ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output *

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output *"

Transkripsi

1 ANALISIS KELAYAKAN PENGALIHAN SUBSIDI PUPUK MENJADI PENJAMINAN HARGA GABAH : Subsidi Input vs Output * A. ISU POKOK 1. Tahun 2003, pemerintah kembali menerapkan subsidi pupuk secara tidak langsung melalui pemberian subsidi gas kepada produsen berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 70/MPP/Kep/2003 tanggal 11 Pebruari 2003 meliputi Urea, SP-36, ZA dan NPK. Harga eceran tertinggi (HET) per kg masingmasing pupuk adalah Urea sebesar Rp 1050, SP-36 Rp 1400, ZA Rp 950 dan NPK Rp 1600 (Keputusan Menteri Pertanian 107/kpts/Sr.130/2/2004). Untuk tahun 2003, subsidi gas yang diberikan kepada produsen sebesar Rp 1,315 trilyun dan tahun 2004 sebesar Rp. 1,3 trilyun. 2. Pada pelaksanaannya, ternyata banyak media massa melaporkan berbagai persoalan mulai dari kelangkaan pupuk (tidak tepat waktu) sampai pada tingkat harga yang dibayar petani jauh dari HET yang ditetapkan pemerintah. Informasi ini dikonfirmasikan oleh hasil kajian Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (PSE) - Badan Litbang Pertanian tahun 2004 di propinsi Sumatera Utara dan Jawa Barat, yang menunjukkan bahwa harga pupuk per kg di tingkat petani untuk urea, SP-36, ZA dan NPK masing-masing berkisar Rp ; Rp ; Rp dan Rp , atau di atas HET yang telah ditetapkan pemerintah (Tabel 1). 3. Adanya Ketidakefektifan kebijakan subsidi pupuk mencapai tujuannya, memunculkan wacana pengalihan subsidi pupuk kepada insentif harga gabah dari Deputi Menko Perekonomian, Dr. Dipo Alam. Pernyataan Dipo Alam tersebut secara implisit menganggap bahwa pengeloaan subsidi dalam rangka upaya peningkatan produksi padi akan lebih efektif apabila diberikan melalui insentif harga output berupa penjaminan harga gabah melalui pembelian harga gabah (Republika, 30 Agustus 2004). * Makalah ini ditulis untuk merespon pernyataan Dr. Dipo Alam mengenai Pengalihan Subsidi Pupuk menjadi Penjaminan Harga Gabah. Makalah ini telah disampaikan kepada Menteri Pertanian pada tanggal 10 September ** Makalah ini dipersiapkan oleh Dr. Nizwar Syafa at, Ir. Sudi Mardianto, MSi, dan Mohamad Maulana, SP, dengan memanfaatkan hasil penelitian PSE dan sumbangan tulisan dari Puslitbang Tanah dan Agroklimat dan Balai Penelitian Padi. 77

2 Tabel 1. Perbandingan Harga Pupuk Internasional, Bersubsidi dan Tingkat Petani 2004 (Rp/kg). Jenis Pupuk Bersubsidi Harga Internasional* Harga Bersubsidi** Harga Tingkat Petani*** Urea 1,360 1,050 1,100-1,600 SP ,728 1,400 1,500-1,720 ZA 1, ,100-1,200 NPK 2,070 1,600 1,700-1,900 Keterangan : * Harga FOB + Ongkos Angkut sebesar 15 US$/kg. ** Berdasarkan SK Mentan No. 107/Kpts/Sr.130/2/2004 *** Berdasarkan hasil kajian Tim Analisis Kebijakan Puslitbang Sosek, Juni Data yang digunakan selama Januari Mei Kurs Dollar rataan Januari Mei 2004 sebesar Rp per US$. B. ANALISIS SUBSIDI INPUT vs OUTPUT 4. Kelangkaan ketersediaan pupuk dan tingginya harga pupuk dibayarkan petani bukan karena tidak layaknya kebijakan subsidi pupuk diterapkan sebagai insentif berproduksi melalui subsidi input, tetapi karena hal-hal yang sifatnya teknis. Hasil kajian PSE di propinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa kenaikan harga di atas HET karena terjadinya kelangkaan pasokan pupuk yang disebabkan berhentinya produksi pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM) sejak akhir Desember 2003 hingga April 2004 dimana produsen tersebut sebagai penanggung jawab distribusi pupuk bersubsidi di wilayah itu. Sedangkan di Jawa Barat disebabkan adanya fanatisme atas merk pupuk di kalangan petani, sehingga menimbulkan perembesan pupuk antar wilayah kabupaten daerah distribusi PT. Pupuk Kujang dan PT. Pusri; serta adanya ketidaklancaran tambahan pasokan pupuk untuk daerah kerja PT. Pupuk Kujang dari PT. Pupuk Kaltim. Dengan demikian, efektivitas subsidi pupuk masih manageble untuk ditingkatkan melalui perbaikan pendistribusian dan peningkatan pasokan. 5. Untuk kasus usahatani padi di Indonesia, pemberian subsidi melalui input (pupuk) lebih manageble dibanding pemberian insentif melalui penjaminan harga output; dengan alasan sebagai berikut: (a) Sebagian besar petani padi Indonesia adalah petani yang mengahadapi kendala biaya produksi sehingga keputusan petani dalam usahanyan didasarkan cost minimization bukan profit maximization (kondisi dimana 78

3 tidak ada kendala biaya produksi). Ini berarti bahwa insentif input lebih sesuai dengan kondisi anggaran petani kita dibanding insentif ouput; (b) Dengan orientasi cost minimization dan instrumen teknologi untuk meningkatkan hasil per hektar yang signifikan adalah input pupuk maka insentif input lebih mudah mengakselerasi adopsi teknologi guna meningkatkan produktivitas dibanding insentif output; (c) Apabila pengelolaan subsidi menggunakan prinsip transparansi dan profesional, maka penjaminan harga lebih mudah dicapai pada input dibanding output. Pasokan pupuk (terutama Urea) diproduksi di dalam negeri dan harga domestik (subsidi) lebih rendah dari harga internasional, sedangkan pasokan beras masih perlu didukung impor, yang harganya jauh lebih rendah dibandingkan harga yang didukung pemerintah (HPP). Dengan masih terbatasnya kemampuan kita membatasi penyelundupan (ekspor/impor), maka membatasi rembesan (ke luar) pupuk akan lebih mudah dibandingkan rembesan (ke dalam) beras. 6. Dalam hal pemberian subsidi output berupa penjaminan harga gabah, maka perlu memperhatikan marketable surplus (produksi setelah dikurangi konsusmsi dan disimpan petani) pada musim panen raya (Februari-April) yang diperkirakan sebesar 8,5 jutan ton GKG atau setara 5,27 juta ton beras. Marketable surplus itulah yang menjadi faktor penyebab anjloknya harga gabah pada periode tersebut yang menjadi isu nasional tahunan yang tak kunjung dapat dipecahkan (Tabel 2). Tabel 2. Perkiraan Distribusi Surplus/Defisit Gabah Dirinci Per Bulan (%). Bulan Produksi Disimpan Petani *) Dijual Ke Pasar Dikonsumsi Surplus /Defisit Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember 7,6 18,9 18 9,6 5,3 4,6 12,1 10,9 6,0 3,3 1,9 1,7 0,76 1,89 1,80 0,96 0,53 0,46 2,42 2,18 1,20 0,66 0,38 0,34 6,84 17,01 16,2 8,64 4,77 4,14 9,68 8,72 4,80 2,64 1,52 1,36-1,49 8,68 7,87 0,31-3,56-4,19 1,35 0,39-3,53-5,69-6,81-6,97 *) Diperkirakan berdasarkan kebiasaan petani menyimpan gabah pada MH dan MK masingmasing 10% dan 20 %. 79

4 7. Apabila kemampuan simpan gudang pedagang swasta sebesar 1,5 juta ton beras atau setara 2,42 juta ton, maka pemerintah harus membeli kelebihan produksi sebesar 3,77 juta ton atau setara 6,08 juta ton GKG. Oleh karena biaya penyimpanan pada musim panen melebihi marjin harga musim panen dengan paceklik (hasil kajian PSE, 2002), maka praktis swasta diperkirakan tidak akan tertarik untuk menyimpan gabah pada musim panen raya, sehingga apabila pemerintah ingin menjamin harga gabah tidak anjlok pada panen raya, maka pemerintah harus membeli gabah sebesar 8,5 juta ton GKG selama periode 3 bulan saja (Pebruari April). 8. Pada kenyataannya, pada tahun , walaupun pemerintah telah melakukan pembelian gabah dalam jumlah yang cukup besar (setara 2,2-2,5 juta ton beras), namun harga gabah di pasar masih lebih rendah dibanding harga yang ditunjang pemerintah, yaitu HPP (Rp /kg GKP). Adanya selisih harga yang besar antara HPP dengan harga paritas beras impor, menyebabkan rembesan beras impor ke pasar domestik cukup deras, sehingga kebijakan harga inipun menjadi tidak dapat sepenuhnya efektif. 9. Saat ini perbedaan rata-rata harga yang diterima petani dengan harga dasar pembelian pemerintah diperkirakan sebesar Rp 300 per kg GKG. Apabila pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 300 per kg pembelian gabah baik kepada swasta maupun BULOG, maka dibutuhkan subsidi sebesar Rp 2,55 trilyun. Apabila subsidi pupuk sebesar Rp 1,3 trilyun dialihkan untuk pembelian gabah hanya mampu memenuhi setengah dari total biaya yang diperlukan. Dengan kata lain, pengalihan subsidi pupuk belum mampu menyelesaiankan permasalahan anjloknya harga gabah pada musim panen raya. 10. Kalaupun pemerintah menambah dana subsidi pembelian harga gabah sampai mencapai 2,55 trilyun, belum tentu harga gabah di tingkat petani sama dengan harga dasar pembelian pemerintah. Hal ini karena, selain kesulitan memperoleh data pasokan dan permintaan di beberapa wilayah, juga data tersebut amat bervaaraiasi antar wilayah sehingga menyulitkan operasi pasar. Oleh karena itu, mulai tahun 2000, kebijakan harga dasar gabah diubah menjadi kebijakan harga dasar pembelian pemerintah. Pemerintah hanya menjamin harga dasar pembelian pemerintah dengan volume tertentu yang ditetapkan sesuai dengan kemampuan pemerintah. 80

5 11. Elastisitas produktivitas terhadap harga gabah sebesar 0,4. Ini berarti peningkatan harga gabah sebesar 1 persen menyebabkan produktivitas meningkat sebesar 0,4 persen. Bila dibandingkan dengan elastisitas produktivitas terhadap harga pupuk secara total sebesar 0,7, maka dampak pemberian subsidi pupuk terhadap produktivitas lebih besar dibanding subsidi harga gabah. C. ANALISIS PENGGUNAAN PUPUK OLEH PETANI 12. Penggunaan pupuk di Indonesia berkembang pesat sejak dicanangkannya program BIMAS oleh pemerintah tahun 60-an. Penggunaan pupuk Urea, TSP, KCl, dan bahan kimia pembasmi hama-penyakit tanaman terus meningkat dipacu oleh program untuk mencapai swasembada pangan, yang pada akhirnya diraih pada tahun Selanjutnya, kebutuhan pupuk makin meningkat, bukan hanya untuk tanaman pangan, tetapi juga untuk perkebunan, hortikultura, dan industri. 13. Sejak penghapusan subsidi pupuk pada bulan Desember 1998 yang selanjutnya mengakibatkan harga pupuk meningkat tajam, petani lebih banyak menggunakan pupuk nitrogen karena pengaruhnya langsung terlihat dalam peningkatan produksi. Kisaran dosis urea yang digunakan adalah kg/ha atau kombinasi dengan ZA. Sementara itu, penggunaan pupuk P dan K, pada umumnya lebih rendah dari yang dibutuhkan, sehingga kemungkinan terjadi ketidak seimbangan hara dalam tanah. Sekarang ini penggunaan pupuk oleh petani bervariasi, dari yang lengkap menggunakan pupuk N (Urea, ZA), P (TSP/SP36), K (KCl) dan pupuk organik (kompos, pupuk kandang) dengan dosis yang cukup tinggi sampai yang hanya menggunakan pupuk N saja. Dengan demikian, tidaklah mudah memperkirakan penurunan produksi padi nasional dihubungkan dengan kemungkinan kenaikan harga pupuk. 14. Untuk menyederhanakan persoalan, diasumsikan rata-rata penggunaan pupuk urea sekarang sekitar 300 kg/ha. Maka, dengan kenaikan harga dari Rp 1050/kg menjadi Rp 1700/kg, petani hanya dapat membeli urea sebanyak 60 % dengan jumlah uang yang sama. Namun demikian, apabila gabah petani dibeli dengan harga yang relatif tinggi, maka mungkin petani akan tetap membeli pupuk urea sama seperti sekarang (100 %) atau hanya 80 %. Jadi, akan diestimasi, berapa kira-kira produksi padi bila dipupuk dengan urea 100 %, 80 %, dan 60 %. Sedangkan pupuk P dan K, diasumsikan sama dengan penggunaan sekarang. 81

6 15. Tanaman padi sawah sangat respon terhadap pemberian pupuk Nitrogen. Pemberian urea hingga dosis di atas 300 kg/ha tidak efisien lagi karena hasil gabah cenderung menurun. Dosis maksimum urea dicapai pada 300 kg/ha dengan rata-rata hasil maksimum 5,25 t/ha (Gambar 1). Bila urea diberikan sesuai dengan dosis rekomendasi (100%) maka diperoleh rata-rata produksi gabah 5,25 t/ha. Dengan berpedoman pada lahan sawah intensifikasi seluas 10,47 juta ha, maka dibuat beberapa estimasi hasil berdasarkan dosis urea yang berbeda (Tabel 3). Penurunan penggunaan urea sebesar 20% (dari 300 kg/ha menjadi 240 kg/ha) akan menurunkan produksi sebesar 0,08 t/ha. Apabila penurunan penggunaan pupuk urea mencapai 40% maka produksi menurun sebesar 0,29 t/ha atau terjadi penurunan total produksi secara nasional sebesar 3 juta ton Hasil gabah (t/ha) y = -2E-05x x R 2 = Dosis urea (kg/ha) Gambar 1. Respon Padi Sawah Terhadap Pemupukan N-Urea Di Berbagai Jenis Tanah Di Jawa Barat, Jawa Tengah Dan Jawa Timur. Tabel 3. Estimasi Berbagai Skenario Penggunaan Pupuk Urea. Dosis Urea (kg/ha) Hasil (t/ha) Produksi gabah (juta ton) 300 (100%) 5,25 54,9 240 (80%) 5,17 54,1 180 (60%) ,9 16. Di samping sawah intensif, terutama di luar Jawa terdapat juga lahan sawah semi intensif. Pada sawah semacam ini, dosis pupuk sangat mempengaruhi hasil. Bila hanya menggunakan urea saja dengan dosis 250 kg/ha tanpa pupuk P dan K maka diperoleh produksi 3,4 t/ha. Peningkatan dosis dari 100 kg/ha 82

7 menjadi 250 kg/ha dengan dosis P dan K yang sama, meningkatkan produksi dari 4,5 t/ha menjadi 5 t/ha (Tabel 4). Dari data tersebut dapat diestimasi apabila petani menurunkan dosis urea dari 250 kg/ha menjadi 100 kg/ha, misalnya akibat kenaikan harga urea, maka akan terjadi penurunan produktivitas sebesar 0,5 t/ha. Apabila hanya dipupuk dengan urea saja tanpa P dan K, maka akan terjadi penurunan produksi sebesar 1,6 t/ha. Tabel 4. Rata-Rata Produksi Padi Sawah Pada Beberapa Lokasi di Lampung. No. Dosis pupuk Hasil (t/ha) kg/ha Urea tanpa P dan K 3, kg/ha Urea 4,5 100 kg/ha SP kg/ha KCl kg/ha Urea 100 kg/ha SP kg/ha KCl 5,0 17. Dari uraian di atas, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa penggunaan pupuk urea sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman pangan, khususnya padi dibandingkan pupuk lainnya. Sedangkan pemberian pupuk SP36 ataupun KCl yang sekarang dilakukan petani di lahan-lahan sawah irigasi yang sudah subur pada umumnya bersifat preventif terhadap kemungkinan menurunnya hasil padi. Pemberian pupuk SP36 dan KCl tidak perlu dilakukan secara terus menerus terutama pada tanah sawah berstatus P dan K sedang hingga tinggi. Dapat ditambahkan, dari peta status hara diketahui bahwa tidak semua tanah di wilayah penghasil padi membutuhkan jenis dan jumlah hara yang sama. Artinya, untuk mendapatkan produksi yang sama pada wilayah yang berstatus hara berbeda dibutuhkan pupuk dalam jumlah yang tidak sama. Sehubungan dengan hal ini, pengetahuan petani tentang pemupukan spesifik lokasi menjadi penting. 18. Dari pengamatan lapangan di daerah sentra produksi padi intensif, ditemukan bahwa penggunaan pupuk terutama urea cenderung berlebih. Kalau penghematan pemakaian pupuk N dapat dilakukan dan dialihkan untuk pengadaan pupuk yang lain, misalnya SP36 atau KCl tentu akan lebih bermanfaat. Tanah yang kelebihan N dan kekurangan P menjadi padat sehingga akar tanaman padi kurang berkembang. Tanaman yang kelebihan N lebih rentan terhadap serangan penyakit dan kerebahan. Penggunaan KCl juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman dan kualitas hasil panen. Jadi, produktivitas 83

8 dan kualitas produksi lebih ditentukan oleh ketepatan waktu, jenis dan jumlah pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, tidak berlebih dan tidak kekurangan. D. REKOMENDASI KEBIJAKAN 19. Uraian di atas memberikan pengertian kepada kita bahwa dengan dana yang terbatas, kebijakan susidi pupuk lebih menguntungkan secara ekonomi dibanding kebijakan subsidi pembelian harga gabah (Tabel 5). Oleh karena itu, apabila kondisi penanggaran pemerintah seperti sekarang, maka subsidi pupuk tidak layak dialihkan menjadi insentif harga gabah. Namun demikian, pengelolaan subsidi perlu diperbaiki, antara lain : (a) penetapan harga jual di setiap tingkatan, mulai dari pabrik sampai titik distribusi kecamatan harus dirinci, disertai dengan rencana pengawasan dan sanksi yang jelas; (b) rencana pasokan dan distribusi disempurnakan sesuai dengan prinsip tepat jumlah dan waktu, sehingga jika akan terjadi kekurangan di suatu daerah, rencana antisipasinya sudah disusun jauh-jauh hari sebelumnya. Tabel 5. Kebijakan Subsidi Pupuk vs Subsidi Pembelian Gabah/Penjaminan Harga Gabah. Subsidi Harga Gabah No. Uraian Subsidi Output (Penjaminan Harga Gabah) 1. Kesesuaian dengan kemampuan anggran petani. Sesuai (Cost Minimization) 2. Dampak terhadap akselerasi adopsi teknologi. Tinggi 3. Kebutuhan subsidi Dampak terhadap produktivitas Penjaminan terhadap harga yang ditetapkan Tinggi Tidak Sesuai (Profit Maximization) Rendah Rendah 20. Namun demikian, mengingat anjloknya harga gabah pada musim panen raya merupakan masalah kritis juga, maka kebijakan pemerintah untuk mendukung HPP tetap diperlukan. Alokasi dana ini sebenarnya sudah tersedia, yaitu untuk raskin dan stok yang jumlahnya masing-masing sekitar Rp. 5,8 trilyun dan Rp. 1,3 trilyun. Dana yang besar ini seyogyanya dipakai untuk membeli gabah petani secara tepat waktu, tepat lokasi, dan tepat harga. Dengan demikian, dana tersebut mempunyai manfaat ganda. 84

9 21. Beberapa upaya serta teknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk agar produksi padi nasional tidak merosot, antara lain sebagai berikut: a. Reorientasi penggunaan pupuk. Pada prinsipnya langkah yang perlu ditempuh adalah menghindari penurunan penggunaan pupuk urea, kecuali untuk daerah-daerah yang sering menggunakan pupuk urea secara berlebih. Hal ini dapat dilakukan dengan memasyarakatkan penggunaan Bagan Warna Daun (BWD), sehingga pemborosan pupuk urea dapat dicegah atau biaya kelebihan urea dipakai untuk membeli SP36 dan KCl. Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar tidak menambah modal untuk pemberian pupuk juga untuk mengurangi terjadinya penurunan hasil padi. Proporsi pemberian pupuk urea: SP36 : KCl dapat diubah seperti tercantum dalam tabel berikut ini. Tabel 6. Strategi Reorientasi Penggunaan Pupuk pada Padi Sawah Akibat Adanya Kenaikan Harga Pupuk Tanpa Subsidi. Jenis pupuk Harga bersubsidi (Rp/kg)* Harga tanpa subsidi (Rp/kg)* Takaran pupuk pada umumnya (kg/ha) Modal untuk Takaran pupuk bila tidak bersubsidi (kg/ha)1 pupuk (Rp/ha) Pilihan 1 Pilihan 2 Pilihan 3 Urea SP KCl Jumlah (Rp/ha) Rp Rp Rp Rp * Harga perkiraan Pilihan 1: Untuk pesawahan berstatus K tinggi, P rendah (Biaya untuk pupuk relatif tetap) Pilihan 2: Untuk pesawahan berstatus P tinggi, K rendah (Biaya untuk pupuk relatif tetap) Pilihan 3: Untuk pesawahan berstatus K sedang atau rendah, P sedang atau rendah (Biaya untuk pupuk relatif tetap) Bila penggunaan pupuk urea sudah optimal maka (jika ada) kenaikan harga urea sebaiknya tidak direspon dengan mengurangi takaran urea, tetapi dilakukan penyesuaian penggunaan pupuk lainnya dengan pilihan sebagai berikut: (i) (ii) Kurangi penggunaan pupuk KCl atau SP36 untuk daerah sawah berstatus K atau P sedang atau tinggi. Apabila status hara P rendah dan status hara K sedang/tinggi, maka takaran pupuk KCl dikurangi atau dihilangkan sama sekali agar jumlah pemberian pupuk SP36 tetap atau dikurangi namun jangan dihilangkan sama sekali. 85

10 (iii) Apabila status hara K rendah dan status hara P sedang/tinggi, maka takaran pupuk SP36 dikurangi atau dihilangkan sama sekali agar jumlah pemberian pupuk KCl tetap atau dikurangi namun jangan dihilangkan sama sekali. (iv) Apabila status hara P dan K rendah, maka takaran pupuk SP36 diberikan 50 kg/ha dan KCl 50 kg/ha dengan sedikit mengurangi penggunaan pupuk urea (pengurangan urea jangan melebihi 50 kg/ha). b. Efisiensi penggunaan pupuk SP36. Pilihan lain untuk butir (21.a.iv) di atas, pupuk SP36 hanya diberikan dengan cara dipping/mencelupkan akar bibit tanaman padi ke dalam lumpur yang telah dipupuk SP36 (0,5 gram SP36/kg tanah, 100 kg tanah/ha atau setara dengan 50 g SP36/ha) selama 5 menit sesaat sebelum transplanting (tanam pindah) bibit ke lapang. Pengurangan penggunaan pupuk SP36 menjadi hanya 0,1% saja dari takaran normalnya dimungkinkan dengan cara meningkatkan efisiensi pemberian pupuk SP36 langsung ke individu tanaman (bukan ke tanah). c. Pemanfaatan jerami padi sebagai sumber K atau pengganti pupuk KCl. Pilihan lain untuk butir (iii) di atas, jerami padi hasil panen musim sebelumnya, dikomposkan. Kompos jerami ini banyak mengandung K yang dapat digunakan sebagai pengganti pupuk KCl. d. Pemanfaatan bahan organik/pupuk kandang. Pupuk kandang yang telah dikomposkan merupakan sumber hara N, P dan K sekaligus. Namun dalam penggunaannya, kompos ini bukan sebagai pengganti total pupuk urea, SP36 atau KCl mengingat bahwa untuk tujuan tersebut akan diperlukan banyak sekali pupuk kandang (> 2 ton/ha) yang kadang kala sulit dalam pengangkutannya. Pupuk kandang ini diberikan sebagai pengganti sebagian dari pupuk urea, pupuk SP36 dan KCl. e. Penggunaan VUTB, VUH dan VUB terbaru. Penggunaan berbagai VUTB, VUH dan VUB yang lebih baru melalui pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) diberbagai lokasi di 20 propinsi menunjukkan bahwa produktivitas padi meningkat lebih dari 17 % dibanding dengan cara biasa dan penggunaan VUB eksisting. Oleh sebab itu penggantian VUB eksisting dengan VUTB, VUH dan VUB yang lebih baru merupakan salah satu strategi untuk menghindari penurunan produktivitas padi. 86

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan 6 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi I. Pendahuluan Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006

KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 KONSTRUKSI KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2006 Ringkasan Eksekutif 1. Konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Subsidi pupuk disalurkan sebagai subsidi gas untuk produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1

Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1 Policy Brief KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI 1 Dr. Sri Hery Susilowati dan Ir. Supriyati, MS Pendahuluan Sampai saat ini pemerintah masih

Lebih terperinci

PERHITUNGAN SUBSIDI PUPUK 2004 BERDASARKAN ALTERNATIF PERHITUNGAN SUBSIDI ATAS BIAYA DISTRIBUSI

PERHITUNGAN SUBSIDI PUPUK 2004 BERDASARKAN ALTERNATIF PERHITUNGAN SUBSIDI ATAS BIAYA DISTRIBUSI PERHITUNGAN SUBSIDI PUPUK 2004 BERDASARKAN ALTERNATIF PERHITUNGAN SUBSIDI ATAS BIAYA DISTRIBUSI MOHAMAD MAULANA Pusat Analisis Sosial Ekonoi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang Pertanian Bogor Jl. A

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN KAJIAN PENYESUAIAN HET PUPUK BERSUBSIDI PADA USAHATANI PADI DAN DAMPAKNYA BAGI PENDAPATAN PETANI Oleh Sri Hery Susilowati Supriyati Yulias Nuryatin Riyani Eni Darwati PUSAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha)

BAB I PENDAHULUAN. Produktivitas (Qu/Ha) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumber daya yang sangat mendukung untuk sektor usaha pertanian. Iklim tropis yang ada di Indonesia mendukung berkembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah

Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah 20 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah Pendahuluan Sebagai salah satu kebijakan utama pembangunan pertanian

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005

EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 EVALUASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK TAHUN 2004 DAN PROSPEK TAHUN 2005 1. Konstruksi Kebijakan Menimbulkan Dualisme Pasar dan Rawan Terhadap Penyimpangan Subsidi pupuk pertama kali diberikan kepada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mayoritas penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang,

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SUBSIDI PUPUK DALAM RANGKA MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN YANG BERKESINAMBUNGAN DALAM APBN TAHUN 2013 Salah satu dari 11 isu strategis nasional yang akan dihadapi pada tahun 2013, sebagaimana yang disampaikan

Lebih terperinci

Analisis Penawaran dan Permintaan Pupuk di Indonesia

Analisis Penawaran dan Permintaan Pupuk di Indonesia LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Penawaran dan Permintaan Pupuk di Indonesia 2007-2012 Oleh : Prajogo U. Hadi Dewa K. Swástica Frans Betsí M. D. Nur Khoeriyah Agustin Masdjidin Siregar Deri Hidayat

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting bagi petani. Keberadaan pupuk secara tepat baik jumlah, jenis, mutu, harga, tempat, dan waktu akan menentukan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran

Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran Pupuk dan Subsidi : Kebijakan yang Tidak Tepat Sasaran Oleh : Feryanto (email: fery.william@gmail.com) Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan yang signifikan dalam pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS

GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS IV. GAMBARAN UMUM DISTRIBUSI PUPUK DAN PENGADAAN BERAS 4.1. Arti Penting Pupuk dan Beras Bagi Petani, Pemerintah dan Ketahanan Pangan Pupuk dan beras adalah dua komoditi pokok dalam sistem ketahanan pangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

USULAN TINGKAT SUBSIDI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) YANG RELEVAN SERTA PERBAIKAN POLA PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA

USULAN TINGKAT SUBSIDI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) YANG RELEVAN SERTA PERBAIKAN POLA PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA USULAN TINGKAT SUBSIDI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) YANG RELEVAN SERTA PERBAIKAN POLA PENDISTRIBUSIAN PUPUK DI INDONESIA Ketut Kariyasa, M. Maulana, dan Sudi Mardianto Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama yang selalu dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tetapi ada banyak hal yang menjadi kendala dalam produktivitas budidaya tanaman padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA,

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2012 T E N T A N G KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung Program Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN

KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN Pendahuluan KAJIAN KEBIJAKAN PERBERASAN 1. Dalam upaya mewujudkan stabilitas harga beras, salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah kebijakan harga dasar dan harga maksimum,

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

SALINAN NOMOR 5/E, 2010 SALINAN NOMOR 5/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2010 WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 Pendahuluan 1. Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN

ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN ANALISIS ATAS HASIL AUDIT BPK SUBSIDI PUPUK DAN BENIH : BUKAN SEKADAR MASALAH ADMINISTRASI TAPI KELEMAHAN DALAM KEBIJAKAN BAGIAN ANALISA PEMERIKSAAN BPK DAN PENGAWASAN DPD BEKERJASAMA DENGAN TENAGA KONSULTAN

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH Oleh : Chairunas, Basri AB, Tamrin, M.. Nasir Ali dan T.M. Fakhrizal PENDAHULUAN Kelebihan pemakaian dan atau tidak tepatnya

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN

VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN VIII. ANALISIS KEBIJAKAN ATAS PERUBAHAN HARGA OUTPUT/ INPUT, PENGELUARAN RISET JAGUNG DAN INFRASTRUKTUR JALAN 8.1. Pengaruh Perubahan Harga Output dan Harga Input terhadap Penawaran Output dan Permintaan

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP

Jakarta, Januari 2010 Direktur Jenderal Tanaman Pangan IR. SUTARTO ALIMOESO, MM NIP KATA PENGANTAR Dalam upaya peningkatan produksi pertanian tahun 2010, pemerintah telah menyediakan berbagai fasilitas sarana produksi, antara lain subsidi pupuk untuk sektor pertanian. Tujuan pemberian

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TANAH BUMBU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang meliputi kurang lebih 25 spesies dan tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti di Asia, Afrika,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di berbagai bidang memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah defisiensi nutrisi Zn.

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN SEMARANG TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO MOR 8 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KOTA MOJOKERTO TAHUN 2010 WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Formulir PuPS versi 1.1

Formulir PuPS versi 1.1 Formulir PuPS versi 1.1 Penyusunan Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi Oleh : Isnawan, BP3K Nglegok Diisi dengan memberi tanda cek ( ) pada kotak tersedia Nama : Lokasi : Luas lahan : (Isi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 106/Kpts/SR.130/2/2004 TENTANG KEBUTUHAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2004 MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala. Salah satu kendala yang penting diselesaikan adalah menyangkut masalah produktivitas pertanian.

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 87/Permentan/SR.130/12/2011 /Permentan/SR.130/8/2010 man/ot. /.../2009 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus berupaya I. PENDAHULUAN Formatted: Indent: Left: 0,63 cm, Hanging: 0,62 cm, Tab stops: 1,25 cm, List tab + Not at 1,9 cm A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah 1. Latar Belakang Dalam rangka pencapaian ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

Ketersediaan Pupuk dan Subsidi Pupuk

Ketersediaan Pupuk dan Subsidi Pupuk A R T I K E L Ketersediaan Pupuk 2010-2014 dan Subsidi Pupuk Oleh : Sutarto Alimoeso RINGKASAN Pupuk adalah salah satu input yang esensial dalam proses produksi tanaman pangan. Pupuk dapat berperan optimal

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007

KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007 KAJIAN KEMUNGKINAN KEMBALI KE KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH, KENAIKAN HARGA GABAH DAN TARIF TAHUN 2007 Ringkasan Kemungkinan kembali Ke Kebijakan Harga Dasar Gabah (HGD) 1. Kebijakan Kebijakan Harga Pembelian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 505/Kpts/SR.130/12/2005 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produktivitas dan kualitas hasil pertanian antara lain adalah pupuk.

I. PENDAHULUAN. produktivitas dan kualitas hasil pertanian antara lain adalah pupuk. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional berupaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian melalui penerapan teknologi budidaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pupuk Kompos Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI SAWAH MELALUI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN TANAMAN DAN SUMBERDAYA TERPADU (PTT) DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan. Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian masih mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam tatanan pembangunan nasional. Peran yang diberikan sektor pertanian antara

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS A. Landasan Konseptual 1. Struktur pasar gabah domestik jauh dari sempurna. Perpaduan antara produksi padi yang fluktuatif, dan penawaran

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS BESARAN SUBSIDI PUPUK DAN POLA DISTRIBUSINYA Oleh : Nizwar Syafa at Adreng Purwoto M. Maulana Chaerul Muslim PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara I. PENDEKATAN PETAK OMISI Kemampuan tanah menyediakan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN TAPIN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

1)I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus. berupaya untuk meningkatkan produksi pangan melalui peningkatan

1)I. PENDAHULUAN. Dalam rangka pencapaian ketahanan pangan nasional, Pemerintah terus. berupaya untuk meningkatkan produksi pangan melalui peningkatan 1)I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah Formatted: Font: 14 pt Formatted: Indent: Left: 0,63 cm, Hanging: 0,62 cm, Numbered + Level: 1 + Numbering Style: I, II, III, + Start at: 1 +

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. padi sawah merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun.

BAB I PENDAHULUAN. padi sawah merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satu diantaranya adalah bidang pertanian. Pembangunan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian, dimana pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

BERITA DAERAH KOTA BOGOR BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DI

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA BUPATI PENAJAM 9 PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH Dilihat dari segi kandungan proteksi dan kemampuan untuk mengefektifkannya, harga dasar gabah pembelian pemerintah (HDPP) yang

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS, PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi

Lebih terperinci

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG 1 BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KAYONG UTARA TAHUN ANGGARAN 2014

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH Andi Ishak, Bunaiyah Honorita, dan Yesmawati Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2011

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN SAMPANG

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci