Kearifan Lokal Ngelmu Titen Pranatamangsa Sebagai Indikator Peramalan Bencana Hidrometeorologi Sri Yulianto Joko Prasetyo, Kristoko Dwi Hartomo & Bistok hasiholan Pusat Studi Sistem Informasi Pemodelan dan Mitigasi Tropis Universitas Kristen Satya Wacana Pendahuluan Indonesia memiliki berbagai bentuk kearifan lokal yang berupa pengenalan waktu tradisional dan telah menjadi pedoman kehidupan masyarakat secara turun temurun selama ribuan tahun.suku Batak mengenal Porhalaan sebagai pedoman untuk menebar Benih. Suku Dayak mengenal Bulan Berladang sebagai pedoman awal mulai bercocok tanam. Suku Bali mengenal Wariga, Sunda Kerta Mangsa dan di Suku Jawa mengenal ngelmu titen Pranatamangsa [1]. Pranatamangsa merupakan kearifan lokal yang diciptakan oleh Ronggowarsito untuk pengenalan waktu dan telah dikenal oleh masyarakat di pulau Jawa selama ribuan tahun lamanya. Pranatamangsa telah disejajarkan dengan kalender Gregorius dan dipergunakan secara resmi dalam pemerintahan oleh Sri Pakubuwono VII raja di kerajaan Surakarta pada tanggal 22 Juni 1855 meskipun sebenarnya telah ada jauh sebelumnya. Mulai saat itu Pranatamangsa menjadi pedoman formal dalam berbagai aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat terutama kegiatan bercocok tanam [2]. Pranatamangsa terdiri dari 12 mangsa yang mana pada setiap mangsa mempunyai panjang atau jumlah hari (23 43 hari) yang berbeda dan disetiap pergantian antar mangsa selalu ditandai dengan indikator yang berbeda. Indikator yang digunakan sebagai penanda perubahan mangsa adalah fenomena alam seperti perilaku pepohonan, hewandan rasi bintang [3]. Pada mulanya Pranatamangsa hanya terdiri dari 10 mangsa saja. Setelah Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 347
mangsa kesepuluh tanggal 18 April, orang menunggu pertanda alam saat dimulainya mangsa yang pertama (Kasa atau Kartika), yaitu pada tanggal 22 Juni. Karena masa menunggu terlalu lama maka dibentuk mangsa yang kesebelas (Destha atau Padrawana) dan mangsa kedua belas (Sadha atau Asuji). Dengan demikian satutahun genap menjadi 12 mangsa, dimulai hari pertama mangsa kesatu pada 22Juni. PM ditentukan berdasarkan pada perhitungan solair yaitu mengikuti perjalanan bumi mengitari matahari, dalam bahasa Arab disebut Syamsiyah [4]. Kearifan lokal Pranatamangsa sampai saat ini masih digunakan sebagai pedoman dalam bercocok tanam oleh sebagian masyarakat yang bermukim disekitar wilayah Gunung Merapi dan Gunung Merbabu meliputi Kabupaten Sragen, Karanganyar, Surakarta, Boyolali, Klaten, dan sebagian Yogyakarta.Namun demikian pada dasawarsa terakhir ini Pranatamangsa sudah tidak efektif lagi untuk dijadikan satu satunya pedoman dalam bercocok tanam karena jatuhnya condro atau pertanda alam tidak tepat lagi. Pranatamangsa Pranatamangsa meskipun dinilai oleh sebagian kalangan sudah tidak akurat dan kurang sesuai lagi dengan kondisi nyata karena dipengaruhi oleh perubahan iklim global namun demikian hingga ini masih dipergunakan secara formal oleh sebagian petani yang bermukim disekitar wilayah Gunung Merapi dan Gunung Merbabu dengan Tipe Iklim Am (Klasifikasi Koppen) yang meliputi Kabupaten Sragen, Karanganyar, Surakarta, Boyolali, Klaten, dan Yogyakarta[5] [6]. Pada Pranatamangsa faktor yang menjadi indikator utama penentuan mangsa adalah data hujan. Hujan merupakan faktor penting bagi persyaratan tumbuh tanaman. Curah hujan berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan air yang diperlukan tanaman sedangkan waktu hujan atau distribusi hujan berpengaruh terhadap proses pembungaan dan pembuahan serta akan menentukan pola tanam. Jumlah bulan basah (>200 mm) dan bulan lembab (200 100 mm) serta bulan kering (<100 mm) menurut kriteria Oldeman. Jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering akan berhubungan dengan ketersediaan air 348 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
tanaman terutama untuk tanaman padi dan palawija[5][6]. Pada Tabel 1 disajikan nama mangsa, umur (hari) dan tanggal mangsa berjalan. Setiap mangsa dalam tabel ini memiliki pertanda alam dan tafsir sebagai pengetahuan yang akan diinformasikan kepada petani lainnya, atau diturunkan pada generasi berikutnya. Tabel 1. Ngelmu titen dan condro pada Pranatamangsa [7][8][9]. Mangsa Condro Umur(hari)/ Tgl Kasa (Kahiji) Karo (Kadua) Katiga (Katilu) Kalima (Kalima) Sotya murca saka embanan Bantala rengka Suta manut ing bapa Waspa kumembeng jroning kalbu Pancuran emas sumawur ing jagad 41/(22/6-2/8) Timur Laut ke Barat Daya 23/(2/8-26/8) Timur Laut ke Barat Daya 24/(26/8-19/9) Utara menuju Selatan Kapat (Kaopat) 25/(19/9-13/10) 26/(13/10-9/11) Angin Tafsir Pertanda Barat laut menuju Tenggara Barat Laut ke Tenggara Dedaunan gugur Tanah retak Tanaman lung-lungan mengikuti lanjaran(tanaman menjalar) Sumber air kering Mulai musim hujan Para petani mulai membakar jerami yang tertinggal di sawah, petani mulai menanam palawija, belalang mulai bertelur dan membuat liang, dedaunan berguguran, musim mulai kering, mata air mengecil, masuk Musim Tanam 3 Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga bersemi, tanah mulai kering dan retak Tanah tidak dapat ditanami karena panas, tidak ada air, palawija mulai panen, tanaman bambu, uwi, gadung dan kunci mulai tumbuh. Kemarau, petani mulai menanam padi gaga, pohon randu berbuah, burung pipit dan manyar mulai membuat sarang Mulai turun hujan, petani memperbaiki pengairan, pohon asam mulai tumbuh daun muda, ular dan ulat keluar, gadung dan ubi mengeluarkan duan muda, mangga mulai masak Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 349
Kanem (Kagenep) Kapitu (Katujuh) Kawolu (Kadalapan) Kasanga (Kasanga) Kadasa (Kasepuluh) Dhesta (Kasewelas) Sadha (Karolas) Rasa mulyo kasucian Wisa kentar ing maruto Anjrah jroning kayun Wedaring wacara mulyo Gedhong minep jroning kalbu Sotya sinara wedi Tirta sah saking sasana 43/(9/11-22/12) Barat menuju Timur kadang Badai 43/(22/12-3/2) Dari arah Barat 26/(3/2-1/3) Barat daya ke Timur laut 25/(1/3-26/3) Dari arah selatan disertai guntur 24/(25/3-19/4) Dari arah tenggara 23/(19/4-12/5) Tenggara menuju Timur Laut 41/(12/5-22/6) Arah Timur ke Barat Musim banyak buah buahan Bisa larut dalam angin, musim banyak penyakit Musim kucing kawin Masa serangga berbunyi, jangkrik dan gangsir berbunyi (ngentir), cenggeret mulai keluar dari pohon Hujan masih terjadi namun jarang, namun udara masih basah, masa binatang bunting Burung mengeram, sebagian sudah mulai menyuapi anaknya. Air pisah dari tempatnya, masa bedhidhing, orang mulai berkeringat Para petani mulai pembenihan padi, banyak buah buahan (durian, rambutan, manggis), serangga lipas mulai muncul di parit, burung blibis kelihatan di sawah. Petani mulai bertanam di sawah,banyak hujan, sungai meluap dan banjir Tanaman padi menghijau, berbuah, binatang uret mulai banyak. Musim padi berbunga dan berbuah, jeruk manis masak, duku dan gandaria berbuah Padi mulai menguning, sebagian panen, banyak binatang bunting, burung pipit masa bertelur dan menetas Musim panen padi dan umbi. Petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung, jeruk keprok, kesemek, nanas, kepel dan asam masak. 350 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
Mitigasi Bencana Hidrometeorologi Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang berdampak besar terhadap kehidupan manusia khususnya dalam produksi pertanian. Salah satu upaya untuk mengurangi dampak dan kerugian yang besar dalam bidang pertanian terhadap ancaman bencana hidrometeorologi adalah melalui pengelolaan siklus musim tanam. Satu tahun dibagi menjadi tiga musim tanam (MT), yaitu : MT 1 sampai dengan MT III. Musim tanam MT I atau musim hujan (MH) berlangsung antara bulan November sampai dengan Februari, terjadi pada Mangsa 5-9. Musim tanam MT II atau musim kemarau I (MK-I) berlangsung antara bulan Maret sampai dengan bulan Juni, terjadi pada Mangsa 10-2. Musim tanam MT III atau musim kemarau II (MK-II) berlangsung antara bulan Juli sampai dengan Oktober, terjadi Mangsa 2-5. Petani tradisional menggunakan tafsir Mangsa untuk menandai siklus musim tanam dari MT I sampai dengan MT III (Gambar 1). Tafsir Mangsa secara detail dapat dilihat pada Tabel 1. Tafsir Mangsa disamping dapat digunakan sebagai indikator musim tanam, dapat juga memberikan petunjuk terhadap derajad kekeringan meteorologis. Gambar 1. Siklus musim tanam tradisional dari MT I sampai dengan MT III Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 351
Tabel 2. Relasi antara Mangsa, curah hujan, Indikator dan Musim Mangsa Curah Hujan Standarized Precipitatiom Index Musim 6 22367 Tidak Kering Musim Hujan 7 24097 Tidak Kering 8-9 21887 Tidak Kering Musim Kemarau 10 16304 Tidak Kering 11 8334 Ekstrim Kering 12 3162 Ekstrim Kering Musim Kemarau 1 1674 Ekstrim Kering 2 1094 Ekstrim Kering 3 2906 Ekstrim Kering 4 7832 Ekstrim Kering Musim Hujan 5 13671 Tidak Kering 6 18045 Tidak Kering Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam jangka waktu satu tahun dapat diiedentifikasi gejala alam yang mengarah terjadinya fenomena bencana hidrometeorologi khususnya kekeringan lokal pada wilayah tertentu meskipun intensitas hujan menunjukkan relatif tinggi sama dengan pada musim lainnya. Apabila direlasikan dengan tafsir pada Pranatamangsa dapat dilihat keterhubungan antara siklus mangsa yang ditandai secara simbolik dalam bentuk fenomena alam dan status bencana kekeringan serta banjir yang dihitung menggunakan pendekatan Standarized Precipitatiom Index. Pada musim kemarau wilayah studi mengalami kondisi ekstrim kering. Wilayah ekstrim kering ditunjukkan secara visual dalam bentuk fenomena alamiah mangsa 1-4 dan mangsa 11-12. 352 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia
Tabel 3. Relasi antara Mangsa, tafsir dan status Standarized Precipitatiom Index Mangsa 1-4 7 8-12 Tafsir Dedaunan berguguran. belalang membuat liang dan bertelur, mata air mengecil, tanah kering, berdebu, panas dan retak. Pohon randu dan mangga bersemi, tanaman menjalar, tanaman bambu, uwi, gadung dan kunci mulai tumbuh. Burung pipit dan manyar mulai membuat sarang. Bisa larut dalam angin, musim banyak penyakit, sungai meluap, musim banjir dimana mana Burung mengeram, sebagian sudah mulai menyuapi anaknya. Musim panen padi dan umbi, Tanaman jeruk keprok, kesemek, nanas, kepel dan asam masak. Standarized Precipitatiom Index Ekstrim Kering Tidak Kering Tidak Kering Kesimpulan Pranata Mangsa memiliki 12 mangsa (musim) dimana setiap mangsa memiliki indikator semikuantitatif dari kebiasaan aktivitas hewan dan serangga, saat berbunganya tanaman, kelembaban udara dan tanah. Semua gejala alam yang terjadi pada setiap mangsa selalu berhubungan dengan kondisi curah hujan (musim penghujan) dan kondisi kering (kemarau). Fenomena alamiah ini merupakan informasi yang bersifat simbolik untuk diterjemahkan oleh manusia sebagai mitigasi terhadap potensi kejadian bencana hidrometeorologi khususnya banjir dan kekeringan.informasi simbolik ini terjadi secara siklik, akan berulang setiap tahun meskipun secara periodisitas terjadi pergeseran waktu yang dipengaruhi oleh faktor astronomis. Bunga Rampai Komunikasi Indonesia 353
DAFTAR PUSTAKA Wisnusubroto, 1997, Pengenalan Waktu Tradisional Pranatamangsa Menurut Jabaran Meteorologi dan Pemanfaatannya, Jurnal Agromet Vo.XI No 1 dan 2,1995. Wisnusubroto Sukardi, 1997, Sumbangan pengenalan waktu tradisional Pranata Mangsa pada Pengelolaan Hama Terpadu, Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia, Vo. 4. No.1. 46-50. Bosch F.V.D., 1980, Der javanische Mangsakalender, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 136 (1980), no: 2/3, Leiden, 248-282. Purwadi, 2008, Pranata Sosial Jawa, Penerbit Tanah Air Yogyakarta. Prasetyo S.Y.J.P., Hasiholan B., dan Hartomo K.D., 2010, Improving Food Resilience with Effective Cropping Pattern Planning using Spatial Temporal-Based Updated P r a n a t a Mangsa,International Conference on Soft Computing, Intelligent System and Information Technology Petra Surabaya Hasiholan B., Prasetyo S.Y.J.P., dan Hartomo K.D., 2012, Penyusunan Model Pranata Mangsa Baru Berbasis Agrometeorologi dengan Menggunakan Teknologi Map Server u n t u k Perencanaan Pola Tanam Efektif, Laporan Hibah Penelitian Bersaing Dikti, 2008. Pangarsa.N., Yogawati E., Siswanto, H.B. Arianto dan Sudjatmoko A., 2000, Inventarisasi dan Evaluasi Paket Teknologi Pertanian Asli Pedesaan, Prosiding Seminar dan Ekspose Teknologi Hasil Pengkajian BPTP Jawa Timur ISBN 979-3450-04-5. Nahib I dkk., 2010, Prediksi Sebaran Fishing Ground Menggunakan Data Modis Multitemporal, Oseanografi dan kearifan Lokal Divalidasi dengan Hasil tangkapan Real yang Terplot Spasial, Badan Koordinasi dan Pemetaan Nasional. Sriyanto, 2009, Bertahan Walau Iklim Tak Menentu, Koordinator Penerbitan dan Dokumentasi PPLH SelolimanDesa Seloliman Kec. Trawas Kab. Mojokerto Jawa Timur. 354 Bunga Rampai Komunikasi Indonesia