HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Karakteristik Sosial Ekonomi - Jenis kelamin - Umur - Besar keluarga - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan

Nama Lengkap Tanda Tangan. A. KARAKTERISTIKK KARYAWAN 1. Nama Lengkap : Alamat Rumah : No. Telp/ HP : Jenis Kelamin 5.

TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT BESI (Fe), STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADAA BAGIAN PRODUKSI PT AIR MANCUR PALUR, KARANGANYAR

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja

Lampiran 1 Kategori pengukuran data penelitian. No. Variabel Kategori Pengukuran 1.

TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN ZAT BESI (Fe), STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADAA BAGIAN PRODUKSI PT AIR MANCUR PALUR, KARANGANYAR

LAMPIRAN 1 FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

KUESIONER PENELITIAN

FORMAT PERSETUJUAN RESPONDEN

BAB V HASIL PENELITIAN. Asrama 2 Al-khodijah merupakan salah satu asrama putri yang berada di

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi

BERITA RESMI STATISTIK

HASIL DAN PEMBAHASAN

KATA PENGANTAR. Lampiran 1. Angket Penelitian

DIIT SERAT TINGGI. Deskripsi

METODE Desain, Tempat dan Waktu Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

LAMPIRAN KUESIONER ANALISIS PENGELUARAN DAN POLA KONSUMSI PANGAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI MAHASISWA PENERIMA BEASISWA ETOS JAWA BARAT

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

LembarObservasi Penelitian Pola Makan. Yang berhubungan dengan kadar gula darah pada Lansia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

METODE. Zα 2 x p x (1-p)

GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN CV. SINAR MATAHARI SEJAHTERA DI KOTA MAKASSAR

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

EMPAT PILAR GIZI SEIMBANG

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

METODE PENELITIAN. n1 = = 35. n2 = = 32. n3 =

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENYUSUNAN DAN PERENCANAAN MENU BERDASARKAN GIZI SEIMBANG

Penyusunan dan Perencanaan Menu Berdasarkan Gizi Seimbang

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

GIZI KERJA. Keselamatan & Kesehatan Kerja

DIIT GARAM RENDAH TUJUAN DIIT

Program Studi S1 Ilmu Gizi Reguler Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Esa Unggul (UEU) Jl. Arjuna Utara No.9 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

BAB I PENDAHULUAN. iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2004). pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Siklus Menu 10 Hari Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah

BERITA RESMI STATISTIK

Pola Makan Sehat. Oleh: Rika Hardani, S.P.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PEMBAHASAN. Penerapan dan penyelenggaraan gizi kerja PT. X Plant Pegangsaan. Ruang/tempat Makan yang menyatakan bahwa :

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan

KUESIONER GAYA HIDUP DAN POLA KONSUMSI PENDERITA HIPERTENSI KARYAWAN PABRIK HOT STRIP MILL (HSM) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON

http.//sragenkab.bps.go.id

PENYUSUNAN MENU MAKAN ANAK USIA DINI

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI PENELITIAN

DBMP DBMP Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya. Yetti Wira_Gizi_2014_Poltekkes Palangka Raya

REKOMENDASI GIZI UNTUK ANAK SEKOLAH. YETTI WIRA CITERAWATI SY, S.Gz, M.Pd

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya


PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI: KABUPATEN PEKALONGAN BULAN APRIL 2017 INFLASI SEBESAR 0,19 PERSEN

PANITIA PENGADAAN BARANG/JASA DINAS KESEHATAN

KUESIONER Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Status Gizi Santri Asrama 2 Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Puskesmas Putri Ayu Kecamatan Telanaipura

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Lampiran 1 Denah ruang produksi Katering Pawon Endah

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

METODE PENELITIAN. n = n/n(d) 2 + 1

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI SUKOHARJO BULAN JULI 2016 INFLASI 0,65 PERSEN

MAKALAH MANAGEMEN GIZI INSTITUSI SIKLUS MENU SEHAT 10 HARI CITA RASA ANAK REMAJA

GIZI DAUR HIDUP. Rizqie Auliana, M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung maupun dari pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 3

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

Serealia, umbi, dan hasil olahannya Kacang-kacangan, bijibijian,

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek

Perkembangan harga berbagai komoditas pada bulan Mei 2017 secara umum mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Kabupaten Magelang, pada bu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1. Instrumen Penelitian. 1.1 Observasi. 1.2 Angket. 1.3 Wawancara. 1.4 Dokumentasi. 1.5 Tes

LAMPIRAN 1 KUESIONER

NAMA : UMUR : KELAS : No. Telpon : Alamat lengkap : Untuk pertanyaan di bawah ini, beri tanda X untuk jawaban yang kamu pilih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI. KARAKTERISTIK PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Air Mancur Palur, Karanganyar PT Air Mancur merupakan salah satu perusahaan jamu terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini mengolah bahan alami menjadi produk jamu siap konsumsi dan kosmetik. Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan pada bagian produksi yang mengolah bahan alami menjadi jamu. Pada perusahaan PT Air Mancur Palur, Karanganyar, sub bagian produksi yang khusus mengolah jamu ada empat sub bagian, yaitu sub bagian produksi Nabati, Param, Jamu Bersalin Lengkap (JBL) dan Celep. Sub bagian Nabati terditi atas satu kelompok, yaitu sub bagian Nabati. Hampir semua kegiatan produksi pada sub bagian Nabati ini dikerjakan dengan mesin, kecuali pengeringan yang dilakukan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari. Sub bagian Nabati melakukan kegiatan mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi. Bahan jamu yang masih berupa bahan mentah mengalami pembersihan (pencucian), pengeringan dan penggilingan sehingga menjadi bahan setengah jadi. Satuan hasil per hari dari sub bagian Nabati ini dinyatakan dengan jumlah gilingan yang mampu dilakukan oleh seorang karyawan dalam sehari (gilingan/orang/hari). Sub bagian Param terdiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok Mesin Aduk-Param, Cetak-Param dan Mesin Pack-Param. Hasil akhir dari sub bagian Param ini adalah jamu param berupa obat luar yang dalam bentuk kepingan untuk ditempelkan pada kulit dan jamu param kocok dalam bentuk cair untuk dioleskan pada kulit. Contoh produk jamu param disajikan pada Gambar 2. 1. Kelompok Mesin Aduk-Param melakukan kegiatan mengolah bahan baku setengah jadi menjadi bahan baku siap cetak. Bahan baku setengah jadi diaduk dengan mesin aduk. Satuan hasil per hari pada kelompok ini dinyatakan dengan jumlah adukan yang mampu dilakukan oleh seorang karyawan dalam sehari (adukan/orang/hari). 2. Kelompok Cetak-Param melakukan kegiatan mencetak bahan baku siap cetak dengan menggunakan cetakan yang berbentuk cekungan pipih. Cetakan-cetakan yang telah berisi jamu ini kemudian dijemur hingga kering, setelah kering jamu dikeluarkan dari cetakan sehingga jamu yang telah kering berupa kepingan-kepingan jamu param. Satuan hasil dari kelompok Cetak-Param dinyatakan dengan jumlah kepingan yang mampu dihasilkan oleh seorang karyawan dalam sehari (keping/orang/hari).

3. Kelompok Mesin Pack-Param melakukan kegiatan mengemas jamu param ke dalam sachet dengan menggunakan mesin. Satuan hasil dari kelompok Mesin Pack-Param dinyatakan dengan jumlah kepingan jamu param yang mampu disachet oleh seorang karyawan dalam sehari (sachet/orang/hari). Gambar 3 Produk Jamu Param Gambar 4 Produk Jamu Bersalin Lengkap Sub bagian Jamu Bersalin Lengkap (JBL) teridiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok Persiapan 1-JBL, Persiapan 2-JBL dan Pack-JBL. Hasil akhir dari sub bagian JBL ini adalah paket jamu khusus untuk ibu setelah persalinan. Contoh produk Jamu Bersalin Lengkap dapat dilihat pada Gambar 3. 1. Kelompok Persiapan-1 JBL melakukan kegiatan memasukkan butiranbutiran (pil) Jamu Bersalin Lengkap ke dalam plastik. Satuan hasil dari kelompok Persiapan-1 JBL dinyatakan dengan jumlah pil yang mampu dibungkus oleh seorang karyawan dalam sehari (bungkus/orang/hari). 2. Kelompok Persiapan-2 JBL melakukan kegiatan yang sama dengan kelompok Persiapan 1-JBL, hanya saja jenis jamu yang dibungkus berbeda. Pada kelompok ini, jamu yang dibungkus berupa bedak dalam bentuk kepingan kotak berukuran kecil. Satuan hasil dari kelompok Persiapan-2 JBL dinyatakan dengan jumlah kepingan bedak yang mampu dibungkus oleh seorang karyawan dalam sehari (bungkus/orang/hari). 3. Kelompok Pack-JBL melakukan kegiatan memasukkan bungkusanbungkusan jamu yang termasuk dalam paket Jamu Bersalin Lengkap (JBL) ke dalam kardus kecil. Jamu yang termasuk dalam paket JBL berupa pil dan bedak yang seperti yang telah dilakukan oleh kelompok Persiapan 1-JBL dan Persiapan-2 JBL. Satuan hasil dari kelompok Pack-JBL dinyatakan dengan jumlah bungkusan jamu mampu dimasukkan ke dalam dus oleh seorang karyawan dalam sehari (dus/orang/hari).

Kelompok-kelompok pada sub bagian Celep melakukan kegiatan yang sama dengan yang dilakukan oleh kelompok pada sub bagian Param dan Jamu Bersalin Lengkap (JBL). Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut perusahaan sedang mengejar target produksi jamu yang jumlahnya cukup besar untuk diekspor ke Malaysia, sehingga sebagian kegiatan produksi pada sub bagian Param dan JBL juga dialokasikan kepada sub bagian Celep. Pada sub bagian Celep ini terdapat satu jenis kegiatan yang merupakan akhir dari proses produksi, yaitu semua jamu yang siap untuk didistribusikan mengalami proses pengemasan akhir (wrap) yang dilakukan oleh kelompok Mesin Wrap-Celep, selanjutnya disimpan di gudang yang terdapat pada sub bagian Celep. 1. Kelompok Pack-Celep melakukan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Persiapan 1-JBL. Satuan hasil seorang karyawan dalam sehari pada kelompok Pack-Celep sama dengan satuan hasil pada kelompok Persiapan 1-JBL, yaitu bungkus/orang/hari. 2. Kelompok Mesin Pack-Celep melakukan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh kelompok Mesin Pack-Param. Satuan hasil seorang karyawan dalam sehari pada kelompok Mesin Pack-Celep sama dengan satuan hasil pada kelompok Mesin Pack-Param, yaitu sachet/orang/hari. 3. Kelompok Mesin Wrap-Celep melakukan kegiatan melapisi kemasan dus jamu dengan plastik wrap. Satuan hasil dari kelompok Mesin Wrap-Celep dinyatakan dengan jumlah dus jamu mampu diwrap oleh seorang karyawan dalam sehari (dus/orang/hari). Lokasi perusahaan jamu PT Air Mancur (sebagai tempat pengambilan data dalam penelitian ini) yaitu di Jl. Solo-Sragen Km. 7, Palur, Karanganyar, Jawa Tengah yang merupakan kantor pusat, kegiatan produksi dan laboratorium. Beberapa unit perusahaan jamu PT Air Mancur lainnya yaitu: 1). Unit Celep, sebagai gudang dan tempat pengemasan; 2). Unit Jetis, sebagai tempat pengolahan untuk produk kosmetik; 3). Unit Jajar, Surakarta, sebagai gudang bahan; 4) Unit Pelem, Wonogiri, sebagai tempat pengolahan untuk produk makanan dan minuman; 5) Unit Klampisan, Wonogiri, sebagai tempat pengolahan jamu ekstrak.

Penyelenggaraan Makanan di Kantin Perusahaan Salah satu fasilitas yang disediakan oleh PT Air Mancur kepada karyawannya adalah kantin karyawan. Adanya kantin ini merupakan wujud kepedulian PT Air Mancur terhadap kesejahteraan karyawan. Kantin karyawan menyediakan menu makan siang berupa makanan lengkap (nasi, lauk, sayur dan buah) beserta minuman kepada seluruh karyawan. Selain itu juga diberikan segelas susu dua kali dalam seminggu. Fasilitas yang disediakan oleh perusahaan jamu PT Air mancur Palur, Karanganyar terkait dengan penyelenggaraan makan bagi karyawan diantaranya adalah adanya ruang makan, peralatan makan dan minuman. Ruang makan di kantin perusahaan cukup luas (± 1000 m 2 ). Semua makanan yang disediakan untuk karyawan dimasak di dapur kantin perusahaan oleh para karyawan yang bertugas di bagian dapur. Bahan pangan yang digunakan berasal dari pasar tradisional yang letaknya tidak jauh dari perusahaan jamu PT Air Mancur. Bahan pangan yang akan dimasak untuk dijasikan menu makan siang telah dibelanjakan pada hari sebelumnya. Sebagian dari proses persiapan pengolahan pun telah dilakukan pada hari sebelumnya pula, seperti memotong sayuran, menyiapkan bumbu dan sebagainya. Proses pengolahan dengan api (pemanasan) atau memasak dilakukan pada pagi hari sebelum makan siang pada hari tersebut disajikan. Gambar 5 Contoh Menu Makan Siang Gambar 6 Kegiatan Makan Siang Pendistribusian makan siang dilakukan secara terpusat (sentralisasi) di kantin perusahaan. Seluruh karyawan di bagian produksi dan staf kantor melakukan kegiatan makan siang di kantin perusahaan, sehingga makanan disajikan dengan piring. Karyawan yang mempunyai jabatan tinggi dan sering bertugas keluar perusahaan melakukan makan siang di ruang kerjanya,

sehingga makan siangnya disajikan di wadah tersendiri (rantang) dan diantarkan ke ruang kerja yang bersangkutan. Waktu makan siang dilakukan pada jam istirahat. Waktu makan siang di kantin perusahaan dibagi menjadi dua, yaitu pada pukul 11.00 dan 11.30. Hal ini dilakukan mengingat ruang makan kantin yang cukup luas tersebut ternyata tidak dapat menampung seluruh karyawan. Minuman untuk para karyawan diberikan tiga kali selama waktu kerja atau sejak pukul 07.30 hingga 16.00. Minuman yang diberikan pada pagi pukul 08.00 berupa teh manis atau susu kental manis, pada waktu makan siang berupa air putih atau teh tawar dan pada waktu siang pukul 14.00 berupa teh manis. Makanan yang diberikan kepada karyawan sudah ada ukurannya, baik untuk makanan pokok atau beras, lauk dan sayur, begitu pula dengan gula pasir. Kantin karyawan perusahaan telah memberikan jatah 1 kg beras untuk 8 orang karyawan, yaitu 0,125 kg beras atau kurang lebih adalah 250 g nasi per karyawan. Ukuran untuk sepotong daging sapi 50 g dan satu buah tahu 45 g. Tabel 4 Daftar Menu Makan Siang Karyawan PT Air Mancur Palur, Karanganyar serta Kandungan Energi dan Zat Besi (Fe) Tanggal 15-26 Juni 2009 No Hari, Tanggal Menu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Senin, 15/06/2009 Selasa, 16/06/2009 Rabu, 17/06/2009 Kamis, 18/06/2009 Jum at, 19/06/2009 Senin, 22/06/2009 Selasa, 23/06/2009 Rabu, 24/06/2009 Kamis, 25/06/2009 Jum at, 26/06/2009 Nasi, terik daging sapi, terik tahu, jeruk manis Energi (kkal) Kandungan zat gizi Zat Besi (Fe) (mg) 693 3,6 Nasi, pecel, telur ceplok, melon 851 4,5 Nasi, kakap bakar, lalap, pisang ambon Nasi, sayur lodeh, tahu goreng, peyek teri, semangka Nasi, sup kemplang, ayam goreng, pisang ambon Nasi, soto daging sapi, jeruk manis Nasi, sambel goreng kentang, telur asin, semangka Nasi, sayur asem, lele goreng, pisang ambon Nasi, sayur nangka muda, bandeng goreng, melon 737 3,7 744 10,0 875 4,8 617 3,8 774 3,8 789 4,1 676 3,8 Nasi, garang asem, ayam goreng, pisang ambon 901 4,1 Rata-rata 766 4,6

Menu makan siang di kantin perusahaan beragam setiap hari selama satu bulan. Hal ini dikarenakan tidak adanya siklus menu. Daftar menu dibuat untuk satu bulan. Daftar menu untuk bulan yang bersangkutan telah dibuat pada bulan sebelumnya. Penelitian di kantin perusahaan jamu PT Air Mancur Palur, Karanganyar dilakukan selama sepuluh hari, sehingga pengamatan terhadap menu makan siang terbatas pada waktu tersebut. Tabel 4 menyajikan daftar menu makan siang di kantin perusahaan selama sepuluh hari pengamatan beserta kandungan energi dan zat besi. Ketersediaan energi dan zat besi makan siang dari kantin perusahaan berkontribusi terhadap pemenuhan kecukupan energi dan zat besi (berdasarkan AKG 2004) karyawan Produksi setiap harinya. Pada Tabel 5 berikut, disajikan daftar kontribusi ketersediaan energi dan zat besi dari makan siang yang disediakan oleh kantin perusahaan terhadap pemenuhan angka kecukupan energi dan zat besi berdasarkan AKG 2004 pada setiap kelompok jenis kelamin dan umur. Tabel 5 Kontribusi Ketersediaan Energi dan Zat Besi Makan Siang Kantin Perusahaan terhadap Pemenuhan Angka Kecukupan Energi dan Zat Besi berdasarkan AKG 2004 Pria Wanita Energi Zat Besi (Fe) AKG (kkal) Kontribusi (%) AKG (mg) Kontribusi (%) 19-29 tahun 2550 30,04 13 30-49 tahun 2350 32,60 13 35,38 50-64 tahun 2250 34,04 13 19-29 tahun 1900 40,32 26 16,69 30-49 tahun 1800 42,56 26 16,69 50-64 tahun 1750 43,77 12 38,33 Kontribusi energi dari makan siang yang disediakan oleh kantin perusahaan cukup baik, sudah mencapai 30% terhadap pemenuhan kecukupan energi sehari pada semua kelompok jenis kelamin dan umur karyawan Produksi. Kontribusi zat besi dari makan siang terhadap pemenuhan angka kecukupan zat besi sehari pada semua kelompok umur karyawan pria juga sudah baik (35,38%), namun pada kelompok umur 19-29 tahun dan 30-49 tahun karyawan wanita masih kurang, kontribusi zat besi dari makan siang hanya 16,69% dari angka kecukupan zat besi sehari.

Karakteristik Sosial Ekonomi Karakteristik sosial ekonomi karyawan Produksi dilihat dari jenis kelamin menggambarkan bahwa 75% adalah perempuan dan 25% adalah laki-laki. Berdasarkan penggolongan umur menurut Hurlock (1991) sebesar 68,8% termasuk dalam golongan dewasa madya (40-60 tahun), 31,3% golongan dewasa dini (18-39 tahun) dan tidak ada yang termasuk golongan dewasa lanjut. Sebaran karyawan Produksi berdasarkan jenis kelamin dan umur disajikan pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Sebaran Karyawan Produksi berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Karakteristik Sosial Ekonomi Jenis Kelamin Umur Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Laki-laki 20 25,0 Perempuan 60 75,0 Total 80 100 Dewasa dini (18-39 tahun) 25 31,3 Dewasa madya (40-60 tahun) 55 68,8 Dewasa lanjut (> 60 tahun) 0 0 Total 80 100 Besarnya jumlah karyawan Produksi perempuan dibanding dengan lakilaki dikarenakan jenis pekerjaan yang dilakukan pada bagian produksi bukan pekerjaan yang berat, sehingga banyak karyawan perempuan dialokasikan pada bagian ini, sedangkan karyawan laki-laki lebih diprioritaskan untuk bagian mesin yang jenis pekerjaannya dinilai berat menurut pihak perusahaan. Sementara itu, tidak adanya karyawan yang termasuk dalam golongan usia lanjut disebabkan masa purna seluruh karyawan adalah pada saat usia 60 tahun. Sebanyak 57,5% keluarga karyawan Produksi termasuk keluarga kecil, 35% termasuk keluarga sedang dan 7,5% termasuk keluarga besar. Sebanyak 45% menempuh pendidikan terakhir hingga SD, 18,8% SMP, 35% SMA/SMK dan 1,3% karyawan Produksi menempuh pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Berdasarkan pendapatan setiap bulan yang diperoleh dari perusahaan, sebesar 78,8% memperoleh pendapatan Rp 500.000-Rp 1.000.000, 17,5% memperoleh pendapatan Rp 500.000 dan 3,8% memperoleh pendapatan Rp 1.000.000- Rp1.500.000 serta tidak ada yang memperoleh pendapatan lebih dari Rp 1.500.000 setiap bulannya. Tabel 7 menyajikan sebaran karyawan Produksi berdasarkan jumlah anggota keluarga, pendidikan terakhir dan pendapatan setiap bulan.

Tabel 7 Sebaran Karyawan Produksi berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga, Pendidikan Terakhir dan Pendapatan Karakteristik Sosial Ekonomi Jumlah Anggota Keluarga Pendidikan Pendapatan Kategori Jumlah (n) Persentase (%) Kecil (< 5 orang) 46 57,5 Sedang (5 7 orang) 28 35,0 Besar (> 7 orang) 6 7,5 Total 80 100 SD 36 45,0 SMP 15 18,8 SMA/SMK 28 35,0 Perguruan Tinggi 1 1,3 Total 80 100 < Rp 500.000 14 17,5 Rp 500.000-<Rp 1.000.000 63 78,8 Rp 1.000.000-<Rp 1.500.000 3 3,8 Rp 1.500.000-<Rp 2.000.000 0 0 Total 80 100 Lebih dari separuh keluarga karyawan Produksi termasuk dalam keluarga kecil. Salah satu penyebab hal ini adalah banyak yang berusia 50 tahun ke atas. Pada umumnya, pada usia tersebut hanya tinggal dengan beberapa anggota keluarga di rumahnya seperti dengan anak yang terakhir, sementara anak-anak yang telah berkeluarga tinggal terpisah, sehingga jumlah anggota keluarga di rumah tidak banyak. Selain itu, karyawan Produksi perempuan pada usia tersebut yang telah berstatus janda. Dilihat dari data karakteristik seluruh karyawan Produksi, banyak yang menempuh pendidikan hingga SD. Salah satu alasannya adalah karena jenis pekerjaan pada bagian produksi tidak membutuhkan pemikiran keras, pekerjaan selain pada bagian mesin pun dilakukan sambil duduk, sehingga tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjadi faktor yang penting. Karyawan Produksi yang bekerja di perusahaan ini menjadikan pekerjaannya sebagai mata pencaharian utama, sehingga pendapatan yang diperoleh dari perusahaan merupakan pendapatan utama. Perusahaan tidak mempertimbangkan tingkat pendidikan dalam menentukan pendapatan, akan tetapi pendapatan ditentukan oleh jenis bagian kerja karyawan dan lamanya masa kerja karyawan, selain itu juga status karyawan sebagai karyawan tetap atau karyawan kontrak. Tingkat Konsumsi Energi

Tingkat konsumsi energi dapat diperoleh dengan menentuan konsumsi energi dan mengetaui angka kecukupan energi menurut AKG 2004 terlebih dahulu. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa Rata-rata konsumsi energi seluruh karyawan Produksi adalah 1872 kkal/orang/hari. Tabel 8 menyajikan rata-rata konsumsi energi dan rata-rata tingkat konsumsi energi pada empat sub bagian produksi. Tabel 8 Rata-rata Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Energi Karyawan Produksi No Sub bagian Konsumsi Energi (kkal/orang/hari) Tingkat Konsumsi Energi (%) 1 Nabati 2227 101,72 2 Param 1900 105,90 3 JBL 1608 106,49 4 Celep 1848 103,94 Rata-rata Total 1862 104,92 Tingkat konsumsi energi karyawan Produksi pada keempat sub bagian berkisar antara 101,72% hingga 106,49%. Rata-rata tingkat konsumsi energi keseluruhan adalah 104,92%, sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tingkat konsumsi energi termasuk dalam kategori normal (Depkes 1996). Tingkat konsumsi energi di atas 100% menunjukkan bahwa secara keseluruhan konsumsi energi lebih dari angka kecukupan energi berdasarkan AKG 2004. Tingkat konsumsi energi dikategorikan menjadi lima menurut Depkes (1996). Dikatakan defisit tingkat berat jika tingkat konsumsi energi kurang dari 70%, defisit tingkat sedang antara 70-79%, defisit tingkat ringan antara 80-89%, normal antara 90-119% dan lebih jika lebih dari 119%. Sebaran karyawan Produksi berdasarkan tingkat konsumsi energi dan pengkategoriannya menurut Depkes (1996) dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9 Sebaran Karyawan Produksi berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi menurut Kategori Depkes (1996) Defisit Defisit Defisit Normal Lebih Sub bagian berat sedang ringan Total n % n % n % n % n % Nabati 1 14,29 0 0 0 0 4 57,14 2 28,57 7 Param 1 3,23 5 16,13 0 0 8 25,81 17 54,84 31 JBL 1 7,69 3 23,08 1 7,69 3 23,08 5 38,46 13 Celep 2 6,89 2 6,89 4 13,79 16 55,17 5 17,24 29 Total 5 6,25% 10 12,5% 5 6,25% 31 38,75% 29 36,25% 80 Karyawan Produksi dengan tingkat konsumsi energi tergolong defisit berat persentasenya 6,25%, defisit tingkat sedang 12,5%, defisit tingkat berat 6,25%. Karyawan dengan tingkat konsumsi energi tergolong normal persentasenya berselisih tipis dengan tingkat konsumsi energi lebih, yaitu

masing-masing 38,75% normal dan 36,25% lebih. Pada sub bagian Nabati dan Celep, karyawan terbanyak termasuk dalam kategori tingkat konsumsi energi normal, yaitu 57,14% dan 55,17%. Pada sub bagian Param dan JBL karyawan terbanyak termasuk dalam kategori tingkat kecukupan energi lebih, yaitu masingmasing 54,84% dan 38,46%. Tingkat Konsumsi Zat Besi (Fe) Tingkat konsumsi zat besi diperoleh dengan menentukan konsumsi zat besi dan mengetahui angka kecukupan zat besi yang terdapat pada AKG 2004. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa rata-rata konsumsi zat besi karyawan Produksi secara keseluruhan adalah 14,60 mg/orang/hari. Penentuan angka kecukupan zat besi, tidak perlu menggunakan AKG koreksi seperti yang telah dilakukan sebelumnya pada angka kecukupan energi. Angka kecukupan zat besi langsung mengacu pada AKG 2004 untuk zat besi pada kelompok jenis kelamin dan umur tertentu. Angka kecukupan zat besi berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004 dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10 Angka Kecukupan Zat Besi berdasarkan AKG 2004 (WNPG VIII 2004) Pria Wanita 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun AKFe (mg) 13 13 13 26 26 12 Rata-rata tingkat konsumsi zat besi karyawan dari setiap sub bagian berkisar pada 90,99% hingga 133,12%. Secara keseluruhan rata-rata tingkat konsumsi karyawan Produksi adalah 100,92%. Nilai rata-rata tertinggi terdapat pada sub bagian Nabati (133,12%), sedangkan yang terendah terdapat pada sub bagian JBL (90,99%). Meskipun terendah, tingkat konsumsi zat besi pada JBL masih termasuk dalam tingkatan normal berdasarkan kategori menurut Gibson (2005). Tabel 11 menyajikan rata-rata konsumsi zat besi dan rata-rata tingkat konsumsi zat besi karyawan pada empat sub bagian produksi. Tabel 11 Rata-rata Konsumsi dan Tingkat Konsumsi Zat Besi Karyawan Produksi No Sub bagian Konsumsi Fe (mg/orang/hari) Tingkat Konsumsi Fe (%) 1 Nabati 17,09 133,12 2 Param 14,53 95,33 3 JBL 12,56 90,99 4 Celep 13,57 103,58 Rata-rata Total 14,60 100,92 Menurut Gibson (2005), untuk vitamin dan mineral dikategorikan menjadi normal dan defisit. Dikatakan normal jika tingkat konsumsinya lebih dari sama

dengan 77% (TK 77%) dan dikatakan defisit jika kurang dari 77% (TK < 77%). Sebaran karyawan Produksi berdasarkan kategori tingkat konsumsi zat besi menurut pengkategorian Gibson (2005) pada empat sub bagian produksi dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12 Sebaran Karyawan Produksi berdasarkan Kategori Tingkat Konsumsi Zat Besi menurut Kategori Gibson (2005) Tingkat Kecukupan Zat Besi (Fe) No Sub bagian Normal ( 77%) Defisit (< 77%) Total n % n % 1 Nabati 6 85,71 1 14,29 7 2 Param 17 54,84 14 45,16 31 3 JBL 8 61,54 5 38,46 13 4 Celep 22 75,86 7 24,14 29 Total 53 66,25 27 33,75 80 Sebesar 66,25% karyawan Produksi secara keseluruhan memiliki tingkat kosumsi zat besi normal dan selebihnya adalah defisit (33,75%). Jumlah karyawan dengan tingkat konsumsi zat besi tergolong normal yang terbanyak terdapat pada sub bagian Nabati yaitu 85,71% dan terendah pada sub bagian Param, yaitu 54,84%. Jumlah karyawan dengan tingkat konsumsi zat besi tergolong defisit terbanyak terdapat pada subbagian Param yaitu 45,16% dan terendah pada subbagian Nabati, yaitu 14,29%. Status Gizi Status gizi karyawan Produksi diukur berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat. Perhitungan IMT merupakan perbandingan antara berat badan (kg) terhadap kuadrat tinggi badannya (m 2 ). WHO (2007) mengkategorikan status gizi ke dalam tiga kategori utama, yaitu underweight, normal dan overweight, yang termasuk overweight yaitu at risk, obese I dan obese II. Seseorang dikatakan berstatus gizi underweight jika memiliki IMT <18,50, normal jika IMT 18,50-22,99 dan underweight jika IMT 23,00 (untuk status gizi at risk jika IMT 23,00-24,99, obese I jika IMT 25-30,00 dan obese II jika IMT >30,00). Tabel 13 berikut menyajikan sebaran status gizi karyawan pada empat sub bagian produksi yang diukur berdasarkan IMT dan pengkategoriannya menurut WHO (2007). Tabel 13 Sebaran Status Gizi Karyawan Produksi berdasarkan Kategori IMT menurut WHO (2007)

No Sub bagian Status Gizi Overweight Normal At risk Obese I Obese II n % n % n % n % n % Total 1 Nabati 0 0 2 28,57 0 0 4 57,14 1 14,29 7 2 Param 3 9,68 13 41,94 6 19,35 9 29,03 0 0 31 3 JBL 1 7,69 6 46,15 1 7,69 3 23,08 2 15,38 13 4 Celep 5 17,24 15 51,72 4 13,79 5 17,24 0 0 29 Total 9 11,25 36 45,00 11 13,75 21 26,25 3 3,75 80 Status gizi karyawan Produksi berdasarkan IMT menurut kategori WHO 2007 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan, 45% memiliki status gizi normal. Sementara itu, 26,25% berstatus gizi obese I, 13,75% at risk, 11,25% overweight dan 3,75% berstatus gizi obese II. Status gizi 57,14% karyawan pada sub bagian Nabati termasuk kategori obese I, sedangkan 28,57% normal dan 14,29% termasuk ketegori status gizi obese II. Pada sub bagian Param, 41,94% memiliki status gizi normal, selebihnya adalah obese I (29,03%), at risk (19,35%) dan overweight (9,68%). Karyawan pada sub bagian JBL yang memiliki status gizi normal jumlahnya 46,15%, obese I 23,08%, obese II 15,38%, overweight 7,69% dan status gizi at risk jumlahnya 7,69%. Pada sub bagian Celep, sebanyak 51,72% berstatus gizi normal, sedangkan status gizi overweight dan obese I masing-masing 17,24% dan at risk 13,75%. Produktivitas Kerja Produktivitas kerja pada penelitian ini diukur dengan melihat jumlah yang dihasilkan dalam sehari (output/hari). Selain itu juga diketahui jumlah absensi kerja karyawan Produksi atau jumlah hari tidak masuk kerja dalam sebulan terakhir. Pengukuran produktivitas berdasarkan output/hari dikategorikan menjadi tiga, yaitu jumlah output/hari di bawah rata-rata, sama dengan rata-rata dan di atas rata-rata setiap kelompoknya. Satuan jumlah output/hari dari sub bagian Nabati dinyatakan dengan jumlah gilingan yang mampu dilakukan oleh seorang karyawan dalam sehari (gilingan/orang/hari). Sub bagian Param terdiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok Mesin Aduk-Param, Cetak-Param dan Mesin Pack-Param. Satuan jumlah output/hari pada kelompok Mesin Aduk-Param dinyatakan dengan jumlah adukan yang mampu dilakukan oleh seorang karyawan dalam sehari (adukan/orang/hari). Pada kelompok Cetak-Param, satuan hasil jumlah output/hari dinyatakan dengan jumlah kepingan yang mampu dihasilkan oleh seorang karyawan dalam sehari (keping/orang/hari) dan pada kelompok Mesin Pack-Param dinyatakan dengan

jumlah kepingan jamu param yang mampu disachet oleh seorang karyawan dalam sehari (sachet/orang/hari). Sub bagian Jamu Bersalin Lengkap (JBL) teridiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok Persiapan 1-JBL, Persiapan 2-JBL dan Pack-JBL. Satuan hasil dari kelompok Persiapan-1 JBL dinyatakan dengan jumlah pil yang mampu dibungkus oleh seorang karyawan dalam sehari (bungkus/orang/hari). Pada kelompok Persiapan-2 JBL, satuan jumlah output/hari dinyatakan dengan jumlah kepingan bedak yang mampu dibungkus oleh seorang karyawan dalam sehari (bungkus/orang/hari) dan pada kelompok Pack-JBL dinyatakan dengan jumlah bungkusan jamu mampu dimasukkan ke dalam dus oleh seorang karyawan dalam sehari (dus/orang/hari). Sub bagian Celep terdiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok Pack-Celep, Mesin Pack-Celep dan kelompok Mesin Wrap-Celep. Satuan hasil jumlah output/hari pada kelompok Pack-Celep sama dengan satuan hasil pada kelompok Persiapan 1-JBL, yaitu bungkus/orang/hari. Begitu pula pada kelompok Mesin Pack-Celep, satuan hasil jumlah output/hari pada kelompok Mesin Pack-Celep sama dengan satuan hasil pada kelompok Mesin Pack- Param, yaitu sachet/orang/hari. Pada kelompok Mesin Wrap-Celep satuan jumlah output/hari dinyatakan dengan jumlah dus jamu mampu diwrap oleh seorang karyawan dalam sehari (dus/orang/hari). Sebaran karyawan Produksi berdasarkan produktivitas kerja yang diukur berdasarkan jumlah output/hari pada setiap sub bagian dan kelompok produksi dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran Karyawan Produksi menurut Produktivitas Kerja berdasarkan Jumlah Output/hari pada Setiap Kelompok Produksi No Di Bawah Sama dengan Di Atas Ratarata Sub Total Kelompok Rata-rata Rata-rata bagian n % n % n % 1 Nabati Nabati 4 57,14 0 0 3 42,86 7 2 Param Mesin Aduk-Param 2 40 0 0 3 60 5 Cetak-Param 14 66,67 0 0 7 33,33 21 Mesin Pack-Param 1 20 0 0 4 80 5 3 JBL Persiapan 1-JBL 0 0 5 100 0 0 5 Persiapan 2-JBL 1 25 0 0 3 75 4 Pack-JBL 0 0 4 100 0 0 4 4 Celep Pack-Celep 2 10,53 0 0 17 89,47 19 Mesin Pack-Celep 2 50 0 0 2 50 4 Mesin Wrap-Celep 0 0 6 100 0 0 6 Total 26 32,5 15 18,75 39 48,75 80 Secara keseluruhan sebanyak 48,75% karyawan Produksi menghasilkan jumlah output/hari di atas rata-rata kelompok, 32,5% di bawah rata-rata dan

18,75% menghasilkan jumlah output/hari sama dengan rata-rata kelompok. Lebih dari separuh (57,15%) karyawan pada sub bagian Nabati menghasilkan jumlah gilingan/orang /hari di bawah rata-rata. Sebanyak 60% karyawan pada kelompok Mesin Aduk-Param menghasilkan jumlah adukan/orang/hari di atas rata-rata, pada kelompok Cetak- Param sebanyak 66,67% menghasilkan jumlah kepingan/orang/hari di bawah rata-rata dan pada kelompok Mesin Pack-Param sebagian besar (80%) menghasilkan jumlah sachet/orang/hari di atas rata-rata. Semua pada kelompok Persiapan 1-JBL menghasilkan jumlah bungkus/orang/hari sama dengan rata-rata, pada kelompok Persiapan 2-JBL sebagian besar (75%) menghasilkan jumlah bungkus/orang/hari di atas rata-rata dan pada kelompok Pack-JBL semua menghasilkan jumlah dus/orang/hari sama dengan rata-rata. Sebagian besar (89,47%) karyawan pada kelompok Pack-Celep menghasilkan jumlah bungkus/orang/hari di atas rata-rata, pada kelompok Mesin Pack-Celep 50% menghasilkan jumlah sachet/orang/hari di bawah rata-rata dan 50% menghasilkan jumlah sachet/orang/hari di atas rata-rata dan pada kelompok Mesin Wrap-Celep semua karyawan menghasilkan jumlah dus/orang/hari sama dengan rata-rata kelompok. Pengukuran produktivitas kerja juga dapat dilihat dari jumlah hari tidak masuk kerja. Absensi atau jumlah hari tidak masuk kerja karyawan Produksi dalam sebulan terakhir dikategorikan menjadi empat, yaitu selalu masuk (0), tidak masuk 1-3 hari, tidak masuk 4-6 hari dan tidak masuk 7 hari dalam sebulan terakhir. Sebesar 63,75% karyawan Produksi selalu masuk dalam sebulan terakhir dan selebihnya tidak masuk selama 1-3 hari serta tidak ada yang tidak masuk kerja lebih dari 3 hari dalam sebulan terakhir tersebut. Pada sub bagian Nabati, karyawan yang tidak masuk kerja selama 1-3 hari dalam sebulan terakhir sebesar 14,29%, Param 54,84%, JBL 46,15% dan Celep 17,26%. Tabel 15 menyajikan sebaran karyawan Produksi berdasarkan jumlah absensi kerja (ketidakhadiran kerja) dalam sebulan terakhir pada empat sub bagian produksi. Tabel 15 Sebaran Karyawan Produksi berdasarkan Jumlah Absensi Kerja dalam Sebulan Terakhir No Sub bagian 0 (Selalu masuk) 1-3 hari Total

n % n % 1 Nabati 6 85,71 1 14,29 7 2 Param 14 45,16 17 54,84 31 3 JBL 7 53,85 6 46,15 13 4 Celep 24 82,76 5 17,24 29 Total 51 29 Karyawan Produksi yang pernah tidak masuk kerja dalam sebulan terakhir memiliki alasan penyebab tidak masuk kerja. Alasan tidak masuk kerja dikelompokkan menjadi tiga, yaitu karena sakit (S), izin (I) dan tanpa keterangan atau alpa n (A). Karyawan Produksi yang tidak masuk kerja berjumlah 29 orang. Tabel 16 berikut menyajikan sebaran karyawan Produksi berdasarkan alasan tidak masuk kerja dan persentasenya terhadap jumlah karyawan Produksi yang tidak masuk kerja dalam sebulan terakhir. Tabel 16 Sebaran Karyawan Produksi berdasarkan Alasan Tidak Masuk Kerja dan Persentasenya terhadap Jumlah Karyawan Produksi yang Tidak Masuk Kerja dalam Sebulan Terakhir Jumlah Sakit (S) Izin (I) Tanpa Keterangan (A) Total n 11 18 0 29 % 37,93% 62,07 0 100% Karyawan Produksi yang tidak masuk kerja dengan alasan sakit yaitu sebesar 37,93%, sedangkan selebihnya adalah yang tidak masuk kerja dengan alasan yang digunakan adalah izin. Tidak ada yang tidak memberikan alasan tidak masuk kerja atau dapat dikatakan tidak ada yang bolos kerja (tanpa keterangan). Hubungan Tingkat Konsumsi dan Status Gizi Tingkat konsumsi energi karyawan Produksi berhubungan dengan status gizi. Hasil uji korelasi Spearman menghasilkan nilai r=0.315 dan p<0.05. Hubungan ini menunjukkan semakin tinggi status gizi, semakin tinggi tingkat konsumsi energi. Sementara itu, hasil uji korelasi antara tingkat konsumsi zat besi dengan status gizi tidak menunjukkan adanya hubungan di antara kedua variabel tersebut. Karyawan Produksi dengan tingkat konsumsi energi dan status gizi normal jumlahnya paling tinggi di antara yang lainnya. Meskipun ada beberapa yang memiliki hubungan yang berlawan antara tingkat konsumsi energi dan status gizi (seperti pada tingkat konsumsi energi yang tergolong defisit tingkat berat tetapi status gizinya pre-obese dan pada status gizi lebih tetapi status gizinya masih ada yang kurus tingkat berat), namun secara umum tingkat konsumsi energi mempunyai hubungan yang searah dengan status gizi.

Perbaikan tingkat konsumsi energi membawa perbaikan pada status gizi karyawan Produksi. Namun, pada tingkat konsumsi energi yang lebih menyebabkan kegemukan (overweight, yaitu pre-obese hingga obese). Hal ini dikarenakan adanya kelebihan energi dalam jangka panjang disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak (IOM 2002 dalam WNPG 2004). Kelebihan cadangan energi dalam bentuk lemak ini menyebabkan terjadinya kegemukan. Seorang yang gemuk menggunakan lebih banyak energi untuk melakukan suatu pekerjaan daripada seorang yang kurus. Orang gemuk membutuhkan usaha lebih besar untuk menggerakkan berat badan tambahan (Almatsier 2003). Oleh karena itu, antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi saling berhubungan dan hal ini juga mempengaruhi produktivitas kerjanya. Hubungan Tingkat Konsumsi dan Produktivitas Kerja Tidak semua tingkat konsumsi karyawan pada semua kelompok produksi berhubungan dengan produktivitas kerjanya. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa hanya terdapat satu kelompok produksi yang memiliki hubungan antara tingkat konsumsi dengan output/hari, yaitu Mesin Aduk-Param. Pada kelompok ini, tingkat konsumsi zat besi dan produktivitas kerja menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p<0.01, r=0.975), artinya peningkatan tingkat konsumsi zat besi membawa peningkatan jumlah yang dihasilkan dalam sehari (output/hari). Hubungan tingkat zat besi dan produktivitas kerja berdasarkan jumlah output/hari karyawan pada kelompok Mesin Aduk- Param dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini. Tabel 17 Hubungan Tingkat Konsumsi Zat Besi (Fe) dan Produktivitas Kerja (output/hari) Karyawan pada Kelompok Mesin Aduk-Param Tingkat Konsumsi Zat Besi (%) 77 106 126 130 142 Output/hari (adukan/hari) 6 9 9 13 14 p=0.01 r=0.975 Hubungan antara tingkat konsumsi zat besi dengan produktivitas kerja karyawan pada sub bagian Param ini sangat signifikan. Almatsier (2003) menyebutkan bahwa salah satu fungsi zat besi adalah sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, selain itu juga fungsinya di dalam darah sebagai alat transportasi zat-zat gizi makanan ke seluruh jaringan tubuh. Tersedianya zat besi dalam darah dengan jumlah yang cukup akan membantu kelancaran proses penyaluran oksigen dan zat-zat gizi makanan ke seluruh jaringan tubuh, sehingga tubuh mempunyai kemampuan untuk melakukan berbagai aktivitas atau pekerjaan secara optimal.

Adanya ketersediaan zat besi di dalam darah dalam jumlah yang cukup merupakan dampak dari adanya tingkat konsumsi zat besi yang baik, tidak kekurangan dan tidak kelebihan. Menurut Widayani (2004) defisiensi besi dapat berakibat menurunkan produktivitas dan kapasitas fisik saat bekerja dan menurunkan imunitas seluler dan meningkatkan kesakitan (Widayani 2004), namun kelebihan zat besi dapat mengakibatkan mikroorganisme memanfaatkannya untuk pertumbuhan, sehingga penyakit yang diderita semakin parah (Wirakusumah 1999 dalam Wardani 2008). Oleh karena itu, tingkat konsumsi zat besi yang baik menyebabkan tingginya jumlah yang dihasilkan dalam sehari (output/hari), karena tersebut dapat menghasilkan barang lebih banyak dalam waktu yang sama dengan yang tingkat konsumsi zat besinya lebih rendah. Hubungan tingkat konsumsi juga diuji dengan absensi kerja (ketidakhadiran kerja) dalam sebulan terakhir. Hasil uji korelasi memperlihatkan tidak adanya hubungan di antara kedua variabel tersebut, baik antara tingkat konsumsi energi dengan jumlah absensi kerja maupun antara tingkat konsumsi zat besi dengan jumlah absensi kerja. Hubungan Status Gizi dan Produktivitas Kerja Hubungan antara status gizi dengan produktivitas kerja yang diukur berdasarkan jumlah output/hari juga diuji dengan uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan jumlah output/hari. Hal ini disebabkan karena pengukuran terhadap jumlah output/hari hanya dihitung pada saat pengambilan data, sedangkan status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama (Suhardjo 1985). Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Status gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya konsumsi pangan, aktivitas dan infeksi, namun aktivitas dan infeksi tidak diteliti dalam penelitian ini. Status gizi pada penelitian ini diukur berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa nilai IMT dipengaruhi oleh tingkat konsumsi energi dengan nilai R Square 0.172. Hal ini berarti bahwa tingkat konsumsi energi mempengaruhi IMT sebesar 17,2%, sedangkan (100-17,2)% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Sementara itu, nilai IMT tidak dipengaruhi oleh faktor tingkat konsumsi zat besi.

Almatsier (2003) menyebutkan bahwa kekurangan energi dapat menyebabkan penurunan berat badan pada orang dewasa, sehingga tingkat konsumsi energi dapat mempengaruhi status gizi (yang diukur berdasarkan IMT) seperti pada penelitian ini. Sementara itu, tingkat konsumsi zat besi tidak mempengaruhi status gizi secara langsung seperti pengaruh tingkat konsumsi energi terhadap status gizi (IMT). Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya latar belakang pendidikan dan latihan, alat-alat produksi dan teknologi, value system yaitu nilai-nilai atau pranata sosial masyarakat (ikatan kekeluargaan, mobilitas, motivasi), iklim pekerja, derajat kesehatan dan gizi dan tingkat upah minimal yang berlaku (Ravianto 1985b). Uji regresi dilakukan untuk menguji pengaruh tingkat konsumsi energi dan zat besi dan status gizi (IMT) terhadap produktivitas kerja, baik pengukuran dengan jumlah output/hari maupun dengan absensi dalam sebulan terakhir. Hasil uji regresi memperlihatkan bahwa status gizi (yang diukur dengan IMT) mempengaruhi jumlah output/hari pada kelompok Mesin Aduk Param dengan nilai R Square sebesar 0,838. Artinya, IMT mempengaruhi jumlah output/hari sebesar 83,8% dan (100-83,8)% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Sementara itu, output/hari tidak dipengaruhi oleh tingkat konsumsi energi dan zat besi pada semua kelompok produksi dan jumlah absensi dalam sebulan terakhir juga tidak dipengaruhi oleh tingkat konsumsi dan IMT pada semua kelompok produksi. Uji korelasi Spearman dengan uji regresi antara output/hari dengan tingkat konsumsi zat besi memiliki hasil yang berbeda. Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat konsumsi zat besi dengan output/hari dan tidak ada hubungan antara status gizi (IMT) dengan output/hari, sedangkan hasil uji regresi menunjukkan bahwa output/hari tidak dipengaruhi oleh tingkat konsumsi zat besi tetapi dipengaruhi oleh status gizi (IMT). Kemungkinan hal ini bisa terjadi karena kedua uji ini berbeda. Data yang diinput pada uji Spearman dikategorikan, sedangkan pada uji regresi tidak dikategorikan (data mentah).