BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas (2013), Indonesia menduduki peringkat ke-13 dunia dengan cadangan gas nya. Gas memiliki berbagai macam manfaat diantaranya sebagai bahan bakar transportasi, pembangkit listrik, bahan bakar dan bahan baku untuk industri, dan dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga. Tingkat konsumsi gas di Indonesia semakin meningkat dari waktu ke waktu mengingat bahwa banyak manfaat yang dapat dihasilkan dari penggunaaan gas alam ini. Menurut penelitian Tjandranegara (2012), konsumsi gas di Indonesia di tahun 2030 diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat atau bahkan lebih. Bahkan secara global, hasil riset yang dilakukan oleh Chevron (2014) menyebutkan tingkat konsumsi gas global pada tahun 2035 akan meningkat lebih dari 50%. Pemakaian gas di Indonesia sejauh ini belum berkembang pesat seperti negaranegara berkembang seperti Cina dan Turki. Hal Ini terjadi karena sektor transportasi dan listrik sebagai sektor masal dan penyerap energi terbesar ini masih didominasi kuat oleh minyak bumi. Pasalnya, kementrian ESDM selaku pembuat kebijakan telah menargetkan gas menjadi future energy dan saat ini sedang digalakkan proses substitusi minyak dengan gas alam. Arah kebijakan energi ini juga telah didukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa banyaknya dampak positif bagi ekonomi, lingkungan, sosial, dan lainnya apabila konversi BBM menjadi BBG dapat berjalan sesuai target. Tjandranegara (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa ditinjau dari berbagai segi, seperti harga, efisiensi, dan dampak lingkungan, gas jauh lebih baik 1
dibandingkan dengan BBM. Tjandranegara (2012) juga menganalisa dampak substitusi BBM dengan gas hingga tahun 2030. Jika dilakukan substitusi BBM sebesar 39,24 juta kl per tahun, emisi CO 2 dapat dikurangi rata-rata 36,14 juta ton per tahun. Pengurangan ini setara dengan 20% emisi CO 2 akibat penggunaan BBM atau 8% emisi CO 2 akibat konsumsi energi saat ini. Selanjutnya dengan menggunakan energi dari sumber domestik menaikkan neraca perdagangan sebesar US$10-18 miliar per tahun. Selain dari faktor manfaat, pergantian BBM menjadi gas ini dilaksanakan karena saat ini Indonesia sedang mengalami krisis ketahanan energi. Tingginya permintaan BBM yang tidak didukung dengan peningkatan produksi serta kebijakan subsidi membuat negara harus mengimpor BBM sekitar 300 triliun per tahun. Dengan demikian, konversi merupakan suatu keharusan dan suatu hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Rencana dan target konversi dari pemerintah sudah diberlakukan sejak tahun 1986. Namun, nyatanya target tersebut tidak berjalan dengan semestinya dan sampai saat ini belum mencapai hasil yang signifikan. Tujuan konversi ialah untuk menurunkan konsumsi BBM sehingga konsumsi gas meningkat dan tetap mampu dipenuhi oleh pasokan gas. Sayangnya, beberapa tahun belakangan, konsumsi dan pasokan gas belum menunjukkan keadaan seimbang. Dalam kurun waktu 5 tahun terdapat beberapa regional di Indonesia yang mengalami ketimpangan dimana pasokan tidak mampu memenuhi permintaan yang besar. Adapun kondisi aktual neraca gas historis 2007-2011 terangkum dalam gambar 1.1 berikut 2
Gambar 1.1. Pasokan dan permintaan gas di beberapa wilayah (Dirjen Migas, 2011) Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan tersebut terjadi. Kebijakan pasokan ekspor yang lebih besar daripada pasokan domestik, kurang fokusnya pemerintah dalam mewujudkan peningkatan produksi gas, infrastruktur transmisi dan distribusi gas yang belum cukup memadai, dan masih banyak lagi. Semua itu berbicara tentang supply. Namun, jika berbicara masalah ketidakseimbangan semuanya akan berawal dari permintaan. Pasokan direncanakan setelah demand diestimasikan. Sehingga, ketidakkuratan estimasi inilah yang seringkali membuat masalah muncul. Menurut Hanke et al (2005), keputusan saat ini dan yang akan datang sangat dipengaruhi oleh hasil peramalan. Kesalahan hasil peramalan akan menyebabkan kesalahan pada keputusan jangka panjang yang diambil. Itulah sebabnya proyeksi konsumsi gas menjadi kunci dasar sebelum langkah pengambilan kebijakan dibuat. Dengan mengetahui prakiraan jumlah konsumsi gas, maka pemerintah dapat mengelola demand dengan mengatur skenario konversi BBM ke BBG yang tepat untuk mencapai target pemakaian konsumsi gas serta 3
menyeimbangkan dengan pasokan yang tersedia. Sehingga, setidaknya neraca gas dapat mencapai fase seimbang Tentu saja, tidak ada seorangpun yang dapat melakukan prediksi konsumsi dengan akurat. Karena future demand ini bersifat tidak pasti. Namun, ketidakpastian ini bisa diminimalisir dengan menemukan metode peramalan paling tepat. Untuk itulah, Penelitian ini akan menitikberatkan pada proses perumusan metode peramalan karena penggunaan metode peramalan yang tepat akan meningkatkan keakurasian nilai proyeksi yang dihasilkan. Penentuan metode ini akan dievaluasi dengan melihat nilai error yang paling kecil. Dalam penelitian ini, konsumsi BBM juga akan diprediksi untuk keperluan konversi. Proyeksi ini juga termasuk didalamnya mendetailkan sektor-sektor konsumen BBM dan gas terbesar di seluruh provinsi. Diantaranya, konsumen dari sektor industri, listrik, dan transportasi. Setelah peramalan gas dan BBM dihasilkan, skenario konversi BBM ke BBG dirancang dengan tujuan mencapai target dan menyesuaikan terhadap pasokan. Setiap skenario menghasilkan neraca gas untuk mengukur tingkat pemenuhan permintaan dan menguji skenario konversi mana yang paling layak diterapkan. Penyusunan neraca gas untuk memonitor apakah disetiap wilayah sudah dapat terpenuhi kebutuhannya. Alhasil, keseimbangan neraca gas nasional menjadi target nyata penelitian ini 1.2. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang yang sudah disebutkan sebelumnya, maka rumusan masalah pada penelitian ini ialah untuk menentukan proyeksi jangka panjang konsumsi gas di Indonesia pada sektor-sektor pengguna energi terbesar yaitu sektor industri, pembangkit listrik, dan transportasi dengan adanya penambahan kebijakan konversi BBM ke BBG. 4
1.3. Batasan Masalah 1. Prediksi dan analisa dilakukan dari tahun 2015 hingga tahun 2030. 2. Proyeksi konsumsi gas nasional merupakan hasil agregasi dari proyeksi konsumsi gas tiap-tiap provinsi yang berjumlah 32 provinsi. Dimana, provinsi Papua Barat dan Papua dijadikan 1 provinsi. 3. Konsumsi gas yang akan dianalisa adalah konsumsi gas untuk kebutuhan domestik tidak termasuk ekspor 4. Jenis konsumsi yang dianalisa pada minyak dan gas sebagai bahan bakar, tidak termasuk bahan baku 5. Dua kategori pengguna yang dianalisa pada sektor transportasi yaitu bus dan mobil penumpang. Menurut Hartanto dkk (2012), pertumbuhan konversi BBM ke BBG pada moda transportasi bus dan mobil sudah jauh lebih berkembang dibanding dengan moda lainnya. 6. Pasokan tidak diproyeksikan dalam penelitian ini melainkan disesuaikan dengan proyeksi Kementrian ESDM. 1.4. Tujuan Penelitian 1. Menentukan metode peramalan yang paling tepat untuk estimasi konsumsi gas dan BBM di Indonesia. 2. Meramalkan kebutuhan gas setiap sektor tahun 2015-2030 untuk menganalisa kenaikan konsumsi gas nasional. 3. Membangun skenario konversi BBM ke BBG yang paling optimum agar tercapai keseimbangan neraca gas nasional. 5
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi pemangku kepentingan baik instansi pemerintah dan badan-badan terkait lainnya untuk dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam gas di Indonesia sehingga gas dapat dikonsumsi secara merata dan tercipta ketahanan dan kedaulatan energi bagi negara Indonesia. 6