BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan yang meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan di fasilitas-fasilitas kesehatan perlu dilakukan secara terorganisir dan memerlukan manajemen yang baik untuk menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dalam rangka pembangunan kesehatan (Kemenkes, 2015). Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang melaksanakan upayaupaya kesehatan tersebut melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang paripurna, terpadu dan berkualitas. Salah satu pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang dilakukan oleh instalasi gizi dalam bentuk kegiatan penyelenggaraan makanan untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal dalam upaya mempercepat proses penyembuhan penyakit (Soediono, 2009). Dari sejumlah institusi yang menyelenggarakan makanan kelompok, rumah sakit merupakan institusi yang terpenting. Bukan saja karena institusi rumah sakit yang makin bertambah banyak jumlahnya, tetapi juga fungsi makanan yang dihasilkan dan disajikan kepada orang sakit dalam upaya penyembuhan penyakit dapat berupa salah satu bentuk terapi, penunjang pengobatan, ataupun tindakan medis (Moehyi, 1995). Asupan gizi yang diperoleh dari makanan yang disediakan selama dirawat di rumah sakit akan mempengaruhi keadaan gizi atau 1
2 status gizi pasien untuk meningkatkan atau mempertahankan daya tahan tubuh dalam menghadapi penyakit/cedera, khususnya infeksi dan membantu memperbaiki fungsi organ yang terganggu akibat perjalanan penyakit (Paruntu, 2013). Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Dalam kegiatan penyelenggaraan makanan tersebut terdapat fungsi manajemen yang harus dilakukan dengan baik dan tepat agar dapat mencapai tujuan dari penyelenggaraan makanan itu sendiri yakni tersedianya makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen untuk mencapai status gizi yang optimal, terkhusus untuk pasien rawat inap (Kemenkes, 2013). Penyelenggaraan makanan rumah sakit sudah diatur dalam Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. PGRS menjadi acuan bagi rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan makanan yang bermutu yang dapat mempercepat proses penyembuhan pasien, memperpendek lama hari rawat dan menghemat biaya perawatan. PGRS disusun sesuai perkembangan peraturan perundangan, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di bidang gizi, kedokteran, dan kesehatan, dan standar akreditas rumah sakit 2012 untuk menjamin keselamatan pasien yang mengacu pada The Joint Comission International (JCI) for Hospital Accreditation (Kemenkes, 2013).
3 Oleh karena itu, keberhasilan penyelenggaraan makanan di rumah sakit dapat terwujud apabila fungsi manajemen yang terdapat dalam setiap kegiatan penyelenggaran makanan dilakukan sesuai dengan pedoman yang telah ada agar menghasilkan output yang optimal yakni berupa pencapaian tujuan dari penyelenggaraan makanan itu sendiri. Output yang dihasilkan dari penyelenggaraan makanan tersebut akan berdampak pada percepatan proses penyembuhan penyakit pasien. Selain itu, dalam setiap rangkaian kegiatan penyelenggaraan makanan di rumah sakit hendaknya memperhatikan syarat higiene dan sanitasi, mengingat permasalahan dari suatu makanan ditentukan oleh ada tidaknya kontaminasi terhadap makanan (Soediono, 2009). Upaya pengendalian faktor yang memungkinkan terjadinya kontaminasi yang akan memengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari proses pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di rumah sakit perlu dilakukan agar tidak menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan. Penjamah makanan juga memegang peranan penting untuk mewujudkan upaya sanitasi dalam kegiatan pengawasan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, pengolahan bahan makanan, penyimpanan dan penyajian makanan (Djarismawati et.al.2004). Dalam penyelenggaraan makanan juga sering ditemukan kelemahankelemahan yang meliputi pengelolaan yang tidak dilakukan secara profesional, perencanaan yang kurang baik, tenaga pelaksana yang tidak profesional, sistem pengawasan yang lemah, dan rendahnya dedikasi petugas penyelenggara. Hal
4 tersebut menyebabkan mutu dan cita rasa makanan yang disajikan kurang baik dan menjadi salah satu alasan lambatnya perkembangan penyelenggaraan makanan di rumah sakit jika dibandingkan dengan penyelenggaraan makanan institusi lainnya yang bersifat komersial (Moehyi, 1992). Penelitian yang dilakukan oleh (Jufri et.al. 2012) di Rumah Sakit Umum Lanto Dg Pasewang Kabupaten Jeneponto ditemukan pelaksanaan penyelenggaraan makanan yang belum sesuai dengan PGRS sehingga mengakibatkan tujuan dari penyelenggaraan makanan belum tercapai optimal. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa tidak dilakukannya kegiatan perencanaan anggaran, pelaksanaan kegiatan pengadaan bahan makanan yang tidak sesuai dengan menu karena kemampuan membeli bahan makanan terkendala oleh keterbatasan dana dan disesuaikan dengan keadaan pasar, penerimaan bahan makanan yang tidak sistematis, serta penyimpanan bahan makanan yang tidak baik karena sarana dan prasarana yang kurang memadai. Selain itu, ditemukan pasien yang tidak mendapat makanan karena tidak terlapor pada bagian gizi. Pada Penelitian yang dilakukan Paruntu (2013) di BLU Prof. Dr. R.D. Kandou Manado menunjukkan bahwa pengolahan pada lauk hewani yang tidak tepat serta penyajian yang kurang menarik mengakibatkan daya terima pasien terhadap menu lauk hewani rendah sehingga ditemukan sebanyak 23,2 % pasien rawat inap yang mengalami malnutrisi akibat konsumsi asupan protein yang rendah. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Muliawardani dan Mudayana (2016) di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta diperoleh hasil bahwa kegiatan perencanaan dalam pelayanan makanan sudah
5 dilakukan dengan baik tetapi dalam pelaksanaan penyelenggaraan makanannya tidak didukung tenaga gizi yang memadai. Tenaga juru masak, ahli gizi, dan pramusaji yang kurang mengakibatkan terjadinya perangkapan pekerjaan. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak (2015) di RSUD Lubuk Pakam menunjukkan kegiatan perencanaan, penerimaan, dan penyimpanan makanan sudah dilakukan dengan baik dan sesuai PGRS. Akan tetapi, perilaku penjamah makanan dalam proses pengolahan dan penyajian perlu diperbaiki karena kurang memperhatikan syarat keamanan, higiene dan sanitasi makanan. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabanjahe merupakan rumah sakit kelas C yang terletak di pusat Kota Kabanjahe, Kabupaten Karo dan merupakan rumah sakit rujukan dari beberapa daerah seperti Rumah Sakit Sidikalang Kabupaten Dairi, Rumah Sakit Kabupaten Simalungun, dan seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Karo. RSUD Kabanjahe menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan meliputi upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif) melalui pelayanan medik dan pelayanan penunjang medik. Pelayanan penunjang medik berupa pelayanan gizi dilaksanakan oleh pihak Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe dalam bentuk kegiatan penyelenggaraan makanan pada pasien rawat inap. Kegiatan penyelenggaraan makanan di RSUD Kabanjahe penting dilaksanakan untuk menjamin ketersediaan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman dan dapat diterima oleh pasien untuk mencapai status gizi yang optimal. Ruang lingkup penyelenggaraan makanan di instalasi RSUD Kabanjahe meliputi produksi dan distribusi makanan dengan sasaran utama yakni pasien rawat inap. Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe
6 mengadakan penyelenggaraan makanan untuk delapan ruang rawat inap meliputi Ruang VIP, Ruang Paviliun, Ruang Kelas, Ruang I, Ruang V untuk pasien bersalin, Ruang VI untuk pasien pasca bedah, Ruang IV untuk pasien anak dan HCU. Berdasarkan survei pendahuluan dan wawancara dengan kepala Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe, didapat beberapa informasi terkait kegiatan penyelenggaraan makanan di RSUD Kabanjahe. Ditemukan pelaksanaan manajemen yang kurang baik dalam pengadaan bahan makanan dimana pemesanan dan pembelian bahan makanan basah untuk kegiatan penyelenggaraan makanan seperti ikan, daging, sayur dan buah-buahan dilakukan setiap hari dengan jumlah yang disesuaikan dengan rata-rata jumlah pasien rawat inap biasanya di RSUD Kabanjahe sehingga menyebabkan instalasi gizi rentan kehabisan bahan makanan (kekosongan stock) ketika terjadi peningkatan jumlah pasien rawat inap dan mengganggu pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan makanan. Pihak instalasi gizi juga mengeluhkan anggaran dana yang disediakan pihak rumah sakit untuk kegiatan penyelenggaraan makanan yang dianggap masih belum mencukupi. Kegiatan penyimpanan bahan makanan oleh pihak instalasi gizi juga tidak dilakukan secara sistematis dan sesuai PGRS. Selain itu, jumlah ketenagaan di instalasi gizi yakni berjumlah 17 orang masih belum mencukupi jika mengacu pada standar kebutuhan tenaga gizi di instalasi gizi untuk rumah sakit kelas C berdasarkan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS), dimana harus ada sebanyak 30 tenaga gizi. Kondisi ketenagaan yang tidak mencukupi
7 mengakibatkan terjadi double job dan tidak adanya pembagian tugas untuk setiap tenaga gizi sehingga kesalahan baik dalam pengolahan dan pendistribusian rentan terjadi di RSUD Kabanjahe. Kesalahan dalam pengolahan dan pendistribusian dapat meningkatkan resiko terhadap kesalahan pemberian diet pada pasien dan rendahnya daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan. Sementara itu, berdasarkan observasi langsung dan wawancara yang dilakukan kepada 6 pasien rawat inap yang dilakukan secara acak diperoleh informasi terkait penyelenggaraan makanan. Sebagian besar pasien mengatakan bahwa pendistribusian makanan untuk makan siang dan sore sudah tepat waktu, walaupun makanan yang disajikan kepada pasien sering tidak dalam kondisi hangat. Pendistribusian makanan untuk pagi hari dinilai sering mengalami keterlambatan, sehingga beberapa pasien sudah sarapan terlebih dahulu sebelum makanan pagi disajikan oleh pihak instalasi gizi. Pengolahan pada lauk hewani terutama ikan juga dinilai kurang dalam tingkat kematangan dan rasanya. Pada pasien rawat inap yang baru dirawat karena masalah pencernaan (dyspepsia) juga didapat informasi bahwa selama satu hari awal dirawat di rumah sakit tersebut, pasien disediakan Makanan Biasa (MB) bukan Makanan Lunak (ML) karena belum terlapor sebagai pasien dengan diet khusus pada instalasi gizi. Sedangkan berdasarkan observasi dan wawancara pada keluarga pasien anak, diketahui bahwa daya terima pasien anak tersebut terhadap makanan yang disediakan oleh instalasi gizi cukup rendah karena nasi yang disajikan terlalu keras dan lauk yang disajikan sering mengalami pengulangan sehingga tidak
8 jarang pula makanan yang disediakan oleh pihak instalasi gizi dikonsumsi oleh orang tua pasien anak, sementara anak mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit. Oleh karena itu, keluhan-keluhan dari pasien tersebut menunjukkan adanya masalah dalam manajemen penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Analisis Manajemen Penyelenggaraan Makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe, Kabupaten Karo Tahun 2017. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka perumusan masalah untuk penelitian ini adalah Bagaimana pelaksanaan manajemen penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe, Kabupaten Karo. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui pelaksanaan manajemen penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe, Kabupaten Karo. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bentuk penyelenggaraan makanan yang diterapkan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe. 2. Untuk mengetahui kegiatan perencanaan dalam penyelenggaraan makanan yang meliputi perencanaan menu, perencanaan anggaran belanja bahan
9 makanan dan perencanaan kebutuhan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe apakah telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman PGRS. 3. Untuk mengetahui kegiatan pegadaan bahan makanan yang meliputi pemesanan dan pembelian bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe apakah telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman PGRS. 4. Untuk mengetahui kegiatan penerimaan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe apakah telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman PGRS. 5. Untuk mengetahui kegiatan penyimpanan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe apakah telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman PGRS. 6. Untuk mengetahui kegiatan pengolahan bahan makanan yang meliputi kegiatan persiapan dan pemasakan bahan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe apakah telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman PGRS. 7. Untuk mengetahui kegiatan pendistribusian makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe apakah telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman PGRS. 8. Untuk mengetahui apakah rangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan makanan, khususnya dalam kegiatan pengolahan makanan telah dilaksanakan dengan memperhatikan syarat kemananan, higine dan sanitasi makanan.
10 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak antara lain : 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSUD Kabanjahe dalam memperbaiki pelaksanaan manajemen pelayanan gizi di RSUD Kabanjahe, khususnya dalam mengoptimalkan input untuk mendukung terlaksananya kegiatan penyelenggaraan makanan yang optimal pula. 2. Sebagai bahan masukan bagi Instalasi Gizi RSUD Kabanjahe agar fungsi manajemen dalam kegiatan penyelenggaraan makanan dapat dilakukan dengan lebih baik dan sesuai dengan Pedoman PGRS. 3. Sebagai bahan informasi tambahan bagi peneliti lain agar dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan, dijadikan refrensi dalam melaksanakan penelitian lainnya yang sejenis ataupun yang berkaitan dengan penelitian ini.