Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

dokumen-dokumen yang mirip
TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

PEMUPUKAN LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT 2:1 UNTUK PADI BERPOTENSI HASIL TINGGI

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

PENGELOLAAN HARA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI HARAPAN MASA-TAPIN KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

Imam Purwanto, Eti Suhaeti, dan Edi Sumantri Teknisi Litkaysa Penyelia Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

PEMUPUKAN BERIMBANG Oleh : Isnawan BP3K Nglegok

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

(Shanti, 2009). Tanaman pangan penghasil karbohidrat yang tinggi dibandingkan. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu tanaman pangan

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

PENDAHULUAN. Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting

REKOMENDASI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI PADA LAHAN SAWAH DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

SEBARAN DAN POTENSI PRODUSEN BENIH PADI UNGGUL MENDUKUNG PENYEDIAAN BENIH BERMUTU DI KALIMANTAN SELATAN

PENDAHULUAN. sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina)

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

Sambutan Menteri Pertanian Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. tersebut (Ladha et al., 1997). Indonesia merupakan negara agraris, dengan sektor

SIKAP PETANI TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK KANDANG PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merril) Oleh :Mukhlis Yahya *) dan Eka Afriani **) ABSTRAK

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

Jurnal online Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU Vol.1, No.1. Juni 2013

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI

PROSIDING SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Akan tetapi pada tanah

Sukristiyonubowo, Suwandi, dan Rahmat H. Balai Penelitian Tanah ABSTRAK

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI DI LAHAN SAWAH BUKAAN BARU PENDAHULUAN

Surveying and Mapping the Nitrogen, Phosphorus, Potassium Nutrients and Soil ph of Rain Fed Lowland in Desa Durian Kecamatan Pantai Labu

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA TERPADU TERHADAP NERACA HARA N, P, DAN K PADA VARIETAS PADI VUTB LAHAN SAWAH BERMINERAL DOMINAN LIAT 2:1 (MONSMORILONITIK)

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

III. METODE PENELITIAN

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

Formulir PuPS versi 1.1

RESPON TIGA VARIETAS KEDELAI TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANIK CAIR DI TANAH ULTISOL

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN PERANGKAT UJI TANAH SAWAH (PUTS) DAN PERANGKAT UJI TANAH KERING (PUTK) UNTUK MENENTUKAN STATUS HARA TANAH SAWAH DAN TANAH KERING

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

KAJIAN APLIKASI PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANIK DAN AN- ORGANIK TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I Made Adnyana Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

Karakteristik dan Sebaran Lahan Sawah Terdegradasi di 8 Provinsi Sentra Produksi Padi

ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output *

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun

I. PENDAHULUAN. tanaman, baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Unsur hara P pada

IV. HASIL PENELITIAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa

SELEKSI POTENSI HASIL BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI GOGO DI DESA SIDOMULYO KABUPATEN KULON PROGO

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

5. TEKNOLOGI PENGELOLAAN HARA LAHAN SAWAH INTENSIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

NERACA HARA N, P, DAN K PADA PENGELOLAAN HARA TERPADU LAHAN SAWAH BERMINERAL LIAT CAMPURAN DAN 1:1

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

Transkripsi:

STATUS HARA LAHAN SAWAH DAN REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH PASANG SURUT DI KECAMATAN RANTAU RASAU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI Busyra Buyung Saidi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Email: busyra_sidi@yahoo.co.id ABSTRAK Kementerian Pertanian mentargetkan produksi padi Nasional 70,6 juta ton dan surplus beras 10 juta ton tahun 2015. Untuk itu maka diperlukan inovasi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan produksi padi khususnya. Peningkatan produktivitas sangat ditentukan oleh penggunaan varietas unggul dan penggunaan pupuk anorganik terutama N, P dan K. Upaya peningkatan produktivitas padi dengan menggunakan varietas unggul dengan potensi hasil tinggi serta respon terhadap pemupukan mengakibatkan meningkatnya takaran pupuk N, P dan K. Pengkajian bertujuan untuk menentukan rekomendasi pemupukan padi sawah berdasarkan status hara tanah pada lahan pasang surut di Kecamatan Rantau Rasau Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi. Pengkajian berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2012. Dari hasil pengkajian disimpulkan bahwa dari 2.246,36 ha lahan sawah di kecamatan Rantau Rasau terdapat 1.323,56 ha (58,92%) berstatus hara P rendah, 446,50 ha (19,88%) berstatus P sedang, dan 476,30 ha (21,20%) P tinggi. Sedangka n status hara K tanah seluas 441,75 ha (19,67 %) rendah, 726,10 ha (32,32%) sedang, dan 1.078,51 ha (48,01 %) tinggi. Berdasarkan status hara P dan K lahan sawah maka kebutuhan pupuk untuk satu musim tanam yaitu SP 36 sebanyak 189,66 ton (tanpa penambahan 5 ton/ha jerami maupun tidak) dan 84,33 ton (pemupukan P dengan penambahan pupuk kandang 2 t/ha), maka terjadi penghematan pupuk SP-36 sebanyak 105 ton per musim. Kebutuhan pupuk KCl dengan rekomendasi pemupukan K akan menghemat pupuk sebanyak 5,99 ton/musim. Pemupukan K (dengan pupuk kandang 2 ton/ha) dapat mengurangi pemakaian pupuk KCl sebanyak 50,92 ton/musim. Sedangkan pemupukan K (dengan pengembalian jerami ke lahan sawah) dapat menghemat pupuk sebanyak 118,31 ton/musim. Implikasi kebijakan dari hasil pengkajian ini sebagai pedoman untuk pendistribusian atau penyaluran pupuk ditingkat kecamatan maupun kelompok tani. Kata Kunci: Status Hara, Lahan Pasang Surut, Padi, Rekomendasi Pupuk, Jambi. PENDAHULUAN Padi sawah sawah merupakan konsumen pupuk tersebar di Indonesia, sehingga efisiensi pemupukan berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, keberlanjutan sistem produksi, kelestarian fungsi lingkungan, dan penghematan sumberdaya energi. Saat ini rekomendasi pemupukan masih bersifat umum, sehingga pemupukan belum rasional dan belum berimbang, agar pemupukan dapat efisien dan produksi optimal, dipandang perlu menetapkan kembali rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Sejak dicanangkannya Program Intensifikasi padi sawah, secara umum takaran pemberian pupuk adalah Urea 150-200 kg/ha, SP-36 100-150 kg/ha dan KCl 50-75 kg/ha, sehingga setelah 20-30 tahun dilaksanakannya program intensifikasi, dilaporkan bahwa di beberapa LPPM Universitas Jambi Halaman 121

daerah adanya ketidak seimbangan hara dalam tanah (Setyorini 1995). Pada tahun 2007 dikeluarkan Permentan No.40/Permentan/OT.140/4/2007 yang memuat rekomendasi pemupukan spesifik lokasi. Dengan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi berdasarkan status hara tanah, diharapkan bermanfaat bagi upaya peningkatan produksi padi nasional dan efisiensi pemupukan serta peningkatan pendapatan petani dan kelestarian fungsi lingkungan (Kementan, 2007). Luas lahan sawah di Provinsi Jambi 151.544 ha, terdiri dari sawah irigasi 40.390 ha, tadah hujan 41,426 ha, pasang surut 41.513 ha, dan lebak 28.215 ha. Produksi padi provinsi Jambi tahun 2014 adalah 664.721 ton dengan produktivitas rata-rata 4,53 ton/ha (BPS, 2015). Lahan sawah terluas di provinsi Jambi terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu 31,939 ha, dan merupakan daerah sentra produksi padi di Provinsi Jambi (Dinas Pertanian Tanjabtim, 2014). Kementerian Pertanian pada tahun 2015 mentargetkan produksi Nasional 70,6 juta ton dan surplus beras 10 juta ton (Kementan, 2015), Untuk mencapai target tersebut maka diperlukan inovasi teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan produksi padi khususnya. Dalam peningkatan produksi padi sawah, pupuk merupakan salah satu faktor yang sangat penting, terutama pupuk N, P dan K. Akan tetapi perbaikan mutu intensifikasi padi melalui penambahan jenis dan takaran pupuk selama ini belum mencapai tingkat produksi maksimum, bahkan sejak tahun 1985 terjadi gejala penurunan kenaikan produksi (levelling off), ini salah satu petunjuk bahwa efisiensi pupuk berkurang (Adiningsih 1989 dan Sofyan 2004). Pemupukan P dan K secara terus-menerus menyebabkan ketidakseimbangan hara tanah. Kadar hara P dan K yang tinggi menyebabkan ketersediaan hara mikro seperti Zn dan Cu tertekan (Sofyan 2004). Varietas unggul baru (VUB) yang telah mendominasi lebih dari 90% areal pertanaman padi di Indonesia saat ini umumnya responsif terhadap pemberian pupuk makro N, P, dan K. Untuk menghasilkan gabah sekitar 6 t/ha, varietas unggul padi tersebut membutuhkan 165 kg N, 19 kg P, dan 112 kg K/ha atau setara dengan 350 kg urea, 120 kg SP-36, dan 225 kg KCl/ha. Untuk memenuhi kebutuhan hara tersebut maka pemupukan mutlak harus dilakukan (Kementan. 2010). Sejak dicanangkannya Program Intensifikasi padi sawah, secara umum takaran pemberian pupuk adalah Urea 150-200 kg/ha, SP-36 100-150 kg/ha dan KCl 50-75 kg/ha, sehingga setelah 20-30 tahun dilaksanakannya program intensifikasi, dilaporkan bahwa di beberapa daerah adanya ketidak seimbangan hara dalam tanah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya sebagian besar lahan sawah intensifikasi di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Pulau Lombok sudah tidak respon terhadap pemupukan P dan K (Adiningsih, 1987 dalam Sofyan, 2004). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat telah melakukan pemetaan status hara P dan K lahan sawah hampir di seluruh Provinsi skala 1:250.000. Hasil Pemetaan di Provinsi Jambi, dilaporkan bahwa terdapat variasi kandungan P dan K pada lahan sawah, dimana status hara P rendah 14.728 ha (11,5%), sedang 57.247 ha (44,7%) dan P tinggi 56.094 ha (43,8%). Sedangkan status K rendah 9.477 ha (7,4%), sedang 67.749 ha (52,9%) dan tinggi 50.843 ha (39,7%) (BBSDLP, 2006). LPPM Universitas Jambi Halaman 122

Berdasarkan hasil penelitian di Jawa, pada lahan sawah yang berstatus P rendah respon terhadap pemupukan fosfor, status P sedang sedikit respon dan status P tinggi tidak respon sama sekali. Oleh karena itu Adiningsih (1989) menyarankan dosis rekomendasi pemupukan P untuk lahan sawah berstatus P tinggi dan sedang perlu diturunkan masing-masing menjadi 50 dan 70% dari dosis anjuran. Dilain pihak Moersidi (1989) juga menganjurkan pemupukan yang lebih spesifik yaitu tanah berstatus P tinggi dipupuk 50-75 kg TSP/ha, berstatus P sedang dipupuk 75-125 kg TSP/ha dan tanah yang berstatus P rendah dipupuk lebih dari 125 kg TSP/ha. Seperti halnya di provinsi lain di Indonesia, di Provinsi Jambi rekomendasi pemupukan padi sawah masih bersifat umum dan belum berdasarkan kandungan hara di dalam tanah. Untuk itu perlu disusun rekomendasi pemupukan yang spesifik lokasi dan lebih operasional yaitu berdasarkan skala pemetaan 1:50.000. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui status hara P dan K tanah sawah spesifik lokasi di kecamatan Rantau Rasau khususnya sebagai dasar penyusunan rekomendasi pemupukan padi di Provinsi Jambi. METODE PENELITIAN Lokasi Pengkajian Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah pasang surut di kecamatan Rantau Rasau kabupaten Tanjung Jabung Timur. Berdasarkan Perda Kabupaten Tanjung Jabung Timur No. 18 Tahun 2013, maka telah ditetapkan seluas 17.001,49 ha sawah merupakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang terdapat di 8 (delapan) kecamatan dari 11 (sebelas) kecamatan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Untuk Kecamatan Rantau Rasau ditetapkan seluas 2.246,36 ha. Metode Bahan dan alat yang diperlukan adalah bor tanah (bor belgi dan bor sawah), larutan H 2 O 2, Perangkat Uji Tanah Rawa (PUTR), Pisau lapang, ember plastik, plastik kantong, alat tulis, blangko pengamatan, spidol, cutter, gunting. PUTR versi 1.0 adalah alat bantu penetapan status hara lahan rawa secara cepat di lapangan. Alat ini merupakan penyederhanaan secara kualitatif dari analisis tanah di laboratorium. Prinsip kerja PUTR adalah mengekstrak dan dilanjutkan dengan pengembangan warna secara semi kualitatif dengan metode kolorimetri (pewarnaan) (Balai Penelitian Tanah, 2011). Teknik pengambilan contoh tanah di lapangan untuk keperluan analisis tanah untuk penetapan status hara N, P dan K serta unsur lainya berdasarkan petunjuk teknis pengamatan tanah ( Balai Penelitian Tanah, 2004; Balai Penelitian Tanah 2011; Sofyan dan Suryono, 2002). Rekomendasi Pupuk Nitrogen (N) Menurut Balai Besar Penelitian Padi (2006) untuk efisiensi penggunaan pupuk N merekomendasikan pemberian pupuk N tiga kali selama masa pertumbuhan padi. Pemberian pupuk N pertama (pupuk dasar) sebelum 14 HST, tanpa menggunakan BWD yaitu 50-75 kg Urea/ha. Pemupukan kedua pada stadia anakan aktif (21-28 HST), dan yang ketiga pada stadia primordia bunga (50 HST) membandingkan warna daun dengan pembacaan BWD LPPM Universitas Jambi Halaman 123

seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Takaran Pemberian Urea (kg/ha) Setelah Pembacaan BWD Berdasarkan Kebutuhan Riel Tanaman, Pada Beberapa Hasil Gabah Yang Diharapkan.* Pembacaan BWD Respons Terhadap Pemupukan N, Dengan Hasil Harapan (t/ha) Rendah (5) Sedang (6) Tinggi (7) Sangat tinggi (8) < 3.0 75 100 125 150 3.5 4.0 50 72 100 125 4.0 4.5 0 0-50 50 50 Sumber: BB Padi (2006) * Untuk hasil harapan diasumsikan unsur hara lain seperti P dan K tidak merupakan faktor pembatas Rekomendasi pupuk P dan K Rekomendasi pemupukan P dan K ditentukan dengan menggunakan PUTR. Jenis analisis tanah terdiri dari kadar P dan K potensial terekstrak HCl 25%. Hasil penetapan status P dan K tanah membedakan status hara P dan K tanah yang terdiri dari rendah, sedang dan tinggi seperti pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Rekomendasi Pemupukan P (SP -36) Pada Padi Sawah Berdasarkan Kelas Status Hara P Tanah. Kelas Status Hara P Tanah Kadar hara Terekstrak HCl 25% (mg P2O5/100g) Tanpa Bahan Organik Rekomendasi Pemupukan-P (kg SP-36/ha) Dengan 5 t/ha Jerami Dengan 2 t/ha Pukan Rendah < 20 100 100 50 Sedang 20-40 75 75 25 Tinggi > 40 50 50 0 Sumber: Kementan (2007). Tabel 3. Pemupukan K (KCl) Berdasarkan Kelas Status Hara K Tanah. Kelas Status Kadar Hara Terekstrak HCl Dosis Pemupukan K (kg KCl/ha) Hara K Tanah 25% (mg K2O/100g) Pakai Jerami Tanpa Jerami Rendah < 20 50 100 Sedang 10-40 0 50 Tinggi > 20 0 50 Sumber: Kementan (2007) HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Luas lahan sawah berdasarkan status hara P dan K potensial Hasil pengamatan status hara P dan K lahan sawah di kecamatan Rantau Rasau diperoleh luas lahan sawah dengan beberapa status P pada Tabel 4 dan status K tanah seperti pada Tabel 5. LPPM Universitas Jambi Halaman 124

Tabel 4. Luas Lahan Sawah Berdasarkan Status Hara P Tanah Sawah. Luas (ha) No Desa Rendah Sedang Tinggi Jumlah 1. Bandar jaya 189,50-136,00 325,50 2. Bangun Karya 192,25 - - 192,25 3. Harapan makmur 102,00 100,00-202,00 4. Karya Bakti 214,50 125,00 121,30 460,80 5. Marga Mulya 299,50 145,50 102,00 547,00 6. Rantau Jaya 80,0 - - 80,00 7. Rantau Rasau I 75,71 - - 75,71 8. Rantau Rasau II 26,50 11,00-37,50 9 Sungai Dusun 31,00 37,00-68,00 10. Pematang Mayan - - 89,00 89,00 11. Tri Mulya 112,00 28,00-168,60 Jumlah (ha) 1.323,56 446,50 476,30 2.246,3 6 Persen (%) 58,92 19,88 21,20 100,00 Keterangan: Data diolah Dari Tabel 5 terlihat bahwa dari 2.246,36 ha lahan sawah di kecamatan Rantau Rasau terdapat lahan derngan status hara P rendah 1.323,56 ha (58,92%), sedang 446,50 ha (19,88%) dan tinggi 476,30 ha (21,20%). Kondisi tersebut sesuai dengan sifat tanah pada lahan pasang surut, dimana pada umumnya ph tanah rendah, sehingga kandungan P tersedia dalam tanah juga rendah dan bervariasi. Status hara K tanah seluas 1.078,51 ha (48,01 %) tinggi, 726,10 (32,32%) sedang, dan 441,75 ha (19,67 %) rendah. Unsur hara yang larut dalam larutan-tanah berasal dari beberapa sumber seperti pelapukan mineral primer, dekomposisi bahan organik, deposisi dari atmosfer, aplikasi pupuk, air irigasi, rembesan air tanah dari tempat lain, dan lainnya. Terdapat hubungan secara umum antara ph tanah dengan ketersediaan P dalam tanah, pada tanah dengan ph tinggi, kebanyakan P dalam bentuk senyawa kalsium, sedangkan pada tanah dengan ph rendah, P bersenyawa dengan Fe dan Al menjadi senyawa Fe dan senyawa Al. Keterseediaan P yang maksimum terjadi pada kondisi ph 6.5-7.0 (Hardjowigeno, 2010). LPPM Universitas Jambi Halaman 125

Tabel 5. Luas Lahan Sawah Berdasarkan Status Hara K Tanah Sawah. No Desa Luas (ha) Rendah Sedang Tinggi Jumlah 1. Bandar Jaya - 132,50 193,00 325,50 2. Bangun Karya 97,75 80,00 14,50 192,25 3. Harapan Makmur 90,00-112,00 202,00 4. Karya Bakti 36,50 124,00 300,30 460,80 5. Marga Mulya 144,50 284,50 118,00 547,00 6. Ranyau Jaya 38,00-42,00 80,00 7. Rantau Rasau I 35,00-40,71 75,71 8. Rantau Rasau II - - 37,50 120,00 9 Sungai Dusun - - 68,00 68,00 10. Pematang Mayan - 33,00 56,00 89,00 11. Tri Mulya - 72,10 96,50 168,60 Jumlah (ha) 441,75 726,10 1.078,51 2,246,36 Persen (%) 19,67 32,32 48,01 100,00 Keterangan: Data diolah. Reaksi tanah berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah. Pada umumnya unsur hara makro N, P, K dan Mg akan lebih tersedia pada ph agak masam sampai netral, sedangkan unsur hara mikro kebalikannya yakni lebih tersedia pada ph yang lebih rendah. Pada ph lebih besar dari 8.0 unsur fosfor tidak tersedia karena diikat oleh ion Ca. Sebaliknya jika ph turun menjadi lebih kecil dari 5.0, maka fosfat kembali menjadi tidak tersedia. Hal ini disebabkan karena dalam kondisi ph masam, unsur-unsur seperti Al, Fe, dan Mn menjadi sangat larut. Fosfat yang semula tersedia akan diikat oleh logam-logam tadi sehingga tidak larut dan tidak tersedia untuk tanaman. 2. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Tanaman padi memerlukan banyak hara N dibanding hara P ataupun K. Hara N berfungsi sebagai sumber bahan untuk pertumbuhan tanaman, pembentukan anakan, pembentukan klorofil yang penting untuk proses asimilasi, yang pada akhirnya memproduksi pati untuk pertumbuhan dan pembentukan gabah. Untuk setiap ton gabah yang dihasilkan, tanaman padi memerlukan hara N sebanyak 17,5 kg (setara 39 kg Urea), P sebanyak 3 kg (setara 9 kg SP-36) dan K sebanyak 17 kg (setara 34 kg KCl) (BB Padi, 2015). Hara P berfungsi sebagai sumber tenaga untuk memenuhi kualitas hidup tanaman seperti keserempakan tumbuh dan pematangan. Sementara itu hara K berfungsi sebagai komponen pendukung berlangsungnya reaksi ensim dalam tanaman. Selain hara K juga berfungsi memperbaiki rendemen gabah, ketahanan terhadap kekeringan dan penyakit tanaman, serta LPPM Universitas Jambi Halaman 126

kualitas gabah. Dengan demikian untuk mendapatkan gabah dengan kuantitas tinggi dan kualitas yang baik maka tanaman perlu diberi hara yang lengkap. Penggunaan nitrogen (N) dalam bentuk urea dengan cara disebar memberikan efisiensi yang sangat rendah (20-30%). Lebih dari 70% urea yang diberikan hilang melalui proses volatilisasi amonia (NH 3 ), nitrifikasi - denitrifikasi, imobilisasi N oleh jasad mikro, pencucian dan fiksasi NH 4 oleh tanah. Untuk meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen dapat dilakukan dengan cara membenamkan pupuk urea ke lapisan reduksi, memodifikasi bentuk dan ukuran urea menjadi urea super granul, urea briket atau tablet supaya urea tersedia lambat (Setyorini. 2004). Hasil penelitian pemupukan nitrogen sebanyak 250 kg urea/ha telah mencukupi kebutuhan tanaman padi. Efisiensi pupuk N juga dapat ditingkatkan dengan cara pemberian pupuk secara bertahap dua atau tiga kali. Agar waktu pemberian pupuk lebih teliti dan tepat maka dilakukan dengan bantuan bagan warna daun (BWD). Pemberian pupuk N berdasarkan pengamatan warna dengan BWD dapat menekan biaya pembelian pupuk N sebanyak 15-20% dari rekomendasi yang umum digunakan tanpa mengurangi hasil (B B Padi, 2006). Berdasarkan hasil pengamatan status hara P dan K tanah sawah di kecamatan Rantau Rasau, maka disusun rekomendasi pemupukan P dan K untuk setiap Desa di kecamatan Rantau Rasau disajikan pada Lampiran 1. Besarnya kebutuhan pupuk per musim tanam untuk kecamatan Rantau Rasau berdasarkan status hara P tanah disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kebutuhan Pupuk SP-36 Berdasarkan Status Hara P Tanah di Kecamatan Rantau Rasau. Status P Tanah Kebutuhan Pupuk SP-36 (ton/musim) Luas Sawah Tanpa Bahan Dengan 5 t/ha Dengan 2 t/ha (ha) Organik Jerami Pukan Rendah 1.323,56 132,36 132,36 66,18 Sedang 446.50 33,49 33,49 18,15 Tinggi 476,30 23,82 23,82 0,00 Jumlah 2.246,36 189,66 189,66 84,33 Keterangan: Data Diolah Dari Tabel 6 diperoleh bahwa kebutuhan pupuk SP 36 di Kecamatan Rantau Rasau untuk satu musim tanam 189,66 ton (tanpa penambahan 5 ton/ha jerami maupun tidak). Apabila dengan penambahan pupuk kandang 2 t/ha maka kebutuhan pupuk SP-36 hanya 84,33 ton/musim tanam. Terlihat terjadi penghematan pemberian pupuk SP-36 sebanyak 105 ton per musim. Berpedoman kepada status hara K tanah tanah sawah dan hasil penelitian yang telah dilakukan di daerah Jawa, maka pemupukan KCl hanya dianjurkan untuk lahan sawah dengan status K rendah yaitu mengandung K terekstrak HCl 25% kurang dari 10 mg K 2 O/100 g tanah, dimana cukup memupuk sebanyak 50 kg KCl/ha/musim dengan ketentuan tindakan pengembalian jerami sisa panen ke dalam tanah. Untuk lahan sawah dengan status K sedang dan tinggi direkomendasikan tidak perlu dipupuk KCl lagi karena kebutuhan K untuk tanaman disamping dapat dipenuhi dari pengembalian jerami, juga dari kalium dalam air LPPM Universitas Jambi Halaman 127

pengairan (Sofyan. 2004). Berdasarkan status hara K tanah sawah kecamatan Rantau Rasau terlihat bahwa lahan sawah yang berstatus K tinggi dan sedang adalah 1.804,61 ha. Berdasarkan hasil penelitian ini hanya 441,75 ha lahan sawah yang perlu dipupuk KCl yaitu dengan takaran KCl 50 kg/ha. Sedangkan pada tanah sawah dengan status K sedang sampai tinggi direkomendasikan tidak perlu dipupuk lagi (dengan catatan jerami harus dikembalikan). Dari hasil pengamatan status hara K tanah sawah di kecamatan Rantau Rasau dapat diketahui kebutuhan pupuk per musim tanam seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Kebutuhan Pupuk KCl Berdasarkan Status Hara P Tanah di Kecamatan Rantau Rasau. Status K Tanah Kebutuhan Pupuk KCl (ton/musim) Luas Sawah Tanpa bahan Dengan 5 t/ha Dengan 2 t/ha (ha) Organik Jerami Pukan Rendah 441,75 44,18 22,09 35,34 Sedang 726,10 36,31 0,00 21,78 Tinggi 1.078,51 53,93 0,00 32,36 Jumlah 2.246,36 134,41 22,09 89,48 Keterangan: Data Diolah KESIMPULAN Dari hasil pengkajian ini dapat diambil kesimpulan: 1. Hasil pengkajian status hara P dan K lahan sawah di kecamatan Rantau Rasau diperoleh bahwa dari 2.246,36 ha lahan sawah di kecamatan Rantau Rasau terdapat 1.323,56 ha (58,92%) berstatus hara P rendah, 446,50 ha (19,88%) berstatus hara sedang, dan 476,30 ha (21,20%) tinggi. Sedangkan status hara K tanah seluas 1.078,51 ha (48,01 %) tinggi, 726,10 (32,32%) sedang, dan 441,75 ha (19,67 %) rendah. 2. Berdasarkan status hara P dan K lahan sawah maka kebutuhan pupuk di Kecamatan Rantau Rasau untuk satu musim tanam yaitu SP 36 sebanyak 189,66 ton (tanpa penambahan 5 ton/ha jerami maupun tidak) dan 84,33 ton/musim tanam pemupukan P dengan penambahan pupuk kandang 2 t/ha, sehingga terjadi penghematan beli pupuk SP-36 sebanyak 105 ton per musim. 3. Implikasi kebijakan dari hasil pengkajian ini sebagai pedoman untuk pendistribusian atau penyaluran pupuk ditingkat kecamatan maupun kelompok tani. DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J. S., Moersidi., M. Sudjadi, dan A.M. Fagi. 1989. Evaluasi keperluan fosfat pada lahan sawah intensifikasi di Jawa. Proseding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk. Pusat Penelitian tanah dan Agroklimat. Bogor. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2006. Pemupukan Fosfat dan Kalium Tanah Sawah Provinsi Jambi. Edt. Achmad Hidayat, Al-Jabri, Erna Suryani, Karmini Ganda Sasmita. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian. Balai Besar Penelitian Padi. 2006. Bagan warna daun, menghemat penggunaan pupuk N. LPPM Universitas Jambi Halaman 128

Bekerja sama dengan Puslitbangtan, BB PPSLP, BB PPTP dan IRRI. Balai Besar Penelitian Padi. 2015. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbangtan Kementerian Pertanian. http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/ infoteknologi/content/226-pemupukan-pada-tanaman-padi. [29 Januari 2017]. Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Edt. Hidayat. A, D.Djaenudin, H. Suhardjo dan D. Sibardja. Balai Penelitian Tanah. Puslitbangnak. Badan Litbang Pertanian. Balai Penelitian Tanah. 2011. Perangkat Uji Tanah Rawa. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Bappeda dan Kantor Statistik. 2010. Tanjung Jabung Timur Dalam Angka. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Kantor Statistik Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dinas Pertanian Kabupaten Tanjung Jabung Timiur. 2013. Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur No. 18 Tahun 2013. Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dinas Pertanian Kabupaten Tanjung Jagung Timur. 2014. Dinas Pertanian dalam Angka. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Dirjentan. 2015. Buku Pedoman Teknis GP-PTT Padi Tahun 2015.Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Hardjowigwno S. 2010. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo Jakarta. Kementan. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/Ot.140/4/2007 Tentang Rekomendasi Pemupukan N, P, Dan K Pada Padi Sawah Spesifik Lokasi. Kementan. 2010. Peta Potensi Penghematan Pupuk Anorganik dan Pengembangan Pupuk Organik pada Lahan Sawah. Badan Litbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Kementan. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Moersidi, S., D. Santoso, M. Soepartini, M. Al;Jabri, J. Sri Adiningsih, dan M. Sudjadi. 1989. Peta keperluan fosfat tanah di Jawa dan Madura. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. Setyorini, D., L. R. Widowati, dan S. Rochayati. 2004. Teknologi Pengelolaan Hara Lahan Sawah Intensifikasi. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Edt. F. Agus, Abdurachman Adimihardja, Sarwono Herdjowigeno, Achmad Mudzakir Fagi dan Wiwik Hartatik. hlm. 137-168. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian Sofyan, A dan J. Suryono. 2002. Petunjuk teknis pembuatan peta status P dan K lahan sawah skala 1:50.000 serta percobaan pemupukan. Sofyan, A., Nurjaya dan A. Kasno. 2004. Status Hara Tanah Sawah untuk Rekomendasi Pemupukan. Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Edt. F. Agus, Abdurachman Adimihardja, Sarwono Herdjowigeno, Achmad Mudzakir Fagi dan Wiwik Hartatik. hlm. 83-114. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. LPPM Universitas Jambi Halaman 129