PRODUKSI DEKSTRIN UBIKAYU MELALUI METODE GELATINISASI SEBAGIAN MENGGUNAKAN ROTARY DRUM

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Pilot. Plant, dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.

Aplikasi Dekstrin Ubi Kayu Metode Pragelatinisasi Parsial Pada Produk Cassava Stick

Karakteristik Dekstrin dari Pati Ubi Kayu yang Diproduksi dengan Metode Pragelatinisasi Parsial

Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Modifikasi

BAB III MATERI DAN METODE. Kimia dan Gizi Pangan, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2013 dilaporkan sebesar ton

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

ABSTRAK. Kata kunci : ampas padat brem, hidrolisis, H 2 SO 4, gula cair

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

USUL UBER HKI METODE PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG MODIFIKASI DENGAN CARA PENGGILINGAN BASAH DAN PEMANASAN

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan THP

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan

Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung Jln. Soekarno Hatta no.10, Rajabasa Bandar Lampung. Telp. (0721) ) ABSTRACT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN

Mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3,4

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Teknologi

SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PATI SAGU (Metroxylon sago Rottb.) MODIFIKASI KIMIA DENGAN PERLAKUKAN SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2017 di

METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA

III. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Pertanian Jurusan

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Optimasi Proses Pembuatan Bubuk (Tepung) Kedelai

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

PENGARUH WAKTU PENGUKUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KACANG MERAH HASIL PENYANGRAIAN SKRIPSI OLEH: NOVITA KRISTANTI

III. BAHAN DAN METODE. laboratorium Biomassa, laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

3 METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. empat di dunia. Ubi jalar merupakan salah satu sumber karbohidrat dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

PRODUKSI DEKSTRIN DARI UBI JALAR ASAL PONTIANAK SECARA ENZIMATIS

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

PENGGUNAAN TEPUNG SAGU SEBAGAI PENGENTAL (THICKENER) PADA THICK TOMATO KETCHUP PROPOSAL SKRIPSI OLEH : SHERLY

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

METODOLOGI PENELITIAN

KARAKTERISASI TEPUNG KASAVA YANG DIMODIFIKASI DENGAN BAKTERI SELULOLITIK SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK MIE DAN BISKUIT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar mengandung karbohidrat sebanyak 27,9 g yang dapat menghasilkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 di. Laboratorium Terpadu Universitas Diponegoro, Semarang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT 1. BAHAN 2. ALAT C. TAHAPAN PENELITIAN 1. PENELITIAN PENDAHULUAN III.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

BAB III BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar ungu (Ipomea batatas L. Poir) mengandung antosianin yang bermanfaat

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

III. METODOLOGI PENELITIAN

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang banyak mengandung pati

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Hasil Pertanian dan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

METODOLOGI PENELITIAN

3. Metodologi Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Karakteristik menir segar Karakteristik. pengujian 10,57 0,62 0,60 8,11 80,20 0,50 11,42 18,68.

KARAKTERISTIK SIFAT FUNGSIONAL KACANG MERAH REBUS DENGAN VARIASI WAKTU PEREBUSAN SKRIPSI OLEH: RICHARD WANG

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEPUNG KORO PEDANG (Canavalia ensiformis) TERMODIFIKASI DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM LAKTAT DAN LAMA PERENDAMAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

Transkripsi:

Produksi Dekstrin Ubi Kayu Surfiana et al PRODUKSI DEKSTRIN UBIKAYU MELALUI METODE GELATINISASI SEBAGIAN MENGGUNAKAN ROTARY DRUM [The production of dextrin from cassava starch processed through partial gelatinization using rotary drum] Surfiana 1), Siti Nurdjanah 2), Nurbani Kalsum 1) dan Liana Verdini 3) 1) Dosen Program Sudi Teknologi Pangan, Politeknik Negeri Lampung 2) Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 3) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung ABSTRACT Diterima : 3 Januari 2013 Disetujui : 3 Februari 2013 Korespondensi Penulis : nurdjanah_thp@unila.ac.id This research was aimed to obtain the optimum condition and characteristics of dextrin processed from tapioca(cassava starch) by using partial gelatinization using drum dryer. This experiment was arranged in randomized compelete block design with three factors and three replications. The first factor was (V) cassava varieties, which consisted of Cassesart/UJ-5 (V1) and Thailand/UJ-3 (V2). The second factor (K) was the concentration which consisted of three levels : 30 % (K1), 35 % (K2), and 40 % (K3). The third factor (T) was the temperature of the partial gelatinization which consisted of three temperature levels that were 80 o C (T1), 90 o C(T2), and 100 o C(T3). Characterization was conducted on dextrin processed from tapioca included chemical and physical characteristics (water absorption, and water solubility). The results showed that the varieties of cassava, concentration, and temperature have significant effect on dextrin saccharide composition, solubility in water, and swelling power. Thailand variety, 35 % concentration, and processing temperature of 90 o C produced dextrin with better functional characteristics, which were 24 % of dextrin composition, 77,15 % of solubility, and 6,89 % of swelling power. Key words : Cassava, dextrin, parsial gelatinazation, rotary drum. PENDAHULUAN Dekstrin merupakan salah satu pensubtitusi pati, terutama pada pengolahan aneka produk makanan ringan (snack food). Data Badan Pusat Statistik (2009), menunjukkan bahwa volume impor dekstrin Indonesia tahun 2006 sejumlah 36,7 ton senilai US$ 21.791.938 dan meningkat pada tahun 2007 menjadi sejumlah 39,3 ton dengan nilai impor mencapai US$ 26.209.257. Dekstrin dapat diproduksi dari pati ubikayu secara fisik, kimia dan enzimatis. Salah satu metode fisik untuk memproduksi dekstrin dari pati ubi kayu adalah proses gelatinisasi sebagian. Proses 28 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013

Surfiana et al Produksi Dekstrin Ubi Kayu gelatinisasi sebagian adalah proses modifikasi pati secara fisik menggunakan metode pemanasan pada suhu di atas titik gelatinisasi. Pati tapioka atau pati ubi kayu memiliki kisaran suhu gelatinisasi 52-64 o C (Kearsley dan Dziedzic, 1995). Pemanasan di atas suhu gelatinisasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat rotary drum. Proses modifikasi pati secara fisik menjadi dekstrin menggunakan metode gelatinisasi sebagian dengan menggunakan alat rotary drum merupakan teknologi yang relatif sederhana dan dapat diterapkan oleh masyarakat. Penelitian lebih lanjut diperlukan dalam rangka mengoptimasi metode gelatinisasi sebagian untuk memproduksi dekstrin dari pati ubi kayu. Menurut Daramola dan Osanyinlusi (2006), proses modifikasi pati dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran partikel, temperatur, waktu reaksi, dan perbandingan berat air terhadap pati. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pati adalah perbandingan berat air terhadap pati. Tingkat perbandingan yang terlalu besar akan menimbulkan pemborosan penggunaan pelarut (air), sedangkan perbandingan yang terlalu kecil dapat menyebabkan pengendapan pati. Hidayat et al. (2009), melaporkan bahwa aplikasi proses gelatinisasi sebagian pada pembuatan dekstrin ubikayu modifikasi akan merubah karakteristik suhu gelatinisasi maksimum dekstrin ubi kayu dari 75,0 o C menjadi 87,0 o C. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkankondisi proses produksi dekstrin dari ubikayu yang optimum secara gelatinisasi sebagian menggunakan rotary drum dan mendapatkan karakteristik dekstrin yang dihasilkan dengan metode gelatinisasi sebagian. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan standar Tyler 80 mesh, mesin pemarut, alat penepung tipehummer Mill, rotary drum, dan high performance liquid chromatography. Bahan-bahan yang digunakan adalah ubikayu varietasthailand/uj-3 dan Cassesart/UJ-5 berumur 8 bulan yang diperoleh dari petani di Balai Benih Induk Tegineneng, Kabupaten Pesawaran dan air. Bahan-bahan kimia yang dibutuhkan antara lain adalah bahan-bahan kimia untuk keperluan pengujian komposisi kimia dan pengujian sifat-sifat fungsional dekstrin. Metode Penelitian Penelitian ini disusun secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama (V) adalah varietas ubikayu, yang terdiri darivarietas Cassesart/UJ-5 (V1) dan Thailand/UJ-3 (V2). Faktor kedua (K) adalah konsentrasi yang terdiri dari 3 taraf konsentrasi yang terdiri dari konsentrasi 30% (K1), 35% (K2), dan 40% (K3). Faktor ketiga (T) adalah suhu pemanasan gelatinisasi sebagian yang terdiri dari 3 taraf suhu pemanasan yang terdiri dari suhu 80 o C (T1), 90 o C (T2), dan 100 o C (T3). Data dianalisis dengan sidik ragam untuk mendapat penduga ragam galat dan data dianalisis lebih lanjut dengan uji Duncan (DNMRT). Semua pengujian dilakukan pada taraf 1% dan 5%. Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013 29

Produksi Dekstrin Ubi Kayu 1. Persiapan Ubikayu segar varietas Thailand/UJ-3 dan Cassesart/UJ-5 berumur 8 bulan (Jenis ubikayu yang memiliki kandungan HCN tinggi), proses pengupasan kulit, pencucian umbi dan pengecilan ukuran menggunakan mesin pemarut (Gambar 1). 2. Proses ekstraksi pati ubikayu Proses ekstraksi pati dilakukan dengan mengencerkan hasil parutan singkong dengan penambahan air (1 : 10) dan pengepresan menggunakan kain saring, dilanjutkan dengan pengendapan selama 24 jam (Gambar 1). 3. Proses pengeringan menggunakan alat pengeringkabinet sampai mencapai kadar air 10 %, selanjutnya dilakukan pengecilan ukuran menggunakan Hummer Mill sehingga menghasilkan pati yang memiliki ukuran seragam (Gambar 1). 4. Proses gelatinisasi sebagian Proses gelatinisasi sebagian dilakukan dengan cara membuat suspensi pati (diperoleh konsentrasi 30%, 35%, dan 40%) dan pemanasan suspensi pati (menggunakan rotary drum pada suhu di atas titik gelatinisasi (80 o C, 90 o C, dan 100 o C) selama 90 menit. Untuk setiap satuan percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali (Gambar 2). Surfiana et al 5. Proses pengeringan dan penggilingan dekstrin Dekstrin yang telah diproses selanjutnya dikeringkan menggunakan alat pengering cabinet pada suhu 60 o C selama 20-25 menit, penepungan menggunakan alat penepung Hummer Mill, dan pengayakan menggunakan ayakan Tyler 80 mesh. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap karakteristik dekstrin meliputi komposisi dekstrin menggunakan metode HPLC, kelarutan dekstrin dalam air, dan daya serap air dekstrin. Pengujian Komposisi Dekstrin Metode HPLC Pengujian komposisi dekstrin dilakukan dengan metode HPLC, berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Hidayat (2003) menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan metode reversed phase chromatography menggunakan fase diam non polar (senyawa C-18 yang diikat pada silika), dan fase mobil air. Adapun spesifikasi alat dan kondisi operasional pengujian dapat dilihat pada Tabel 1. 30 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013

Surfiana et al Produksi Dekstrin Ubi Kayu Ubi Kayu Segar Pengupasan Kulit Pencucian Pemarutan Pengenceran (1:10) Penyaringan Filtrasi Ampas Pengendapan selama 8 jam Pemisahan Air Pati Basah Pengeringan (sampai KA ± 10%) Pengayakan (80 mesh) Pati Ubi Kayu Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Pati Ubi Kayu Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013 31

Produksi Dekstrin Ubi Kayu Surfiana et al Pati Ubi Kayu Pencampuran Air kran Suspensi Pati (Konsentrasi 30%,35%,40%) Pemanasan dengan rotary drum (T 80 o C,90 o C,100 o C selama 90 menit) Pengeringan dengan kabinet dryer Pengayakan (Ayakan Tyler 80 mesh) Dekstrin Pengamatan Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Dekstrin Tabel 1. Kondisi operasional pengujian komposisi maltodekstrin dengan HPLC Kolom Supercosil LC-18, ukuran 15cm x 4,6 mm dengan besar partikel silika 15 mikron. Eluen Air (aquades) Volume Injeksi 20 µ l Detector Indeks Refraksi (Biorad) Integrator Chromatopac model CR 3 A (Shimadzu) Instrumen HPLC model LC 4 A (Shimadzu) 32 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013

Surfiana et al Identifikasi jenis senyawa sakarida pada kromatograf dilakukan berdasarkan waktu retensi dengan menggunakan senyawa glukosa, maltosa, maltotetraosa, dan maltooligosakarida standar sebagai pembanding. Metode kuantifikasi sakarida selama penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu metode normalisasi area (digunakan untuk memilih perlakuan terbaik), dan metode standar eksternal dengan menggunakan kurva kalibrasi (digunakan pada karakterisasi kimia perlakuan terbaik). Tahap persiapan sampel dalam pengujian komposisi dekstrin dilakukan dengan cara menyiapkan 10 gram sampel dekstrin dan melarutkannya dalam 250 ml aquabidest. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Selanjutnya hasil saringan disaring kembali menggunakan membran selulosa ukuran 0,2 µ. Sampel dekstrin kemudian diinjeksikan atau disuntikkan pada kolom HPLC. Produksi Dekstrin Ubi Kayu Kelarutan dalam Air dan Daya Serap Air (Swelling Power) Tahap pengujian terhadap kelarutan dalam air, daya pembengkakan (swelling power) dilakukan menurut metode yang dikembangkan oleh Torucco- Uco dan Betancur-Ancona (2007) dengan sedikit modifikasi yaitu suspensi pati (1% b/v) sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam 15 ml tabung sentrifuse yang berat kosongnya telah ditimbang. Tabung beserta isinya dipanaskan pada suhu 70, 80, dan 90 o C dalam waterbath masingmasing selama 30 menit. Kemudian suspensi disentrifuse pada 300 rpm selama 15 menit, supernatan dipisahkan dan granula yang membengkak ditimbang. Supernatan sebanyak 5 ml dituang ke dalam cawan petri untuk dikeringkan dalam oven konvensional pada suhu 120 o C selama 4 jam sampai berat konstan. Persentasi kelarutan dalam air dan swelling power dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kelarutan (%) = Berat kering cawan X 10 ml x 100% Berat sampel X 5 ml Swelling Power = Berat granula yang membengkak x 100% Berat sampel X (100% - kelarutan) HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia Ubi Kayu Segar Hasil analisis komposisi kimia ubi kayu segar varietas Casssesart dan varietas Thailand bahwa varietas Thailand dibandingkan varietas Casssesart, memiliki kadar air yang lebih tinggi (62,0985 % berbanding 62,0463 %) dan kadar pati yang lebih tinggi (31,11% berbanding 24,11%) (Tabel 2) Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013 33

Produksi Dekstrin Ubi Kayu Surfiana et al Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia ubi kayu segar varietas Casssesart dan varietas Thailand No Komposisi Varietas Casessart Thailand 1 Air (%) 62,0463 62,0985 2 Abu (%) 0,2708 0,2761 3 Serat (%) 0,2415 0,2559 4 Lemak (%) 0,0523 0,0896 5 Protein (%) 4,3648 4,0251 6 Karbohidrat (%) 33,0243 33,2548 7 Kadar pati (%) 24,11 31,11 8 HCN (ppm) 138,76 145,52 9 Rasio amilosa-amilopektin (%) 29,24 : 70,76 29,24 : 70,76 Karakteristik Kimia (Komposisi Dekstrin) Hasil pengamatan menunjukkan nilai komposisi dekstrin meningkat pada perlakuan suhu pemanasan 90 o C untuk setiap varietas dan konsentrasi perlakuan yang diterapkan. Berdasarkan nilai analisis sidik ragam, nilai komposisi dekstrin berkisar antara 8,76 % - 24 % dengan nilai kandungan dekstrin tertinggi (24 %) diperoleh dari pati ubi kayu varietas Thailand (V2) pada konsentrasi 35 % dan suhu pemanasan 90 o C sedangkan nilai terendah diperoleh dari pati ubi kayu varietas Cassesart (V1) pada konsentrasi 40 % dan suhu pemanasan 100 o C (Gambar 3). Nilai komposisi dekstrin yang lebih tinggi dari pati ubi kayu varietas Thailand (V2) ini dilihat dari hasil pengujian komposisi kimia ubi kayu segar yang berkaitan dengan kandungan patinya yang lebih tinggi (31,11 %) dibandingkan ubi kayu varietas Cassesart (V1) (24,11 %). Semakin tinggi hasil pati ubikayu yang dihasilkan dari ubikayu segar maka pati yang berubah menjadi dekstrin akan meningkat. Adanya perbedaan komposisi dekstrin antar perlakuan ini sangat dipengaruhi oleh varietas ubikayu, konsentrasi dan suhu pemanasan yang berbeda (Hidayat, 2009). Semakin tinggi konsentrasi pati yang digunakan maka semakin tinggi pati yang terkonversi menjadi dekstrin (Sriroth, 1999). Menurut Winarno (1984), suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Kisaran pati ubi kayu berkisar antara 52-64 o C. Pada Gambar 3, terlihat kecenderungan meningkatnya nilai dekstrin pada perlakuan suhu pemanasan pada suhu 90 o C (T2) dibandingkan perlakuan suhu pemanasan 80 o C (T1) dan suhu pemanasan 100 o C (T3). Selain perlakuan suhu pemanasan, perlakuan konsentrasi juga terlihat kecenderungan meningkatnya nilai dekstrin pada konsentrasi 35 % (K2) dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi 30 % (K1) dan konsentrasi 40 % (K3). 34 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013

Surfiana et al Produksi Dekstrin Ubi Kayu Dekstrin (%) 25 23 21 19 17 15 13 11 9 7 5 K1T1 K1T2 K1T3 K2T1 K2T2 K2T3 K3T1 K3T2 K3T3 Perlakuan CASSESART THAILAND Gambar 3. Hasil pengujian dekstrin ubi kayu varietas Cassesart dan varietas Thailand pada berbagai perlakuan konsentrasi dan suhu pengeringan Keterangan : Perlakuan K1T1 : Konsentrasi 30%, suhu gelatinisasi sebagian 80 o C Perlakuan K1T2 : Konsentrasi 30%, suhu gelatinisasi sebagian 90 o C Perlakuan K1T3 : Konsentrasi 30%, suhu gelatinisasi sebagian 100 o C Perlakuan K2T1 : Konsentrasi 35%, suhu gelatinisasi sebagian 80 o C Perlakuan K2T2 : Konsentrasi 35%, suhu gelatinisasi sebagian 90 o C Perlakuan K2T3 : Konsentrasi 35%, suhu gelatinisasi sebagian 100 o C Perlakuan K3T1 : Konsentrasi 40%, suhu gelatinisasi sebagian 80 o C Perlakuan K3T2 : Konsentrasi 40%, suhu gelatinisasi sebagian 90 o C Perlakuan K3T3 : Konsentrasi 40%, suhu gelatinisasi sebagian 100 o C Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan penelitian yang diterapkan (baik varietas, konsentrasi, suhu pemanasan maupun interaksi antar perlakuan) berbeda nyata terhadap jumlah dekstrin ubi kayu yang dihasilkanpada taraf nyata 5 %. Hasil Uji Duncan (DNMRT), nilai komposisi dekstrin ubi kayu varietas Thailand (V2) dengan perlakuan konsentrasi 35 % (K2) dan suhu pemanasan 90 o C (T2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 35 % (K2) dan suhu pemanasan 100 o C (T3) serta dengan perlakuan konsentrasi 40 % (K3) dan suhu pemanasan 90 o C (T2). Nilai komposisi dekstrin ubi kayu varietas Cassesart (V1) dengan perlakuan konsentrasi 35 % (K2) dan suhu pemanasan 90 o C (T2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi 30 % (K1) dan suhu pemanasan 80 o C (T1), perlakuan konsentrasi 35% (K2) dan suhu pemanasan 80 o C (T1) serta perlakuan konsentrasi 40% (K3) dan suhu pemanasan 100 o C (T3) dengan pada taraf nyata 5 %. Karakteristik Fisik Dekstrin Ubi Kayu Kelarutan Dalam Air Berdasarkan nilai analisis sidik ragam, hasil pengamatan antara varietas Cassesart dan Thailand dengan suhu pemanasan dekstrin ubi kayu berkisar 47,49 53,97 % (Gambar 4). Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013 35

Produksi Dekstrin Ubi Kayu Surfiana et al 56 Kelatrutan (%) 54 52 50 48 46 Cassesart Thailand 70 80 90 Suhu Pemanasan ( C) Gambar 4. Hasil pengujian kelarutan dalam air dekstrin ubi kayu pada dua perlakuan varietas ubi kayu (Cassesart dan Thailand) dengan berbagai suhu pemanasan Varietas ubi kayu Thailand memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Cassesart. Peningkatan suhu pemanasan meningkatkan nilai kelarutan dekstrin ubi kayu dalam air. Berdasarkan nilai analisis sidik ragam, hasil pengamatan pada tiga perlakuan konsentrasi (30%, 35%, dan 40%) dengan berbagai suhu pemanasan, kelarutan dekstrin ubi kayu berkisar antara 37,64 65,34 % (Gambar 5). Perlakuan konsentrasi 35 % memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi 30 % dan 40 %. Semakin tinggi suhu pemanasan nilai kelarutan dekstrin akan mengalami peningkatan. Kecenderungan yang terlihat, semakin tinggi peningkatan konsentrasi maka akan mengalami peningkatan kelarutan dalam air. Kelarutan (%) 67 63 59 55 51 47 43 39 35 70 80 90 Suhu Pemanasan ( C) Konsentrasi 30% Konsentrasi 35% Konsentrasi 40% Gambar 5. Hasil pengujian kelarutan dalam air dekstrin ubi kayu pada tiga perlakuan konsentrasi (30%, 35%, dan 40%) dengan berbagai suhu pemanasan 36 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013

Surfiana et al Berdasarkan nilai analisis sidik ragam, hasil pengamatan pada tiga perlakuan suhu pemanasan gelatinisasi sebagian dengan berbagai suhu Produksi Dekstrin Ubi Kayu pemanasan, kelarutan dekstrin dalam air berkisar antara 38,11 60,77 % (Gambar 6). Kelarutan (%) 64 60 56 52 48 44 40 36 70 80 90 Suhu Pemanasan ( C) Suhu 80oC Suhu 90oC Suhu 100oC Gambar 6. Hasil pengujian kelarutan dalam air dekstrin ubi kayu pada tiga perlakuan suhu pemanasan gelatinisasi sebagian (80 o C, 90 o C, dan 100 o C) dengan berbagai suhu pemanasan Dekstrin dengan perlakuan suhu pemanasan gelatinisasi sebagian pada suhu 90 o C memiliki kelarutan dalam air yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pemanasan 80 o C dan 100 o C. Semakin tinggi suhu pemanasan nilai kelarutan dekstrin ubi kayu akan mengalami peningkatan. Kecenderungan yang terlihat, semakin tinggi peningkatan suhu pemanasan maka akan mengalami peningkatan kelarutan dalam air. Berdasarkan analisis sidik ragam, nilai kelarutan dekstrin dalam air pada perlakuan varietas, konsentrasi, suhu pemanasan gelatinisasi sebagian serta interaksinya berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Hasil Uji Duncan (DNMRT), nilai kelarutan dekstrin ubi kayu dalam air untuk varietas Thailand (V2) dengan perlakuan konsentrasi 35 % (K2) dan suhu pemanasan 90 o C (T2) tidak berbeda nyata dengan nilai kelarutan dekstrin ubi kayu varietas Thailand (V2) dengan perlakuan konsentrasi 40 % (K3) dan suhu pemanasan 90 o C (T2) serta ubi kayu varietas Thailand (V2) dengan perlakuan konsentrasi 35 % (K2) dan suhu pemanasan 100 o C (T3). Nilai kelarutan dalam air dekstrin ubi kayu varietas Cassesart (V1) dengan perlakuan konsentrasi 35 % (K2) dan suhu pemanasan 90 o C (T2) tidak berbeda nyata dengan nilai kelarutan dekstrin ubikayu dengan perlakuan konsentrasi 30 % (K1) dan suhu pemanasan 80 o C (T1), perlakuan konsentrasi 35 % (K2) dan suhu pemanasan 80 o C (T1) serta dengan perlakuan konsentrasi 40 % (K3) dan suhu pemanasan 100 o C (T3 ) pada taraf nyata 5 %. Karakteristik kelarutan pati dan produk-produk turunannya berkaitan dengan panjang polimer pati. Menurut Kearsley dan Dziedzic (1995), semakin pendek polimer rantai pati maka akan semakin tinggi kelarutannya. Pati apabila dipanaskan dalam air yang berlebih, ikatan Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013 37

Produksi Dekstrin Ubi Kayu hidrogen yang menstabilkanstruktur pati putus dan digantikan dengan ikatan hidrogen antara pati dan air. Hal tersebut yang menyebabkan granula pati mengembang dan memudahkannya untuk larut di dalam air (Azeez, 2005). Apabila dibandingkan dengan pati asal, dekstrin (salah satu produk turunan pati) memiliki kelarutan dalam air yang lebih tinggi dan kekentalan yang lebih rendah. Tingkat kelarutan dalam air tinggi menunjukkan Surfiana et al jumlah dekstrin yang tinggi (Hidayat, 2009). Daya Serap Air (Swelling Power) Berdasarkan nilai analisis sidik ragam, hasil pengamatan daya serap air antara varietas Cassesart dan Thailand dengan suhu pemanasan waterbath yang berbedadekstrin ubi kayu berkisar antara 8,20 15,05 % (Gambar 7). Daya Serap (%) 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 70 80 90 Suhu Pemanasan ( C) Cassesart Thailand Gambar 7. Hasil pengujian swelling power (daya serap air)dekstrin ubi kayu pada dua perlakuan varietas ubi kayu (Cassesart dan Thailand) dengan berbagai suhu pemanasan Gambar 7 menunjukkan varietas ubi kayu varietas Thailand memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Cassesart. Semakin tinggi suhu pemanasan nilai daya serap air dekstrin ubi kayu akan mengalami peningkatan. Berdasarkan nilai analisis sidik ragam, hasil pengamatan pada tiga perlakuan konsentrasi (30%, 35%, dan 40%) dengan berbagai suhu pemanasan, kelarutan dekstrin ubi kayu berkisar antara 4,17 11,83 % (Gambar 8). 38 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013

Surfiana et al Produksi Dekstrin Ubi Kayu Daya Serap (%) 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 70 80 90 Konsentrasi 30% Konsentrasi 35% Konsentrasi 40% Suhu Pemanasan ( C) Gambar 8. Hasil pengujian swelling power (daya serap air)dekstrin ubi kayu pada tiga perlakuan konsentrasi (30%, 35%, dan 40%) dengan berbagai suhu pemanasan Pada konsentrasi 30% menunjukkan bahwa konsentrasi 30% memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 35% dan 40 %. Semakin tinggi suhu pemanasan nilai daya serap air dekstrin ubi kayu akan mengalami peningkatan.kecenderungan yang terlihat, semakin tinggi peningkatan konsentrasi maka akan mengalami peningkatan daya serap air. Berdasarkan nilai analisis sidik ragam, hasil pengamatan daya serap air dekstrin pada berbagai suhu pengeringan dengan suhu pemanasan dekstrin ubi kayu berkisar antara 5,18 10,35% (Gambar 9). Daya Serap (%) 11 10 9 8 7 6 5 4 70 80 90 Suhu Pemanasan ( C) Suhu 80oC Suhu 90oC Suhu 100oC Gambar 9. Hasil pengujian swelling power (daya serap air)dekstrin ubi kayu pada tiga perlakuan suhu pemanasan gelatinisasi sebagian (80 o C, 90 o C, dan 100 o C) dengan berbagai suhu pemanasan Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013 39

Produksi Dekstrin Ubi Kayu o C Pada suhu pengeringan 80 menunjukkan bahwa suhu pengeringan 80 o C memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pengeringan 90 o C dan 100 o C Semakin tinggi suhu pemanasan nilai daya serap air dekstrin ubi kayu akan mengalami peningkatan.kecenderungan yang terlihat, semakin tinggi peningkatan suhu pemanasan maka akan mengalami peningkatan daya serap air. Berdasarkan analisis sidik ragam, menunjukkan bahwa nilai daya serap air dekstrin pada perlakuan varietas, konsentrasi, suhu pemanasan gelatinisasi sebagian serta interaksinya berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Hasil Uji Duncan (DNMRT), nilai nilai daya serap air dekstrin ubi kayu varietas Thailand (V2) pada konsentrasi 30% (K1) dan pemanasan pada suhu 80 o C (T1) berbeda nyata dengan nilai daya serap air dekstrin dengan ubi kayu varietas Thailand (V2) pada konsentrasi 35 % (K2) dan suhu pemanasan 100 o C (T3), konsentrasi 40 % (K3) dan suhu pemanasan 90 o C (T2), dan konsentrasi 40 % (K3) dan suhu pemanasan 100 o C (T3), serta varietas Cassesart (V1) perlakuan konsentrasi 30 % (K1) dan suhu pemanasan 100 o C (T3). Proses gelatinisasi terjadi apabila pati mentah dimasukan kedalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak, tetapi jumlah air yang diserap dan pembengkakannya terbatas. Gelatinisasi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses hidrolisis/liquifikasi, dimana suspensi pati harus tergelatinisasi. Bila konsentrasi pati tinggi maka akan sulit tersuspensi dengan baik sehingga selama proses gelatinisasi terjadi pengendapan partikel-partikel pati Surfiana et al oleh karena itu proses gelatinisasi ini dapat dilakukan dengan membuat bubur pati dengan konsentrasi antara 25-40 % padatan kering (Winarno, 1996). Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan antar molekul penyusun pati. Dengan masuknya air ke dalam molekul pati, ikatan antar molekul pati melemah sehingga nilai swelling power pati lebih tinggi dibandingkan pati alami menunjukkan bahwa semakin kecil perbandingan pati dan air maka nilai swelling power dan nilai kelarutan semakin besar. Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu komponen penyusun pati. Semakin lama waktu proses mengakibatkan semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut menyebabkan kenaikan swelling power (Sasaki dan Matsuki, 1998 dalam Artiani, 2007). Hasil penelitian Hidayat et al (2009) juga menunjukkan bahwa tepung ubi kayu metode gelatinisasi sebagian memiliki karakteristik daya serap air dan kelarutan dalam air yang lebih meningkat dibandingkan tepung ubi kayu asal. Nilai daya serap air dan kelarutan dalam airyang lebih tinggi dengan telah terhidrolisnya pati dan terbentuknya komponen yang lebih sederhana dalam bentuk dekstrin. Menurut Marchal et al (1999) produk turunan pati memiliki daya serap air dan kelarutan dalam air yang lebih meningkat dibandingkan pati asal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses produksi dekstrin ubi kayu metode gelatinisasi sebagian, perlakuan perbedaan varietas ubi kayu, 40 Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013

Surfiana et al Produksi Dekstrin Ubi Kayu konsentrasi, dan suhu pemanasan gelatinisasi sebagianberpengaruh nyata terhadap kelarutan dalam air, daya serap air (swelling power), dan komposisi dekstrin. 2. Proses perlakuan varietas Thailand, konsentrasi 35 % dan suhu pemanasan gelatinisasi sebagian 90 o C akan menghasilkan dekstrin ubi kayu dengan karakteristik sifat fungsional yang lebih baik yakni menghasilkan nilai komposisi dekstrin 24,00 %, kelarutan dalam air 77,15 %, dan daya serap air (swelling power) 6,89 %. Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam bentuk aplikasi penggunaan dekstrin ubi kayu metode gelatinisasi sebagian sebagai bahan baku pada pengolahan aneka produk pangan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Data Produksi Ubi Kayu Indonesia (BPS). Diakses pada tanggal 4 Maret 2012. Artiani, P.A. dan Y.R. Avrelina. 2007. Modifikasi Cassava Starch Dengan Proses Acetylasi Asam Asetat Untuk Produk Pangan. Universitas Diponegoro. Semarang Azeez, O.S. 2005. Production of Dextrin from Cassava Starch, Leonardo Journal of Science, ISSN 1583-0233, Juli-December.7 : 9-16. Daramola, B. and S.A. Osanyinlusi, 2006. Investigation on Modification of Cassava Starch Using Active Components of Ginger Roots (Zingiber officinale Roscoe), African Journal of Biotechnology, 5, 917-920. FAO. 2009. Data Ekspor Ubi Kayu Berdasarkan Negara Asal, 2000-2002. Hidayat, B. 2003. Pengembangan Formulasi Biskuit Cracker Kaya Serat. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, Universitas Lampung, 12, 22-30. Hidayat, B., N. Kalsum, dan Surfiana. 2009. Perbaikan Karakteristik Tepung Ubi Kayu Menggunakan Metode Pragelatinisasi Parsial. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Politeknik Negeri Lampung. Bandar Lampung Jariyah dan Yunianta.2002. Karakteristik dan Hidrolisis Pati Garut untuk Pembuatan Sirup Glukosa, Jurnal Semnas PatpiSemarang, vol. B Oktober,hal 29-38. Kearsley, M.W. and N. A. Dziedzic. 1995. Handbook of Starch Hydrolysis Product and Their Derivatives. Blackie Academic & Profesionall, Glasgow. Marchal, L.M., H.H. Beeftink, and J. Tramper. 1999. Towards a Rational Design of Commercial Maltodextrins. Trend in Food Science and Technology, 10. 345-355. Sriroth, K. 1999. Cassava Starch Granule Structure Function Properties: Influence of Time And Conditions At Harvest on Four Cultivars of Cassava Starch, Carbohydrate Polymers 38: 161 170. Torruco-Uco. J., and D. Bentacur-Ancona. 2007. Physicochemical and functional properties of makal (Xanthosoma yucatanensis) starch. Food Chem. 101 : 1319-1326. Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 18 No.1, Maret 2013 41