BAB I PENDAHULUAN. LATAR BELAKANG Karya sastra terjemahan merupakan peluang yang menjanjikan di abad ke- ini. Varietas karya sastra terjemahan yang diminati oleh masyarakat Indonesia terdiri atas empat teks, yaitu: novel, puisi, teks drama, dan esai (Sastriyani, 0:68). Cetak ulang terhadap karya sastra terjemahan sering terjadi di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh munculnya banyak penerjemah pada suatu novel dengan berbagai hasil terjemahan yang berbeda. Salah satu objek penelitian yang didasari oleh adanya beragam penerjemah tersebut adalah teks sastra berupa novel dengan judul Madame Bovary karya penulis Prancis, Gustave Flaubert. Perbedaan metode yang digunakan oleh dua orang penerjemah yang mengalihbahasakan karya ini dalam kurun waktu yang berbeda pula, memungkinkan karya ini menjadi kajian penelitian yang baru. Pada dasarnya, karya sastra dalam bentuk apa pun selalu memiliki pesan dalam kata-kata, kalimat, frasa maupun wacananya baik penyampaiannya secara eksplisit maupun implisit (Sastriyani, 0:58). Pesan tersebut dapat diterima dengan baik oleh pembaca apabila adanya transfer pesan dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa).
Transfer pesan dan amanat tersebut dilalui dengan melakukan proses penerjemahan. Nida dan Taber (96:66) menyatakan definisi proses penerjemahan sebagai berikut. Translating consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style Menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai kegiatan mereproduksi amanat dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) dengan menggunakan padanan yang terdekat dan wajar, baik makna maupun gayanya. Terjemahan bertumpu pada perpadanan (equivalence) dan kesejajaran bentuk (formal correspondence) (Hoed, 99:). Disebutkan pula adanya penerjemahan dinamis, yaitu diperolehnya kesepadanan amanat teks dan padanan wajar yang terdekat dengan BSu. Berkaitan dengan idiomatis, penerjemah berusaha menyampaikan makna teks kepada pembaca BSa dengan memperhatikan bentuk gramatikal dan leksikal BSa yang wajar (Nida, 97:). Namun, sebelum menerjemahkan, seorang penerjemah menentukan terlebih dahulu siapa calon pembaca terjemahannya (audience design) dan akan digunakan untuk keperluan apa terjemahan itu (needs analysis) (Hoed, 99:). Dalam praktiknya penerjemah akan memilih metode apa yang akan dipakai dengan memperhatikan audience design dan needs analysis. Pemilihan metode pun memengaruhi jenis terjemahan
karena metode memiliki dua acuan, yaitu ). ideologi pada BSu (foreignisasi), ). ideologi pada BSa (domestikasi) (Newmark, 988:5 8). Metode penerjemahan yang berideologi pada BSu yaitu: ). metode terjemahan kata-demi-kata, ). metode terjemahan harfiah, ). metode terjemahan setia, ). metode terjemahan semantik. Metode penerjemahan yang berideologi pada BSa terdiri dari: ). metode terjemahan adaptasi, ). metode terjemahan bebas, ). metode terjemahan idiomatis, ). metode terjemahan komunikatif (Newmark, 988:5 8). Atas adanya berbagai metode penerjemahan yang ditawarkan, menjadikan kedua penerjemah Madame Bovary pun menggunakan metode yang berbeda. Berikut contoh penggalan kalimat dan paragraf yang terdapat di dua terjemahan novel Madame Bovary karya Gustave Flaubert, dengan judul Nyonya Bovary (990) oleh Winarsih Arifin dan Madame Bovary (00) oleh Santi Hendrawati:
() No. 8 Teks Sumber Bonsoir, répondit M. Guillaumin. Lâchez tout! Teks Sasaran Selamat malam, jawab Tuan Kata-Per-Kata (A) Guillaumin. Lepas! Teks Sasaran Selamat tinggal, kata Monsieur Komunikatif (B) Guillaumin. Kami berangkat! Pada contoh () di atas, terdapat perbedaan metode yang digunakan antara dua penerjemah. Pada TSa () digunakan terjemahan Kata-Per-Kata dan pada TSa () digunakan terjemahan Komunikatif. Pada TSa () kata bonsoir dialihbahasakan menjadi selamat malam. Kata benda bonsoir memiliki arti selamat sore atau selamat malam pada bi (Arifin dan Soemargono, 0:07), sedangkan makna dari kata selamat malam adalah sebuah ucapan salam yang digunakan oleh pembicara untuk sapaan saat mengawali sebuah percakapan yang biasanya berada pada konteks formal (KBBI). Walaupun kata selamat malam merupakan kata yang wajar dalam bi, namun penggunaannya jarang dilakukan karena masyarakat di Indonesia pada saat akan berpisah cenderung mengucapkan duluan ya atau dadah (informal) untuk mengucapkan selamat tinggal. Terlebih lagi kata lâchez tout diartikan secara literal menjadi lepas, walaupun kata kerja lâchez (inf: lâcher) memiliki terjemahan melepaskan tidak berarti lâcher diterjemahkan menjadi lepas (Arifin dan Soemargono, 0:59). Konteks cerita pada penggalan dialog di atas, pembicara Monsieur Guillaum bersiap
5 menunggangi kereta kuda yang akan mengantarkan Léon dari Rouen menuju Paris pada sore hari. Dapat terlihat bahwa dialog TSa () diterjemahkan secara kata demi kata tanpa melihat konteks cerita, maka dialog tersebut dikategorikan ke dalam metode terjemahan Kata-Per-Kata. Berbeda dengan TSa () bonsoir diterjemahkan menjadi selamat tinggal, terjemahan TSa () tersebut lebih cocok dengan konteks cerita dibandingkan TSa () karena Monsieur Guillaum yang berperan sebagai subjek pembicara atau orang yang mengajak bicara terlebih dahulu. Selain itu, kata kerja lâcher diterjemahkan menjadi kami berangkat merupakan transliterasi yang tepat terlepas dari arti literal dari kata kerja tersebut. Penggalan terjemahan dialog TSa () termasuk dalam kategori metode terjemahan Komunikatif karena tmudah dipahami dan istilah yang digunakan merupakan bahasa yang wajar dalam BSa. Dari contoh di atas, sampai-tidaknya pesan dan baik-buruknya kualitas terjemahan bergantung pada metode penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah. Oleh sebab itu, pemilihan novel Madame Bovary ini didasari atas adanya ketidaksinambungan saat membandingkan terjemahan dengan teks aslinya dan juga membandingkan terjemahan satu dengan yang lainnya. Makna yang disampaikan oleh kedua penerjemah pun cenderung berbeda karena adanya perkembangan teori dan metode penerjemahan sesuai dengan zamannya masing-masing.
6. RUMUSAN MASALAH Dua puluh tahun merupakan waktu yang cukup panjang pada perubahan khazanah karya sastra. Novel Madame Bovary diterjemahkan oleh Winarsih Arifin (990) dan Santi Hendrawati (00) untuk memunculkan kembali euforia keemasan novel Madame Bovary di Indonesia. Pada kenyataannya, dalam terjemahan berbeda memunculkan pesan dan makna yang berbeda pula. Adanya perbedaan tersebut mengangkat beberapa pertanyaan yang mendasari penelitian ini:. Bagaimanakah perbandingan penerapan metode penerjemahan antara Winarsih Arifin (990) dan Santi Hendrawati (00) selaku penerjemah novel Madame Bovary karya Gustave Flaubert?. Apa implikasinya terhadap penerapan metode penerjemahan tersebut?. TUJUAN PENELITIAN penelitian ini: Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, berikut tujuan dari. Mengetahui dan membandingkan perbedaan penerapan metode terjemahan novel Madame Bovary dari zaman ke zaman.. Mengetahui kecenderungan orientasi dari metode penerjemahan yang digunakan oleh kedua penerjemah.
7. KERANGKA TEORI.. Terjemahan Penerjemahan mengandung pengertian pencarian padanan representasi makna dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran (Pelawi, 0:5). Menerjemahkan juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan menghasilkan kembali amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan menggunakan padanan yang terdekat dan wajar, baik cara pengungkapan makna maupun gayanya (Nida, 97:). François Ost (009:) dalam bukunya Traduire, Défense et Illustration du Multilinguisme menyatakan bahwa hasil dari terjemahan yang baik adalah terjemahan yang nampak seperti aslinya. Keasliannya tecermin dari adanya penyusunan kembali pesan sesuai dengan teks aslinya, sifat khas bahasanya, dan kesan natural yang ditampilkan saat diterjemahkan, sehingga tidak terkesan janggal dan aneh. Gagasan dalam pesan diadaptasi melalui pemilihan kata dan konstruksi kalimat harus ditransformasi sesuai dengan bidang sasarannya. Ekspresi-ekspresi penerjemahan diadaptasi, tetapi memiliki kualitas sama dengan bahasa sasaran. Tindakan yang harus dilakukan penerjemah adalah asimilasi, konversi, penulisan, kontrol terhadap keobjektifan dan kritik penyebaran (Flamand, 99 :). Menurut Flamand (99:7), penerjemah yang baik adalah penerjemah yang memiliki kemampuan keilmiahan dan seni dalam
8 menerjemahkan. Kemampuan keilmiahan merujuk pengetahuan penerjemah dalam budaya, bahasa, makna kata-kata, struktur gramatikal bahasa sumber dan bahasa sasaran. Kemampuan artistik adalah bahwa penerjemah harus tahu perbedaan dan persamaan antara dua bahasa. Penerjemah memerlukan imajinasi dan kreativitas dalam menciptakan penerjemahan yang baik... Metode Penerjemahan Menurut Newmark (988), metode diartikan sebagai cara yang teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki. Sedangkan menurut Molina dan Albir (00:507): Translation method refers to the way of a particular translation process that is carried out in terms of the translator s objective which is a global option that affects the whole text Metode penerjemahan mengacu pada cara khusus yang digunakan untuk mencapai tujuan penerjemah yang berpengaruh besar pada makna dari keseluruhan teks Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (005:70) metode diartikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam Macquarie Dicitionary (98), metode adalah suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu a method is a way of doing something, especially in accordance with a
9 definite plan. Artinya ). metode adalah cara melakukan sesuatu, yaitu cara melakukan penerjemahan, ). metode berkenaan dengan rencana tertentu, yaitu rencana dalam pelaksanaan penerjemahan yang diwujudkan melalui tiga tahapan penting, yaitu analisis, pengalihan, dan penyerasian. Ketiga tahapan ini harus dilewati dalam kegiatan dan perencanaan penerjemahan. Pelaksanaan ketiga tahap tersebut dijalankan dengan menggunakan cara tertentu. Cara itu disebut metode. Jadi pelaksanaan kegiatan dalam setiap tahap penerjemahan atau proses tersebut berada dalam kerangka cara atau metode tertentu (Machali, 000:9). Molina dan Albir (00:507 508) mengartikan metode penerjemahan sebagai cara proses penerjemahan dilakukan dalam kaitannya dengan tujuan penerjemah. Metode penerjemahan merupakan pilihan global yang memengaruhi keseluruhan teks. Pada dasarnya metode penerjemahan akan ditetapkan terlebih dahulu oleh penerjemah sebelum dia melakukan proses penerjemahan. Newmark (988:5) memperkenalkan sebuah diagram yang ia sebut sebagai Diagram-V untuk menunjukkan dua kutub yang berbeda dari metode penerjemahan, kutub yang pertama sangat memperhatikan sistem dan budaya BSu, sedangkan kutub yang kedua sangat menghargai sistem dan budaya BSa. Dari batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode penerjemahan lebih cenderung pada sebuah cara yang digunakan oleh
0 penerjemah dalam proses penerjemahan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Artinya hasil teks terjemahan sangat bergantung pada metode penerjemahan yang digunakan atau dianut oleh penerjemah. Metode penerjemahan yang berideologi pada BSu direpresentasikan oleh ). metode penerjemahan kata-demi-kata, ). metode penerjemahan harfiah, ). metode penerjemahan setia, ). metode penerjemahan semantik. Metode penerjemahan yang berideologi pada BSa berisikan: ). metode penerjemahan adaptasi, ). metode penerjemahan bebas, ). metode penerjemahan idiomatis, ). metode penerjemahan komunikatif... Ideologi Penerjemahan Penerjemahan merupakan reproduksi pesan yang terkandung dalam TSu. Hoed (006:8) mengutip pernyataan Basnett dan Lefevere bahwa apa pun tujuannya, setiap reproduksi selalu dibayangi oleh ideologi tertentu. Ideologi terjemahan menurut Tymoczko dalam Karoubi (008) tidak sekadar terletak pada teks yang diterjemahkan tapi juga pada gaya dan pendirian penerjemah dan relevansinya dengan pembaca yang akan menikmati teks terjemahan. Menurut Hoed (00), ideologi dalam penerjemahan adalah prinsip atau keyakinan tentang benar atau salah dalam penerjemahan. Sebagian penerjemah menganggap bahwa penerjemahan dikatakan benar
apabila teks terjemahan telah menyampaikan pesan BSu ke dalam teks BSa secara tepat. Keberterimaan kemudian menjadi sesuatu yang tidak diperhatikan. Sebagian yang lain menganggap teks terjemahan yang benar adalah teks terjemahan dengan keberterimaan yang tinggi, teks terjemahan yang memenuhi kaidah-kaidah BSa, baik kaidah gramatika maupun kaidah kultural. Ideologi yang digunakan penerjemah merupakan tarik-menarik antara dua kutub yang berlawanan, antara yang berideologi pada BSu dan yang berideologi pada BSa (Venuti dalam Hoed, 006:8). Ideologi itu dikenal dengan istilah foreignizing translation (foreignisasi) dan domesticating translation (domestikasi). Berikut uraian mengenai kedua hal tersebut berlandaskan pada paparan Hoed (006:8 90).... Ideologi Foreignisasi (Foreignizing Translation) Foreignizing Translation adalah ideologi penerjemahan yang berideologi pada BSu, yakni bahwa penerjemahan yang betul, berterima, dan baik adalah yang sesuai dengan selera dan harapan pembaca, penerbit, yang menginginkan kehadiran kebudayaan BSu atau yang menganggap kehadiran kebudayaan asing bermanfaat bagi masyarakat. Penerjemah pada ideologi ini sepenuhnya berada di bawah kendali penulis TSu. Aspek kebudayaan asing adalah hal yang paling ditonjolkan, sehingga bila dikaitkan dengan Diagram-V milik Newmark, metodenya berupa terjemahan Kata-Per-Kata, Harfiah, Setia, dan
Semantik. Namun, yang paling banyak digunakan adalah metode terjemahan Setia dan Semantik. Sekait dengan hal tersebut, jika penerjemah menggunakan metode-metode ini, bahasa yang dihasilkan dalam terjemahan cenderung mempertahankan bentuk bahasa dalam TSu. Berikut ini uraian kelebihan dan kekurangan penggunaan ideologi Foreignisasi dalam penerjemahan Tabel. Kelebihan dan Kekurangan Ideologi Foreignisasi dalam Penerjemahan Kelebihan Pembaca BSa dapat memahami budaya BSu. Nuansa budaya BSu sangat terasa dalam teks terjemahan. Kekurangan Pembaca BSa mungkin merasa asing dengan beberapa istilah terjemahan. Teks BSa terkadang terasa kompleks dan tidak natural dalam penggunaanya. Memungkinkan intercultural learning. terjadinya Aspek-aspek negatif budaya dalam BSu dapat mudah masuk dan memberi pengaruh pada pembaca Sumber: Kardimin, 0:9... Ideologi Domestikasi (Domesticating Translation) Domesticating Translation adalah ideologi penerjemahan yang berideologi pada BSa. Ideologi ini meyakini bahwa penerjemahan yang betul, berterima, dan baik adalah yang sesuai dengan selera dan harapan pembaca yang menginginkan teks terjemahannya sesuai dengan kebudayaan masyarakat BSa. Intinya, suatu terjemahan diharapkan tidak terasa seperti terjemahan. Terjemahan harus menjadi bagian dari tradisi
tulisan dalam BSa. Oleh karena itu, penerjemah menentukan apa yang diperlukan agar terjemahannya tidak terasa asing bagi pembaca BSa. Terkait dengan hal tersebut, pada Diagram-V milik Newmark, metode yang berideologi pada BSa adalah terjemahan Adaptasi, Bebas, Idiomatik, dan Komunikatif. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari ideologi Domestikasi dalam penerjemahan. Tabel. Kelebihan dan Kekurangan Ideologi Domestikasi dalam Penerjemahan Kelebihan Pembaca TSa dapat memahami teks terjemahan dengan mudah. Teks terjemahan terasa natural dan komunikatif. Kekurangan Aspek-aspek budaya dalam BSu seringkali pudar. Pembaca BSa tidak dapat memberkan interpretasi terhadap teks karena interpretasi telah dilakukan oleh penerjemah. Memungkinkan asimilasi budaya. terjadinya Pembaca BSa tidak mendapatkan pengetahuan BSu. Sumber: Kardimin, 0:95.5 TINJAUAN PUSTAKA Dasar dari penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian yang juga membahas tentang metode yang digunakan dalam penerjemahan. Penelitian-penelitian sebelumnya telah membahas baik tentang metode penerjemahan individu yang dibandingkan dengan penerjemahan kelompok maupun penerjemahan dengan berpaku pada kealamiahan
penerjemahan. Untuk perbandingan metode penerjemahan karya sastra masih belum pernah dibahas dalam penelitian manapun. Perbedaan yang mendasari penelitian ini adalah belum adanya perbandingan terjemahan antara penerjemah satu dan yang lainnya. Penelitian mengkhususkan untuk membandingkan dua penerjemahan novel Madame Bovary karya Gustave Flaubert yang diterjemahkan dalam kurun waktu yang berbeda dengan hasil atau model terjemahan yang berbeda pula, Nyonya Bovary oleh Winarsih Arifin (990) dan Madame Bovary oleh Santi Hendrawati (00). Para penulis dari penelitian-penelitian tersebut antara lain: Winantu Karunianingtyas dengan judul tesis Kualitas Hasil Penerjemahan Individu dan Penerjemahan Kelompok dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (008), isi dari tesis tersebut menyebutkan bahwa penerjemahan individu berbeda dengan terjemahan kelompok, karena terjemahan individu lebih merujuk pada satu sisi sudut pandang, sedangkan terjemahan kelompok merujuk pada berbagai kesamaan aspek teknik menerjemahkannya dari individu dalam kelompok. Kemudian, ada pula jurnal dari Endry Purwaningsih (0) dengan Analisis Terjemahan Kata-Kata Bijak dalam Terjemhan Buku The 8 Laws of Power Karya Robert Greene, dalam jurnal tersebut dijelaskan bentuk-bentuk terjemahan kata-kata bijak beserta teknik dalam keakuratan dan kealamiahan makna dalam buku terjemahannya. Ketiga, yaitu disertasi oleh Bena Yusuf Pelawi (0) dengan judul Penerapan Teknik, Metode dan Ideologi
5 Penerjemahan serta Dampaknya Terhadap Hasil Terjemahan Teks The Gospel According To Matthew dalam Teks Bahasa Indonesia, dalam disertasi tersebut dibahas bagaimana penerapan teknik, metode berkaitan dengan ideologi penerjemah yang pada akhirnya memengaruhi hasil keakuratan dan keterbacaan terjemahan. Keempat, skripsi dengan judul Pergeseran Makna Semantik Komik Muslim Show oleh Nadia Amalina (05), skripsi tersebut membahas bagaimana pergeseran makna semantik terjadi yang diakibatkan oleh adanya kontak budaya dari agama Islam dan budaya di Prancis. Kelima, skripsi dengan judul Penerapan Teknik Penerjemahan Les Misérables Karya Victor Hugo Dalam Bahasa Indonesia oleh Aninditya Laksmita Dewi (06), skripsi tersebut membahas tentang banyaknya pergeseran makna karena dampak dari digunakannya teknik penerjemahan oleh penerjemah teks. Keenam, skripsi dengan judul Pergeseran Makna pada Penerjemahan Novel Le Petit Prince yang Berjudul Pangeran Cilik (06) oleh Dyah Nur Khoiriyah, skripsi ini membahas tentang berbagai jenis pergeseran makna beserta faktor penyebabnya yang terdapat pada terjemahan novel tersebut..6 METODE PENELITIAN Data penelitian diambil dari dua terjemahan novel Madame Bovary yang diterjemahkan oleh dua pengarang dengan metode dan teknik yang berbeda, yaitu Winarsih Arifin (990) dan Santi Hendrawati (00).
6 Penelitian ini akan dilakukan melalui tiga tahapan penelitian, yaitu: tahap pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 99:). Tahap pengumpulan ata dilakukan dengan mengumpulkan data dengan membaca kedua novel terjemahan dan novel asli Madame Bovary yang akan menjadi objek penelitian dalam skripsi ini. Metode ini dibantu dengan teknik lanjutan berupa teknik kode dan catat yaitu dengan mencatat semua data yang ada namun juga menggunakan kode, seperti:.. maksudnya pada halaman dua belas paragraf keempat baris kedua belas. Adapun data yang diambil berupa penggalan paragraf, kalimat maupun kata beserta terjemahannya. Data diambil langsung dari novel asli Gustave Flaubert yaitu Madame Bovary, novel terjemahan tahun 999 dengan judul Nyonya Bovary oleh penerjemah Winarsih Arifin, dan novel terjemahan tahun 00 dengan judul Madame Bovary oleh penerjemah Santi Hendrawanti. Setelah data terkumpul, data kemudian dipilah-pilah dan diklasifikasikan sesuai dengan tipe-tipe metode penerjemahan yang akan dianalisis, setelah itu data yang telah dipilih akan dimasukkan ke kartu data dan mempersentasekannya agar dapat mengetahui kecenderungan dari metode yang digunakan oleh kedua penerjemah. Untuk menganalisis data ini digunakan teknik hubung banding, yaitu teknik analisis data dengan cara membandingkan satuan-satuan
7 kebahasaan yang dianalisis dengan alat penentu berupa hubungan banding antara semua unsur penentu yang relevan dan semua unsur satuan kebahasaan yang ditentukan (Kesuma, 007:5). Tolok ukur dari adanya penelitian ini didasari oleh adanya dua data novel yang menggunakan dua metode penerjemahan yang berbeda, maka dari itu perbedaan tersebut memunculkan adanya perbandingan antar keduanya. Kedua novel tersebut memiliki peluang perbandingannya sebagai berikut. Tabel. Contoh Tabel Peluang Perbandingan Metode Penerjemahan Novel menggunakan metode A dan novel menggunakan metode A NOVEL NOVEL Metode A Metode B Metode A Metode B Novel menggunakan metode B dan novel menggunakan metode B NOVEL NOVEL Metode A Metode B Metode A Metode B Novel menggunakan metode A dan novel menggunakan metode B NOVEL NOVEL Metode A Metode B Metode A Metode B
8 Novel menggunakan metode B dan novel menggunakan metode A NOVEL NOVEL Metode A Metode B Metode A Metode B Setelah mengumpulkan data dan mengklasifikasikannya dalam skema peluang perbandingan di atas, maka selanjutnya data terdominan akan dimasukkan ke tabel Orientasi Penerjemahan baik dengan kutub berbeda maupun yang sama..7 SISTEMATIKA PENYAJIAN Pembahasan mengenai penelitian ini akan disajikan dalam empat bab dengan urutan dengan urutan Bab I, Bab II, Bab III dan Bab IV. Bab I membahas tentang pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup pembahasan, tinjuan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. penerjemahan. Bab II membahas tentang teori metode dan teori ideologi
9 Bab III membahas tentang analisis dari perbandingan penerapan teori metode penerjemahan yang dilengkapi dengan contoh pembuktian, penjelasan, dan hasil dari kualitas terjemahan. Bab IV adalah kesimpulan dari hasil analisis perbandingan terjemahan dan ideologi bahasa dari kedua terjemahan.