BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Kelapa sawit termasuk tanaman jangka panjang. Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 13-18 meter. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu (monokotil). Klasifikasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Family : Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis Species : Elaeis guineensis Jacq. Sama halnya dengan tanaman dari family palmae lainnya, tanaman kelapa sawit memiliki dua bagian penting, yaitu: bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun. Bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan meliputi bunga dan buah (Tim Bina Karya Tani, 2009). 2.1.1. Akar (Radix) Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut, perakarannya sangat kuat yang keluar dari pangkal batang. Saat awal perkecambahan, akar pertama muncul dari biji yang berkecambah (radikula). Setelah itu radikula akan mati dan membentuk akar utama atau primer. Kemudian akar primer akan membentuk akar sekunder, tersier, dan kuarter. 3
Perakaran kelapa sawit yang telah terbentuk sempurna umumnya memiliki akar primer dengan diameter 5-10 mm, akar sekunder 2-4 mm, akar tersier 1-2 mm, dan akar kuartener 0,1-0,3 mm. akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara adalah akar tersier dan kuartener yang berada di kedalaman 0-60 cm dengan jarak 2-3 meter dari pangkal pohon (Lubis dan Widanarko, 2011). 2.1.2. Batang (Caulis) Tanaman kelapa sawit mempunyai batang yang tumbuh tegak lurus ke atas berbentuk silinder dengan diameter antara 25-75 cm, tetapi pangkal batang bisa lebih besar lagi pada tanaman tua. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang membentuk daun-daun dan memanjangkan batang. Titik tumbuh selama empat tahun pertama tumbuh membentuk daun-daun yang pelepahnya membungkus batang, sehingga batang tidak terlihat. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur empat tahun, pada umumnya sekitar 25-40 cm per tahun. Kecepatan tumbuh meninggi tanaman kelapa sawit berbeda-beda, bergantung pada tipe atau varietasnya. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan batang kelapa sawit adalah kondisi di sekitar tanaman seperti jenis tanaman, kesuburan lahan, iklim, pemeliharaan tanaman, jarak tanam, umur, dan lain sebagainya. 2.1.3. Daun (Folium) Daun pada tanaman kelapa sawit terdiri atas pangkal pelepah daun, yaitu bagian daun yang mendukung atau tempat duduknya helaian daun, tangkai daun, duri-duri, helaian anak daun, ujung daun, lidi, tepi daun, dan daging daun. Daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang panjangnya dapat mencapai 9 meter, bergantung pada umur tanaman. Helai 4
anak daun yang terletak di tengah pelepah daun merupakan helai daun yang terpanjang. Pohon kelapa sawit yang tumbuh normal dan sehat, pada satu batang terdapat 40-50 pelepah daun. Apabila tidak dilakukan pemangkasan sewaktu panen, maka jumlah pelepah daun dapat melebihi 60 batang. Pada tanah yang subur, kuncup daun cepat membuka, sehingga semakin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak makanan yang dibentuk, sehingga produksi akan meningkat. 2.1.4. Bunga (Flos) Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman berumah satu, yang berarti bunga betina dan bunga jantan terdapat dalam satu tanaman yang letaknya terpisah. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangakal pelepah daun dan masing-masing terangkai. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil, sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar. Bunga jantan atau bunga betina biasanya terbuka selama 3-5 hari pada satu tandan. 2.1.5. Buah (Fructus) Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh, baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah yang siap panen untuk pertama kali pada umur 3,5 tahun terhitung sejak dari penanaman biji pada pembibitan. Jumlah buah rata-rata 1600 buah per tandan. Ukuran dan bentuknya bervariasi menurut posisinya dalam tandan( Sunarko, 2007). Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai yang tertera pada tabel berikut. 5
Tabel 2.1. Perbedan Ketebalan Cangkang, Daging Buah Dan Rendemen Kelapa Sawit. Varietas Ketebalan Daging buah Rendemen cangkang(mm) Dura (D) 3-5 mm Tipis 15-17% Tenera (T) 2-3 mm Tebal 21-23% Pisipera (P) Sangat tipis Tebal 23-25% Sumber: Sunarko,2007 2.2. Hama kumbang Tanduk O. rhinoceros Pada Tanaman Kelapa Sawit. Hama O. rhinoceros yang lebih dikenal sebagai kumbang tanduk atau kumbang badak pada saat ini menjadi sebagai hama utama di perkebunan kelapa sawit. Sebelumnya, hama ini di kenal sebagai hama pada tanaman kelapa dan palma lain (Lubis, 2008). Hama kumbang tanduko. rhinoceros merupakan hama utama pada tanaman kelapa sawit muda, khususnya pada areal pemerajan. Jika sebelumnya banyak tanaman yang rusak oleh penyakitganoderma boninense,areal ini dapat menjadi tampat pembiakan kumbang. Kerugian secara tidak langsung adalah dengan rusaknya pelepah daun yang akan mengurangi kegiatan Fotosintesis tanaman yang pada akhirnya akan menurunkan produksi. Kerugian secara langsung adalah matinya tanaman kelapa sawit akibat serangan hama serangan hama kumbang tanduk. Permasalahan hama O. rhinoceros semakin menjadi lebih penting akibat memperlakukan system zeroburning pada replanting atau peremajaan tanaman tua. Batang tanaman kelapa sawit yang terserang Ganoderma tetapi masih tegak berdiri, merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangn hama O. rhinoceros (Susanto, 2005). 6
2.3. Siklus Hidup Kumbang Tanduk O. rhinoceros Sumber: Sulistyo, 2010. Gambar 2.1 Siklus hidup kumbang tanduk O. rhinoceros Kumbang tanduk mengalami proses metamorfosis sempurna dengan empat tahap; Telur, Larva, Kepompong, dan Imago. Lama proses metamorfosis pada kumbang badak atau kumbang tanduk bervariasi tergantung spesies dan lingkungan. Di Indonesia yang beriklim tropis,proses metamorfosis kumbang tanduk berlangsung cenderung lebih cepat. Kumbang betina meletakkan telur pada bahan organik yang sedang mengalami pembusukan seperti batang kelapa / kelapa sawit mati, kotoran kerbau / sapi, kompos / sampah dan lain-lain. Telur menetas dalam waktu 9-12 hari. Telur berwarna putih, mula-mula bentuknya jorong, kemudian berubah agak membulat. ( gambar 1) Telur yang baru diletakkan panjangnya 3-4mm, (Sulistyo, 2010). 7
Sumber: Susanto,2010 Gambar 2.2. Telur O. rhinoceros Larva berwarna putih, berbentuk silinder, gemuk dan berkerut-kerut, dan melengkung membentuk setengah lingkaran.kepala keras dilengkapi dengan rahang yang kuat. Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos dan pada hampir semua bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan dengan kelembaban yang cukup. Batang kelapa sawit dan kelapa yang membusuk adalah tempat yang baik untuk tempat hidup larva ini. Belum pernah diketahui bahwa larva kumbang ini menimbulkan kerusakan terhadap tanaman. Stadi larva terdiri atas 3 instar, masa larva instar pertama berlangsung selama 10-21 hari, instar kedua berlangsung selama 12-21 hari, instar ketiga berlangsung selama 60-165 hari. Kemudian larva O. rhinoceros berubah menjadi prapupa. Masa prapupa berlangsung selama 8-13 hari. Prapupa terlihat menyerupai larva, hanya saja lebih kecil dari instar terakhir dan berkerut serta aktif bergerak ketika diganggu seperti terlihat pada gambar 2 (Susanto, 2012). 8
Sumber: Susanto,2010 Gambar 2.3. Larva O. rhinoceros Pupa berwarna coklat kekuningan, berada dalam kokon yang dibuat dari bahan-bahan organik di sekitar tempat hidupnya (gambar 3). Masa pupa berlangsung antara 17-28 hari (Susanto, 2010). Sumber: Sulistyo, 2010 Gambar 2.4. Pupa O. ryhinoceros Kumbang yang baru jadi akan tetap tinggal di tempatnya antara 15-20 hari (masa preimago), kemudian baru terbang keluar. Kumbang dewasa betina dapat berlangsung hidup sekitar 274 hari, sedangkan kumbang dewasa jantan dapat berlangsung hidup sekitar 192 hari. Kumbang betina mempunyai bulu lebat pada bagian ujung perutnya, sedangkan yang jantan tidak berbulu. Imago berwarna hitam (gambar 4). Imago aktif pada malam hari untuk mencari makanan dan mencari pasangan untuk berkembang biak. 9
Kumbang yang baru keluar langsung menyerang kelapa sawit, kemudian kawin (Sulistyo, 2010). Sumber: Sulistyo, 2010 Gambar 2.5.. Imago O. rhinoceros Siklus hidup kumbang tanduk O. rhinoceros dapat di lihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Siklus hidup kumbang tanduk O. rhinoceros Fase Jangka Waktu (hari) Telur 8-12 Instar pertama 10-21 Instar kedua 12-21 Instar ketiga 60-165 Prapupa 8-13 Pupa 17-28 Dewasa Betina 274 Dewasa Jantan 192 Total 115-260 Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Menurut pusat penelitian kelapa sawit, tempat berkembangbiak kumbang tanduk kelapa sawit O. rhinoceros, yaitu : 1) Rumpukan batang kelapa sawit di areal replanting. 10
2) batang yang telah dicacah. 3) Tanaman masih berdiri pada system underplanting, sasaran untuk peletakan telur. 4) Larva berkembang biak pada tandan kosong kelapa sawit yang diaplikasikan pada gawangan maupun pada lumbang tanam besar. 5) Rumpukan batang kelapa sawit di areal replanting. 6) Batang yang telah dicacah 7) Tanaman masih berdiri pada system underplanting, sasaran untuk peletakan telur. 8) Larva berkembangbiak pada tandan kosong kelapa sawit yang diaplikasikan pada gawangan maupun pada lumbang tanam besar. PengendalianO. rhinoceros pada perkebunan kelapa sawit menggunakan system pengendalian Hama secara kimiawi. Sistem ini bertumpu pada kegiatan utama yaitu monitoring atau sensus populasi Oryctes atau intensitas kerusakan kelapa sawit (Susanto, 2012). Pemantauan populasi hama ini dilakukan secara teratur tiap bulan, terhadap 15% dari jumlah keseluruhan tanaman (setiap 6 baris diambil 1 baris sebagai contoh). Selama periode 2 tahun pertama setelah kelapa sawit dipindah tanam ke lapangan, apabila ditemukan 3-5 ekor kumbang/ha, maka pemberantasan harus dilakukan. Pada kelapa sawit yang berumur lebih dari 2 tahun, akibat serangan hama ini menjadi kumbang berbahaya. Dengan demikian, padat populasi kritis dinaikkan menjadi 15-20 ekor/ha (Sulistyo, 2010). 11
2.4. Gejala dan Kerusakan yang disebabkan Oleh Kumbang Tanduk O. rhinoceros Kumbang terbang dari sarangnya menjelang senja sampai malam sampai dengan jam 21.00 wib, dan jarang dijumpai pada waktu larut malam. Dari pengalaman diketahui, bahwa kumbang banyak menyerang kelapa sawit pada malam sebelum turun hujan.keadaan tersebut merangsang kumbang untuk keluar. Sumber: Koleksi Foto Pribadi Serangan sangat langka pada areal yang baru dibuka dan jauh dari perkampungan. Kumbang jantan maupun betina menyerang kelapa sawit. Kumbang tanduk hinggap pada pelepah daun yang agak muda, kemudian mulai menggerek ke arah titik tumbuh kelapa sawit. Panjang lubang gerekan dapat mencapai 4,2 cm dalam sehari. Kumbang berpindah-pindah dari satu tanaman ke tanaman yang lain setiap 4-5 hari, sehingga seekor kumbang dapat merusak 6-7 pokok/bulan Apabila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan tanaman akan mati atau tumbuh tunas baru satu atau lebih. Pucuk kelapa sawit yang terserang, apabila nantinya membuka 12
pelepah daunnya akan kelihatan seperti kipas atau bentuk lain yang tidak normal (Sulistyo, 2010). 2.5. Metode Pengendalian Hama Kumbang Tanduk Secara umum pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan menekan perkembangbiakan hama agar populasinya tidak mencapai batas yang secara ekonomi merugikan (Rahmawati, 2012). Populasi larva Oryctes yang terlalu banyak pada tanaman TM yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pengutipaan larva maka dapat dilakukan tindakan pengendalian secara fisik dan mekanik dengan menggunakan alat berat. Pada tempat-tempat yang dicurigai sebagai tempat berkembangbiak Oryctes yang biasanya tandan kosong kelapa sawit, rumpukan batang kelapa sawit, tunggul tanaman lain, serta tanah gambut dilakukan pelindasan dengan menggunakan alat berat sekaligus membongkar gundukan-gundukan yang besar dan selanjutnya dilanjutkan dengan pengutipan larva (Susanto, 2012). 2.6. Pengendalian Hama Secara Kimiawi Pemberatasan secara kimiawi dapat dilakukan dengan menyemprotkan insektisida berbahan aktif karbosulfan. Penyemprotan dikhususkan pada pucuk tanaman karena pada bagian ini paling disukai oleh kumbang. Insektisida yang banyak digunakan adalah yang berbahan aktif karbosulfan biasanya diaplikasikan denagn cara ditabur dengan dosis 5-10 gram per tanaman dengan frekuensi tergantung pada musim (Susanto, 2010) 13