IDENTIFIKASI POTENSI, MASALAH, DAN PELUANG SUSTAINABILITAS DISTRIBUSI DAN PEMASARAN BENIH SUMBER JAGUNG Margaretha S.L. dan Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Ketersediaan benih dengan jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkualitas di tingkat petani, memegang peranan penting. Agar terjadi kesinambungan antara penghasil dan pengguna teknologi, maka penyediaan benih sumber yang berkelanjutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting. Tujuan penelitian ini untuk memperluas dan memantapkan jaringan alih teknologi produksi dan distribusi benih sumber jagung serta mengidentifikasi potensi, masalah dan peluang sustainabilitas distribusi dan pemasaran benih sumber kelas BD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak petani yang menggunakan benih turunan karena harga benih mahal (Rp 35.000/kg Rp 45.000/kg). Salah satu cara mengatasinya dengan menyediakan benih bermutu yang murah dan tepat waktu melalui penangkaran benih. Tangkaran benih Varietas Sukmaraga menghasilkan 7,25 t/ha, telah didistribusikan ke Riau, Jambi dan petani disekitarnya dengan harga Rp 5.000/kg. Bagi pengguna yang lokasinya jauh dikenakan biaya transportasi sesuai ketentuan daerah masing-masing. Kata Kunci : Potensi, masalah, sustainabilitas, pemasaran PENDAHULUAN Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) telah melepas 20 varietas jagung yang terdiri atas 11 varietas hibrida dan 9 varietas bersari bebas dengan potensi hasil 7-11 t/ha (Syuryawati et al. 2007) dengan karakter spesifik yang diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Varietas tersebut belum banyak dikenal petani dan masih sangat terbatas dijumpai pada pertanaman petani, sehingga menjadi salah satu penyebab terjadinya senjang hasil jagung di tingkat petani dengan hasil penelitian. Ketersediaan benih dengan jumlah cukup, tepat waktu, dan berkualitas di tingkat petani, memegang peranan penting dan tidak terlepas dari peran para penangkar benih. Agar terjadi kesinambungan antara penghasil dan pengguna teknologi, utamanya varietas maka penyediaan benih sumber yang berkelanjutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam rangkaian pembentukan kelas benih selanjutnya dan merupakan langkah awal untuk pengembangan suatu varietas. Permintaan benih oleh pengguna ke UPBS Balitsereal sampai tahun 2006 kian meningkat dan Balitsereal bertekad untuk lebih mempercepat distribusi ke berbagai propinsi penghasil jagung, sehingga distribusi benih sumber perlu ditingkatkan melalui jaringan kerja dan sosialisasi varietas unggul serealia terutama jagung kelas benih dasar BD (Sarasutha et al, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk memperluas dan memantapkan jaringan alih teknologi produksi dan distribusi benih sumber jagung di Propinsi Sumatera Barat serta mengidentifikasi potensi, masalah dan peluang sustainabilitas distribusi dan pemasaran benih sumber kelas BD. 491
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatera Barat pada Bulan Maret Juli 2007. Penelitian ini terdiri atas dua kegiatan yaitu kegiatan menanam di lapangan (teknik produksi benih) dan Survei. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, sedang data primer diperoleh melalui survei terhadap 30 petani responden dengan menggunakan daftar pertanyaan. Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah penelitian penangkaran benih sumber dalam perbenihan jagung, serta distribusi dan pemasaran benih jagung. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan persamaan input-output (Anonim 1987) k n Π = Σ (Yi. Pyi) Σ (Xi. Pxi) i=1 i=1 Dimana: Σ = Jumlah Π = Keuntungan (Rp) Yi = Produksi fisik (t) Pyi = Harga produk persatuan fisik yang diterima oleh petani (Rp) Xi = Jenis input dalam satuan fisik Pxi = Harga satuan input x yang digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Pengembangan jagung di Sumatera Barat sangat besar peluangnya karena memiliki potensi sumber daya lahan yang penggunaannya untuk non padi semakin luas dari tahun ke tahun dimana pertanaman jagung merupakan salah satu alternatif untuk penggunaan lahan karena dapat tumbuh dengan baik pada lahan kering. Perkembangan pertanaman jagung di Sumatera Barat, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan tanaman jagung di Sumatera Barat. 2002 2006 Tahun Luas Tanam Luas Panen Produktivitas Produksi (t) (ha) (ha) (t/ha) 2002 27.732 25.644 67.241 2,62 2003 51.400 24.253 85.410 3,52 2004 40.177 32.546 118.170 3,63 2005 44.572 39.762 157.147 3,95 2006 47.131 43.009 202.298 4,70 Laju Pertumbuhan (%/th) 16,04 11,82 25,42 13,06 Sumber: Dipertahor Propinsi Sumatera Barat, 2006 Selama lima tahun terakhir (2002-2006) terlihat bahwa penanaman jagung terus meningkat dengan laju 16%/th demikian pula luas panen, produksi dan produktivitas. 492
Peningkatan ini tidak terlepas dari kesadaran petani menggunakan benih varietas unggul berlabel yang meningkat sebesar 102.281 kg (Tabel 2). Tabel 2. Kegiatan perbenihan jagung di Sumatera Barat, 2005-2006. Kegiatan Perbenihan Tahun Perkembangan 2005 2006 (+/-) Penangkar benih Jumlah (unit) 146 228 82 Luas (ha) 140 321 181 Produksi benih (t) 280 534 254 Pedagang/penyalur benih Jumlah (orang) 21 54 33 Jumlah tersalur (t) 707 764 55 Penggunaan benih Berlabel (kg) 662.037 764.318 102.281 Jabal (kg) - 88.648 88.648 Tak berlabel (kg) 323.997 171.553-152.444 Sumber: Dipertahor Propinsi Sumatera Barat, 2006 Jabal: Jalar Benih Antar Lapang Produksi benih yang dihasilkan walaupun meningkat 254 t/th, namun jumlah benih yang tersebar lebih banyak lagi yaitu 707 t pada tahun 2005 dan 764 t pada tahun 2006 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak benih yang didatangkan dari propinsi lain, ini terlihat pada tahun 2006 sebanyak 88 t benih dengan sistem jabal. Pengiriman benih bermutu dari sesama petani atau benih turunan, berisiko tinggi karena sifat benih dengan kadar air tertentu mudah rusak, baik oleh penyakit maupun karena kemasan yang kurang baik, sehingga daya tumbuh benih dapat menurun yang nantinya dapat mempengaruhi produksi Sumber Perbenihan di Tingkat Petani Kebutuhan benih hibrida sebanyak 400 t/thn, merupakan peluang bagi Balitsereal untuk mengembangkan benih jagung. Menurut Sumarno (1994), benih hibrida hanya baik ditanam satu kali saja sehingga mengharuskan petani membeli benih setiap musim tanam kepada perusahaan benih. Hal ini tidak saja menguntungkan penangkar benih, tetapi juga petani. Hasil jagung hibrida jauh lebih tinggi dibanding varietas non hibrida. Namun karena harga benih hibrida mahal (Rp 35.000 Rp 45.000/kg), maka petani menggunakan benih dari pertanaman sebelumnya (turunan) atau memperoleh hasil produksi dari sesama petani (Tabel 3). Pada Tabel 3, terlihat bahwa petani kurang menggunakan varietas hibrida (13%) yang bersumber dari pemerintah (23%). Umumnya petani menggunakan varietas bersari bebas (Bisma, Sukmaraga, dan Parkesit) yang diperoleh dari sesama petani (50%) dan dari hasil MT lalu (37%) yang ditanam secara turun temurun sehingga kebutuhan benih terpenuhi dengan harga yang cukup mahal. Margaretha et al. (1998) mengemukakan bahwa berkembangnya penggunaan berbagai varietas pada suatu daerah karena petani beranggapan bahwa varietas baru tersebut memberikan hasil yang cukup tinggi, tetapi ada juga petani yang menanam varietas tertentu karena tidak mempunyai pilihan lain. Sumarno (1994) menyatakan bahwa hambatan penggunaan benih hibrida di Indonesia 493
adalah (1) petani lemah modal, usahatani bersifat subsisten, (2) pengetahuan petani masih kurang, belum merasa perlu menanam varietas hibrida, (3) harga benih dianggap terlalu mahal dibandingkan harga jual hasil panen, (4) pemilikan lahan sempit, penggunaan input minimal, (5) benih hibrida tersedia dengan harga yang tak terjangkau petani dan (6) penyuluhan untuk memperkenalkan keunggulan benih hibrida masih kurang. 494
Tabel 3. Identifikasi perbenihan pada tingkat petani di Propinsi Sumatera Barat, 2007 Identifikasi Perbenihan Persentase (%) Identifikasi Perbenihan Persentase (%) Varietas yang digunakan Cara menyimpan benih Bisma 50 Tongkol berkelobot - H6 23 Tongkol tanpa kelobot 87 Sukmaraga 13 Pipilan jagung 13 Parikesit 13 Tempat penyimpanan benih Sumber benih Para-para 23 Pertanaman MT lalu 37 Teras 14 Pemerintah 23 Silo - Kios Benih - Karung 63 Sesama Petani 50 Cara mengatasi hama Kebutuhan benih Bahan kimia - Cukup 100 Tongkol berkelobot 24 Tidak Cukup - Diasapi 50 Harga benih Tanpa perlakuan 26 Mahal 23 Mengetahui cara mengukur kadar air? Cukup mahal 50 Ya 13 Murah 27 Tidak 87 Cara menentukan waktu panen Cara mengetahui jagung kering Umur Tanaman 73 Jemur 3 hari 63 Kelobot sudah kering 37 Digigit 23 Tangkai kelobot sudah kering 13 Pakai alat ukur Kadar Air 13 Lainnya - Tempat pengeringan jagung Cara panen Pertanaman - Jagung + batang - Lantai jemur 50 Jagung + klobot 50 Terpal 37 Jagung tanpa klobot 50 Dryer - Lama penyimpanan Langsung jual 13 < 3 hari 37 Lama penyimpanan 3-6 hari 37 < 2 3 bulan 87 > 6 hari 26 4-6 bulan 13 Produksi yang dihasilkan 8 12 bulan - < 5 t/ha 100 > 12 bulan - 6-7 t/ha - Pernah kursus perbenihan? > 7 t/ha - Ya 14 Distribusi hasil Tidak 73 Benih 87 Tidak menjawab 13 Konsumsi 37 Jual 63 Cara memilih benih Tongkol besar, pilih bagian tengah Tongkol besar, tanpa memilih biji Sembarang tanpa memilih benih Sumber: Data primer, 2007 100 - - 495
Analisis Usahatani Jagung di Tingkat Petani dan Penangkar Jagung Dari Tabel 3, terlihat bahwa petani menggunakan benih yang berasal dari pertanaman sebelumnya atau dari sesama petani sehingga hasil yang diperoleh sangat rendah yakni 2,15 t/ha. Tabel 4. Analisis usahatani jagung per ha di tingkat petani di Provinsi Sumatera Barat, 2007 Kegiatan Usahatani Satuan/Unit Nilai (Rp) Produksi 2,15 t 3.287.500 Biaya produksi Benih 18 kg 90.000 Urea 127 kg 165.263 SP-36 62 kg 228.825 Ponska 6,25 kg 12.500 Pupuk kandang 850 kg 127.500 RoundUp 4,5 l 180.000 Lain-lain (10%) 80.409 Total biaya 804.088 Keuntungan 2.403.033 Perimbangan biaya/kg biji 411 Sumber: Data primer, 2007 Pada Tabel 4, terlihat bahwa petani belum intensif dalam berusahatani jagung. Penggunaan saprodi sangat sedikit dibanding rekomendasi yang dianjurkan yaitu 300 kg/ha urea, 200 kg/ha SP-36. 100 kg/ha KCl dan 50 kg/ha ZA. (Dipertahor Prov. Sumbar 2005), sehingga modal yang dikeluarkan juga rendah yakni Rp 411/kg biji pipilan. Bahar (2002), biaya produksi usahatani jagung di Indonesia rata-rata berkisar antara Rp 500 Rp 600/kg jagung pipilan, sedang Amerika Serikat sebagai Negara pengekspor jagung utama dunia biaya produksinya sekitar Rp 750/kg jagung pipilan. Penggunaan saprodi yang rendah, berdampak pada hasil yang rendah pula, 2,15 t/h. Salah satu cara mengatasinya dengan menyediakan benih bermutu yang murah dan tepat waktu melalui penangkaran benih, dimana dalam 1 ha penangkaran benih Sukmaraga, petani dapat menghasilkan 7,25 t/ha dengan keuntungan Rp 27.686.000/ha (Tabel 5). 496
Tabel 5. Analisis usahatani jagung per ha pada penangkar binaan Balitsereal di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. 2007. Kegiatan Usahatani Unit/Satuan Nilai (Rp) Produksi Benih 6,78 t 33.900.000 Konsumsi 0,47 t 705.000 7,25 t 34.605.000 Biaya Produksi a. Pengolahan tanah (sewa taraktor) 1 ha 500.000 b. Benh BD 20 kg 300.000 c. Pupuk Urea 300 kg 390.000 d. Pupuk SP-36 200 kg 360.000 e. Pupuk KCl 100 kg 210.000 f. Pupuk Za 50 kg 65.000 g. Round Up 10 lt 400.000 h. Sevin 1 dos 25.000 i. Klerat 1 dos 40.000 j. Pengepakan + Prosessing - 3.000.000 h. Biaya Pengawasan - 500.000 i. Biaya lain-lain (10%) 629.000 6.919.000 Keuntungan /ha 27.686.000 Rasio biaya/kg biji 954 Sumber: Data primer, 2007 Hasil analisis usahatani dari penangkar binaan di Kabupaten Tanah Datar (Tabel 5) terlihat bahwa untuk membentuk usahatani penangkaran jagung, memerlukan modal yang lebih besar yakni Rp 954/kg biji untuk memperoleh benih sebanyak 6,78 t/ha (ka. 15%). Jika kebutuhan benih 20 kg/ha maka hasil tersebut dapat memenuhi 339 ha lahan. Dengan demikian untuk memenuhi luas pertanaman jagung di Provinsi Sumatera Barat masih diperlukan benih sebanyak 837 t. Distribusi dan Pemasaran Benih Benih yang dihasilkan penangkar binaan Balitsereal di BBI, semuanya dijual ke Riau, sedang di Kebun Percobaan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, 800 kg dijual ke Jambi dan sisanya dijual ke petani di sekitarnya. Pendistribusian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. 497
. BALITSEREAL Rp 14.000/kg BD PENANGKAR BINAAN Kebun Percobaan Rambatan 5.000/kg Balai Benih Induk Rp 5.000/kg Jambi Petani Setempat Riau Pengguna Benih Pengguna Benih Pengguna Benih Gambar 1. Distribusi pemasaran jagung benih sumber pada KP. Rambatan dan BBI Propinsi Sumatera Barat, 2007 Pada Gambar 1, terlihat bahwa benih sumber/bd yang dibeli dari Balitsereal seharga Rp 15.000/kg, menghasilkan benih 6,78 t/ha dan dijual ke pengguna Rp 5.000/kg. Bagi pengguna yang lokasinya jauh dari sumber benih, dikenakan ongkos transportasi sesuai ketentuan daerah masing-masing. Identifikasi Potensi, Masalah dan Peluang Pengembangan Jagung Perencanaan pengembangan jagung dalam dua tahun yang akan datang menjadi 30-35 ribu ha, memicu Kabupaten Tanah Datar untuk mengembangkan perbenihannya. Keadaan ini menjadi peluang bagi Balitsereal untuk mengembangkan benih hibrida di Kabupaten Tanah Datar. Pilihan ini tepat karena didukung oleh kondisi lahan dan iklim yang sesuai sehingga di sebagian besar wilayah pengembangan (terutama lahan kering), jagung dapat dikembangkan sampai tiga kali tanam setahun. Varietas Sukmaraga yang telah diperagakan mulai diminati untuk pertanaman musim kemarau. Adapun potensi, masalah dan peluangnya, dapat dilihat pada Tabel 6. 498
Tabel 6. Potensi, Masalah dan Peluang Pengembangan Jagung di Provinsi Sumatera Barat. POTENSI MASALAH PELUANG Sumber daya lahan tersedia Penggunaan lahan non padi terus meningkat Umumnya menggunakan benih turunan Teknologi jagung tersedia Penggunaan pupuk tidak sesuai rekomendasi Produksi yang dihasilkan rendah, ± 2 t/ha Jumlah penangkar benih banyak, tapi benih yang diperoleh sedikit Sistem Pedagang/penyalur meningkat, Perbenihan tapi penggunaan benih berlabel lebih sedikit dari benih yang tersebar Belum dapat memenuhi kebutuhan petani Pemasaran Permintaan benih yang terus benih meningkat Penggunaan benih bermutu bersumber dari propinsi lain Sumber: Data primer, 2007 KESIMPULAN Perencanaan pengembangan jagung 30-35 ton pada 2 tahun yang akan datang Balitsereal telah menghasilkan 11 varietas hibrida dan 9 varietas komposit Paket teknologi jagung tersedia Potensi hasil biji 7-11 t/ha Perlunya penangkar binaan BPTP dan Balitsereal dengan hasil benih yang tinggi Penangkar benih pada suatu propinsi, dapat memenuhi 5 tepat: tepat varietas, waktu, lokasi, jumlah, dan harga Luas penanaman, luas panen, produksi dan produktivitas di daerah binaan Sumatera Barat terus meningkat selama dua tahun terakhir. Penggunaan benih berlabel meningkat, diiringi dengan jumlah penangkar benih, luas dan produk perbenihan Sumber benih masih banyak berasal dari luar provinsi, merupakan peluang bagi Balitsereal dalam melakukan jejaring kerja produsen benih bekerjasama BBI, BPTP dan BPSB, khususnya Benih Dasar (BD) yang hasilnya memerlukan pengawalan dari Pemulia. Varietas yang digunakan umumnya varietas jagung komposit yang berasal dari hasil terdahulu atau sesama petani sehingga produksi yang dihasilkan umumnya masih rendah. Hasil yang diperoleh dari penangkaran benih, didistribusikan ke Riau, Jambi dan petani setempat. 499
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1987. Latihan Penelitian Sistem Usahatani. Bahan Latihan. P3NT. NTASP. Vol 2. Bahar F.A. 2002. Pembangunan Ekonomi Pedesaan melalui Pengembangan Jagung. Paper Bahan Diskusi pada Balitsereal. 12 Juli 2002 Dipertahor Propinsi Sumatera Barat. 2005. Laporan Dinas Pertanian dan Hortikultura Propinsi Sumatera Barat. 2005 Margaretha SL, IGP. Sarasutha, A. Najamuddin, Sri Widodo dan Hadijah AD. 1998. Risalah Penelitian Jagung dan Serealia Lain. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros. Sania S, Margaretha SL, Faesal, dan Evert Hosang. 2006. Peran Perbenihan Tanaman Pangan dalam Mendukung Program Ketahanan Pangan dan Peningkatan Pendapatan Petani di Lahan Kering. Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Bidang Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan Dalam Sistem Usahatani Lahan Kering. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian BBP2TP) Bogor. Sarasutha IGP, Sania S, Bahtiar, Zubachtiroddin, Adnan, Asrul Koes, Suwandi, Sudjak S, A. Burhanuddin, Margaretha SL dan Faesal. 2007. Laporan Akhir Tahun. Akselerasi Pengembangan Benih Sumber dan Pembinaan Sistem Produksi Benih Serealia di Berbagai Propinsi. Balitsereal. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Deptan. Suherman dan Sriwidodo. 1992. Evaluasi Galur Harapan Padi Gogorancah. Hasil Penelitian Padi. Balittan Maros. Badan Penelitian Tanaman Pangan. Vol. 3. Sumarno. 1994. Sejarah dan aplikasi hibrida. laporan pelatihan penanganan hasil stock hibrida dan pembuatan benih hibrida tanaman. Proyek Kerja sama Pembangunan Penelitian Nasional (P 4 N), Balittan Malang dan PLPP Ketindan. Syuryawati, Constance Rapar dan Zubachtiroddin. 2007. Deskripsi varietas unggul jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Edisi Ke-5. 500