4.1 Tinjauan Umum. BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS Salah satu jenis manifestasi permukaan dari sistem panas bumi adalah mata air panas. Berdasarkan temperatur air panas di permukaan, mata air panas dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu mata air panas dengan suhu > 50 o C dan mata air hangat dengan suhu < 50 o C. Mata air pada daerah penelitian termasuk kedalam klasifikasi mata air hangat karena suhu rata-rata mata air pada daerah penelitian berkisar antara 38-42 o C. Air panas dibagi menjadi tiga tipe berdasarakan perbandingan anion utamanya. Ketiga tipe air tersebut adalah air klorida, air sulfat dan air bikarbonat. Masing-masing tipe air terbentuk oleh proses yang berbeda. Air klorida (Cl) merupakan air reservoar, memiliki ph netral, tipe air ini umumnya memiliki kandungan ion Cl - yang tinggi. Air sulfat (SO 4 ) dan air bikarbonat (HCO 3) merupakan air hasil kondensasi uap di dekat permukaan, tipe air ini tidak merepresentasikan kondisi reservoir. Berdasarkan lokasi kemunculan tiga jenis mata air tersebut maka dapat diinterpretasikan pola aliran fluida panas bumi di bawah permukaan. 4.2 Tujuan penilitian Tujuan dari analisis geokimia sampel air ini adalah untuk mengatahui karakterisitik geokimia air panas di sekitar Sungai Cimandiri. Dari karakteristik kimia yang diperoleh, dapat diketahui tipe air, proses yang telah terjadi pada air panas tersebut, serta perkiraan suhu bawah permukaan melalui geotermometer K-Na-Mg. 4.3 Lokasi studi khusus Daerah penelitian studi khusus ini hanya merupakan bagian kecil dari daerah studi utama, hal ini dikarenakan hanya terdapat satu kelompok mata air hangat dalam radius 5 kilometer di sekitar daerah penelitian studi utama. Lokasi air kelompok air panas tersebut terletak pada koordinat 106 o 39 05 BT - 106 o 39 30 BT dan 07 o 01 25-07 o 01 35 LS (Gambar 4.1). Data hasil pengamatan air panas terangkum dalam Tabel 4.1. 31
Gambar 4.1 Peta lokasi pengambilan sampel air panas dan air dingin untuk analisis kimia. 32
Tabel 4.1. Deskripsi manifestasi air panas di daerah penelitian. No. Lokasi No. Sampel Tanggal pengambilan sampel BT Koordinat T ( o C) ph Debit Perkiraan LS (L/det) Tipe Manifestasi 1. Cibubuay AP-1 16 April 2010 106 o 39 08 07 o 01 32 38,4 o C 7,65 0,24 Mata air muncul dari rekahan pada breksi di dinding Sungai Cibubuay. Air jernih, tidak berasa dan tidak berbau (Gambar 4.2). 2. Cimandiri Barat AP-2 16 April 2010 106 o 39 16 07 o 01 30 42,1 o C 7,77 0,9 Mata air muncul dari rekahan pada breksi, air jernih tidak berasa dan tidak berbau (Gambar 4.3). 3. Cimandiri Timur AP-3 16 April 2010 106 o 39 20 07 o 01 30 42,3 o C 7,65 3 Mata air muncul dari rekahan pada breksi yang dipasangi pipa besi, ditampung pada kolam, air jernih tidak berasa dan tidak berbau (Gambar 4.4). 4. Cipanas AP-4 16 April 2010 106 o 39 28 07 o 01 34 38,2 o C 7,56 1,075 Mata air, muncul diantara rekahan breksi, ditampung dalam kubangan, air keruh, tidak berasa, dan tidak berbau (Gambar 4.5). 33
Gambar 4.2 Mata air panas AP-1 yang muncul dari rekahan breksi Sungai Cibubuay. Gambar 4.3 Mata air panas AP-2 berada pada tepian Sungai Cimandiri bagian barat. 34
Gambar 4.4 Mata air Cimandiri bagian timur AP-3, debit 3L/detik, merupakan mata air dengan debit terbesar pada daerah penelitian Gambar 4.5 Mata air panas AP-4, mata air dengan debit terkecil pada daerah penelitian. 35
4.4 Geokimia Air Panas Analisis kimia dilakukan terhadap 5 sampel air, meliputi 4 sampel air panas dan 1sampel air dingin. Analisis dilakukan untuk mengetahui ph air pada suhu 25 C, jumlah padatan terlarut (TDS=Total Dissolved Solid), dan unsur-unsur yang meliputi anion utama Cl -, SO 2-4 dan HCO - 3, dan kation seperti Ca 2+, Na +, K + dan Mg 2+. Analisis juga dilakukan terhadap unsur-unsur netral, seperti SiO 2, NH 3, dan F, serta unsur kontaminan yang umum dijumpai pada sistem panasbumi, seperti As 3+ dan B. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Kimia Air Teknik Lingkungan ITB, Bandung. Hasil analisis kimia dari unsur-unsur kimia tersebut disajikan pada Tabel 4.2 Tabel 4.2 Hasil analisis kimia sampel air panas dan air dingin Sungai Cimandiri. No Parameter Hasil Analisis (mg/l) AP-1 (Cibubuay) AP-2 (CMDR-B) AP-3 (CMDR-T) AP-4 (CPN) AD-1 (CMDR) 1 TDS 450 466 468 395 140 2 Fe 0,02 0,253 3 B 0,30 0,32 0,20 0,35 <0,02 4 F 0,40 0,57 0,63 0,43 0,19 5 Ca 26,10 28,56 24,47 22,84 20,39 6 Mg 12,97 3,32 6,28 6,31 6,35 7 Cl 38,27 45,72 43,74 27,83 9,94 8 Mn - - - - 0,16 9 Na 75,00 87,15 87,85 76,33 10,26 10 K 0,79 0,92 0,80 0,54 1,19 11 NH 3 0,048 0,057 0,092 0,068 0,002 12 SO 4 68,8 118,0 118,0 65,4 10,3 13 HCO 3 127,8 124,5 141,3 179,9 83,0 14 SiO 2 78,8 78,8 65,1 54,5 29,9 15 As 0,0050 0,0026 0,0040 0,0011 <0,0002 16 Li 0,008 0,009 0,009 0,007 0,001 Ph (20 C ) 8,45 8,27 8,33 8,32 7,69 Kesetimbangan ion (% ) 10,20 2,43 3,69 1,00 4,18 4.4.1 Karakteristik Umum Air Panas Secara umum, air panas di daerah penelitian mempunyai temperatur yang hangat, temperatur terukur dari manifestasi air hangat tersebut berkisar 40 o- 50 C, dengan ph netral berkisar 7,56-7,77. Derajat keasaman air hangat ini bisa menjadi basa, yaitu sekitar 8,5, bila temperatur air turun hingga suhu ruangan (Tabel 4.2). Analisis kimia pada Tabel 4.2. menunjukkan, bahwa air panas di daerah penelitian mempunyai kesetimbangan ion antara 1 hingga 10,2%. Penghitungan kesetimbangan 36
ion tersedia pada Lampiran IV. Mata air panas AP-1 memiliki persentase kesetimbangan ion paling tinggi diantara sampel lainnya 4.4.2 Sifat Kimia Air Panas Sifat kimia air panas merupakan hasil dari proses yang telah dialaminya. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kandungan unsur kimia mata air panas dapat membantu dalam mendelineasi daerah potensi panasbumi, menentukan arah aliran fluida geotermal, tipe batuan samping serta penentuan daerah permeabel (zona upflow). Analisis isotop fluida panasbumi juga dapat membantu dalam menentukan asal reservoar fluida tersebut (Nicholson,1993). Namun dalam studi kali ini pembahasan dibatasi hanya untuk mengetahui karakteristik geokimia unsur terlarut air panas yang terdapat di sekitar Sungai Cimandiri serta perkiraan suhu bawah permukaannya melalui geotermometer. Karakteristik beberapa unsur utama yang terdapat pada mata air panas di sekitar Sungai Cimandiri adalah kandungan SiO 2, Cl, Li, B yang rendah serta kandungan HCO 3, SO 4, tinggi. Pada daerah penelitian konsentrasi unsur SiO 2 dalam mata air panas sangat rendah berkisar antara 50 hingga 75 mg/l. Kandungan silika pada mata air panas di daerah penelitian relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kadungan silika dalam air dingin Sungai Cimandiri. Konsentrasi unsur konservatif Cl, Li, B dalam air panas di daerah penelitian pada umumnya menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari konsentrasi unsur konservatif dalam sampel air dingin di daerah penelitian. Peningkatan konsentrasi unsur-unsur konservatif di dalam air panas mengindikasikan proses pelarutan unsur dari batuan yang dilalui oleh air panas tersebut. Konsentrasi unsur hasil pelarutan batuan seperti Na, K, Ca dan Mg memiliki perbandingan yang berbeda-beda terhadap konsentrasi unsur hasil pelarutan dalam air dingin. Konsentrasi Na dalam air panas lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi Na dalam air dingin, mengindikasikan batuan yang dilalui oleh air panas kaya akan 37
Na. Unsur lainnya seperti K, Ca dan Mg menujukkan konsentrasi yang relatif sama pada air panas dan air dingin. Kandungan HCO 3 dalam mata air panas di daerah penelitian relatif lebih tinggi dibandingkan konsentrasi anion lainnya, yaitu >100mg/L. Data kimia air pada Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa semua sampel mata air hangat di daerah penelitian memiliki konsentrasi SO 4 lebih besar dari 50 mg/l Konsentrasi SO 4 tinggi pada manifestasi permukaan mencirikan hasil dari kondensasi uap di permukaan atau yang biasa disebut dengan steam heated water(nicholson,1993) 4.4.3 Tipe Air Panas Berdasarkan kandungan relatif dari ion Cl - 2-, SO 4, dan HCO - 3 yang diplot pada diagram segitiga gambar 4.6, maka keempat mata air panas pada daerah penelitian merupakan air panas tipe bikarbonat yang terbentuk dari kondensasi uap di permukaan. Proses kondensasi uap dicirikan oleh tingginya konsentrasi SO 4 dan HCO 3 dalam air panas. Gambar 4.6 Diagram Cl, SO 4, HCO 3 menunjukkan bahwa sampel air panas di daerah penelitian merupakan air panas tipe bikarbonat yang terbentuk dari kondensasi uap. Konsentrasi relatif dari Cl, Li dan B yang diplot pada gambar 4.7 menujukkan rasio konsentrasi Cl yang tinggi dibandingkan dengan unsur Li dan B. Umumnya, pada sistem panas bumi yang berkaitan dengan aktivitas vulkanomagmatik, sampel air akan 38
berada pada puncak Cl dari diagram tersebut. Sampel air panas di daerah penelitian tidak berada pada puncak Cl, melainkan masih menunjukkan pengaruh konsentrasi unsur B dan Li. Perbedaan perbandingan Cl/B dari keempat sampel air panas menunjukkan pengaruh dari batuan sedimen yang terdapat di lingkungan air panas tersebut, sedangkan kesamaan perbandingan Cl/Li mengindikasikan bahwa keempat mata air panas tersebut berasal dari reservoar yang sama (Nicholson, 1993). Gambar 4.7 diagram Cl-Li-B menunjukkan sampel air panas terkonsentrasi pada kutub Cl yang berarti bahwa air panas ini berkaitan dengan aktivitas vulkanomagmatik. 4.4.4 Perkiraan Suhu Reservoar Geotermometer unsur dapat digunakan untuk memperkirakan suhu reservoar dari sampel mata air panas. Air panas pada daerah penelitian merupakan steam heated water yang bercampur dengan air tanah, maka geotermometer yang tepat untuk menghitung suhu reservoar pada air panas ini adalah geotermometer K-Na-Mg. Diagram K-Na-Mg (Gambar 4.8) menunjukkan bahwa semua sampel air panas di daerah penelitian merupakan immature water, yaitu air yang tidak mencapai kesetimbangan karena mengalami percampuran dengan air permukaan. Diagram tersebut juga menunjukkan bahwa air panas berasal dari reservoar bertemperatur 140-180 o C dan mengalami kondensasi di dekat permukaan pada temperatur < 100 o C. Berdasarkan kurva hubungan titik didih dan kedalaman untuk air murni (Gambar 4.9) dapat diperkirakan kedalaman reservoar, yaitu antara 75-180 m di bawah permukaan. 39
Gambar 4.8 Diagram K-Na-Mg yang menunjukkan sampel air panas merupakan air tak setimbang dengan temperatur kondensasi berdasarkan geotermometer K-Mg < 100 o C, serta suhu resevoir berdasarkan geotermometer K-Na 140-180 o C. 140 180 Gambar 4.9 Kurva hubungan titik didih dan kedalaman untuk air murni, reservoar dengan suhu 140-180 o C berada pada kedalaman 75-180 m (Haas, 1971, op.cit. Nicholson, 1993) 40