidentifikasi 3 ruang terbuka publik di Kecamatan Banguntapan yang masing-masing terletak di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono terhadap lingkungan sekitarnya selanjutnya dilakukan identifikasi pola aktivitas masyarakat dalam menggunakan ruang terbuka publik. Kemudian peneliti juga melakukan analisis terkait faktorfaktor yang mempengaruhi aktivitas masyarakat tersebut dalam penggunaan ruang tebuka publik. Faktor-faktor yang dicari dan yang ditemukan adalah faktor pendukung maupun faktor penghambat. Lokus yang diambil dalam penelitian ini terdapat di Desa Banguntapan, Desa Baturetno, dan Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya batasan-batasan yang digunakan untuk menganalisis adalah karakteristik ruang terbuka publik yang mempengaruhi pola perilaku masyarakat, jenis aktivitas yang dilakukan masyarakat, kelompok pelaku kegiatan di ruang terbuka publik, dan periode waktu penggunaan. 9