Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

Pasien DM dengan penyakit arteri koroner dan > 40% LVEF. 22 orang. Cek darah. 15 mg pioglitazone slm 12 mgg. Cek darah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Informed Consent Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan kegawatdarutan pediatrik dimana jantung tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara maju maupun di negara berkembang. Acute coronary syndrome

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. 2. di vena sehingga menimbulkan kenaikan tekanan vena. 3 Penyebab utama gagal

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyekat beta merupakan salah satu terapi medikamentosa pada pasien

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah saat kondisi jantung tidak mampu memompa darah untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

DIAGNOSIS 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindrom Koroner Akut (SKA)/Acute coronary syndrome (ACS) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 1998 di Amerika Serikat. (data dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Gagal jantung kronik (GJK) merupakan penyakit yang sering muncul dan

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

The Prevalence and Prognosis of Resistant Hypertension in Patients with Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. di negara-negara barat. Penyakit jantung koroner akan menyebabkan angka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jantung koroner yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian (Departemen

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Infark miokard akut merupakan salah satu penyakit. yang tergolong dalam non-communicable disease atau

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Arteri Perifer (PAP) adalah suatu kondisi medis yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. buruk, dan memerlukan biaya perawatan yang mahal. 1 Jumlah pasien PGK secara

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu dari. 10 penyebab kematian terbesar pada tahun 2011.

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

Diabetes Mellitus Type II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

Sodiqur Rifqi. Bagian kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi hiperglikemia pada saat masuk ke rumah. sakit sering dijumpai pada pasien dengan infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %.

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Transkripsi:

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan Manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah bagian yang penting dari keseluruhan penanganan peri-operatif kardiovaskular. Kegiatan ini melibatkan deteksi dan manajemen penyakit kardiovaskular serta prediksi resiko jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini tidak hanya mempengaruhi manajemen peri-operatif anestesi (contohnya pemilihan obat dan metode anestesi, monitoring dan penanganan pasca operasi) tetapi juga pemilihan keputusan pembedahan (contohnya penundaan, modifikasi dan pembatalan rencana operasi). Tujuan utama manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah meningkatkan keadaan keluaran pasien dengan manajemen yang ter-individualisasi. Meskipun manajemen pre-operatif telah meningkat pada beberapa dekade terakhir, kita masih belum dapat memprediksi resiko peri-operatif secara akurat. Respon stres dan interaksi individual antara intervensi farmakologikal dan faktor resiko intra post operatif berbeda-beda. Lebih penting lagi, manajemen kardiak hanyalah satu dari berbagai aspek dalam penanganan peri-operatif, masih ada banyak faktor intra dan pasca operasi yang telah terbukti dapat mempengaruhi keadaan pasien. Namun, tidak semuanya dapat diandalkan untuk memprediksi atau dimodifikasi agar berpengaruh positif terhadap keadaan keluaran pasien. Mengenali berbagai faktor dan percobaan secara agresif pada intervensi yang sesuai mungkin dapat mengurangi resiko lebih baik daripada manajemen pre-operatif di ruang isolasi. Tanpa mendeskripsikan dan menargetkan pada faktor resiko intra dan pasca-operasi, keuntungan dari manajemen kardiak preoperatif akan menjadi terbatas. Kata kunci : manajemen kardiak pre-operatif, pembedahan non-kardiak, periode preoperatif 1

Pembedahan non-kardiak mayor berhubungan dengan insidensi mati jantung peri-operatif 0.5 1.5% dan komplikasi kardiovaskular mayor (cardiac arrest tidak fatal, infark miokard tidak fatal, gagal jantung, aritmia dan stroke) 2.0-3.5%. Penyakit kardiovaskular berpengaruh secara signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas perioperatif. 1 Bergantung pada tipe pembedahan dan usia pasien, prevalensi penyakit kardiovaskular pada pasien pembedahan non-kardiak berkisar antara 5-70% dengan presentasi tertinggi pada pasien dengan usia diatas 70 tahun dengan pembedahan vaskular. 1 Manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah bagian yang penting dari keseluruhan penanganan peri-operatif kardiovaskular. Kegiatan ini melibatkan deteksi dan manajemen penyakit kardiovaskular serta prediksi resiko jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini tidak hanya mempengaruhi manajemen peri-operatif anestesi (contohnya pemilihan obat dan metode anestesi, monitoring dan penanganan pasca operasi) tetapi juga pemilihan keputusan pembedahan (contohnya penundaan, modifikasi dan pembatalan rencana operasi). Dengan memodifikasi penanganan intra dan post operatif, manajemen kardiak pre-operatif diharapkan dapat meningkatkan keadaan peri-operatif. Tujuan manajemen kardiak pre-operatif adalah (i) identifikasi pasien dengan potensi kelainan jantung yang membutuhkan perhatian dan tindakan oleh kardiolog, (ii) identifikasi tes yang paling sesuai dan menghindari tes yang kurang perlu (aspek yang penting karena tes invasif dan non-invasif tidak hanya menyebabkan pasien tidak nyaman dan menambah pengeluaran tetapi juga mordibitas dan mortalitas yang berhubungan dengan prosedur tes, hasil negativ palsu, dan penundaan pembedahan) dan (iii) identifikasi dan implementasi tindakan medis yang paling sesuai (contohnya inisiasi, kelanjutan, atau optimasi medikasi kardiovaskular) dan strategi terapi intervensi kardiovaskular. 2

Penatalaksanaan pre-operatif Kondisi kardiak aktif, prosedur pembedahan berisiko tinggi dan toleransi latihan rendah adalah prediktor yang paling kuat dalam menentukan hasil keluaran perioperatif kardiak. Kondisi kardiak aktif Kondisi kardiak aktif / tidak stabil (angina pektoris tidak stabil, gagal jantung akut, aritmia yang signifikan, kelainan katup jantung dan infark miokard dengan residu iskemia miokard) berhubungan dengan buruknya keadaan setelah perioperatif. Kondisi diatas perlu di identifikasi, evaluasi dan ditangani oleh kardiolog sesuai dengan prosedur. Manajemen lainnya (penundaan, modifikasi atau pembatalan) bergantung pada hasil tes dan respon terapi. Gagal Jantung Gagal jantung merupakan prediktor utama terhadap keadaan keluaran perioperatif pembedahan non kardiak. 2,3 Gagal jantung berpotensi lebih buruk daripada iskemi jantung. 2 Prognosis perioperatif gagal jantung dengan ejeksi fraksi ventrikel kiri (sebelumnya disebut sebagai gagal jantung diastolik) masih harus ditentukan. Prosedur penanganan henti jantung peri-operatif oleh perkumpulan kardiologi Eropa mengusulkan manajemen peri-operatif pada pasien dengan gangguan dan ejeksi fraksi ventrikel kiri. Pasien yang dicurigai atau diketahui menderita gagal jantung harus menjalani evaluasi pre-operatif oleh spesialis untuk mengetahui derajat keparahan penyakit dan mendapat pengobatan yang optimal. Temuan ekokardiografi dan peptida natriuretik atau prekursor N-terminal tipe pro B dalam serum otak dapat digunakan dalam menentukan resiko. Pasien-pasien ini harus dipastikan telah mendapat medikasi jangka panjang (blok reseptor angiotensin II, β bloker, antagonis aldosteron, diuretik) beserta efek sampingnya (gangguan elektrolit, insufisiensi ginjal, hipotensi). 3

Penyakit Kelainan Katup Jantung Pemeriksaan ekokardiografi diharuskan pada setiap pasien yang dicurigai menderita kelainan jantung (rekomendasi kelas 2a, bukti kelas B), bila ditemukan kelainan, harus diterapi sebelum tindakan pembedahan. Stenosis aorta (katup < 1 cm 2 ) memiliki resiko morbiditas dan mortalitas tertinggi dalam pembedahan non kardiak. Faktor kunci dalam mengambil keputusan preoperatif adalah menentukan derajat stenosis dan keadaan klinis. Manajemen pasien dengan derajat stenosis berat yang asimptomatik dengan pembedahan berisiko tinggi adalah penggantian katup sebelum pembedahan non kardiak. Pada pasien yang tidak dapat menjalani penggantian katup (usia lanjut, disfungsi ventrikel kiri berat, komplikasi penyakit, pembedahan yang harus segera dilakukan) dipertimbangkan implantasi katup transkateter preoperatif. Tabel 1. Kelas rekomendasi Kelas Keterangan I Bukti atau kesepakatan bahwa penatalaksanaan atau tindakan menguntungkan, berguna dan efektif II Adanya opini yang berbeda mengenai kegunaan / efektifnya suatu tindakan IIa Bukti atau opini lebih mengarah pada kegunaan / keuntungan IIb Kegunaan / keuntungan kurang didukung oleh bukti III Adanya bukti atau kesepakatan bahwa tindakan tersebut tidak menguntungkan Tabel 2. Level bukti A Data berasal dari berbagai percobaan klinis / analisis secara acak B Data berasal dari sebuah percobaan klinis / studi tidak acak dalam jumlah besar C Konsensus atau opini ahli atau studi kecil, retrospektif 4

Tabel 3. Tingkatan resiko pembedahan (kematian jantung dan infark miokard dalam 30 hari setelah pembedahan) oleh European Society of Cardiology. 1 Resiko rendah ( < 1 % ) Resiko sedang ( 1 5 %) Resiko tinggi ( > 5 % ) Payudara Intraperitoneal / intratoraks Aorta Gigi Vaskular Vaskular perifer mayor Endokrin Kepala dan leher Mata Neurologi Ginekologi Ortopedi mayor (panggul dan tulang belakang) Rekontruksi Transplantasi paru, ginjal, hati Ortopedi minor Urologi mayor Urologi minor Resiko Operasi Melalui pertimbangan insiden terjadinya henti jantung dan infark miokard dalam 30 hari pasca operasi, prosedur operasi dapat diklasifikasikan sebagai resiko rendah, resiko menengah dan resiko tinggi (tabel 3). Pasien yang menjalani pembedahan vaskular memiliki resiko tertinggi, namun resiko ini berbeda untuk setiap pembuluh. Aneurisma aorta abdominal atau revaskularisasi arteri ekstremitas baawh mayor diklasifikasikan sebagai resiko tinggi, prosedur endovaskular, endarterektomi karotid dan angioplasti perifer diklasifikasikan sebagai resiko menengah. Kapasitas Fungsional Penilaian status fungsional mungkin adalah prediktor terpenting dalam penilaian preoperatif. Toleransi latihan yang rendah menandakan keluaran jantung yang buruk. 10-15 tujuan pemeriksaan status fungsional adalah untuk mengetahui 5

kemampuan pasien dalam meningkatkan hantaran oksigen. Ada beberapa cara untuk menilai toleransi latihan. Indeks Status Aktivitas Duke (DASI) Berupa pertanyaan / kuisioner yang mengklasifikasikan kemampuan latihan berdasarkan kemampuan yang berkisar dari kemampuan untuk mencuci dan mengenakan baju tanpa sesak sampai aktivitas berat seperti berenang dan bermain tenis. Skor DASI > 11.6 setara dengan konsumsi oksigen 14 ml O 2 / kg / menit. Metode ini kurang bisa menentukan keadaan pasien dengan penyakit jantung. American Heart Association (AHA) merekomendasikan penggunaan laju metabolik ekivalen (MET) sebagai perkiraan kapasitas fungsional (tabel 4). Satu MET didefenisikan sebagai 3.5 ml O 2 / kg / menit dengan 4 MET sebagai batas kapasitas fungsional yang dapat diterima. Bergantung pada konsumsi oksigen saat beristirahat, 4 MET dapat menandakan penggunaan oksigen yang berbeda. Tanpa mengetahui konsumsi oksigen istirahat seseorang dan karakteristik gas atau kontrol kecepatan tes memanjat atau berjalan, tidak mungkin untuk mengetahui ambang anaerobik pasien. Metode DASI atau MET dapat berguna saat pasien tidak dapat melakukan tes latihan (kasus emergensi, pasien tidak kooperatif, tidak bisa berjalan atau sedang kesakitan). Tabel 4. Perkiraan kebutuhan energi pada berbagai aktivitas 1 MET 4 MET Dapat mengurus diri sendiri Menaiki tangga atau berjalan ke bukit Dapat makan, memakai baju, ke wc Berjalan dengan kecepatan 6.4 km/jam sendiri Melakukan pekerjaan rumah tangga Berjalan-jalan dirumah berat Berjalan dengan kecepatan 3.2 4.8 Menari, bermain tenis (ganda) km/jam >10 MET Olahraga berat (berenang, tenis, ski) 6

Tes Latihan Kardiopulmoner Standar penilaian kapasitas fungsional komprehensif adalah menentukan ambilan oksigen dan eliminasi karbondioksida seseorang melalui tes latihan kardiopulmoner bertahap. Keuntungan tes ini adalah dapat menilai kemampuan jantung dan paru sekaligus dan melihat perubahan EKG. Penilaian utama adalah konsumsi oksigen maksimum (VO 2 maks) dan batas dimulainya metabolisme anaerobik karena kebutuhan oksigen tidak terpenuhi. Batas pasien dengan peningkatan resiko adalah VO 2 maks < 15 ml O 2 / kg / menit dan batas anaerobik < 11 ml O 2 / kg / menit. 11,23 Jika dilakukan dan di interpretasikan dengan baik, tes latihan kardiopulmoner dapat menghasilkan informasi melebihi standar tes kardiak yang dibutuhkan dalam menilai dan manajemen penyakit kardiovaskular dan pulmoner. 24,25 Faktor Resiko Kardiak Faktor resiko kardiak dalam daftar tabel 5 adalah revisi dari indeks resiko kardiak Lee kecuali pembedahan berisiko tinggi yang tidak dimasukkan karena termasuk dalam resiko bedah. Faktor resiko ini dimaksudkan untuk menilai keluaran jantung secara independen. Panduan ESC merekomendasikan penggunaan penilaian resiko klinis untuk menilai resiko pasca operasi (I, B) dan penggunaan revisi indeks Lee untuk menilai resiko pre operatif (I, A). Ada masalah dalam penggunaan faktor resiko kardiak untuk individual, resiko klinis tidak mendeskripsikan durasi pajanan faktor resiko dan tidak akurat dalam menentukan derajat penyakit. Definisi dan diagnosis angina pektoris, infark miokard, dan gagal jantung dapat bervariasi. Kedua, adanya masalah statistik dengan indeks resiko, adanya hasil prediktif positif yang sangat rendah. Bahkan pada resiko kelas IV indeks revisi ( 3 faktor resiko) hanya 11% pasien yang mengalami kejadian kardiovaskular perioperatif. Rendahnya rasio antar kelas I, II, III, IV (0.16, 0.34, 2.72, 4.75) menandakan bahwa indeks revisi berguna untuk identifikasi pasien dengan resiko rendah namun tidak untuk pasien resiko tinggi komplikasi. 7

Tabel 5. Faktor resiko kardiak revisi Lee Riwayat angina pektoris Riwayat infark miokard Riwayat gagal jantung Riwayat stroke / TIA DM bergantung insulin Disfungsi renal (kreatinin >2mg/dL), bersihan kreatinin <60 ml/menit Tes non invasif Tes non invasif dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kemungkinan disfungsi ventrikel kiri, iskemia miokard dan disfungsi katup. EKG istirahat, ECG dan teknik imaging miokard serta tes stres kardiak memiliki hasil prediksi kejadian kardiak perioperatif yang rendah (0-33%). Tes stres kardiak non invasif tidaklah diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yang diuntungkan dari angiografi dan revaskularisasi koroner perioperatif. Indikasi tes ini juga terbatas. Tabel 6. Rekomendasi untuk pemeriksaan EKG dan ECG istirahat Rekomendasi Kelas Level bukti EKG istirahat preoperatif Direkomendasikan untuk resiko bedah menengah / I B tinggi Dipertimbangkan untuk resiko bedah rendah IIa B Mungkin dilakukan pada pasien tanpa faktor resiko IIb B namun menjalani resiko pembedahan tingkat menengah Tidak direkomendasikan untuk pasien tanpa faktor III B resiko yang menjalani resiko pembedahan tingkat rendah Ekokardiografi istirahat preoperatif 8

Rekomendasi untuk pasien dengan kelainan katup I C berat Dipertimbangkan untuk pasien dengan kelainan IIa C ventrikel kiri yang menjalani pembedahan resiko tinggi Tidak direkomendasi untuk pasien asimtomatik III B Tabel 7. Rekomendasi tes stres kardiak Rekomendasi Kelas Level bukti Rekomendasi untuk pasien dengan faktor resiko 3 I C yang akan menjalani pembedahan resiko tinggi Dipertimbangkan untuk pasien dengan faktor resiko IIb B 2 yang akan menjalani pembedahan resiko tinggi Dipertimbangkan untuk pasien yang akan menjalani IIb C pembedahan resiko menengah Tidak direkomendasikan pada pembedahan resiko kecil III C Tabel 8. Rekomendasi angiografi koroner peroperatif Rekomendasi Kelas Level bukti Direkomendasikan bagi : I A Infark miokard akut ST elevasi Angina tidak stabil Angina yang tidak responsive terhadap terapi Dipertimbangkan bagi penderita yang stabil : IIb B Pembedahan resiko tinggi Pembedahan resiko menengah Tidak direkomendasi bagi penderita yang stabil : Pembedahan resiko rendah III C 9

Biomarker Penyakit miokard dan arteri koroner umumnya diikuti oleh peningkatan konsentrasi CRP (C reactive protein), BNP dan NT-proBNP (N-terminal pro-braintype natriuretic peptide) plasma yang menandakan adanya komponen inflamasi yang menyertai penyakit kardiovaskular dan peningkatan stres dinding miokard. 30 Hasil dari pembahasan, analisis dan studi observasional menyimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi serum dari CRP, BNP atau NT pro BNP merupakan prediktor independen yang baik. Penilaian biomarker ini pada preoperatif dapat memberi gambaran adanya penyakit jantung dan mortalitas setelah pembedahan resiko tinggi. Pada pasien yang menjalani pembedahan non kardiak elektif, baik NT pro BNP (301 ng/l) dan CRP (3.4 mg/l) dapat memprediksi kemungkinan kejadian kardiak lebih baik daripada indeks revisi Lee. Berdasarkan pedoman ESC, penilaian biomarker harus dipertimbangkan pada pasien resiko tinggi (IIa, B). Pemeriksaan biomarker kardiak secara rutin tidak direkomendasikan (III, C). Revaskularisasi Koroner Preoperatif Revaskularisasi koroner preoperatif masih menjadi kontroversi, terutama karena berdasarkan hasil berlawanan antara penelitian randomized dan non randomized. Pada studi revaskularisasi profilaksis, revaskularisasi arteri preoperatif tidak memberikan keuntungan. Bahkan pada pasien beresiko tinggi ( 3 faktor resiko), revaskularisasi tidak memberikan peningkatan keadaan jangka pendek maupun jangka panjang. Sebaliknya pada percobaan acak, prospektif pada pasien dengan faktor resiko 2 yang menjalani pembedahan vaskular perifer, angiografi koroner preoperatif rutin memberikan keuntungan jangka pendek dan jangka panjang dibandingkan angiografi hanya pada pasien yang menunjukkan kelainan pada tes non invasif. Perbandingan hasil percobaan ini (58% dan 40%; p=0.01) menunjukan pada pasien tertentu, revaskularisasi preoperatif dapat menguntungkan. 10

Tabel 9. Rekomendasi untuk revaskularisasi koroner. STEMI (elevasi segmen ST infark miokardial), NSTEMI (infark miokard tanpa elevasi ST), LAD (left anterior descending), LV (ventrikel kiri). Pasien sindrom koroner akut Semua pasien dengan STEMI (I,A) Pasien dengan NSTEMI resiko tinggi (peningkatan serum troponin, depresi segmen ST, trombotik, lansia, diabetes melitus) (I,A) Pasien dengan angina stabil atau iskemik dan Stenosis arteri utama > 50% (I,A) Stenosis LAD arteri > 50% (I,A) Gangguan fungsi ventrikel kiri dengan penyakit vaskular 2-3 arteri (I,B) Iskemik ventrikel kiri >10% (I,B) >50% stenosis dan gangguan ventrikel kiri (I,C) Iskemik luas atau resiko tinggi penyakit jantung yang akan menjalani pembedahan resiko tinggi (IIb, B) Algoritma Penilaian Resiko Penyakit Jantung pada Pembedahan non Jantung Pedoman ESC merekomendasikan pendekatan yang bijaksana dan sistematik dalam penilaian resiko individu preoperatif. 1 Fokus evaluasi bergantung pada urgensi dan karakteristik pembedahan. Langkah 1 : penilaian urgensi pembedahan Pada kasus emergensi, evaluasi atau penatalaksanaan tambahan kardiak preoperatif tidak diperlukan. Langkah 2 : penilaian penyakit jantung Pada kasus pembedahan elektif, kondisi jantung yang mengancam jiwa perlu untuk diperhatikan. Manajemen lanjut (penundaan, modifikasi atau pembatalan rencana tindakan) bergantung pada hasil tes dan respon terhadap terapi. 11

Langkah 3 : penilaian resiko pembedahan tambahan. Pada pembedahan resiko rendah, dapat dilakukan tanpa pemeriksaan jantung Langkah 4 : penilaian kapasitas fungsional Pada pembedahan resiko menengah dan tinggi, penilaian kapasitas fungsional harus dilakukan. Bila pasien mampu beraktivitas rutin > 4 MET, prognosis biasanya baik (tergantung riwayat penyakit) dan pembedahan dapat dilakukan tanpa pemeriksaan tambahan. Pada pasien dengan penyakit arteri atau memiliki faktor resiko penyakit jantung, terapi statin dan β-bloker dosis rendah dapat diberikan. Langkah 5 : penilaian ulang resiko pembedahan Pada pasien dengan penurunan fungsi, resiko perioperatif meningkat. Penilaian ulang diperlukan bagi pasien dengan kapasitas fungsional yang tidak diketahui atau 4 MET. Pasien masih mungkin melalui pembedahan tingkat resiko menengah tanpa pemeriksaan tambahan dengan pemberian medikasi dan pemeriksaan ECG. Langkah 6 : penilaian faktor resiko kardiak Langkah pertama sampai keempat sesuai dengan pedoman ESC untuk penilaian resiko individu, namun berdasarkan indeks revisi yang berasal dari indeks resiko populasi dengan rasio rendah. Meskipun ada keterbatasan, masih dapat digunakan untuk mengambil keputusan pada tes lanjutan. Langkah 7 : pertimbangan tes non invasif Tes stres jantung direkomendasikan pada pasien yang memiliki lebih dari 3 faktor resiko yang menjalani pembedahan resiko tinggi. 12

Langkah 8 : interpretasi hasil tes stres Bila hasil tes stres jantung menunjukkan tidak ada atau iskemik miokard ringan yang muncul dari stres, tes invasif tidak dibutuhkan namun perlu medikasi dengan statin dan beta bloker dosis rendah. Pada pasien iskemia miokard ekstensif, medikasi optimal tidak cukup aman. Revaskularisasi tidak meningkatkan hasil keluaran perioperatif. Karena itu dibutuhkan pendekatan yang terindividualisasi. Tindakan pembedahan harus lebih menguntungkan daripada resiko serangan jantung. Gambar 1. Algoritma Penilaian Resiko Penyakit Jantung pada Pembedahan non Jantung 13