BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI

dokumen-dokumen yang mirip
KONSTRUKSI BALOK DENGAN BEBAN TERPUSAT DAN MERATA

STATIKA I. Reaksi Perletakan Struktur Statis Tertentu : Balok Sederhana dan Balok Majemuk/Gerbe ACEP HIDAYAT,ST,MT. Modul ke: Fakultas FTPD

STRUKTUR STATIS TERTENTU PORTAL DAN PELENGKUNG

MODUL 1 STATIKA I PENGERTIAN DASAR STATIKA. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

STATIKA. Dan lain-lain. Ilmu pengetahuan terapan yang berhubungan dengan GAYA dan GERAK

Gaya. Gaya adalah suatu sebab yang mengubah sesuatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau dari keadaan bergerak menjadi diam.

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

Pertemuan I, II I. Gaya dan Konstruksi

MODUL PERKULIAHAN. Gaya Dalam Struktur Statis Tertentu Pada Portal Sederhana

sendi Gambar 5.1. Gambar konstruksi jembatan dalam Mekanika Teknik

2 Mekanika Rekayasa 1

MODUL 5 STATIKA I MUATAN TIDAK LANGSUNG. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB IV KONSTRUKSI RANGKA BATANG. Konstruksi rangka batang adalah suatu konstruksi yg tersusun atas batangbatang

PORTAL DAN PELENGKUNG TIGA SENDI

TUGAS MAHASISWA TENTANG

BAB IV BEBAN BERGERAK DAN GARIS PENGARUH

Bab 6 Defleksi Elastik Balok

Pertemuan VI,VII III. Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method)

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput

Persamaan Tiga Momen

A. Pendahuluan. Dalam cabang ilmu fisika kita mengenal MEKANIKA. Mekanika ini dibagi dalam 3 cabang ilmu yaitu :

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

MODUL 9. Sesi 1 STATIKA I PELENGKUNG TIGA SENDI. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

Pertemuan I,II I. Struktur Statis Tertentu dan Struktur Statis Tak Tentu

d x Gambar 2.1. Balok sederhana yang mengalami lentur

STRUKTUR CANGKANG I. PENDAHULULUAN

Golongan struktur Balok ( beam Kerangka kaku ( rigid frame Rangka batang ( truss

STRUKTUR STATIS TERTENTU

Biasanya dipergunakan pada konstruksi jembatan, dengan kondisi sungai dengan lebar yang cukup berarti dan dasar sungai yang dalam, sehingga sulit

Mekanika Rekayasa III

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

ELEMEN-ELEMEN STRUKTUR BANGUNAN

KONSTRUKSI BALOK DENGAN BEBAN TIDAK LANGSUNG DAN KOSTRUKSI BALOK YANG MIRING

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol

GAYA GESER, MOMEN LENTUR, DAN TEGANGAN

BAB 4 Tegangan dan Regangan pada Balok akibat Lentur, Gaya Normal dan Geser

MEKANIKA TEKNIK 02. Oleh: Faqih Ma arif, M.Eng

MODUL 2 STATIKA I BALOK TERJEPIT SEBELAH. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

Menggambar Lendutan Portal Statis Tertentu

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya.

Metode Defleksi Kemiringan (The Slope Deflection Method)

DINAMIKA ROTASI DAN KESETIMBANGAN BENDA TEGAR

METODE DEFORMASI KONSISTEN

2.1 Zat Cair Dalam Kesetimbangan Relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MEKANIKA TEKNIK I BALOK GERBER. Ir. H. Armeyn, MT

BAB III LANDASAN TEORI

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

BAB II STUDI PUSTAKA

Biasanya dipergunakan pada konstruksi jembatan, dengan kondisi sungai dengan lebar yang cukup berarti dan dasar sungai yang dalam, sehingga sulit

BAB IV DIAGRAM GAYA GESER (SHEAR FORCE DIAGRAM SFD) DAN DIAGRAM MOMEN LENTUR (BENDING MOMENT DIAGRAM BMD)

BAB I PENDAHULUAN. yang demikian kompleks, metode eksak akan sulit digunakan. Kompleksitas

Catatan Materi Mekanika Struktur I Oleh : Andhika Pramadi ( 25/D1 ) NIM : 14/369981/SV/07488/D MEKANIKA STRUKTUR I (Strengh of Materials I)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. KAJIAN PUSTAKA. gaya-gaya yang bekerja secara transversal terhadap sumbunya. Apabila

METODE SLOPE DEFLECTION

STRUKTUR STATIS TAK TENTU

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN ITSM BAHAN AJAR MEKANIKA REKAYASA 2

P=Beban. Bila ujung-ujung balok tersebut tumpuan jepit maka lendutannya / 192 EI. P= Beban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan V,VI III. Gaya Geser dan Momen Lentur

LOADS OF STRUCTURES. Tata Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya. SNI

Metode Kekakuan Langsung (Direct Stiffness Method)

BAHAN AJAR 4. Medan Magnet MATERI FISIKA SMA KELAS XII

DRAFT ANALISIS STRUKTUR Metode Integrasi Ganda (Double Integration) Suatu struktur balok sedehana yang mengalami lentur seperti pada Gambar

Struktur Lipatan. Struktur Lipatan 1

BAB II METODE DISTRIBUSI MOMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

Outline TM. XXII : METODE CROSS. TKS 4008 Analisis Struktur I 11/24/2014. Metode Distribusi Momen

14/12/2012. Metoda penyelesaian :

PUNTIRAN. A. pengertian

PENGARUH DAN FUNGSI BATANG NOL TERHADAP DEFLEKSI TITIK BUHUL STRUKTUR RANGKA Iwan-Indra Gunawan PENDAHULUAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

D3 TEKNIK SIPIL FTSP ITS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BUKU AJAR ANALISA STRUKTUR II DISUSUN OLEH : I PUTU LAINTARAWAN, ST, MT. I NYOMAN SUTA WIDNYANA, ST, MT. I WAYAN ARTANA, ST.MT

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isi Laporan

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

BAB 1 PERHITUNGAN PANJANG BATANG

KESEIMBANGAN BENDA TEGAR

TM. V : Metode RITTER. TKS 4008 Analisis Struktur I

Ditinjau sebuah batang AB yang berada bebas dalam bidang x-y:

Pertemuan 8 KUBAH TRUSS BAJA

Pengertian struktur. Macam-macam struktur. 1. Struktur Rangka. Pengertian :

III. TEGANGAN DALAM BALOK

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating

Contoh Soal dan Pembahasan Kesetimbangan

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan XIII VIII. Balok Elastis Statis Tak Tentu

BAB 1 BESARAN VEKTOR. A. Representasi Besaran Vektor

BALOK SEDERHANA BALOK SEDERHANA DAN BALOK SENDI BANYAK

BAB 3 DINAMIKA GERAK LURUS

Definisi Balok Statis Tak Tentu

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

Transkripsi:

BAB II PELENGKUNG TIGA SENDI 2.1 UMUM Struktur balok yang ditumpu oleh dua tumpuan dapat menahan momen yang ditimbulkan oleh beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, ini berarti sebagian dari penempangnya dimuati dengan tekanan dan tarikan. Semakin panjang bentangan dari struktur balok tersebut maka momen yang didukung oleh balok semakin besar, demikian halnya semakin besar jarak antara sumbu balok dengan garis momen maka semakin besar momen yang timbul, sedangkan momen yang didukung oleh bagian/elemen balok tersebut tidak sama besar. Hal ini yang mengakibatkan struktur balok tidak efektif untuk bentangan yang panjang. Disamping itu tidak semua jenis bahan yang digunakan untuk struktur bangunan mampu menahan beban yang besar, misalnya beton, batu atau batu bata yang cukup getas. Untuk mengatasi momen yang besar ini maka diusahakan supaya garis momen tersebut mendekati sumbu balok yang berarti momen yang timbul semakin kecil, dengan pengertian diperlukan suatu struktur yang mampu untuk mendukung beban yang bekerja pada suatu bentangan yang besar tetapi tidak menimbulkan momen yang besar atau dengan kata lain, membuat struktur yang mampu mendistribusikan beban yang bekerja menjadi beban aksial dan beban geser pada struktur tersebut (mungkin ada momen tetapi sangat kecil). Struktur balok yang mampu untuk menyebarkan beban tersebut yaitu menjadikan garis tekan mendekati sumbu balok dengan membuat sumbu balok berbentuk pelengkung atau sebuah pelengkung parabola. II-1

Pelengkung parabola, jika dibebani secara merata penuh, tidak akan menahan momen, asalkan reaksi perletakannya mampu menghalangi translasi/pergeseran ke semua arah (baik vertical maupun horizontal). Oleh karena itu kedua tumpuan tersebut berupa perletakan sendi yang masing-masing akan menghasilkan dua komponen, yaitu R V dan R H, sehingga semuanya ada empat komponen reaksi. Persamaan statis/kesetimbangan yang ada hanya ada tiga,yaitu M = 0, V = 0, H = 0, karena itu struktur tersebut merupakan statis tidak tertentu. Dengan memberi sendi pada pelengkung di antara kedua tumpuannya dengan syarat momen di tempat sendi tersebut adalah nol. Dengan demikian diperoleh satu buah persamaan tambahan yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya empat komponen reaksi perletakan tadi. Pelengkung yang demikian disebut pelengkung tiga sendi, dimana sendi yang ketiga biasanya ditempatkan pada puncak pelengkung. 2.2 PELENGKUNG TIGA SENDI SIMETRIS Analisis struktur pada pelengkung tiga sendi dengan bentuk geometrinya simetris tetapi pembebanannya tidak harus simetris, dapat dihitung/ diselesaikan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai pedoman analisis struktur pelengkung tiga sendi yang simetris sebagai berikut : Pelengkung tiga sendi A S B seperti pada gambar II 1(a) yang mempunyai tumpuan sama tingginya, dengan panjang bentang A-B sama dengan L, puncak ketinggian sama dengan h, mendapat beban P dengan jarak a dari tumpuan A. II-2

Dengan persamaan kesetimbangan : M B = 0 akan diperoleh R AV dan dengan persamaan M A = 0 akan didapatkan R BV sebagai berikut : M B = 0 ( R AV ) ( L ) ( P ) ( L a ) = 0 M A = 0 (- R BV ) ( L ) ( P ) ( a ) = 0 P ( L a ) R AV = -------------- L P a R BV = ------------ L Gambar II 1 Reaksi vertikal R AV dan R BV, adalah sama seperti pada persamaan struktur balok sederhana A B. Perhitungan momen pada pelengkung tiga sendi sama dengan perhitungan momen pada balok sederhana. II-3

Momen di C adalah : M C = R AV (x) ± R AH (y) tanda ± tergantung dari arah momen akibat R AH Untuk mencari koordinat pada pelengkung tiga sendi yang berjarak x meter dari tumpuan, digunakan persamaan dasar parabola : 4 h (x) ( L a ) y = --------------------- L² Dimana : y : tinggi titik yang ditinjau dari tumpuan h : tinggi puncak parabola dari tumpuan x : jarak mendatar dari tumpuan terdekat L : jarak mendatar dari dua buah tumpuannya Untuk menghitung gaya geser dan gaya normal di setiap titik pada pelengkung tiga sendi, diperlukan kemiringan/garis singgung pada titik tersebut. Gaya vertical V diuraikan menjadi gaya yang tegak lurus garis singgung di titik tersebut atau gaya geser (SF V ) dan gaya yang sejajar dengan garis singgung atau gaya normal (NF V ), demikian pula gaya horizontal H diuraikan menjadi gaya geser (SF H ) dan gaya normal (NF H ) seperti terlihat pada Gambar II 1(b) Uraian gaya vertikal V : NF V sin θ = ------ NF V = V sin θ V.. (1) SF V cos θ = ------ V SF V = V cos θ Uraian gaya horizontal H : II-4

SF H sin θ = ------ SF H = H sin θ H NF H (2) cos θ = ------ NF H = H cos θ H Dari uraian persamaan (1) dan (2), gaya geser pada titik ( x,y ) adalah : SF x = SF V SF H SF x = V cos θ H sin θ sedangkan gaya normal pada titik ( x,y ) adalah : NF x = NF V + NF H NF x = V sin θ + H cos θ Contoh (1) : Diketahui pelengkung tiga sendi A-S-B dengan beban dan ukuran seperti pada Gambar II 2(a). Hitung reaksi tumpuan, gaya geser, gaya normal dan momen di titik x (9,6). Penyelesaian : Reaksi Tumpuan : Misalkan reaksi tumpuan di A dan B mempunyai arah seperti pada gambar II 2(a) M B = 0 R AV (36) + R AH (0) (4)(18)(27) = 0 36 R AV + 0 1944 = 0 R AV = 54 T ( ) II-5

M A = 0 - R BV (36) + R BH (0) + (4)(18)(9) = 0-36 R BV + 0 + 648 = 0 R BV = 18 T ( ) Kontrol terhadap V = 0 R AV + R BV (4)(18) = 0 54 +18 72 = 0.ok! Gambar II 2 Tinjau kesetimbangan bagian kiri, yaitu bagian AS M S kiri = 0 R AV (18) - R AH (8) (4)(18)(9) = 0 (54)(18) 8 R AH 648 = 0 324 8 R AH = 0 R AH = 40,5 T ( ) II-6

Tinjau kesetimbangan bagian kanan, yaitu bagian BS M S kanan = 0 - R BV (18) + R BH (8) = 0 - (18)(18) + 8 R BH = 0-324 + 8R BH = 0 R BH = 40,5 T ( ) Kontrol terhadap H = 0 R AH + R BH = 0 40,5 40,5 = 0.ok! Titik koordinat pada pelengkung tiga sendi yang berjarak x m dari tumpuan dapat dicari dengan menggunakan persamaan dasar parabola ; 4 h (x) ( L x ) y = --------------------- L² Untuk h = 8 m dan L = 36 m, maka persamaan parabola menjadi, 4 (8)(x) ( 36 x ) 32(x)(36 x) 2 y = --------------------- = ---------------- = ---- ( 36x x² ) (36)² 1296 81 Untuk titik x = 9 m, maka nilai y : 2 Y = 81 { (36)(9) (9)² } = 6 m d d y x = 2 81 (36 2x) II-7

d y x=9 = d x 2 2 4 { (36 2(9) } = (18) = 81 81 9 tg θ = 9 4 θ = arctg 9 4 = 23,9625 o sin θ = 0,4061 cos θ = 0,9138 Pada titik x (9,6), maka gaya vertikal, gaya horizontal, gaya geser, gaya normal dan momen adalah sebagai berikut : Gaya vertikal dan horizontal ( V x dan H x ) V x = R AV (4)(x) = 54 (4)(9) = 18 T ( ) H x = R AH = 40 T ( ) Gaya geser ( SF x ) SF x = V cos θ H sin θ = (18)(0,9138) (40,5)(0,4061) = 0,00135 0 T Gaya normal ( NF x ) : NF x = V sin θ + H cos θ = (18)(0,4061) + (40,5)(0,9138) = 44,3186 T ( tekan ) Momen ( M x ) : M x = (54)(9) (40,5)(6) (4)(9)(4,5) = 81 Tm 2.3 PELENGKUNG TIGA SENDI TIDAK SIMETRIS II-8

Pada pelaksanaan di lapangan, sering dihadapi persoalan struktur yang terjadi, bahwa suatu struktur pelengkng tiga sendi yang kedua buah tumpuannya merupakan sendi yang tidak terletak pada level atau ketinggian yang sama, atau dengan istilah panjang batang lengkungnya tidak sama. Pelengkung yang demikian disebut dengan pelengkung tiga sendi yang tidak simetris. Untuk menyelesaikan pelengkung tiga sendi yang tidak simetris, tidak dapat langsung digunakan persamaan parabola yang ada, tetapi dengan syarat, yaitu memperpanjang panjang lengkung yang pendek sehingga menjadi pelengkung tiga sendi simetris (secara fiktif), seperti pada contoh berikut : Contoh (2) : Diketahui sebuah pelengkung tiga sendi A-S-B dengan beban dan ukuran seperti pada Gambar II 3(a). Hitunglah reaksi-reaksi tumpuan serta gaya geser, gaya normal dan momen pada titik x. II-9

Gambar II - 3 Penyelesaian : Reaksi Tumpuan : M B = 0 R AV (60) - R AH (9) (1)(40)(40) = 0 60 R AV 9 R AH = 1600... (1) M S kiri = 0 R AV (40) R AH (12) - (1)(40)(20) = 0 40 R AV 12 R AH = 800... (2) Dari persamaan (1) dan (2), maka : (1)......... 60 R AV 9 R AH = 1600 (2) x 1,5..... 60 R AV 18 R AH = 1200 ------------------------------- 9 R AH = 400 R AH = 44,44 T ( ) II-10

R AV = 33,33 T ( ) V = 0 R AV (1)(40) + R BV = 0 R BV = 40 33,33 = 6,67 T ( ) H = 0 R BH + R AH = 0 R BH = 44,44 T ( ) Dengan menggunakan persamaan parabola dasar, untuk h = 12 m, y = 9 m dan x = 60 m, maka panjang bentang pelengkug yang simetris dapat dihitung sebagai berikut ( Gambar II 3b ) 4 h (x) ( L x ) 4(12)(60)( L 60 ) y = --------------------- 9 = ------------------------- L² L² 9 L² = 2880 ( L 60 ) L² = 320 L 19200 L² 320 L + 19200 = 0 ( 320) ± ( 320)² (4)(1)(19200) L 1&2 = -------------------------------------------------- 2 L 1 = 240 m tidak mungkin (tidak memenuhi) L 2 = 80 m (memenuhi) Untuk h = 12 m dan L = 80 m, maka persamaan parabola dasar berubah menjadi : (4)(12)(x)( 80 x ) 48(x)(80 x) y = ------------------------ y = -------------------- 80² 6400 3840(x) 48(x²) y = --------------------- y = 0,6 x 0,0075 x² 6400 II-11

y/ x = 0,6 0,015 x Untuk x = 20 m, lihat Gambar II 3(b) maka, nilai y adalah: y = 0,6 x 0,0075 x² y = (0,6)(20) 0,0075 (20)² = 9 m titik X (20, 9) Nilai y/ x atau garis singgung pada titik X (20, 9) adalah : y/ x = 0,6 0,015 (20) y/ x = 0,3 atau tg θ = 0,3 θ = 16 41 sin θ = 0,2873 cos θ = 0,9578 Besarnya gaya vertikal V dan gaya horizontal H pada titik X dapat dihitung : V = 33,33 (1)(20) = 13,33 T ( ) H = 44,44 T ( ) Setelah gaya vertikal dan gaya horizontal pada titik X (20, 9) dapat ditentukan, maka gaya geser, gaya normal dan momen pada titik tersebut dapat dicari. Gaya Geser (SF X ) SF X = V cos θ H sin θ = (13,33)(0,9578) (44,44)(0,2873) = 0 T Gaya Normal (NF X ) NF X = V sin θ + H cos θ = (13,33)(0,2873) + (44,44)(0,9578) = 46,40 T Momen Lentur (M X ) II-12

M X = R AV (20) R AH (9) - (0,5)(q)(20)² = (13,33)(20) (44,44)(9) (0,5)(1)(20)² = 66,67 Tm Contoh (3) : Struktur pelengkung tiga sendi A-S-B dan pembebanan seperti terlihat pada gambar II 4. Hitung reaksi tumpuan, gaya geser, gaya normal dan momen pada titik X yang berjarak 5 m di sebelah kiri dari tumpuan B. Penyelesaian : Reaksi Tumpuan M B = 0 R AV (10) + R AH (5) (5)(4) = 0 10 R AV + 5 R AH = 20 (1) M A = 0 (5)(1) R BV (10) R BH (5) = 0 10 R BV + 5 R BH = 5 (2) M S kanan = 0 (5)(2) R BV (L/2) R BH (6) = 0 Gambar II 4 II-13

Untuk menghitung panjang bentang parabola dasar pada titik (10, 5) L, dengan persamaan 4 h (x) ( L x ) 4(6)(10)( L 10 ) y = --------------------- 5 = ------------------------- L² L² 5 L² = 240 L 2400 ) 5L² 240 L + 2400 = 0 ( 240) ± ( 240)² (4)(5)(2400) L 1&2 = -------------------------------------------------- (2)(5) L 1 = 14,20 m, memenuhi L 2 = 33,79 m, tidak mungkin (tidak memenuhi) Persamaan M S kanan = 0 dapat dituliskan menjadi M S kanan = 0 (5)(2) R BV (L/2) R BH (6) = 0 Dari persamaan (2) dan (3), maka V = 0 10 R BV (7,1) R BH (6) = 0 7,1 R BV + 6 R BH = 10. (3) (2) x 6......... 60 R BV + 30 R BH = 30 (3) x 5......... 35,5 R BV + 30 R AH = 50 --------------------------------- 24,5 R BV = - 20 (2)........... 10 R BV + 5 R BH = 5 R AV + R BV = 0 R BV = - 0,81 T ( ) 5 R BH = 5 + 10 (0,81) = 13,16 R BH = 2,63 T ( ) R AV + (- 0,81) = 0 R AV = 0,81 T ( ) II-14

H = 0 R AH + R BH 5 = 0 R AH + 2,63 5 = 0 R AH = 2,37 T ( ) Untuk h = 6 m dan L = 14,2 m, maka persamaan parabola dasar berubah menjadi : (4)(6)(x)(14,2 x ) 24(x)(14,2 x) y = ------------------------- y = -------------------- (14,2)² 201,64 340(x) 24(x²) y = --------------------- y = 1,69 x 0,12 x² 201,64 y/ x = 1,69 0,24 x Untuk x = 5 m, lihat Gambar VI 4 maka nilai y adalah : y = 1,69 x 0,12 x² y = (1,69)(5) 0,12 (5)² = 5,45 m titik X (5, 5,45) Nilai y/ x atau garis singgung pada titik X (5, 5,45) adalah : y/ x = 1,69 0,24 x = 1,69 (0,24)(5) = 0,49 y/ x = 0,49 atau tg θ = 0,49 θ = 26 6 sin θ = 0,44 cos θ = 0,89 Besarnya gaya vertikal V dan gaya horizontal H pada titik X dapat dihitung : V = 0,81 T ( ) H = 2,37 T ( ) II-15

Setelah gaya vertikal dan gaya horizontal pada titik X dapat ditentukan, maka gaya geser, gaya normal dan momen pada titik tersebut dapat dicari. Gaya Geser (SF X ) SF X = V cos θ H sin θ = (0,81)(0,89) (- 2,37)(0,44) = 1,7637 T Gaya Normal (NF X ) NF X = V sin θ + H cos θ = (0.81)(0,44) + (- 2,37)(0,89) = - 1,7529 T Momen Lentur (M X ) M X = R AV (20) R AH (9) - (0,5)(q)(20)² = (- 0,81)(5) + (2,63)(5,45) (5)(1,45) = 3,0335 Tm II-16