LAPORAN KIMIA FARMASI ANALISIS II TURUNAN ASAM HIDROKSI BENZOAT (Acetosal) Jumat, 12 Febuari 2016 Disusun oleh: Citra Purnamasari 31113009 Mia Fitriana 31113029 Nikken Nurul Ramadhani 31113033 Farmasi 3A PROGRAM STUDI FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2016
I. Tujuan: Penetapan Kadar Acetosal Menggunakan Metode Asidimetri II. III. Prinsip Percobaan: Pada prinsipnya asidimetri adalah analisa titrimetri yang menggunakan asam kuat sebagai titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa, ataupun pengukuran dengan asam (yang diukur jumlah basa atau garamnya). Dasar Teori: Titrasi asam-basa merupakan suatu metode yang memungkinkan dilakukannya analisis kuantitatif untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa yang tidak diketahui. Dalam titrasi asam-basa, basa akan bereaksi dengan asam lemah dan membentuk suatu larutan yang mengandung asam lemah dan basa terkonjugasi sampai semua asam ternetralkan semuanya (Satyajit, D : 2007). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam (Gandjar, Ibnu Gholib : 136). Asidimetri adalah suatu metode analisa titrimetri yang didasarkan pada pengukuran saksama jumlah volume asam yang digunakan, baik untuk zat-zat organik atau zat-zat anorganik, sedangkan pengukuran jumlah kuantitatif asam yang terdapat dalam contoh dengan cara titrasi dengan basa yang sesuai disebut alkalimetri. Dengan kata lain kedua cara ini mempunyai prinsip yang sama, yaitu menetapkan kadar asam atau basa dengan cara penambahan sejumlah larutan asam atau basa yang setara, dari jumlah volume larutan asam atau basa yang ditambahkan dapat dihitung kadar asam atau basa yang terdapat dalam contoh (Susanti :2000).
Semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada konsentrasi titran sehingga konsentrasi titran harus dibuat secara teliti. Titran semacam ini disebut dengan larutan baku (standar). Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan normalitas, molalitas atau bobot per volume (Gandjar :2007). Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Larutan standar ada 2 macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses yang mana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi (Gandjar :2007). O O O aspirin OH Asam asetilsalisilat yang lebih dikenal sebagai Asetosal atau Aspirin adalah analgetik anatipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas (Farmakologi dan Kemoterapi, 1993). Tablet asam asetilsalisilat mengandung asam asetilsalisilat C 9 H 8 0 4 dan tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket (Farmakope Indonesia ed. IV, 32).
Beberapa metode telah digunakan untuk analisis asetosal atau asam asetil salisilat baik dalam keadaan senyawa ruah (raw materials) atau dalam sediaan farmasetik (tunggal atganikau dalam campuran dengan obat lain). Aspirin merupakan obat analgetik. Aspirin mungkin merupakan obat analgesika yang paling popular dan paling banyak digunakan disebabkan oleh struktur kimianya yang sederhana dan harganya yang murah. Aspirin secara kimiawi dikenal dengan nama asam asetil salisilat, suatu molekul organik. Senyawa awal aspirin adalah salisin, yang ditemukan dalam batang kayu. Meskipun demikian, aspirin dengan mudah dapat dibuat dari fenol dengan reaksi Kolbe (Satyajit : 2007 hal 2). Salah satu efek samping aspirin adalah pendarahan lambung, yang sebagian disebabkan oleh sifat asamnya. Dalam lambung, aspirin akan terhidrolisis menjadi asam salisilat. Gugus asam karboksilat (-COOH) dan gugus hidroksil fenolik (-OH) yang terdapat pada molekul aspirin akan membuat senyawa ini bersifat asam. Jadi, penggunaan aspirin akan meningkatkan kondisi asam di lambung (Satyajit : 2007 hal 2). IV. Monografi Bahan 1. Aspirin (DITJEN POM edisi IV, 1995) Nama IUPAC : Acidum acetylsalicylium Sinonim : Asam asetilsalisilat Berat molekul : 180,16 Pemerian : Hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa asam Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform Kegunaan umum : Analgetikum, antipiretikum 2. Asam sulfat (DITJEN POM edisi III, 1979)
Nama resmi : Acidum sulfaricum Sinonim : Asam sulfat Rumus molekul : H 2 SO 4 Berat molekul : 98,07 Berat Jenis : ± 1,84 gr/vol % unsur penyusun : Asam sulfat mengandung tidak dari 95,0% dan tidak lebih dari 98,0% b/b H 2 SO 4 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Kegunaan : Sebagai katalisator 3. Natrium Karbonat (Depkes RI, 1979 Halaman 400) Nama resmi : NATRII KARBONAS Nama lain : Natrium Karbonat Rumus kimia : Na 2 CO 3 Berat molekul : 106 Pemerian : hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur putih Kelarutan : mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih Kegunaan : sebagai zat tambahan. 4. Natrium Hidroksida (Depkes RI, 1979 Halaman 421) Nama resmi : NATRII HIDROCIDUM Nama lain : Natrium Hidroksida Rumus kimia : Na(OH) Berat molekul : 40 Pemerian : bentuk batang massa hablur air kepingkeping, keras dan rapuh dan menunjukkan susunan hablur putih mudah meleleh basa sangat katalis dan korosif segera menyerap karbondioksida. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air Kegunaan : sebagai zat tambahan. 5. Phenolphtaleein (Depkes RI, 1979 Halaman 675)
Nama Resmi Nama Lain : PENOLPHTALEEIN : Fenolftalein Rumus Molekul : C 20 H 14 O 4 Berat Molekul : 318,32 Pemerian Kelarutan Penyimpanan Kegunaan : Serbuk hablur putih, putih atau kekuningan. : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter. : Dalam wadah tertutup baik : Larutan indikator 6. Ethanol (FI III, 93) Nama lain : Aethanolum Bobot Jenis : 0,8119 0,8139 RM : C 2 H 6 O Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform p, dan dalam eter p. Kegunaan : Sebagai pelarut dan penarik. 7. Asam Oksalat (FI III, 651) Nama lain : Asam Oksalat RM : (CO 2 H) 2. 2 H 2 O BM : 63,03 Pemerian : Hablur tidak berwarna Kelarutan : Larut dalam air dan dalam etanol 95 % Kegunaan : Analit untuk baku standar basa 8. Aquadest (FI III, 96) Nama Lain : Aqua Destillata, Air suling BM : 18,02 RM : H 2 O Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunya rasa. Penyimpanan Kegunaan : Dalam wadah tertutup baik : sebagai pelarut.
V. Persamaan Reaksi Reaksi antara Asetosal dengan NaOH acetosal Reaksi antara Asam Asetat dengan NaOH + NaOH + H 2 O Reaksi antara Natrium Asetil Salisilat dengan NaOH 2NaOH + H 2 SO 4 Na 2 SO 4 + 2H 2 O Reaksi yang terjadi pada penetapan kadar asetosal bersama dengan hasil uraiannya. VI. Metode a. Alat dan Bahan Alat Buret Statif dan klem Kaki tiga dan kasa Labu Erlenmeyer Tabung sentrifugasi Corong kaca Vortex Centrifugasi Pipet ukur Spirtus Gelas kimia Kertas saring Gelas ukur
b. Bahan Sampel acetosal NaOH 0,1 N H 2 SO 4 0,1 N Ethanol Na 2 CO 3 0.1 N Indikator phenolphthalein Aquadest c. Prosedur Prosedur Isolasi Timbang 1 gram sampel 7b Sampel dilarutkan dalam etanol 10 ml Sampel di vortex Sampel disetrifugasi selama 10 menit dalam 1000 rpm Sisa cairan dalam endapannya di uji dengan FeCl3 Jika masih berwarna ungu ulangi perlakuan sampai didapat Filtrat dipisahkan dari endapan acetosal murni Pembakuan NaOH oleh Asam Oksalat Filtrat acetosal yang didapat diencerkan dengan etanol sampai 100 ml. Timbang 50 mg asam oksalat Larutkan dengan 10 ml aquadest Tambahkan 3 tetes imdikator PP Titrasi oleh NaOH 0,1 N Pembakuan NaOH oleh Asam Oksalat Timbang 50 mg Na 2 CO 3 Larutkan dengan 10 ml aquadest Tambahkan 3 tetes indicator PP Titrasi dengan H 2 SO 4 0,1 N
Prosedur Penentuan Kadar Acetosal Siapkan Erlenmeyer Masukkan 10 ml acetosal hasil isolasi Tambahkan indikator PP 3 tetes Titrasi oleh NaOH sampai berwarna merah muda (TAT) Ukur volume NaOH yang digunakan Tambahkan 15 ml NaOH (berlebih) Panaskan selama 10 menit Diamkan beberapa saat sampai suhu kamar Titrasi dengan H 2 SO 4 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi bening Ukur volume H 2 SO 4 yang digunakan VII. Data Hasil Pengamatan a. Pembakuan NaOH oleh Asam Oksalat No Berat Sampel (mg) Volume NaOH (ml) 1 50 7,7 2 50 7,8 3 50 7,9 Rata 2 50 7,8 b. Pembakuan H 2 SO 4 oleh Na 2 CO 3 No Berat Sampel (mg) Volume H 2 SO 4 (ml) 1 50 9,2 2 50 9,4 3 50 9,3 Rata 2 50 9,3
c. Penetapan Kadar Asetosal No Volume Sampel (ml) Volume NaOH (ml) 1 10 5,1 2 10 5,2 3 10 5,1 Rata 2 10 5,13 No Volume Sampel (ml) Volume H 2 SO 4 (ml) 1 10 4,2 2 10 4,1 3 10 4,1 Rata 2 10 4,13 VIII. Perhitungan a. Pembakuan NaOH 0,1 N dengan Asam Salisilat N NaOH mg/be AsamOksalat V NaOH N NaOH 50 mg/63,03 7,8ml N NaOH 0,101 N b. Pembakuan H 2 SO 4 dengan Na 2 CO 3 mg/be AsamOksalat N H 2 SO 4 V NaOH N H 2 SO 4 N H 2 SO 4 50mg/53 9,3ml 0,101 N c. Penentuan Kadar Asetosal 1. Volume NaOH yang bereaksi dengan H 2 SO 4 V NaOH x N NaOH = V H 2 SO 4 x N H 2 SO 4 V NaOH x 0,101 = 4,13 x 0,101
V NaOH = 0,41713 0,101 V NaOH = 4,13 ml 2. Volume NaOH yang bereaksi dengan sampel V NaOH yang ditambahkan - V NaOH yang bereaksi = 15ml - 4,13 ml = 10,87 ml 3. Penetapan Kadar Sampel Asetosal a. V sampel x N sampel = V NaOH x N NaOH = 10 x N sampel = 10,87 x 0,101 N sampel = 0,109787 N b. Gram Asetosal mgr/ek N = v mg = BE x N x V = 180,16 x 0,109787 x 10 = 197,792 mg = 0,197 g c. % Kadar Sampel g Asetosal % kadar = g sampel x 100 = 0,197 1 x100 = 19,7 % IX. Pembahasan Pada praktikum kali ini yaitu penetapan kadar Asetosal (aspirin) dari sediaan tablet dengan menggunakan metode titrasi asam basa (asidimetri). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam (Ibnu Gholib,2007).
O O O aspirin OH Tablet asam asetilsalisilat mengandung asam asetilsalisilat C 9 H 8 0 4 dan tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 110,0 % dari jumlah yang tertera pada etiket (Farmakope Indonesia ed. IV, 32). Asam asetilsalisilat yang lebih dikenal sebagai Asetosal atau Aspirin adalah analgetik anatipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas (Farmakologi dan Kemoterapi, 1993). Asetosal bersifat asam karena dapat mendonorkan proton. Pelepasan proton ini diakibatkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi pada gugus karboksil dimana atom O memiliki pasangan atom melimpah sehingga sifatnya elektronegatif. Hal itu menyebabkan elektron pada atom C akan lebih tertarik pada atom O yang menyebabkan atom C bersifat elektropositif karena atom C pun berikatan pada gugus OH, menyebabkan atom O akan bersifat elektronegatif. Akibatnya atom H akan bersifat elektropositif yang nantinya akan didonorkan sesuai teori Bronstead- Lowry yang berbunyi, asam adalah senyawa yang cenderung melepaskan proton, sedangkan basa adalah senyawa yang cenderung menangkap proton. (Ibnu Gholib, 2007). Isolasi sampel Asetosal dilakukan dengan cara ekstraksi padat cair. Yaitu sebanyak 1 gram sampel ditimbang lalu ditambahkan 10 ml pelarut etanol. Untuk menghomogenkan campuran dilakukan proses penghomogenan dengan alat vortex dan setelah dihasilkan larutan homogen maka dilakukan pemisahan antara fasa etanol (pelarut) yang melarutkan zat aktif asetosal dan fasa yang tidak larut dalam pelarut etanol yang berisi matriks tablet. Dari hasil sentrifugasi akan diperoleh filtrat dan
residu. Filtrat merupakan fasa etanol dan asetosal, dan residu adalah matriks tablet. Larutan sampel hasil isolasi yang diambil untuk titrasi adalah sebanyak 10 ml. Pelarut yang digunakan untuk memisahkan asetosal pada saat ekstraksi adalah etanol. Alasan pemilihan etanol sebagai pelarut adalah karena Asetosal sebagai zat aktif yang akan diisolasi memiliki kelarutan yang sangat baik dalam etanol yaitu mudah larut dengan perbandingan 1 : 1 10. Ketidaklarutan dalam air juga dapat ditinjau dari struktur kimia Asetosal yang memiliki banyak ikatan rangkap dan tersusun atas banyak atom C sehingga mengurangi kelarutannya dalam air. Sedangkan matriks tablet tidak larut dan praktis tidak larut dalam etanol sehingga ketika disentrifugasi filtrat merupakan bagian yang larut dalam pelarut etanol, yaitu Asetosal sebagai analit untuk dilakukan titrasi. Asetosal dapat dititrasi secara langsung dengan menggunakan baku basa, seperti NaOH. Senyawa ini mudah terhidrolisis, karenanya kelebihan basa selama titrasi harus dihindari. Pada penetapan asetosal dengan cara ini digunakan larutan NaOH 0,1 N dan suhu dijaga pada 15-20 C. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : Kerugian pada metode ini pada penetapan kadar ester (seperti asetosal) adalah tidak dapat membedakan antara esternya dan asam bebas yang mungkin terbentuk karena hidrolisis ester (Sudjadi,2012 ). Pada pengujian dengan menggunakan metode asam basa tidak langsung ini, yaitu kelebihan basanya di titrasi dengan H 2 SO 4 0,1 N. Pengujian ini dilakukan dengan penambahan NaOH 0,1 N secara berlebih yang sebelum dititrasi dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit dengan tuujuan untuk menghomogenkan. Kemudian campuran yang telah homogen sempurna dititrasi kelebihan basanya dengan H 2 SO 4 0,1 N sehingga terbentuk pada akhir tittrasi terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna. Asam yang gugus hidroksilnya teresterkan
seperti asetosal mudah larut dalam NaOH encer dan akan terhidrolisis dalam basa berlebihan pada pemanasan di atas penangas air. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : NaOH + H 2 SO 4 Na 2 SO 4 + H 2 O Berat molekul asetosal adalah 180,16. Banyaknya NaOH harus cukup berlebihan untuk menetralkan asam salisilat dan asam asetat yang terbentuk. Berat ekivalen asetosal adalah setengah dari berat molekulnya karena alkali menetralkan asam salisilat dan asam asetat yang terbentuk pada saat hidrolisis. Sebelum dilakukan titrasi pada sampel dilakukan pembakuan NaOH dengan menggunakan asam oksalat, tujuannya yaitu untuk mengetahui normalitas yang sebenarnya dari baku sekunder dan untuk mengetahui konsentrasi NaOH yang nantinya akan digunakan dalam mencari kadar sampel yang dibutuhkan. Hasil yang diperoleh pada pembakuan NaOH ini adalah sebesar 0,101N dengan volume rata-rata titrasinya adalah sebanyak 7,8 ml. Selanjutnya dilakukan titrasi dengan membakukan H 2 SO 4 0,1 N yang bertindak sebagai larutan baku sekunder dengan menggunakan Na 2 CO 3. Tujuannya yaitu untuk mengetahui normalitas H 2 SO 4 0,1 N yang sebenarnya dari baku sekunder dan untuk mengetahui konsentrasi yang nantinya akan digunakan dalam mencari kadar sampel yang dibutuhkan. Hasil yang diperoleh pada pembakuan H 2 SO 4 0,1 N ini adalah sebesar 0,101 N dengan volume rata-rata titrasinya adalah sebanyak 9,3 ml. Selanjutnya sampel hasil dari isolasi diambil sebanyak 10 ml yang digunakan untuk titrasi. Titrasi dilakukan segera setelah asetosal dilarutkan dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan terurainya asetosal. NaOH akan menetralkan gugus karboksil dari asetosal, asam salisilat, natrium salisilat, dan natrium asetat.
Setelah titrasi pertama selesai, natrium asetil salisilat dihidrolisis dengan NaOH 0,1 N berlebihan yang diukur dengan seksama dan membentuk natrium salisilat dan natrium asetat (Djibran,2012). Pada pendinginan larutan harus dijaga terhadap CO 2 dari udara, sebab larutan panas NaOH cepat menyerap panas dari CO 2 yag berasal dari udara membentuk natrium natrium karbonat yang menyebabkan terjadinya perubahan warna indikator sebelum titik akhir titrasi tercapai (Sudjadi,2012). Adapun fungsi dari penambahan indikator PP adalah untuk mengetahui titik akhir titrasi yaitu berupa perubahan warna menjadi merah muda.fenolftalein memiliki nilai pka 9,4 dan akan berubah pada rentang ph 8,4-10,4. Dimana pada rentang ph 8,4-10,4 PP mengalami pengaturan ulang struktur karena satu proton dihilangkan dari salah satu gugus fenolnya seiring dengan meningkatnya ph dan hasil ini menyebabkan perubahan warna, dan mengalami perubahan struktur tergantung ph yang sama. Dan itulah sebabnya PP sangat cocok digunakan pada metode titrasi asam basa (Watson, David 2002). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut : + NaOH + H 2 O Sedangkan pada hidrolisis natrium asetil salisilat dengan NaOH, reaksi yang terjadi adalah : 2NaOH + H 2 SO 4 Na 2 SO 4 + 2H 2 O Reaksi yang terjadi pada penetapan kadar asetosal bersama dengan hasil uraiannya.
Pada penetapan kadar asetosal yang terdapat bersama-sama dengan hasil uraiannya(asam salisilat dan asam asetat), yaitu sebanyak 10 ml asetosal hasil dari isolasi ditambahkan indikator PP dan dititrasi segera dengan NaOH 0,1 N sampai mencapai titik akhir titrasi. Pengujian ini dilakukan dengan penambahan NaOH 0,1 N secara berlebih yang sebelum dititrasi dipanaskan terlebih dahulu selama 15 menit dengan tujuan untuk menghomogenkan. Kemudian campuran yang telah homogen sempurna dititrasi kelebihan basanya dengan H 2 SO 4 0,1 N sehingga terbentuk pada akhir tittrasi terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna(bening). Asam yang gugus hidroksilnya teresterkan seperti asetosal mudah larut dalam NaOH encer dan akan terhidrolisis dalam basa berlebihan pada pemanasan di atas penangas air. Hasil akhir dari titrasi tersebut didapatlah volume rata-rata dari titrasi tersebut sebanyak 4,13 ml. Dimana hasil tersebut dikurangi dengan volume NaOH yang ditambahkan secara berlebih sebanyak 15 ml. Didapatlah volume NaOH yang bereaksi dengan ampel adalah sebesar 10,87 ml. Setelah didapatkan hasil tersebut maka dapat digunakan untuk menetapkan kadar sampel asetosal. Dari hasil perhitungan didapat kadar sampel sebesar 197 mg dengan konsentrasi 19,7 %. X. Kesimpulan Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi aspirin yang terkandung adalah 19,7 % yaitu sebesar 197 mg. Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode asidimetri dengan indikator PP. Hasil pembakuan NaOH adalah 0,101 N. Dan hasil pembakuan H2 SO 4 adalah 0,101 N. XI. Daftar Pustaka
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Kemetrian Kesehatan RI. Gandjar, Ibnu Gholib dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Soedjadi dan Abdul Rohman. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sarker, Satyajit dan Nahar, Lutfun. 2007. Kimia untuk Mahasiswa Farmasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Roth,J Herman dan Blaschke.1985. Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Watson,David G. 2007. Analisis Farmasi Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. standar yaitu larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang. Syarat senyawa yang dapat dijadikan standar primer: 1. Memiliki kemurnian 100%. 2. Bersifat stabil pada suhu kamar dan stabil pada suhu pemanasan (pengeringan) disebabkan standar primer biasanya dipanaskan dahulu sebelum ditimbang. 3. Mudah didapatkan (tersedia dimana-mana). 4. Memiliki berat molekul yang tinggi (MR), hal ini untuk menghindari kesalahan relative pada saat menimbang. Menimbang dengan berat yang besar akan lebih mudah
dan memiliki kesalahan yang kecil dibandingkan dengan menimbang sejumlah kecil zat tertentu. Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar primer. NaOH tidak dapat dipakai untuk standar primer disebabkan NaOH bersifat higroskopis oleh sebab itu maka NaOH harus dititrasi dahulu dengan KHP agar dapat dipakai sebagai standar primer. Begitu juga dengan H 2 SO 4 dan HCl tidak bisa dipakai sebagai standar primer, supaya menjadi standar sekunder maka larutan ini dapat dititrasi dengan larutan standar primer Na 2 CO 3. Larutan yang dipergunakan untuk penentuan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya diletakkan di dalam buret dan larutan ini disebut sebagai larutan standar atau titran atau titrator, sedangkan larutan yang tidak diketahui konsentrasinya diletakkan di Erlenmeyer dan larutan ini disebut sebagai analit. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit pada analit sampai diperoleh keadaan dimana titran bereaksi secara equivalen dengan analit, artinya semua titran habis bereaksi dengan analit keadaan ini disebut sebagai titik equivalen. Mungkin kamu bertanya apabila kita menggunakan dua buah larutan yang tidak bewarna seperti H2SO4 dan NaOH dalam titrasi, bagaimana kita bisa menentukan titik equivalent?. Titik equivalent dapat ditentukan dengan berbagai macam cara, cara yang umum adalah dengan menggunakan indicator. Indikator akan berubah warna dengan adanya penambahan sedikit mungkin titran, dengan cara ini maka kita dapat langsung menghentikan proses titrasi. Sebagai contoh titrasi H 2 SO 4 dengan NaOH digunakan indikator fenolftalein (pp). Bila semua larutan H 2 SO 4 telah
habis bereaksi dengan NaOH maka adanya penambahan sedikit mungkin NaOH larutan akan berubah warna menjadi merah mudah. Bila telah terjadi hal yang demikian maka titrasi pun kita hentikan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan adanya berubahan warna indikator disebut sebagai titik akhit titrasi. Titrasi yang bagus memiliki titik equivalent yang berdekatan dengan titik akhir titrasi dan kalau bisa sama. Perhitungan titrasi didasarkan pada rumus: V.N titran = V.N analit Dimana V adalah volume dan N adalah normalitas. Kita tidak menggunakan molaritas (M) disebabkan dalam keadaan reaksi yang telah berjalan sempurna (reagen sama-sama habis bereaksi) yang sama adalah molequivalen bukan mol. Mol-equivalen dihasilkan dari perkalian normalitas dengan volume. Tidak semua zat bisa ditentukan dengan cara titrasi akan tetapi kita harus memperhatikan syaratsyarat titrasi untuk mengetahui zat apa saja yang dapat ditentukan dengan metode titrasi untuk berbagai jenis titrasi yang ada. Mengenal berbagai macam peralatan yang dipergunakan dalam titrasipun sangat berguna agar kita mahir melakukan teknik titrasi. Cara Melakukan Titrasi Asam Basa: 1. Zat penitrasi (titran) yang merupakan larutan baku dimasukkan ke dalam buret 2. Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau erlenmeyer). Ditempatkan tepat dibawah buret berisi titran. 3. Tambahkan indikator yang sesuai pada titrat, misalnya, indikator fenoftalien 4. Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah titrat tepat dibawah ujung buret, dan
tempatkan sehelai kertas putih atau tissu putih di bawah wadah titrat 5. Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi sedikit) sampai larutan di dalam gelas kimia menunjukkan perubahan warna dan diperoleh titik akhir titrasi. Hentikan titrasi!! Agar diketahui kapan harus berhenti menambahkan titran, maka dapat menggunakan bahan kimia, yaitu indikator, yang bereaksi terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan melakukan perubahan warna. Perubahan warna ini bisa saja terjadi persis pada titik ekivalen, tetapi bisa juga tidak. Titik dalam titrasi dimana indikator berubah warnanya disebut titik akhir ( Day dan Underwood). Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar. Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.untuk menggetahui kesempurnaan berlansungnya reaksi maka digunakan suatu zat yang disebut indicator. Indikator adalah zat warna larut yang perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang ph yang sempit. Jenis indikator yang khas adalah asam organik yang lemah yang mempunyai warna berbeda dari basa konjugatnya. Indikator yang baik mempunyai intensitas warna yang sedemikian rupa sehingga hanya beberapa tetes larutan indikator encer yang harus ditambahkan ke dalam larutan yang sedang diuji. Konsentrasi molekul indikator yang sangat rendah ini hampir tidak berpengaruh terhadap ph larutan. Perubahan warna indikator mencerminkan
pengaruh asam dan basa lainnya yang terdapat dalam larutan (Oxtoby, 2001).