I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Pernberlakuan Otonorni Daerah yang diamanatkan melalui. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang terrnaktub pada pasal

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

UPAYA PENGEMBANGAN KEGIATAN EKONOMI PESISIR BERBASIS KELAUTAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN ARU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR NELAYAN JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Oleh

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Katalog BPS:

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Geografis

Inventarisasi Komoditas Unggulan Perikanan tangkap Ikan Laut di Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa Menggunakan Metode Skoring dan Location Quotient (LQ)

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

L PENDAHULUAN. Rumput laut merupakan salah satu komoditi hasil laut yang penting, karena mudah dibudidayakan dan mempunyai kegunaan yang sangat

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR NELAYAN JAWA TIMUR BULAN JANUARI 2012

BAB IV PROFIL LOKASI 4.1. Letak Geografis dan Kondisi Alam

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR NELAYAN JAWA TIMUR BULAN JUNI 2013

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

1. Pendahuluan IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN MINAPOLITAN KABUPATEN INDRAMAYU

PENGANTAR ILMU PERIKANAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR NELAYAN JAWA TIMUR BULAN DESEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR NELAYAN JAWA TIMUR BULAN JULI 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR : 25 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO

AGROBISNIS BUDI DAYA PERIKANAN KABUPATEN CILACAP

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

viii BAB VIII PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 91

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan adalah sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN DI PULAU-PULAU KECIL PROVINSI MALUKU UTARA

BAB VII KETERKAITAN ANTARA SEKTOR PERTANIAN DAN LUAR PERTANIAN DI PULAU PRAMUKA

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN FATUBESI KEC. KOTA LAMA KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR NELAYAN JAWA TIMUR BULAN DESEMBER 2011

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERIZINAN USAHA PERIKANAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. KONDISI UMUM PRODUKSI IKAN LAUT TANGKAPAN DI WILAYAH UTARA JAWA BARAT

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, petani dan nelayan selalu lebih miskin dibandingkan penduduk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PERIKANAN LAUT KABUPATEN KENDAL. Feasibility Study to Fisheries Bussiness in District of Kendal

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

Rencana Pengembangan Berkelanjutan Kelautan dan Perikanan di Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Otonomi Daerah yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang termaktub pada pasal 117, yang berbunyi : "Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta, karena kedudukannya diatur sendiri dalam undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta". Selanjutnya, dalam UU No. 34 Tahun 1999 dinyatakan bahwa wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu ditingkatkan statusnya menjadi Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka terhitung mulai tanggal 3 Juli 2001, status Kecamatan Kepulauan Seribu ditingkatkan menjadi Kabupaten Administrasi. Dalam PP 55 tahun 2001 disebutkan bahwa peningkatan status menjadi Kabupaten Administrasi dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat serta pengendalian fungsi kawasan Kepulauan Seribu. Wilayah Kepulauan Seribu terletak di Teluk Jakarta dan Laut Jawa yang merupakan sumberdaya perairan dengan luas perairan laut sebesar 6.997,50 km 2. Kepulauan Seribu terdiri atas gugusan pulau karang, yang saat ini meliputi 110 pulau dengan luas daratan sebesar 7,73 km 2 (773,61 Ha). Sebanyak 20 buah pulau telah beroperasi sebagai pulau tujuan rekreasi dan pariwisata; dan sebanyak 11 pulau merupakan pulau hunian dengan jumlah penduduk berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2000 sebesar 17.973 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 9.176 jiwa dan perempuan 8.797 jiwa atau seks rasio sebesar1,04. Jumlah rumahtangga sebanyak 4.454 dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga sebesar empat Orang. Kelurahan

terpadat penduduknya yaitu Kelurahan Pulau Panggang dengan kepadatan sebesar 4.354 jiwa/km 2, sedangkan yang terendah adalah kelurahan Untung Jawa dengan kepadatan sebesar 664 jiwa/km 2 (BPS, 2001). Suhu bulanan rata-rata Kepulauan Seribu antara 27-28,3 C dengan curah hujan rata-rata sebesar 43 mm - 50 mm dan kelembaman rata-rata sebesar 72 % - 81,7 %. Pada musim hujan terdapat fitoplankton yang cukup banyak dan pada musim angin Barat kandungan zooplankton menjadi lebih besar, dimana kondisi ini memiliki potensi yang besar untuk kegiatan budidaya laut, seperti rumput laut, kerapu, kakap, baronang dan kerang hijau. Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 4 Tahun 2001 ditetapkan wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara (yang terdiri atas Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa dan Kelurahan Pulau Harapan); serta wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (yang terdiri atas Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Untung Jawa dan Kelurahan Pulau Pari). Saat ini nelayan di Kepulauan Seribu dapat menangkap ikan secara efektif hanya sembilan bulan dalam kurun waktu satu tahun, yaitu pada periode bulan Pebruari sampai dengan Oktober. Sedangkan sisanya, selama tiga bulan merupakan bulan paceklik, dimana para nelayan tidak dapat menangkap ikan yang disebabkan oleh datangnya musim angin Barat. Untuk menjaga kelangsungan hidup dan meningkatkan pendapatan nelayan, alternatif yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan kegiatan budidaya laut (seperti ikan, rumput laut, teripang dan lain-lain), serta melakukan kegiatan pengolahan hasil perikanan (seperti ikan asin, kerupuk ikan, dodol rumput laut, dan lain-lain). Gambaran hasil produksi dan nilai hasil usaha penangkapan selama satu bulan menurut jenis ikan di wilayah Pulau Seribu disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Hasil dan Nilai Tangkapan Selama Satu Bulan menurut Jenis Ikan di wilayah Pulau Seribu

No. Jenis Ikan Hasil Tangkapan (Kilogram) Nilai Tangkapan ('000 rupiah) 1. Baronang 17.386 288.717 2. Ekor kuning 41.840 327.488 3. Kakap 14.365 175.549 4. Kembung 26.667 171.132 5. Kerapu 10.562 115.658 6. Layang 19.515 70.066 7. Manyung 909 4.323 8. Selar 71.288 256.039 9. Tembang 7.364 13.863 10. Tenggiri 9.054 110.467 11. Tongkol 24.827 123.478 12. Ikan lainnya 110.834 431.759 13. Ikan hias 4.107 14.100 14. Karang 3.442 30.541 15. Biota laut lainnya 742 1.117 JUMLAH 362.902 2.134.297 Sumber : BPS Propinsi DKI Jakarta (2000). Jika dikaji dari potensi yang ada dan dengan mempertimbangkan potensi ekonomi, budidaya ikan merupakan alternatif yang perlu didukung pengembangannya, khususnya budidaya ikan kerapu. Hal ini didasarkan pada kondisi belum optimalnya pengelolaan ikan kerapu, terutama yang berbasis komersial. Jika dilihat dari data ekspor per jenis ikan yang dilakukan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dapat diketahui bahwa ikan kerapu belum secara optimal digali potensinya, sehingga jumlah ekspornya masih relatif kecil, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.2 sebagai berikut.

Tabel 1.2. Volume Ekspor menurut Jenis Ikan di DKI Jakarta Tahun 1992-1998 (dalam Kg) No. Jenis Ikan 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1. Udang 12.463.524,25 12.911.394,46 13.746.949,90 10.338.398,84 8.003.007,80 6.533.635,85 4.137.950,57 2. Tuna 8.033.352,98 10.863.321,86 9.951.998,18 11.355.565,50 11.532.944,19 10.509.288,26 8.897.729,14 3. Kodok 228.128,00 373.093,30 323.006,38 542.255,91 444.958,99 444.958,99 297.977,19 4. Lobster 101.238,00 34.979,02 88.711,88 397.509,12 99.046,08 99.046,08 143.394,14 5. Tenggiri 5.006.025,56 4.035.566,16 3.332.387,66 2.761.846,68 191.097,02 293.532,06 649.543,74 6. Sirip Ikan 8.374,70 5.378,00 33.867,85-399,00 168,00 6.032,10 7. Ubur-ubur 646.325,00 1.771.600,00 1.005.431,00 128.175,00 209.328,00 722.632,00 565.295,00 8. Gurita - - - - - 3.385,00 293.547,69 9. Kepiting/ Rajungan 127.742,56 154.888,00 283.399,00 168.547,70 160.252,56 126.512,80 206.527,63 10. Ikan Asin 133.239,00 97.900,00 4.629,50 207.438,00 495.505,00 877.134,00 134.583,22 11. Belut 1.000,00 - - 7.005,00 0,00 0,00 17.500,00 12. Bawal - - - - 393.150,00 325.501,00 537.195,00 13. Kakap - - - - 1.063.862,98 1.409.229,65 1.119.091,72 14. Kerapu - - - - 165.335,61 159.965,70 500.221,47 15. Cucut - - - - 0,00 23.318,00 8.709,00 16. Cumi - - - - 17.428,00 9.130,00 465.581,06 17. Labi-labi - - - - 164.487,00 13.526,60 5.300,00 18. Ekor kuning - - - - 56.100,00 62.421,00 37.585,00 19. Lain-lain 282.888,00 66.980,50 1.789.151,23 82.665,65 207.249,29 287.567,87 3.905.012,07 JUMLAH 27.031.838,05 30.315101,30 30.559.532,58 25.989.407,40 23.204.151,51 21.900.952,86 21.928.775,74 Sumber : Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta (2000). Untuk mengetahui potensi dan aktivitas yang ada, yang selanjutnya dijadikan bahan perumusan strategi pengembangan budidaya ikan kerapu, wilayah penelitian meliputi Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta. Saat ini di Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kepulauan Seribu terdapat kegiatan pembenihan (hatchery) ikan kerapu yang baru mulai dirintis oleh pihak swasta. Kegiatan pembenihan ini diharapkan dapat menjadi pengungkit (leverage) bagi kegiatan budidaya ikan kerapu di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Saat ini belum tersedia rencana strategis pengembangan budidaya ikan kerapu, sehingga penelitian ini ditujukan untuk merumuskan perencanaan strategis pengembangan budidaya ikan kerapu di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Kehidupan masyarakat di wilayah Kepulauan Seribu pada umumnya sangat tergantung pada eksistensi sumberdaya pesisir dan laut, dimana secara dominan mereka tergantung dari hasil tangkapan ikan karang. Sebagai salah satu unsur ekosistem di wilayah ini, keberadaan terumbu karang memegang peranan penting dalam menjaga kelangsungan perekonomian masyarakat setempat. Kegiatan mereka yang terkait dengan keberadaan terumbu karang meliputi kegiatan penangkapan ikan ekor kuning, ikan pisang-pisang, baronang, kerapu, ikan hias, sampai dengan kegiatan budidaya dan pengambilan terumbu karang hidup dan biota laut lainnya untuk diperdagangkan. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ini mendorong tumbuhnya kegiatan turunan berupa pengolahan hasil laut, jasa perdagangan (hasil laut, bahan bakar minyak, dan bahan keperluan sehari-hari), serta kegiatan pembuatan kapal penangkap ikan. Secara rinci kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu diidentifikasi seperti terlihat pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3. Rekapitulasi Analisis Finansial Kegiatan Usaha di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. No. Jenis Usaha Investasi (Rp.) Keuntungan (Rp.) R/C 1. Jaring Kongsi (muroami kecil) 65.000.000 827.000.000 6,27 2. Jaring Payang 28.000.000 132.027.200 5,69 3. Nelayan Ikan/Tanaman Hias 34.030.000 373.615.500 3,82 4. Bagan 28.100.000 58.475.000 4,34 5. Penangkap Teripang 26.300.000 74.064.000 4,60 6. Bubu 26.690.000 72.599.000 4,49 7. Pancing Tongkol 8.300.000 63.260.000 3,81 8. Budidaya Kerapu 34.000.000 99.540.000 2,12 9. Budidaya Rumput Laut 6.347.000 27.061.000 3,59 10. Ikan Asin dan Kerupuk Ikan 313.000 5.563.400 1,24 11. Kerupuk Ikan 751.000 9.573.667 1,30 12. Teripang Asap 375.000 27.825.333 3,37 13. Dodol dan Manisan 434.000 3.793.500 1,33 14. Keripik Sukun 310.000 971.600 1,40 15. Ternak Itik 760.000 1.548.333 1,84 16. Ternak Ayam Bangkok 835.000 1.415.000 1,67 Sumber : Biro Bina Perekonomian Daerah Propinsi DKI Jakarta dan LPM- IPB (2001).

B. Perumusan Masalah Masyarakat nelayan di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu memiliki karakteristik dan masalah stereotipe yang mirip, yang karakteristiknya digambarkan di bawah ini. 1. Aspek Technoware a. Teknologi Pembenihan Teknologi produksi benih bersifat kompleks, dengan jumlah investasi yang sangat besar, yaitu sekitar 3-4 milyar rupiah (hasil wawancara dengan pihak PT. Nuansa Ayu Karamba, 2002). Usaha pembenihan mempunyai risiko yang tinggi karena rendahnya angka SR. Saat ini di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu baru dirintis usaha pembenihan ikan kerapu berskala kecil dengan menggunakan teknologi sederhana oleh PT. Nuansa Ayu Karamba. Nelayan di Wilayah Kepulauan Seribu masih tergantung pada benih ikan kerapu yang berasal dari penangkapan di alam. b. Teknologi Pembesaran Metode pembesaran ikan kerapu yang dianggap modern adalah teknologi budidaya dengan Kajapung (Karamba Jaring Apung) yang benihnya berasal dari ikan kerapu induk yang dipijahkan secara modern. Saat ini teknologi pembesaran yang dilakukan oleh nelayan Kepulauan Seribu masih dengan cara tradisional yang hasil produksinya masih terbatas karena pengadaan benih ikan sangat tergantung pada musim gelombang dan jumlah penangkapannya masih relatif sedikit. c. Teknologi Transportasi Pada dasarnya teknologi transportasi yang utama adalah menyangkut persiapan terhadap ikan, bahan pengemas dan persiapan teknis lainnya seperti perbandingan air laut dan gas oksigen, suhu ideal, salinitas dan lamanya pengangkutan guna memperlancar dan melindungi ikan hingga selamat tiba di tempat tujuan.

Persiapan terhadap ikan meliputi pemuasaan ikan guna menghindari kotoran yang dikeluarkan dari sisa-sisa metabolisme yang akan menurunkan kualitas air. Bahan pengemas pada prinsipnya dimaksudkan untuk mempertahankan tingkat aerasi di dalam kemasan selama di perjalanan. Persiapan teknis lainnya meliputi upaya menjaga suhu media untuk memperlambat proses metabolisme sehingga akan memperlambat berkurangnya oksigen dalam media selama pengangkutan. Disamping itu air laut digunakan sebagai media pengangkutan untuk menjaga tingkat salinitas sesuai dengan kondisi media budidaya sesungguhnya. Teknologi transportasi ini masih belum dikuasai sepenuhnya oleh para nelayan budidaya ikan kerapu di wilayah Kepulauan Seribu yang masih bersifat tradisional. 2. Aspek Humanware Penduduk wilayah Kepulauan Seribu secara dominan memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, yaitu sebesar 82,78 % baik sebagai nelayan penangkapan maupun nelayan budidaya, sementara sebesar 12,56 % memiliki mata pencaharian dalam usaha perdagangan, dan sisanya sebesar 4,66 % berusaha di luar kedua sektor tersebut (BPS, 2000). Dari seluruh penduduk yang bekerja, sebesar 76,40 % memiliki tingkat pendidikan Sekolah Dasar, 15,01 % SLTP, dan sisanya 8,47 % SLA dan sekitar 0,12 % Akademi dan Universitas (BPS, 2000). Rendahnya tingkat pendidikan mayoritas penduduk Kepulauan Seribu menjadikan kemampuan mereka sangat terbatas, baik dalam memanfaatkan hasil laut sebagai sumberdaya ekonomis, seperti teknik penangkapan ikan yang merusak alam atau teknik budidaya, pengolahan pasca panen hasil laut, pemasaran dan manajemen usaha skala mikro.

3. Aspek Infoware Wilayah Kepulauan Seribu memiliki kendala geografis dalam hal transportasi dan komunikasi. Transportasi laut di wilayah ini relatif mahal dan kurang memadai. Sarana komunikasi yang ada berupa kantor pos satu buah, telepon umum enam unit, dan telex radio tujuh unit. Hal ini menyebabkan rendahnya aksesibilitas dan afordabilitas penduduk terhadap berbagai informasi, baik menyangkut teknik penangkapan ikan, budidaya, pemasaran, harga komoditi dan produk (baik dalam negeri maupun manca negara), permodalan dan manajemen praktis tentang pengelolaan usaha skala mikro. Hal ini lebih diperburuk oleh keadaan belum tersedianya sistem informasi pasar, baik menurut jenis komoditas maupun sumber harga. 4. Aspek Orgaware Kelembagaan di Kepulauan Seribu terdiri atas kelembagaan pemerintahan, kelembagaan ekonomi, dan kelembagaan sosial. Kelembagaan pemerintahan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dibentuk tahun 2001. Pada bulan April 2001 telah dibentuk Dewan Kelurahan yang berfungsi sebagai lembaga konsultatif bagi penyelenggara Kelurahan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan. Kelembagaan ekonomi di wilayah Kepulauan Seribu saat ini diperlihatkan pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Jumlah Fasilitas Ekonomi di Kepulauan Seribu, Tahun 2000. Wilayah Toko Warung Warung Nasi Koperasi Pos Giro Jumlah (Unit) P. Panggang 1 41 3 1 1 47 P. Tidung 3 55 2 60 P. Kelapa 4 97 2 2 105 P. Untung Jawa 11 7 1 19 Jumlah 8 207 12 6 1 231 Sumber : Dinas Perikanan Propinsi DKI Jakarta (2000). Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pasar belum dapat dikembangkan, yang diakibatkan tingginya disparitas harga ikan di wilayah Kepulauan Seribu dengan di Muara Angke, sehingga mendorong para nelayan menjual hasil tangkapannya ke Muara Angke. Kegiatan nelayan di akomodir dalam kelompok-kelompok nelayan yang dibentuk sesuai kebutuhan, misalnya ketika ada penyaluran bantuan modal. Sedangkan kelembagaan sosial meliputi : Karang Taruna, Posyandu, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, dan Majelis Taklim. Secara umum nelayan di Kepulauan Seribu bisa menangkap ikan selama sembilan bulan dalam satu tahun, selebihnya selama tiga bulan mereka tidak dapat menangkap ikan karena adanya musim angin Barat. Untuk mengatasi kondisi ini nelayan Kepulauan Seribu didorong untuk mengembangkan budidaya hasil laut yang dalam penelitian ini difokuskan pada budidaya ikan kerapu. Berdasarkan identifikasi beberapa kondisi strategik yang ada, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana mengidentifikasi kondisi lingkungan eksternal dan internal dalam kegiatan budidaya ikan kerapu.

2. Tipologi Strategi pengembangan budidaya ikan kerapu yang melibatkan peranserta swasta, pemerintah dan masyarakat sebagai berikut. a. Bagaimana strategi untuk memperoleh keunggulan kempetitif (competitive advantage) yang dapat digali dari keunggulan komparatif (comparative advantage) pada setiap kegiatan yang dilakukan. b. Bagaimana program kegiatan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek yang sebaiknya dilakukan, serta dukungan sarana dan prasarana yang diperlukan. C. Tujuan Penelitian Penelitian Perencanaan Strategik Pengembangan Budidaya Ikan Kerapu di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu bertujuan sebagai berikut. 1. Melakukan pengkajian terhadap kondisi lingkungan eksternal dan internal dari kegiatan budidaya ikan kerapu di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 2. Memformulasikan strategi pengembangan budidaya ikan kerapu dengan pendekatan "resource-based". 3. Menyusun program jangka panjang, menengah dan pendek bagi pengembangan budidaya ikan kerapu.