BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan perusahaan berperan memberikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan tersebut. Laporan keuangan bertujuan memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi sebagai mana yang dinyatakan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 2009. FASB berpendapat bahwa pemegang saham, investor lain, dan kreditor adalah pemakai utama laporan keuangan. Laporan keuangan digunakan oleh investor dalam mempertimbangkan apakah akan berinvestasi atau tidak pada perusahaan tersebut dengan melihat kinerja perusahaan, pendapatan dan keamanan investasi. Bagi kreditor laporan keuangan digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan melunasi utang beserta bunganya. Bagi pemerintah laporan keuangan digunakan sebagai dasar penentuan pajak dan kelayakan perusahaan go public. Bagi karyawan laporan keuangan sebagai apakah perusahaan tempatnya bekerja memiliki prospek keuangan yang bagus dan keamanan dalam bekerja. Bagi manajemen laporan keuangan digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, kompensasi, pengembangan karir, dan dasar pengambilan karir, dan dasar pengambilan keputusan untuk perencanaan atau mengevaluasi perubahan strategi. 1
Pada saat perusahaan publik menerbitkan laporan keuangannya, sesungguhnya perusahaan tersebut ingin menggambarkan kondisinya dalam keadaan yang terbaik, hal ini dapat menyebabkan kecurangan pada laporan keuangan yang akan menyesatkan investor dan pengguna laporan keuangan yang lain. Ketika ada salah saji material dalam laporan keuangan, maka informasi tersebut menjadi tidak valid untuk dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan karena analisis yang dilakukan tidak berdasarkan informasi yang sebenarnya. Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Menurut Prakoso (2009) tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang mempunyai kepentingan berlawanan. Informasi yang disajikan atas dasar kebutuhan dan keinginan pihak tertentu menimbulkan risiko kecurangan (fraud) yang besar, karena laporan keuangan tidak menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya, laporan keuangan disusun agar keinginan pihak-pihak tertentu dapat tercapai. Fraud menurut istilah yang secara umum diartikan sebagai kecurangan atau penipuan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan secara material dan non material. Commonwealth Fraud Control Guidelines (2002) Australia dalam BPK RI (2007) mendefinisikan fraud sebagai pemerolehan keuntungan dengan cara penipuan/kecurangan, definisi ini meliputi antara lain: 1. Pencurian. 2. Memperoleh properti, keuntungan atau lainnya dengan kecurangan. 3. Menghindari atau melaksanakan kewajiban dengan kecurangan. 4. Membuat kesalahan atau menyebarkan informasi yang salah kepada 2
publik, atau tidak menyebarkan informasi ketika hal tersebut diharuskan. 5. Membuat, menggunakan, atau memiliki dokumen yang palsu. 6. Penyuapan, korupsi, atau penyalahgunaan jabatan. 7. Tindakan melawan hukum dalam penggunaan komputer milik publik kendaraan, telepon dan properti atau jasa lainnya. 8. Tindakan pelanggaran yang mengakibatkan kebangkrutan dan segala tindakan pelanggaran lainnya. Menurut Rezaee, (2002) Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), kecurangan adalah tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada individu atau entitas atau pihak lain (Ernst & Young LLP, 2009). Penelitian mengenai financial statement fraud menarik untuk diteliti. Kasus-kasus skandal akuntansi dalam beberapa tahun belakangan ini memberikan bukti yang kuat adanya kegagalan audit yang berdampak kerugian para pelaku bisnis. Walaupun beberapa kasus salah saji yang terjadi belum tentu terkait dengan masalah kecurangan, tetapi faktor resiko yang berkaitan dengan kecurangan oleh manajemen terbukti ada. Sebagai contoh di Indonesia dapat dikemukakan kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma Tbk (PT KF). PT KF adalah badan usaha milik negara yang sahamnya telah diperdagangkan di bursa. Berdasarkan indikasi oleh Kementerian BUMN dan pemeriksaan Bapepam (Bapepam, 2002) ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan yang mengakibatkan lebih saji (overstatement) laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3 % dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih. Salah saji ini terjadi dengan cara melebihsajikan penjualan dan persediaan pada 3 unit usaha, dan dilakukan dengan menggelembungkan harga persediaan yang telah diotorisasi 3
oleh Direktur Produksi untuk menentukan nilai persediaan pada unit distribusi PT KF per 31 Desember 2001 (Bapepam, 2002). Selain itu manajemen PT KF melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada 2 unit usaha. Koroy menambahkan bahwa pencatatan ganda itu dilakukan pada unit-unit yang tidak disamping oleh auditor eksternal. Tindakan pelanggaran dalam laporan keuangan ini terus menerus terjadi dan berimbas pada laporan keuangan yang menyesatkan bagi para pengguna laporan keuangan. Kecurangan ini bisa saja dilakukan baik itu perseorangan maupun sekelompok orang yang bekerja sama dalam organisasi tersebut untuk melakukan tindakan kecurangan. Hal ini mengindikasikan adanya pengendalian internal yang lemah di dalam manajemen. Walaupun dalam beberapa kasus salah saji yang terjadi belum tentu terkait dengan masalah kecurangan, akan tetapi faktor resiko yang berkaitan dengan kecurangan oleh manajemen terbukti ada. Menurut teori Cressey (dikutip oleh Skousen et al., 2009), fraud triangle biasanya digunakan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kecurangan. Fraud triangle terdiri dari tiga komponen, yaitu: tekanan, peluang, dan rasionalisasi. Teori Cressey tentang risiko kecurangan didasarkan pada serangkaian wawancara dengan orang-orang yang dihukum akibat melakukan penggelapan (Lou dan Wang, 2009). Konsep fraud triangle kemudian diadopsi dalam SAS No.99. Menurut SAS No. 99, terdapat empat jenis tekanan yang mungkin mengakibatkan terjadinya kecurangan pada laporan keuangan. Jenis tekanan tersebut adalah financial stability pressure, external pressure, personal financial need dan financial targets. SAS No. 99 mengklasifikasi peluang yang mungkin terjadi dalam kecurangan laporan keuangan dalam tiga kategori. Jenis peluang 4
tersebut adalah nature of industry, ineffective monitoring, dan organizational structure. Rasionalisasi merupakan bagian ketiga dari fraud triangle yang sulit untuk diukur. Hasil pengujian tersebut berhasil memprediksi secara benar dan menunjukkan peningkatan yang substansial dibandingkan model prediksi fraud lainnya. Atas dasar temuan inilah, peneliti tertarik untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan dengan perspektif fraud triangle. Pada hasil penelitian Molida (2011) dan Norbarani (2012), disimpulkan personal financial need memeiliki pengaruh terhadap financial statement fraud. Berbeda dengan hasil penelitian Nabila (2013), menyimpulkan personal financial need tidak memiliki pengaruh terhadap financial statement fraud. Untuk variabel ineffective monitoring pada penelitian Norbarani (2012) yang menyimpulkan bahwa ineffective monitoring berpengaruh terhadap financial statement fraud. Berbeda dengan hasil penelitian Nabila (2013), dan Sihombing (2014), menyimpulkan bahwa ineffective monitoring tidak berpengruh secara signifikan terhadap financial statement fraud. Untuk variabel lainya pada penelitian Anisa (2012), dan Sihombing (2014), disimpulkan leverage memiliki pengaruh yang positif terhadap terjadinya financial statement fraud. Berbeda dengan hasil penelitian Andriany (2015), dan Rachmawati (2014), menyimpulkan bahwa leverage tidak memiliki pengaruh terhadap terjadinya financial statement fraud. Dengan adanya research gap dari penelitian-penelitian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh financial stability, personal financial need, ineffective monitoring, leverage dan pengalaman pra komite audit terhadap financial statement fraud pada pada perusahaan 5
manufaktur di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan objek penelitian terbaru dari tahun 2011-2014. Untuk pemilihan variabel-variabel penelitian, peneliti mengacu pada beberapa hasil dari penelitian terdahulu. Dalam penelitian ini menggunakan lima variable independen yang terdiri dari variable financial stability yang diproksikan dengan rasio perubahan total aset (ACHANGE), variabel personal financial need yang di proksikan dengan rasio kepemilikan saham oleh orang dalam (OSHIP), variabel ineffectifve monitoring yang di proksikan dengan jumlah komite audit (AUDCSIZE), variabel Leverage sebagai debt to equity ratio dan debt to total assets ratio (LEV), variabel pengalaman pra komite audit di proksikan dengan jumlah komite audit berpengalaman (PENGALAMAN). Industri manufaktur merupakan industri yang mendominasi perusahaanperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dimana lebih dari 40% perusahaan yang terdaftar di BEI, dengan demikian, industri ini menjadi salah satu pelaku terpenting dalam mendukung perekonomian sebuah negara. Maka dari itu peneliti memilih industri manufaktur sebagai industri yang akan diteliti. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul : Pengaruh Financial Stability, Personal Financial Need, Ineffective Monitoring, Leverage, dan Pengalaman Pra Komite Audit berpengaruh terhadap Financial Statement Fraud dalam Persfektif Fraud Triangle pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 6
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti mengidentifikasi permasalahan adalah sebagai berikut : 1. Apakah Financial Stability, Personal Financial Need, Ineffective Monitoring, Leverage, dan Pengalaman Pra Komite Audit berpengaruh secara parcial terhadap Financial Statement Fraud dalam Persfektif Fraud Triangle pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah Financial Stability, Personal Financial Need, Ineffective Monitoring, Leverage, dan Pengalaman Pra Komite Audit berpengaruh secara simultan terhadap Financial Statement Fraud dalam Persfektif Fraud Triangle pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah untuk : 1. Mengetahui pengaruh Financial Stability, Personal Financial Need, Ineffective Monitoring, Leverage, dan Pengalaman Pra Komite Audit secara parcial terhadap Financial Statement Fraud dalam Persfektif Fraud Triangle pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Mengetahui pengaruh Financial Stability, Personal Financial Need, Ineffective Monitoring, Leverage, dan Pengalaman Pra Komite Audit secara simultan terhadap Financial Statement Fraud dalam Persfektif Fraud Triangle pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 7
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah : 1. Bagi Akademik Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori, khususnya dalam bidang auditing. 2. Bagi Kantor Akuntan Publik Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bahan masukan dan pertimbangan untuk mengambil langkah, tindakan maupun kebijakan berkaitan dengan pencegahan tindakan kecurangan keuangan. 3. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan bahan untuk pengambilan kebijakan berkaitan dengan pencegahan tindakan kecurangan keuangan. 8