BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Teori TB Paru Pengetahuan Sikap Tindakan
3.2 Kerangka Konsep 3.2.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif. Pemilihan jenis penelitian metode cross-sectionalini disesuaikan dengan tujuan ingin mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dipilih dengan alasan Puskesmas Helvetia Kota Medan memiliki tingkat penderita TB paru yang tertinggi di antara puskesmas di Kota Medan. 4.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai vember 2016. 4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi penelitian adalah penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah pasien TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan. 4.3.3 KriteriaInklusi i. Penderita TB paru yang diobati di Puskesmas Helvetia Kota Medan.
ii. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (inform consent) 4.3.4Kriteria Eksklusi i. Tidak bersetuju menjadi sampel (inform consent) 4.3.5 Besar Sampel Pengambilan sampel dilakukan ssecara simple random sampling. n= Zα 2 PQ d 2 n : jumlah sampel Zα : deviat buku alfa (ditetapkan) P : proporsi kategori variabel yang teliti, (bila tidak diketahui, ditetapkan 50%- 0,5) Q : 1-P d : tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan, dalam penelitian ini digunakan 10% n= (1.96) 2 x 0.5(1-0.5) (0.1) 2 =96.040 97 responden adalah 96.040 dibulatkan menjadi 97 responden.
4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner.kuesioner yang dipakai merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk menggali data sesuai dengan pemasalahan penelitian. 4.5 Pengolahan Data Dan Analisis Data 4.5.1 Pengolahan Data Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dikelompokkan kemudian diolah dengan menggunakan program Statistical Package For Social Science (SPSS) yang dilakukan dengan menghitung jumlah pasien TB Paru berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB paru. 4.5.2 Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisa Univariat. 4.6 Definisi Operasional a. Pengetahuan Definisi operasional : Pengetahuan penderita TB paru yaitu apa yang diketahui penderita mengenai penyakit TB paru, klasifikasi TB, diagnosis TB. i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan. ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0. iii. Skala ukur : skala ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah skala kategorik (ordinal).
iv. Hasil ukur pengetahuan. a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum. b. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum. c. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden kurang dari 33%dari skor maksimum. Dengan kata lain: 1. Tingkat Baik : 8-10 2. Tingkat Cukup : 4-7 3. Tingkat Kurang : <3 b. Sikap Definisi operasional :sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 iii. Skala ukur : skala ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah skala kategorik (ordinal) iv. Hasil ukur sikap. a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum. b. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum. c. Tingkat kurang,apabila skor diperoleh responden kurang dari 33%dari skor maksimum.
Dengan kata lain: 1. Tingkat Baik : 6-10 2. Tingkat Kurang Baik : <5 c. Tindakan Definisi operasional: Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap untuk menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. i. Alat Ukur : alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan 10 buah pertanyaan ii. Cara ukur : dilakukan dengan menggunakan angket. Setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan setiap jawaban yang salah diberi skor 0 iii. Skala ukur : skala ukur yang dipakai pada penelitian ini adalah skala kategorik (ordinal) iv. Hasil ukur tindakan. a. Tingkat baik,apabila skor diperoleh responden lebih besar dari 66% dari skor maksimum. b. Tingkat sedang,apabila skor diperoleh responden sebesar 33%-66% dari skor maksimum. c. Tingkat kurang,apabila skor diperoleh responden kurang dari 33%dari skor maksimum. Dengan kata lain: 1. Tingkat Baik : 6-10 2. Tingkat Kurang Baik : <5
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden Adapun hasil penelitian berdasarkan umur adalah sebagai berikut : Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Penderita TB Berdasarkan Umur 1 Umur 20 6 Proporsi (%) 6.2 2 21-30 13 13.4 3 31-40 16 16.5 4 41-50 32 33.0 5 >50 30 97 30.9 100.0 Dari tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah pada kelompok umur 41-50 tahun dan >50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63.9). Dapat disimpulkan bahwa kelompok dewasa yang paling banyak tertular tuberkulosis. 5.1.1.1 Frekuensi Jenis Kelamin Responden : Adapun hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Penderita TB Berdasarkan Jenis Kelamin 1 Jenis Kelamin Laki-laki 54 Proporsi(%) 55.7 2 Perempuan 43 97 44.3 100.0 Dari tabel 5.2 di atas dapat diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 54 orang (55,7%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 43 orang (44,3%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (55,7%).
5.1.1.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut : Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan 1 Pendidikan SD 1 Proporsi(%) 1.0 2 SLTP 16 16.5 3 SLTA 58 59.8 4 Perguruan Tinggi 22 97 22.7 100.0 Dari tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa responden dengan tingkatpendidikan SLTA adalah yang paling terbanyak tertular tuberkulosis sebanyak 58 orang (59,8%). 5.1.1.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut : Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Pekerjaan 1 Pekerjaan PNS/Pensiunan 13 Proporsi(%) 13.4 2 Pegawai Swasta 17 17.5 3 Wiraswasta 22 22.7 4 Petani 22 22.7 5 Buruh 10 10.3 6 Lain-lain 13 97 13.4 100.0 Dari tabel 5.4 di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 22 orang (22.7%) dan Petani sebanyak 22 orang (22,7%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta dan petani adalah yang teramai tertular tuberkulosis yaitu sebanyak 44 orang (45,4%).
5.1.1.4 Distribusi Frekuensi Penghasilan Responden Adapun hasil penelitian berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut : Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Penghasilan 1 Penghasilan <Rp.1.050.000,- 47 Proporsi(%) 48.5 2 Rp.1.050.000 - Rp.2.000.000,- 48 49.5 3 >Rp.2.000.000,- 2 97 2.1 100.0 Dari tabel 5.5 di atas dapat disimpulkan bahwa responden dengan tingkat penghasilan <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- adalah yang paling terbanyak. Selisih 1 orang responden antara tingkat penghasilan <Rp.1.050.000,- dengan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,-. responden adalah sebanyak 95 orang (98%). 5.1.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru di Kota Medan 5.1.2.1 Pengetahuan Dari jawaban responden penderita TB Paru berdasarkan tingkat pengetahuan di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Responden Penderita TB di Puskesmas Kota Medan Berdasarkan Penghasilan Jawaban Responden Pengetahuan Benar Salah n % n % N % 1. 2. TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab penyakit TB Paru. 52 53.6 45 46.4 97 100 54 55.7 43 44.3 97 100 3. Gejala yang dirasakan penderita TB Paru adalah batuk lebih dari 3 minggu, demam dan disertai influenza. 68 70.1 29 29.9 97 100
4. 5. 6. 7. 8. Pengetahuan Nyeri dada, sesak nafas dan batuk berdarah adalah gejala yang dirasakan penderita TB Paru. Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan bukan merupakan gejalagejala dari TB Paru. Penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru. Minum obat dengan teratur bukan termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin termasuk dalam pencegahan TB Paru. Jawaban Responden Benar Salah n % n % N % 61 62.9 36 37.1 97 100 63 64.9 34 35.1 97 100 48 49.5 49 50.5 97 100 48 49.5 49 50.5 97 100 57 58.8 40 41.2 97 100 9. Pencegahan penyakit TB Paru dengan cara tidak meludah sembarang tempat. 48 49.5 49 50.5 97 100 10. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru. 32 33.0 65 67.0 97 100 Dari tabel 5.6 di atas dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan responden paling baik tentang TB paruadalah tentang gejala yang dirasakan penderita TB Paru adalah batuk lebih dari 3 minggu, demam dan disertai influenza yaitu sebanyak 68 orang (70,4%), manakala diikutiresponden paling kurang pengetahuan tentang TB paru adalah dengan meningkatkan daya tubuh dengan makan makanan yang bergizi termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB paru sebanyak 32 orang (33%).
Dari jawaban responden penderita TB paru berdasarkan tingkat pengetahuan di Rumah Sakit di Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2016 1 Pengetahuan Baik 26 Proporsi(%) 26.8 2 Cukup 48 49.5 3 Kurang 23 97 23.7 100.0 Dari tabel 5.7 di atas dapat diketahui bahwa responden terbanyak memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 48 orang (49,5%). 5.1.2.2 Sikap Sikap responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Sikap Responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016 Sikap Jawaban Responden Benar Salah n % n % N % 1. 2. 3. 4. Melalui penggunaan peralatan makan bersama dengan penderita dapat menularkan penyakit TB Paru. Penyakit tuberkulosis dapat menular apabila tidak sekamar dengan penderita TB Paru. Dengan menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain. Tidak meludah di sembarang tempat dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain. 39 40.2 58 59.8 97 100 36 37.1 61 62.9 97 100 57 58.8 40 41.2 97 100 56 57.7 41 42.3 97 100 5. Penyakit TB Paru dapat disembuhkan melalui pengobatan teratur. 47 48.5 50 51.5 97 100
6. Dengan melakukan perbaikan lingkungan misalnya dengan membuat ventilasi dapat membantu mengurangi penularna penyakit TB Paru. 47 48.5 50 51.5 97 100 7. Luas ruangan tidur minimal 8 m 2, untuk tiap 2 orang dewasa atau 3 anggota keluarga. 29 29.9 68 70.1 97 100 8. Luas ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai. 30 30.9 67 69.1 97 100 9. Lantai rumah yang baik adalah kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, rata dan mudah dibersihkan. 20 20.6 77 79.4 97 100 10. Pencahayaan dengan sinar matahari harus masuk ke ruangan dan menyebar merata supaya dapat mencegah kuman TB Paru berkembang biak. 32 33.0 65 67.0 97 100 Dari tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa sikap responden penderita TB Paru paling banyak benar terdapat pada pernyataan mor 3 Dengan menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain yaitu sebanyak 57 orang (58,8%), diikuti pernyataan mor 4 Tidak meludah di sembarang tempat dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain yaitu masing-masing sebanyak 56 orang (57,7%). Sedangkan responden yang paling banyak menjawab salah terdapat pada pernyataan mor 9 Lantai rumah yang baik adalah kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, rata dan mudah dibersihkan yaitu sebanyak 77 orang (79,4%), diikuti pernyataan mor 7 Luas ruangan tidur minimal 8 m 2, untuk tiap 2 orang dewasa atau 3 anggota keluarga yaitu sebanyak 68 orang (70,1%), selanjutnya pernyataan mor 8 Luas ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai yaitu sebanyak 67 orang (69,1%), pernyataan mor 10 Pencahayaan dengan sinar matahari harus masuk ke ruangan dan menyebar merata supaya dapat mencegah kuman TB Paru berkembang biak yaitu sebanyak 65 orang (67%) dan pernyataan mor 2 Penyakit tuberkulosis dapat menular apabila tidak sekamar dengan penderita TB Paru yaitu sebanyak 61 orang (62,9%).
Sikap responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dikatagorikan pada tabel berikut ini: Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Sikap di Puskesmas Helvetia Medan Tahun 2016 1 Sikap Baik 19 Proporsi(%) 19.6 2 Kurang Baik 78 97 80.4 100.0 Dari tabel 5.9 di atas dapat diketahui bahwa responden dengan sikap baik sebanyak 19 orang (19,6%) dan sikap kurang baik sebanyak 78 orang (80,4%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden penderita TB Paru memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%). 5.1.2.3 Tindakan Tindakan responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden Penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan Tahun 2016 1. 2. 3. 4. Tindakan Menutup mulut waktu batuk dan bersin, tidak meludah sembarang tempat, makan makanan yang bergizi dapat mencegah terkena penyakit TB Paru. Dengan berobat ke puskesmas/instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan TB Paru. Makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan TB Paru.. Mengisolasi diri tanpa perlu berobat dapat menghindarkan penularan penyakit TB Paru. Jawaban Responden Benar Salah n % n % N % 53 54.6 44 45.4 97 100 64 66.0 33 34.0 97 100 60 61.9 37 38.1 97 100 47 48.5 50 51.5 97 100
Tindakan 5. Membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur. Jawaban Responden Benar Salah n % n % N % 28 28.9 69 71.1 97 100 6. 7. 8. 9. Memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru. Ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan. Apakah dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak. Dengan besar luas kamar tidur 8 m 2 untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain. 24 24.7 73 75.3 97 100 27 27.8 70 72.2 97 100 29 29.9 68 70.1 97 100 25 25.8 72 74.2 97 100 10. Tidak perlu mengupayakan masuknya sinar matahari ke dalam rumah dengan membuka jendela rumah untuk mencegah kuman TB paru berkembang biak. 17 17.5 80 82.5 97 100 Dari tabel 5.10 di atas dapat diketahui bahwa tindakan responden penderita TB Paru paling banyak benar terdapat pada pernyataan mor 2 Dengan berobat ke puskesmas/instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan TB Paru yaitu sebanyak 64 orang (66%) dan pernyataan mor 3 Makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan TB Paru yaitu sebanyak 60 orang (61,9%). Sedangkan tindakan responden paling banyak salah terdapat pada pernyataan mor 10 Tidak perlu mengupayakan masuknya sinar matahari ke dalam rumah dengan membuka jendela rumah untuk mencegah kuman TB paru
berkembang biak yaitu sebanyak 80 orang (82,5%) diikuti pernyataan mor 6 Memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru yaitu sebesar 73 orang (75,3%) dan mor 9 Dengan besar luas kamar tidur 8 m 2 untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain yaitu masing-masing sebanyak 72 orang (74,2%), selanjutnya pernyataan mor 7 Ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan yaitu sebanyak 70 orang (72,2%), pernyataan mor 5 Membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur yaitu sebanyak 69 orang (71,1%), pernyataan mor 8 Apakah dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak yaitu sebanyak 68 orang (70,1%). Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Penderita TB Paru berdasarkan Tindakan 1 Tindakan Baik 12 Proporsi(%) 12.4 2 Kurang Baik 85 97 87.6 100.0 Dari tabel 5.11 di atas dapat diketahui bahwa responden dengan tindakan kurang baik sebanyak 85 orang (87,6%) dan sikap baik hanya 12 orang (12,4%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden penderita TB Paru memiliki tindakan kurang baik yaitu sebanyak 85 orang (87,6%).
5.2 Pembahasan Dari hasil penelitian terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan penderita TB paru di Puskesmas Helvetia Kota Medanpada tahun 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 97 orang dengan usia 15 sampai dengan 64 tahun, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa umur responden penderita TB Paru sebagian besar berada pada kelompok usia dewasa produktif yaitu pada kelompok umur 41-500 tahun dan >50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63,9%), dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (55,7%). Sebagian besar responden penderita TB Paru memiliki tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 58 orang (59,8%) dan bekerja sebagai wiraswasta dan petani. Responden sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta dan petani yaitu sebanyak 44 orang (45,4%). Tingkat penghasilan responden <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- berbeda tipis, hanya selisih 1 orang responden dengan tingkat Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- lebih banyak yaitu sebanyak 95 orang (98,0%). 5.2.2 Pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7 diketahui bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 26 orang (26,8%), tingkat pengetahuan cukup sebanyak 48 orang (49,5%), dan tingkat pengetahuan kurang ada 23 orang (23,7%). Dilokasi penelitian ditemukan bahwa responden yang memiliki pengetahuan cukup rata-rata tingkat pendidikan terakhirnya setingkat SMA. Hal ini didukung oleh teori yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang adalah faktor pendidikan. Mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal (toatmodjo, 2010). Pengetahuan dapat diperoleh melalui media informasi seperti televisi, radio, koran, majalah, pendidkan dan lain-lain. Ini
merupakan beberapa cara untuk mendapatkan informasi dan dapat menambah pengetahuan kita tentang kepatuhan meminum obat anti tuberculosis. Berdasarkan hasil wawancara, pasien yang menjadi responden terbanyak adalah usia dewasa 35-50 tahun. Hal ini dikarenakan peneliti mengambil sampel di puskesmas yang sebagian besar pasien yang berobat berusia dewasa. Dewasa merupakan individu yang telah selesai tumbuh dan memiliki perilaku yang lebih konseptual sehingga berpengaruh dalam pencegahan penularan penyakit TB paru. Semakin bertambahnya umur seseorang, juga akan meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang terhadap pencegahan penularan penyakit TB paru yang diperolehnya terhadap orang lain. Dari jawaban responden pada tabel 5.6 responden penderita TB Paru mengetahui bahwa gejala yang dirasakan penderita TB Paru adalah batuk lebih dari 3 minggu, demam dan disertai influenza; badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun dan rasa kurang enak badan bukan merupakan gejala-gejala dari TB Paru; nyeri dada, sesak nafas dan batuk berdarah adalah gejala yang dirasakan penderita TB Paru. Tetapi responden penderita TB Paru tidak mengetahui bahwa untuk meningkatkan daya tahan tubuh makan makanan yang bergizi termasuk ke dalam pencegahan penyakit TB Paru dan responden tidak mengetahui bahwa penyakit TB Paru dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru yaitu sebanyak 50 orang (51%). Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan responden TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan cukup baik. Dalam teori WHO, dijelaskan bahwa pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang, faktor-faktor luar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik dan sosial budaya yang kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi, sikap untuk bertindak dan pada akhirnya terjadi perwujudnya niat berupa perilaku. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Muhammad Nasir (2014), menyatakan bahwa mayoritas responden di Puskesmas Langsa Lama memiliki tingkat pengetahuan cukup (54,5%). Penelitiannya ini
menggunakan responden sebesar 33 orang yang berada di wilayah kerja Puskesmas Langsa Lama. Penelitian ini juga didukung oleh Friska (2012), dalam penelitiannya tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan minum obat anti tuberculosis pada pasien TBParu di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Tahun 2012 yang menyatakan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 50%. 5.2.3 Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang telah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Sikap terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, arrtinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek (toatmodjo, 2010). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.9 diketahui bahwa responden dengan sikap baik sebanyak 19 orang (19,6%) dan sikap kurang baik sebanyak 78 orang (80,4%). Sikap sangat mempengharuhi kepatuhan seorang dalam minum obat anti tuberkulosis karena sikap artinya kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksaan motif tertentu. Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup (toatmodjo, 2010). Dari jawaban responden pada tabel 5.8 diketahui bahwa sikap responden penderita TB Paru sudah mengerti bahwa dengan menutup mulut/hidung saat batuk/bersin dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain dan tidak meludah di sembarang tempat dapat menghindari penularan penyakit TB Paru terhadap orang lain. Tetapi responden tidak mengerti bahwa lantai rumah yang baik adalah kedap air, terbuat dari bahan yang cukup keras, rata dan mudah dibersihkan, luas ruangan tidur minimal 8 m 2, untuk tiap 2 orang dewasa atau 3 anggota keluarga, luas ventilasi yang baik adalah 10% dari luas lantai, pencahayaan dengan sinar matahari harus masuk ke ruangan dan menyebar merata supaya dapat mencegah kuman TB Paru berkembang biak, dan penyakit
tuberculosis paru dapat menular apabila tidak sekamar dengan penderita TB Paru serta penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui percikan dahak dan bersin penderita TB Paru. Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%). Dalam menentukan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut : mau menerima stimulus yang diberikan (objek), memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajaknya atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon, sikap yang paling tinggi tingkatnya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya (toatmodjo, 2003) Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Gendhis (2011), yang menyatakan bahwa sikap responden TB Paru dalam pengobatan TB Paru termasuk dalam katagori baik (77,5%). Juga tidak sejalan dengan penelitian Sumiyati (2013). Perbedaan ini dikarenakan jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan jumlah sampel yang peneliti lakukan di Puskesmas Helvetia Kota Medan. 5.2.4 Tindakan Tindakan terbentuk melalui proses tertentu, dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungan. Begitu pula perilaku responedn terhadap dalam upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Jadi sebelum terbentuk perilaku (upaya pencegahan penularan) ada beberapa hal yang melatarbelakangi seperti informasi/pengetahuan yang ia peroleh dan pemahaman atas informasi yang ia dapat tersebut sebelum ia melakukan tindakan konkrit berupa perbuatan pencegahan penularan penyakit tuberkulosis (Dwi, 2011) Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.11 diketahui bahwa responden dengan tindakan kurang baik sebanyak 85 orang (87,6%) dan sikap baik hanya 12 orang (12,4%).
Dari jawaban responden pada Tabel 5.10 diketahui bahwa responden mengerti bahwa dengan berobat ke puskesmas/instansi kesehatan dapat mendapat pengobatan TB Paru, makan obat secara teratur sesuai dengan anjuran petugas kesehatan adalah anjuran yang dilakukan dalam pengobatan TB Paru. Tetapi responden tidak mengerti bahwa masuknya sinar matahari ke dalam rumah dengan membuka jendela rumah dapat mencegah kuman TB paru berkembang biak, memisahkan peralatan makanan anggota keluarga yang lain dengan pasien TB dapat menghindari penularan penyakit TB Paru, dan dengan besar luas kamar tidur 8 m 2 untuk 4 orang dapat menghindari penularan penyakit kepada anggota keluarga yang lain. Selanjutnya responden juga tidak mengerti bahwa ventilasi yang memenuhi syarat (luas ventilasi permanen 10% dari luas lantai) adalah peraturan sirkulasi udara dalam rumah yang sangat diperlukan, membuka jendela kamar tidur setiap hari dapat menghambat pembiakan kuman TB di dalam kamar tidur dan juga dengan memilih lantai rumah diplester/diubin/keramik/papan (untuk rumah panggung) dapat mencegah kuman TB berkembang biak. Jadi dapat disimpulkan bahwa tindakan responden penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan adalah kurang baik. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada tindakan sebagai hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan. Cara membuang dahak ketika batuk belum memenuhi syarat aturan kesehatan sebagai seorang penderita TB Paru, selain ketidaktahuan cara membuang dahak dengan benar juga tidak tahu bahaya dan akibat dari perilaku tersebut, sehingga perilaku ini mempunyai potensi besar dalam penularan TB Paru diantara anggota keluarga. Teori Blum menyebutkan bahwa faktor perilaku merupakan komponen kedua terbesar dalam menentukan status kesehatan.
i BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB Paru di Puskesmas Helvetia Kota Medan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Mayoritas responden berada pada kelompok umur 41-500 tahun dan > 50 tahun yaitu sebanyak 62 orang (63,9%). 2. Mayoritas responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (55,7%). 3. Mayoritas responden berada tingkat pendidikan SLTA yaitu sebanyak 58 orang (59,8%). 4. Mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta dan petani yaitu sebanyak 44 orang (45,4%). 5. Tingkat penghasilan responden <Rp.1.050.000,- dengan tingkat penghasilan Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- berbeda tipis, hanya selisih 1 orang responden dengan tingkat Rp.1.050.000,- - Rp.2.000.000,- lebih banyak yaitu sebanyak 95 orang (98%). 6. Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 48 orang (49,5%). 7. Mayoritas responden penderita TB Paru memiliki sikap kurang baik yaitu sebanyak 78 orang (80,4%). 8. Mayoritas responden penderita TB Paru memiliki tindakan kurang baik yaitu sebanyak 85 orang (87,6%).
ii 6.2 Saran 1. Bagi kepala puskesmas dan petugas kesehatan Meningkatkan edukasi pasien TB paru terhadap upaya pencegahan penularan dengan cara : a. Diadakannya program penyuluhan secara rutin pada masyarakat terutama di daerah endemis tentang akibat dan cara pencegahan penularan penyakit TB Paru dan diadakan pelatihan terhadap kaderkader kesehatan sebagai tenaga fasilitator (tenaga kesehatan non profesional). b. Bekerjasama dengan institusi pendidikan kesehatan untuk melaksanakan program penyuluhan 2. Pasien TB Paru Menambah dan meningkatkan wawasan mengenai penyakit TB paru agar dapat mencegah penularan kepada orang lain 3. Peneliti lain Diharapkan hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan mengenai perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut pada pasien TB paru terutama penelitian tentang tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB Paru terhadap penyakitnya untuk mendapatkan hasil yang lebih rinci antara keduanya dengan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga bisa mendapatkan hasil yang lebih signifikan..