VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

dokumen-dokumen yang mirip
VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data 4.3. Metode Pengambilan Sampel

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

IV. METODE PENELITIAN

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

IV METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

BAB IV METODE PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS FAKTOR PRODUKSI PADI (Oryza sativa) ORGANIK DI DESA SUMBER PASIR, KECAMATAN PAKIS, KABUPATEN MALANG

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

IV. METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI SAWI (Brassica juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

Jl. Veteran Malang Telp ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Terdahulu Kedelai Edamame

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI HORENSO KELOMPOK TANI AGRO SEGAR KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

Agriekonomika, ISSN Volume 3, Nomor 1 EFISIENSI PRODUKSI PETANI JAGUNG MADURA DALAM MEMPERTAHANKAN KEBERADAAN JAGUNG LOKAL

PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI UBI JALAR DI JAWA BARAT : PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER

Efisiensi Teknis Usahatani Kopi Arabika di Kabupaten Enrekang. The Technical Efficiency of Arabica Coffee Farming in the District Enrekang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

BAB IV METODE PENELITIAN

ESTIMASI EFISIENSI TEKNIS DAN EKONOMIS USAHATANI KEDELAI (Glycine max L.) PADA LAHAN SAWAH

VI. ANALISIS PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI JERUK KEPROK SOE DAERAH LAHAN KERING

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DENGAN PENDEKATAN FRONTIER PADA USAHA PEMBUATAN CHIPS MOCAF (MODIFIED CASSAVA FLOUR)

BAB IV METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

PENGENALAN SOFTWARE FRONTIER 4.1 DAN DEA 2.1. Oleh : AHMAD ZAINUDDIN

ANALISIS EFISIENSI BIAYA DAN KEUNTUNGAN PADA USAHATANI JAGUNG (Zea mays) DI DESA KRAMAT, KECAMATAN BANGKALAN, KABUPATEN BANGKALAN, MADURA

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

BAB III METODE PENELITIAN. survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh

IV METODOLOGI PENELITIAN

Kata Kunci : stochastic production frontier, usahatani padi sawah, irigasi teknis

Pendapatan, Risiko, dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI KAKAO DI KABUPATEN MUARO JAMBI. Kata kunci: Tanaman kakao, Produktifitas dan fungsi produksi

METODE PENELITIAN. wilayah Kecamatan Karawang Timur dijadikan sebagai kawasan pemukiman dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jagung di kecamatan Tigabinanga, penulis menggunakan teori yang sederhana sebagai

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut secara tidak langsung dapat. yang disusun berdasarkan status kepemilikan lahan.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga,

Dety Sukmawati 1, Euis Dasipah 2, Luly Lukfijayanti 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

PERTANIAN. Pradnya Paramitha, Rudi Wibowo *, Aryo Fajar

VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU

Pancar termasuk tinggi. Proporsi responden mengenai penilaian terhadap tingkat. Persepsi Pengunjung Presentase (%) Tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. sebagai salah satu input faktor produksi yang memiliki peran penting. Permintaan

II.TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Efisiensi. Dalam memproduksi beras petani memerlukan faktor produksi, faktor

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Padi 2.2. Kajian Empiris Usahatani Padi Sehat

VII ANALISIS PENDAPATAN

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN ALOKATIF USAHATANI WORTEL (Daucus carota L.) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

Transkripsi:

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani bawang merah adalah fungsi Cobb-Douglas Stochastic Production Frontier menggunakan parameter Maximum Likelihood Estimated (MLE). Faktor-faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi bawang merah adalah lahan, penggunaan bibit, tenaga kerja, pupuk N, pupuk P, pupuk K, pestisida cair, pestisida padat dan pupuk kandang. Input model produksi dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan pendugaan parameter dengan metode MLE untuk fungsi produksi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Pendugaan Parameter dengan Metode MLE untuk Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Variabel MLE Koefisien t-hitung Stochastic Frontier Intersep (ln β 0 ) 14,232 33,686* Lahan (β 1 ) 1,202 27,111* Bibit (β 2 ) 0,534 24,122* Tenaga Kerja (β 3 ) 0,024 0,653 Pupuk N (β 4 ) -0,173-4,282* Pupuk P (β 5 ) -0,106-4,044* Pupuk K (β 6 ) 0,062 5,983* Pestisida Cair (β 7 ) 0,024 0,679 Pestisida Padat (β 8 ) -0,130-5,256* Pupuk Kandang (β 9 ) -0,914-28,438* R 2 60,5% P 0,011 σ 2 0,939 γ 0,999 LR test of one side error 28,62* Keterangan : * nyata pada α = 0,1% 70

Hasil estimasi awal menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan nilai R 2 sebesar 60,5 persen yang berarti sebesar 60,5 persen keragaman fungsi dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Model yang terbentuk dengan metode OLS terbebas dari multikolinearitas antara variabel independen. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF) yang dihasilkan oleh masing-masing variabel independen pada model yang dibentuk. Jika variabel independen pada model memiliki nilai VIF lebih dari 10, dapat disimpulkan bahwa model dugaan menunjukkan adanya multikolinearitas. Hasil analisis VIF dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah di bawah nilai 10 yang berarti tidak ada masalah multikolinearitas pada model. Selain multikolinearitas, pada model juga tidak terdapat autokorelasi. Masalah autokorelasi dapat dillihat dari uji Durbin-Watson. Hasil analisis uji statistik Durbin-Watson diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,58594 yang berarti tidak terdapat autokorelasi pada model karena nilai yang didapat semakin mendekati nilai dua (Lampiran 5). Berdasarkan metode MLE (Lampiran 6), model memiliki nilai LR galat satu sisi sebesar 28,62 yang lebih besar dari χ 2 8 pada Tabel Chi Square Kodde dan Palm pada α = 0,001 yaitu 25,370, sehingga terdapat inefisiensi teknis pada model ini. Model tersebut diperlihatkan oleh persamaan di bawah ini : ln Y = 14,232 + 1,202 ln L + 0,534 ln B + 0,024 ln TK - 0,173 ln N - 0,106 ln P + 0,062 ln K + 0,024 ln Pc 0,130 ln Pd - 0,914 ln Pk + v i - u i 7.1.2. Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Parameter yang digunakan adalah parameter dari fungsi stochastic frontier metode MLE. Tabel 21 memperlihatkan bahwa lahan, bibit dan pupuk K berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi bawang merah, sedangkan pupuk N, pupuk P, pestisida padat dan pupuk kandang berpengaruh negatif tetapi nyata terhadap produksi. Dua variabel lainnya yaitu tenaga kerja dan pestisida cair tidak berpengaruh nyata. Variabel tenaga kerja dan pestisida cair berpengaruh positif terhadap produksi bawang merah. Berikut merupakan interpretasi dari masingmasing faktor produksi dalam fungsi produksi stochastic frontier : 71

1) Lahan Penggunaan lahan berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi bawang merah. Nilai elastisitas lahan terhadap produksi bawang merah sebesar 1,202 menunjukkan bahwa dengan peningkatan luas lahan sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 1,202 persen, cateris paribus. Pengaruh lahan yang cukup besar diduga karena lahan yang terdapat di lokasi penelitian termasuk lahan yang subur dan cocok untuk tanaman bawang merah. Perluasan lahan dapat dilakukan dengan cara ekstensifikasi lahan. Namun, pada kondisi di lapangan penambahan luas lahan ini tidak mudah. Hal ini dikarenakan tanah atau lahan merupakan faktor yang terbatas jumlahnya apalagi dengan banyaknya penggunaan lahan untuk perumahan. 2) Bibit Penggunaan bibit berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi. Nilai elastisitas bibit terhadap produksi bawang merah sebesar 0,534 menunjukkan bahwa dengan penambahan jumlah bibit sebesar satu persen akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,534 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bibit masih belum optimal dan memungkinkan untuk ditambah untuk meningkatkan produksi. Peningkatan produksi bawang merah dengan penambahan jumlah bibit memiliki proporsi yang cukup besar. Penggunaan bibit bawang merah yang masih memungkinkan untuk ditambah ini diduga terjadi karena jarak tanam yang digunakan belum optimal. Rata-rata jarak tanam yang digunakan oleh petani yaitu 15 x 20 cm dan 20 x 20 cm. Berdasarkan literatur, jarak tanam ideal untuk tanaman bawang merah adalah 15 x 15 cm, 15 x 20 cm atau 20 x 20 cm. Dengan demikian, petani masih bisa menambah jumlah bibit dengan cara memperpendek jarak tanam menjadi 15 x 15 cm. 3) Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi bawang merah pada taraf kepercayaan 75 persen. Akan tetapi, pada taraf kepercayaan 50 persen, variabel tenaga kerja berpengaruh nyata. Nilai elastisitas tenaga kerja sebesar 0,024 menunjukkan bahwa adanya penambahan 72

tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,024 persen, cateris paribus. Penambahan tenaga kerja diperlukan untuk aktivitas pemeliharaan seperti pengendalian hama dan penyakit dan penyiangan. Tanaman bawang merah tergolong tanaman yang rentan terhadap penyakit, sehingga pemeliharaan seperti pengendalian hama dan penyakit sangat diperlukan. Aktivitas penyiangan pun perlu dilakukan untuk mencabuti gulma-gulma yang tumbuh disekitar tanaman bawang merah agar tidak terjadi persaingan dalam memperoleh unsur hara untuk kebutuhan tanaman bawang merah, sehingga tanaman bawang merah dapat tumbuh secara optimal. Penambahan tenaga kerja dapat dilakukan dengan menambahkan jam kerja per hari atau jumlah hari kerja. 4) Pupuk N Penggunaan pupuk N bernilai negatif dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen terhadap produksi bawang merah. Nilai elastisitas pupuk N sebesar -0,173 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk N sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,173 persen, cateris paribus. Penggunaan pupuk N di lokasi penelitian sudah berlebihan. Rata-rata penggunaan pupuk N yaitu 321,25 kg per hektar (setara dengan 698,36 kg pupuk urea atau setara dengan 1.529,80 kg pupuk ZA), sedangkan berdasarkan literatur anjuran penggunaan pupuk N untuk bawang merah adalah 197 kg per hektar (setara dengan 428,26 kg pupuk urea atau setara dengan 938,10 kg pupuk ZA). Dengan demikian, peningkatan penggunaan pupuk N justru akan menurunkan produksi bawang merah petani. 5) Pupuk P Penggunaan pupuk P bernilai negatif dan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas -0,106 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk P sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,106 persen, cateris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk P dilokasi penelitian yaitu 129,35 kg per hektar (setara dengan 281,20 kg pupuk TSP atau setara dengan 862,36 kg pupuk Phonska). Berdasarkan literatur, anjuran penggunaan pupuk P untuk tanaman bawang merah yaitu 120 kg per hektar (setara dengan 261 kg pupuk TSP atau setara dengan 800 kg pupuk Phonska). 73

Penggunaan pupuk P di lokasi penelitian sudah melebihi dosis yang dianjurkan. Dengan demikian, peningkatan penggunaan pupuk P justru akan menurunkan produksi bawang merah. 6) Pupuk K Penggunaan pupuk K berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas pupuk K sebesar 0,062 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pupuk K maka akan meingkatkan produksi bawang merah sebesar 0,062 persen, cateris paribus. Rata-rata penggunaan pupuk K di lokasi penelitian yaitu 80,22 kg per hektar (setara dengan 534,77 kg pupuk Phonska atau setara dengan 133,69 kg pupuk KCl). Berdasarkan literatur, anjuran penggunaan pupuk K untuk tanaman bawang merah yaitu 120 kg per hektar (setara dengan 800 kg pupuk phonska atau setara dengan 200 kg pupuk KCl). Penggunaan pupuk K yang masih dibawah anjuran dikarenakan harga pupuk K lebih mahal dibandingkan harga pupuk yang lainnya. Harga yang mahal tersebut menyebabkan penggunaan pupuk K relatif kecil karena tidak terjangkau oleh petani, sehingga petani hanya menggunakan dalam jumlah kecil sebagai campuran saja. Pupuk K salah satunya dibutuhkan dalam pembentukan umbi. Dengan demikian, penambahan pupuk K akan meningkatkan produksi. 7) Pestisida Cair Penggunaan pestisida cair berpengaruh positif tetapi tidak nyata. Nilai elastisitas pestisida cair sebesar 0,024 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pestisida cair sebesar satu persen maka akan meningkatkan produksi bawang merah sebesar 0,034 persen, cateris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa petani masih bisa menambahkan penggunaan pestisida cair untuk meningkatkan produksi bawang merah yang mereka usahakan. 8) Pestisida Padat Penggunaan pestisida padat berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas -0,130 menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan penggunaan pestisida padat sebesar satu persen maka akan menurunkan produksi bawang merah sebesar 0,130 persen, cateris paribus. 74

Pengaruh negatif dari penggunaan pestisida padat terhadap produksi bawang merah diduga karena aplikasi penggunaan pestisida yang kurang tepat. Penggunaan pestisida padat ini dilakukan dengan cara melarutkan terlebih dahulu dengan air. Komposisi pestisida padat dan air yang tidak seimbang tersebut diduga menjadikan variabel pestisida padat bernilai negatif. Komposisi air yang diberikan cenderung melebihi dari dosis yang dianjurkan agar jumlah yang diperoleh lebih banyak. Hal tersebut mengakibatkan manfaat dari pestisida padat tersebut berkurang. Selain itu, kebiasaan petani mengkombinasikan berbagai jenis pestisida ketika mengaplikasikan pada tanaman, diduga juga menjadi penyebab variabel ini bernilai negatif atau menurunkan produksi. 9) Pupuk Kandang Penggunaan pupuk kandang berpengaruh negatif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Nilai elastisitas sebesar -0,914 menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan pupuk kandang sebesar satu persen justru akan menurunkan jumlah produksi bawang merah sebesar 0,914 persen, cateris paribus. Penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian sebenarnya masih jauh dari jumlah yang dianjurkan. Rata-rata penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian adalah sebesar 7.318,98 kg per hektar, sedangkan berdasarkan literatur anjuran penggunaan pupuk kandang untuk bawang merah adalah 15.000-20.000 kg per hektar. Akan tetapi, aplikasi penggunaan pupuk kandang yang salah oleh petani diduga dapat menyebabkan terjadinya penurunan hasil produksi bawang merah. Rentang waktu tanam dan aplikasi pupuk kandang yang dilakukan petani responden terlalu dekat. Setelah diberi pupuk kandang, petani responden pada umumnya hanya mendiamkan lahan selama 1-2 malam, kemudian lahan langsung ditanami. Rentang waktu yang terlalu dekat antara pemberian pupuk kandang dan penanaman diduga berdampak buruk bagi bibit yang baru ditanam karena sifat pupuk kandang yang panas. Dengan demikian, rentang waktu antara pemberian pupuk kandang dan penanaman harus lebih lama. Berdasarkan literatur, aplikasi pupuk kandang sebaiknya dilakukan satu minggu sebelum tanam untuk mengurangi dampak negatif dari pupuk kandang. 75

7.2. Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknis Penurunan jumlah petani efisien pada produksi komoditas pertanian biasanya dipengaruhi oleh peranan efek stokastik yang akan dijelaskan oleh pengaruh efek inefisiensi teknis. Variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model efek efisiensi teknis adalah umur, pengalaman, pendidikan formal, dummy penyuluhan, dummy status kepemilikan lahan dan dummy jenis bibit. Tabel 22 menerangkan ringkasan statistik dari variabel yang digunakan dalam model efek inefisiensi teknis. Tabel 22. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Teknis Petani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Bebas variabel Mean Min Maks Std dev Umur (tahun) 55,40 36 69 9,45 Pendidikan Formal (tahun) 6,40 6 12 1,30 Pengalaman (tahun) 28,43 5 49 13,25 Penyuluhan (dummy) 0,93 0 1 0,25 Status Kepemilikan Lahan (dummy) 0,83 0 1 0,38 Jenis Varietas (dummy) 0,63 0 1 0,49 Hasil pendugaan tingkat efisiensi teknis (Tabel 23) menunjukkan tingkat efisiensi teknis petani bawang merah berada pada kisaran 0,15 sampai 0,99. Ratarata efisiensi teknis petani bawang merah pada lahan sawah adalah 0,72 atau 72 persen dari produksi maksimum. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 28 persen untuk mencapai produksi maksimum. Petani dikategorikan efisien jika memiliki nilai indeks lebih dari 0,7 (Sumaryanto 2001). Tabel 24 merupakan sebaran petani responden berdasarkan tingkat efisiensi teknisnya. Sebesar 60,00 persen petani responden termasuk kategori efisien karena nilai indeks lebih dari 0,7, sedangkan sisanya sebesar 40,00 persen masih di bawah 0,7. Petani yang memiliki indeks teknis di bawah 0,7 dapat dijadikan sasaran penyuluhan dan peningkatan manajemen usahatani dan teknis pertanian. Hal tersebut karena petani masih memiliki potensi maksimum yang seharusnya dicapai dari penggunaan sumberdaya yang ada serta memperoleh 76

peningkatan produksi dari usahatani yang dilakukannya. Sehingga masih memungkinkan bagi petani untuk memperoleh hasil produksi yang lebih tinggi dari yang diperoleh sebelumnya. Tabel 23. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Kelompok Efisiensi Teknis Jumlah (orang) Presentase (%) 0 TE < 0,1 0 0,00 0,1 TE < 0,2 1 3,33 0,2 TE < 0,3 1 3,33 0,3 TE < 0,4 1 3,33 0,4 TE < 0,5 3 10,00 0,5 TE < 0,6 4 13,33 0,6 TE < 0,7 1 3,33 0,7 TE < 0,8 1 3,33 0,8 TE < 0,9 4 13,33 0,9 TE 1,0 13 43,33 Total 30 100,00 Rata-rata TE 0,72 Minimum TE 0,15 Maksimum TE 0,99 Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis dianalisis dengan model efek inefisiensi teknis dengan variabel-variabel yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil dari analisis model inefisiensi teknis menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis yaitu pendidikan formal dan dummy varietas yang digunakan. Tiga variabel lainnya, yaitu pengalaman, dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis. Dari keenam variabel, hanya variabel umur yang tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Tabel 24 merupakan pendugaan parameter maximum likelihood model inefisiensi teknis produksi bawang merah di Desa Sukasari Kaler. 77

Tabel 24. Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Model Inefisiensi Teknis Produksi Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010 Variabel Parameter Koefisien t-hitung Inefficiency Model Intersep δ 0 3,118 2,683*** Umur δ 1 0,016 0,436 Pengalaman δ 2-1,045-2,685*** Pendidikan Formal δ 3 0,032 1,000* Penyuluhan δ 4-1,272-1,445** Status Kepemilikan Lahan δ 5-0,805-1,063* Varietas Bibit δ 6 2,499 4,174**** Keterangan : **** nyata pada α = 0,1% *** nyata pada α = 1% ** nyata pada α = 10% * nyata pada α = 25% Hasil olahan pendugaan parameter maximum likelihood model inefisiensi teknis variabel-variabel yang mempengaruhi efisiensi teknis dijelaskan sebagai berikut : 1) Umur Variabel umur tidak berpengaruh dan bernilai positif terhadap inefisiensi teknis. Semakin bertambah umur petani maka inefisiensi semakin meningkat. Hal ini karena seiring bertambahnya usia kemampuan bekerja yang dimiliki dan keinginan untuk menanggung risiko semakin menurun. Akibatnya berdampak terhadap peningkatan inefisiensi. Akan tetapi, variabel umur tidak berpengaruh nyata diduga karena berdasarkan pengamatan di lapang ada beberapa petani meskipun berumur lebih tua tetapi mereka dapat mencapai produksi yang tinggi dan tingkat efisiensi teknisnya juga mencapai 0,99. 2) Pengalaman Pengalaman berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Koefisien -1,045 menunjukkan bahwa apabila pengalaman petani bertambah satu tahun maka akan menurunkan inefisiensi teknis sebesar 1,045. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang diduga bahwa bertambahnya pengalaman akan menurunkan inefisiensi teknis. 78

Usahatani yang dilakukan oleh petani responden adalah usahatani yang bersifat komersial, sehingga mereka lebih terbuka untuk menerima atau menerapkan apabila ada inovasi teknik budidaya maupun teknologi yang baru dengan harapan adanya inovasi dalam hal teknik budidaya dan teknologi dapat meningkatkan hasil produksi bawang merahnya. Dengan demikian, semakin bertambahnya pengalaman petani maka petani akan lebih mudah untuk menerima inovasi baru dan beradaptasi dengan inovasi tersebut. Pengalaman pada penelitian ini ditemukan bertolak belakang dengan pengaruh umur. Semakin bertambah umur maka pengalaman dan keterampilan mereka juga semakin meningkat, tetapi mereka semakin lemah dalam berusaha. Akan tetapi, dari pengalaman mereka semakin matang dalam memutuskan penggunaan input produksi. 3) Pendidikan Formal Pendidikan formal diukur berdasarkan jumlah waktu (tahun) yang ditempuh petani dalam menjalankan masa pendidikan formalnya. Pendidikan formal berkorelasi positif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan awal yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka inefisiensi teknis usahatani akan semakin rendah. Tingkat efisiensi teknis budidaya bawang merah tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani responden. Mayoritas petani responden adalah lulusan SD yaitu sebanyak 83,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan yang hanya lulusan SD petani responden mampu melakukan budidaya bawang merah, karena budidaya bawang merah tergolong mudah sehingga tanpa pendidikan yang tinggi petani dapat melakukan kegiatan produksi dengan baik. 4) Penyuluhan Penyuluhan berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya penyuluhan mengenai teknik budidaya dan teknologi untuk meningkatkan efisiensi teknis petani bawang merah. Petani responden lebih terbuka untuk melakukan perubahan dalam teknik budidaya dan teknologi dalam usahatani bawang merah yang diberikan oleh penyuluh. 79

5) Status Kepemilikan Lahan Variabel dummy status kepemilikan lahan bernilai negatif dan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani bawang merah. Hal ini menunjukkan petani dengan lahan sewa akan lebih berusaha untuk mengelola usahataninya dengan teknik budidaya dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien untuk mendapatkan hasil yang maksimal karena telah mengeluarkan biaya untuk menyewa lahan. 6) Varietas Bibit Varietas bibit diukur dengan dummy varietas Sumenep = 1 dan varietas Balikaret = 0. Varietas bibit yang digunakan berpengaruh positif dan nyata pada taraf kepercayaan 99,9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani yang menggunakan varietas Sumenep memiliki efek inefisiensi yang tinggi, sedangkan petani yang mengunakan varietes Balikaret lebih efisien. Penggunaan bibit varietas Sumenep diduga meningkatkan inefisiensi karena varietas Sumenep relatif lebih rentan terhadap perubahan cuaca sehingga memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif dibandingkan varietas Balikaret. Varietas Balikaret lebih unggul karena varietas ini lebih kuat terhadap perubahan cuaca. Perubahan cuaca merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi tanaman bawang merah. Selain itu, masa tanam varietas Sumenep lebih lama daripada varietas Balikaret, sedangkan jumlah produksi yang dihasilkan lebih rendah. Dengan demikian, diduga bahwa varietas Balikaret lebih cocok untuk dibudidayakan di lokasi penelitian dibandingkan varietas Sumenep. 7.3. Implikasi Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui tingkat efisiensi petani bawang merah dari segi teknis. Hasil penelitian ini memberikan beberapa implikasi bagi petani responden dan manajerial usahatani yang dapat diterapkan oleh petani bawang merah di Desa Sukasari Kaler sebagai alternatif pemecahan masalah serta untuk meningkatkan produksi dan efisiensi teknis usahatani bawang merah yang dijalankan. Peningkatan produksi dapat dicapai dengan cara memperbaiki tingkat efisiensi dengan pemakaian teknologi tertentu (bergerak menuju frontier). Beberapa implikasi kebijakan yang dapat diambil adalah : 80

1) Variabel lahan dan bibit berdasarkan hasil penelitian memiliki korelasi yang positif dan berdampak nyata dengan nilai elastisitas yang tinggi. Variabel tenaga kerja dan pupuk K walaupun berdampak positif dan nyata tetapi nilai elastisitasnya rendah mendekati nol (inelastis) atau sudah mendekati frontier, sehingga penambahan input hanya akan mempengaruhi sedikit penambahan output. Maka dari itu, upaya peningkatan produksi diprioritaskan kepada variabel bibit, sedangkan variabel lahan meskipun memiliki elastisitas yang tinggi akan tetapi upaya perluasan lahan sulit untuk dilakukan di lokasi penelitian. Penambahan bibit dapat dilakukan dengan memperpendek jarak tanam karena berdasarkan literatur jarak tanam yang digunakan belum optimal. 2) Variabel pupuk N dan pupuk P berdasarkan hasil penelitian bernilai negatif dan berdampak nyata. Penggunaan pupuk N dan upuk P di lokasi penelitian telah melebihi anjuran, sehingga petani sebaiknya mengurangi penggunaan pupuk N tersebut. 3) Penyuluhan mampu untuk menurunkan inefisiensi teknis usahatani bawang merah di lokasi penelitian. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan pembinaan petani melalui penyuluhan lapang oleh tenaga penyuluh lapang mengenai manajerial usahatani bawang merah dengan pendekatan yang lebih tepat. Program-program penyuluhan harus mampu mendekati petani dari sisi sosial budaya karena usahatani bawang merah merupakan budaya yang melekat kuat serta dari sisi ekonomi karena usahatani bawang merah merupakan salah satu sumber pendapatan utama rumah tangga petani. Penyuluh harus mampu meyakinkan bahwa teknik dan teknologi yang diperkenalkan akan mendatangkan keuntungan ekonomi bagi petani. 81