BAB II HUBUNGAN JEPANG DENGAN KOREA SELATAN. memiliki isu-isu yang belum terselesaikan. Kedua negara masih memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB III ISU COMFORT WOMEN DALAM HUBUNGAN JEPANG DENGAN KOREA SELATAN. Pada bab ini akan disajikan sejarah awal kemunculan isu comfort women

PERDAMAIAN DI SEMENANJUNG KOREA PASCA-PERTEMUAN MOON JAE-IN DAN KIM JONG UN

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG JEPANG DALAM PENYELESAIAN ISU COMFORT WOMEN DENGAN KOREA SELATAN

UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat berlaku terhadap Negara Jepang (Suryohadiprojo, 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal Online di

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. kita. Konflik tersebut terjadi karena interaksi antar kedua negara atau lebih

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B

1 BAB I 2 PENDAHULUAN

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

1. DARI IDEOLOGI HINGGA TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. p C. Sarah. Soh, The Korean Comfort Women : Movement for Redress, Asian Survey, vol. 36, no. 12, 1996,

Negara Jangan Cuci Tangan

Keterangan Pers Presiden RI Terkait Surat Balasan PM. Australia, 26 Nov 2013, di Kantor Presiden Selasa, 26 November 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

SMP kelas 9 - SEJARAH BAB 1. Perang Dunia IIlatihan soal 1.2

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan Restorasi Meiji di Jepang yang berdampak pada proses modernisasi

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

MUNDURNYA YUKIO HATOYAMA SEBAGAI PERDANA MENTERI JEPANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjaga keamanan nasional sekaligus memenuhi kepentingan nasional.

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

1. PENDAHULUAN. 1 Occupation of Japan : Policy and Progress (New York: Greenwood Prees,1969), hlm 38.

Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, Selasa, 09 November 2010

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

91 menganut prinsip penyeleasaian sengketa dilakukan dengan jalan damai maka ASEAN berusaha untuk tidak menggunakan langkah yang represif atau dengan

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

BAB VI KESIMPULAN. Kennedy hanya menjalankan jabatan kepresidenan selama dua tahun yakni

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONFLIK & MANAJEMEN KONFLIK DI ASIA TENGGARA PASKA PERANG DINGIN DALAM PERSPEKTIF KEAMANAN TRADISIONAL DEWI TRIWAHYUNI

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peradaban tersebut, melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan. dalam Situmorang (2009:2-3) menjelaskan kebudayaan

SENGKETA INTERNASIONAL

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun.

BAB IV KESIMPULAN. Jepang sudah lama memiliki peran penting di dalam masyarakat internasional,

TUGAS KELOMPOK REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

ASIA PACIFIC PARLIAMENTARY FORUM (APPF)

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB IV DAMPAK PENGGUNAAN DIPLOMASI DALAM PENYELESAIAN KONFLIK INDONESIA BELANDA. A. Peran Dunia Internasional dalam Diplomasi

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

SMP kelas 9 - SEJARAH BAB 1. Perang Dunia IIlatihan soal 1.4

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. melekat pada suatu bangsa dimana didalamnya terkandung pesan identitas "Siapa

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

BAB III POLITIK LUAR NEGERI KOREA SELATAN TERHADAP JEPANG

Burma mempunyai catatan tersendiri dalam sejarah Burma karena AFPFL BAB V. Kesimpulan

HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ASIA TENGGARA PADA ERA PERANG DINGIN. Dewi Triwahyuni

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. disatukan kembali. Namun upaya reunifikasi terus berlanjut dari kedua belah

sanksi terhadap intensi Kiev bergabung dengan Uni Eropa. Sehingga konflik Ukraina dijadikan sebagai instrumen balance of power di Eropa Timur.

peradaban Bangsa Timur yang berkembang dengan pesat. Tiongkok. Ketiga Negara ini sangat berperan penting pada pertumbuhan ekonomi

Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain. Artikel hubungan internasional antara indonesia dengan negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Politik luar negeri yang dijalankan Indonesia pada hakekatnya diabdikan

BAB I PENDAHULUAN. II, di era 1950-an ialah Perdana Menteri Yoshida Shigeru. Ia dikenal karena

MENGAPA TAPOL DI PAPUA TOLAK RENCANA PEMBERIAN GRASI?

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Tindakan Amerika di negeri-negeri Muslim itu berarti AS telah secara sengaja memusuhi umat Islam


Ebook dan Support CPNS Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com:

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Islam masuk ke Rusia tidak lama setelah kemunculannya pada pertengahan kedua

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Tentang: PERJANJIAN PERSAHABATAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN MALAYSIA REPUBLIK INDONESIA MALAYSIA. PERJANJIAN PERSAHABATAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

Uni Soviet dihancurkan oleh pengkhianatan

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

BAB IV KESIMPULAN. mempengaruhi sikap kedua negara terhadap negara-negara lain yang tidak terlibat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG

Penjelasan SBY tentang Ketegangan Indonesia-Malaysia dalam Perspektif Analisis Wacana

REPUBLIK INDONESIA SERIKAT ( )

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

Transkripsi:

BAB II HUBUNGAN JEPANG DENGAN KOREA SELATAN Jepang dan Korea Selatan merupakan negara tetangga yang saling membutuhkan satu sama lain, namun memiliki hubungan pasang surut. Dengan sebutan negara dekat, namun jauh dapat dilihat bahwa kedua negara tersebut memiliki isu-isu yang belum terselesaikan. Kedua negara masih memiliki beberapa permasalahan. Perebutan Pulau Dokdo (dalam bahasa Korea) atau Takeshima (dalam bahasa Jepang) dan isu mengenai sentimen anti-jepang oleh masyarakat Korea dan anti-korea oleh masyarakat Jepang akibat kolonialisasi Jepang abad 20 serta isu comfort women hingga saat ini masih hangat diperbincangkan, meskipun sudah mencapai kesepakatan penyelesaian terkait isu tersebut. Hubungan diplomatik antarkedua negara yang selalu mengalami pasang surut ini berhubungan dengan apa yang terjadi pada masa lalu. Dalam Bab II ini akan dijelaskan hubungan Jepang dengan Korea Selatan sejak masa imperealisme Jepang di Semenanjung Korea hingga saat ini, yaitu pada masa pemerintahan Shinzo Abe dengan maksud untuk menghubungkan kebijakan Jepang saat ini dan upayanya dalam menyelesaikan isu comfort women. 16

A. Hubungan Jepang dengan Korea pada Masa Imperialisme Jepang di Semenanjung Korea Pasca Restorasi Meiji tahun 1869, Jepang mengalami berbagai perubahan pada struktur politik dan sosial. Percepatan industrialisasi Jepang yang semakin meningkat menjadikan Jepang memiliki kekuatan nasional yang kuat. Dinasti Ming sebagai guardian Korea dikalahkan oleh Jepang pada tahun 1894. Selanjutnya Jepang juga mengalahkan Rusia yang sempat tertarik pada Semenanjung Korea. Setelah berhasil mengalahkan Dinasti Ming dan Rusia, Jepang menganeksasi Korea pada tahun 1910. Pencaplokan wilayah semenanjung Korea berawal dari insiden pembunuhan Ratu Myeongseong. Pemerintahan Jepang menganggap bahwa Ratu Myeongseong menghalangi usaha Jepang untuk melakukan ekspansi kekuasaan di Semenanjung Korea. Pada akhirnya, Ratu Myeongseong berhasil dibunuh oleh Miura Goro seorang mata-mata Jepang pada 8 Oktober 1895 di istana Gyeongbok. Setelah insiden pembunuhan tersebut, Jepang mendapat banyak protes dari internasional dan menjadikan Miura sebagai tersangka. Karena tidak adanya bukti yang kuat, Miura dibebaskan dari tuduhan tersebut. Sebelumnya pada tahun 1905 Kekaisaran Jepang dan Kerajaan Korea membentuk Perjanjian Eulsa yang menjadikan Korea sebagai negara protektorat Jepang yang artinya Jepang berwenang penuh atas urusan dalam negeri Korea. Selanjutnya pada tahun 1910 setelah insiden pembunuhan sang ratu, Jepang 17

dan Korea membentuk traktat aneksasi yang menjadikan tanah semenanjung Korea menjadi wilayah kekuasaan Jepang secara penuh (Yoon, 2015). Selama kekuasaan Jepang di Semenanjung Korea, segala sesuatu yang berhubungan dengan Korea dihapuskan dan diganti dengan budaya, bahasa, dan tulisan Jepang. Bahkan, nama masyarakat Korea harus diganti dengan nama Jepang. Keluarga kerajaan Korea pun secara perlahan-lahan dipindah dari Korea ke Jepang dengan alasan untuk melanjutkan pendidikan. Namun demikian sebenarnya tujuan Jepang ialah untuk menghilangkan kekuatan kerajaan Korea agar Jepang sukses untuk menguasai tanah Semenanjung Korea. Pada masa ini sebagian besar masyarakat Korea dipekerjakan secara kasar (kerja romusha) di Jepang dan Korea. Mereka bekerja sebagai buruh pabrik tanpa ada perhatian dan mengabaikan kesehatannya. Kerja romusha ini menghasilkan banyak korban kematian. Banyaknya masyarakat Korea yang dibiarkan kelaparan, namun harus tetap bekerja menjadikan jumlah korban pekerja romusha semakin meningkat. Kekejaman Jepang berlanjut pada perbudakan seks atau disebut juga comfort women. Jepang membentuk sebuah kebijakan, yaitu perempuan-perempuan Korea yang sebagian besar berumur belasan tahun dijadikan budak seks dan dikirim ke berbagai daerah, terutama di China, dan sebagian wilayah Korea. Sebagian perempuan yang dijadikan budak seks tersebut dijual oleh orang tuanya karena situasi ekonomi yang buruk. Sebagian perempuan lainnya diambil secara paksa di wilayah- 18

wilayah pedesaan dan beberapa dari mereka diiming-imingi sebuah pekerjaan di Jepang, namun berakhir di rumah-rumah bordil di Korea ataupun China. Kekejaman Jepang di Korea berakhir pada Agustus 1945 saat Jepang dibom oleh Amerika Serikat di dua wilayahnya, yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa tersebut terjadi setelah Jepang melakukan penyerangan di Pearl Harbour pada tahun 1941 yang menjadikan Amerika Serikat kemudian ikut terlibat secara langsung dalam Perang Dunia II. Jepang akhirnya menyatakan kekalahan dan menyerah tanpa syarat terhadap Sekutu. Pernyataan tersebut sekaligus menandadakan kebebasan atas imperealisme Jepang di Korea. Setelah itu Korea menyatakan kemerdekaannya pada 15 Agustus 1945 (Yoon, 2015). Pasca Jepang menyerah tanpa syarat terhadap Sekutu, kebijakan luar negeri Jepang memiliki banyak tuntutan dari pihak-pihak yang terlibat, terutama korban-korban. Dimulai pada tahun 1950--1980an banyak warga Jepang yang mengajukan tuntutan ke pemerintah untuk memberikan kompensasi atas kematian keluarga mereka, luka atau cacat permanen pada tubuh dan hilangnya aset-aset mereka. Tahun 1970a--1990an, mantan pegawai militer Jepang yang berwarga negara Korea dan tinggal di Jepang menuntut untuk diberi tunjangan dari pemerintah Jepang atas jasa yang mereka berikan selama mengabdi pada kekaisaran Jepang. Selanjutnya sekitar tahun 1991, mantan Comfort women mulai mengajukan permintaan kompensasi dan permintaan maaf secara resmi dari Jepang (Umeda, 2008). 19

B. Hubungan Jepang dengan Korea Selatan pada Masa Normalisasi Penjajahan Jepang di Semenanjung Korea meninggalkan bekas luka yang sangat dalam bagi masyarakat Korea. Selama 36 tahun Semenanjung Korea berada di bawah penguasaan Jepang. Enam minggu setelah perjanjian damai San Fransisco, yaitu pada tahun 1951, Jepang memulai memperbaiki hubungan dengan Republik of Korea (Korea Selatan) serta berniat untuk membentuk hubungan diplomatik dengan Korea Selatan. Namun demikian, usaha tersebut baru berhasil pada tahun 1965 (Matake, 2000). Hal ini terjadi karena adanya beberapa alasan. Perang Korea yang mengakibatkan Semenanjung Korea terpisah menjadi Korea Utara dan Korea Selatan menjadi salah satu alasan tertundanya usaha pembentukan hubungan diplomatik Jepang dengan Korea. Selanjutnya Jepang memandang bahwa sikap Syngman Rhee yang sangat anti-jepang membuat usaha damai Jepang membutuhkan waktu yang sangat lama. Sikap yang ditunjukkan Rhee berupa deklarasi Rhee yang meyebutkan bahwa batas kedaulatan di perairan Korea termasuk seluruh wilayah sekitar semenanjung, Pulau Takhesima juga sempat menjadi sengketa antara Jepang dan Korea di awal normalisasi hubungan. Selain itu, ada juga faktor perbedaan sikap kedua belah pihak yang bersangkutan dalam memandang situasi waktu itu. Korea memandang Jepang hanya menyebabkan rasa sakit terhadap orang-orang Korea. Meskipun Jepang mengakui hal itu Jepang juga memberikan pernyataan bahwa Jepang tidak hanya memberikan rasa sakit, Jepang telah memberikan beberapa keuntungan untuk tanah Korea 20

seperti pembangunan di bidang pertanian, pembuatan rel kereta dan pelabuhan, serta mendirikan sistem pendidikan yang modern. Dalam melakukan normalisasi hubungan dengan Korea Selatan, tahun 1965 merupakan awal mula Menteri Luar Negeri Jepang mengunjungi Korea Selatan dan menyampaikan perminta maaf serta mengekspresikan penyesalan yang mendalam. Kala itu sang Menteri juga memberikan kompensasi ekonomi sebanyak 500 juta USD kemudian 4 bulan setelah itu Jepang dan Korea Selatan melakukan kerja sama ekonomi (Matake, 2000). C. Hubungan Jepang dengan Korea Selatan Pasca Normalisasi Pada awal normalisasi, hubungan Jepang dan Korea Selatan hanya sebatas kerja sama ekonomi, belum merambah kerja sama keamanan karena memang pada tahun 1960--1970an Jepang belum menganggap Korea Selatan sebagai patner yang penting, terlebih karena adanya faktor Amerika Serikat di belakangnya (pasca Jepang menyerah tanpa syarat terhadap Sekutu, politik luar negeri Jepang sangat dipengaruhi oleh Amerika Serikat). Kemudian pada tahun 1983 Perdana Menteri Nakasone untuk pertama kalinya melakukan kunjungan resmi ke Korea Selatan. Pada kunjungan tersebut Nakasone menjanjikan kepada Korea Selatan akan memberikan bantuan ekonomi sebesar 4 juta USD, namun melarang dana tersebut untuk dihibahkan ke militer. Kemudian pada tahun 1984 Presiden Chun melakukan balasan kunjungan ke Tokyo yang juga merupakan kunjungan resmi pertama ke 21

Tokyo pada era pasca perang. Sejak saat itu hubungan kedua negara ini semakin membaik. Sampai dengan tahun 1982, Jepang belum menunjukkan sikap tertarik pada kerja sama keamanan dengan Korea Selatan hingga ada pada suatu peristiwa yaitu peristiwa ketika Democratic People s Republik of Korea (Korea Utara) menembakkan rudal miliknya, yaitu Taepodong, ke Jepang pada tahun 1998. Sejak peristiwa itu Jepang menganggap Korea Utara merupakan ancaman dan harus bekerja sama dengan Korea Selatan untuk keamanan Korea Selatan dan Jepang sendiri. Sebelum peristiwa Taepodong, pada tahun 1970-an sebenarnya Jepang membuat inisiatif untuk melakukan hubungan dengan Korea Utara karena bagi Jepang, stabilitas keamanan Korea Utara dan Korea Selatan sangat penting bagi keamanan Jepang. Sejak perang dingin selesai, terdapat perubahan yang tampak pada kebijakan Jepang terhadap Korea Selatan. Jepang memulai untuk bekerja sama dengan Korea Selatan pada bidang keamanan. Hal ini terjadi karena Korea Utara menjadi ancaman keamanan di Asia Timur. Penggabungan dalam pelatihan militer laut untuk pertama kalinya diadakan pada tahun 1999 oleh Jepang dan Korea Selatan. Keluar dari perubahan itu, diplomasi Jepang terhadap Korea Selatan tetaplah dipengaruhi oleh kebijakan Amerika Serikat. Jepang tidak dapat berperan langsung dalam kegiatan militer dan strategi terhadap Semenanjung Korea karena konstitusi perdamaian antara Jepang dan Korea sehingga untuk mengantisipasi ancaman dari Korea Utara, Jepang masih bergantung pada 22

Amerika Serikat. Sikap Jepang pada masa pasca Perang Dingin memiliki 3 karakteristik terhadap Semenanjung Korea, yaitu tetap berada pada pengaruh Amerika Serikat, sikap pasif, dan sikap minimalis. Setelah berkali-kali meminta maaf dan mengekspresikan penyesalan yang mendalam oleh pejabat tinggi Jepang terhadap Korea Selatan, pada akhirnya, yaitu tahun 1999, setelah 34 tahun Jepang berusaha, Korea Selatan yang diwakili oleh Presiden Kim Dae Jung menyatakan bahwa ia menerima permintaan maaf yang disampaikan oleh Perdana Menteri Obuchi Keizo ketika Presiden Kim mengunjungi Jepang. Pasca penerimaan maaf tersebut, hubungan Jepang dengan Korea Selatan menjadi lebih baik (Matake, 2000). Pada masa pemerintahan Junichiro sempat timbul permasalahan akibat kunjungannya ke Kuil Yasukuni. Kuil tersebut merupakan tempat persemayaman orang-orang yang terlibat dalam Restorasi Miji hingga Perang Dunia II. Termasuk prajurit-prajurit Jepang yang berjasa pada kekaisaran disemayamkan di dalam kuil tersebut. Dalam lima tahun terakhir, pejabat Jepang tidak mengunjungi kuil tersebut karena adanya sentimen dari Korea Selatan, Korea Utara, dan China. Namun demikian, Junichiro pada awal kekuasaannya, ia mengunjungi kuil tersebut dan mendapat kecaman keras dari Korea Selatan dan China. Karena kejadian tersebut, perwakilan Korea Selatan dan China menolak untuk melakukan pertemuan dengannya di Jepang ataupun di negara masing-masing (Times, 2001). Meskipun sempat tersendat, hubungan bilateral Korea Selatan dan Jepang pada masa pemerintahan 23

Koizumi akhirnya membaik sejak Shinzo Abe menjabat sebagai perdana menteri pada tahun 2006. Shinzo Abe merupakan Perdana Menteri Jepang yang ke-57. Ia pertama kali terpilih menjadi Perdana Menteri pada tahun 2006 menggantikan Junichiro Koizumi. Namun demikian, pada tahun 2007 ia mengundurkan diri dari jabatannya dan mengajukan kembali untuk menjadi Perdana Menteri pada tahun 2012. Setelah kemenangannya pada tahun 2012, Abe yang dikenal sebagai sosok yang konservatif nasionalis, menyusun kebijakan-kebijakan yang dikampanyekan seperti upaya untuk menyelesaikan sengketa perbatasan dengan China dengan suatu pengambilan kebijakan garis keras, menjanjikan akan mengakhiri stagnasi ekonomi, meningkatkan peran SDF(Self-Defense Force) dan memperbaiki status Jepang dalam dunia internasional dengan menjadikan Jepang sebagai negara normal (Sebok, 2013). Selain keempat kebijakan tersebut, Jepang juga masih memiliki banyak tanggungan yang harus diselesaikan terkait dengan Post-War History termasuk dengan Korea Selatan. Sebagai negara yang telah menganeksasi Semenanjung Korea selama 35 tahun, Jepang masih menanggung pertanggungjawaban moral dan finansial. Meskipun telah berulang kali disampaikan permintaan maaf dan penyesalan yang mendalam oleh beberapa pendahulunya, saat Shinzo Abe mulai menjadi Perdana Menteri, ia juga menyampaikan permintaan maaf dan penyesalan yang mendalam atas imperealisme Jepang di Korea. Permintaan maaf tersebut telah menjadi agenda wajib bagi setiap petinggi negara Jepang. Hal itu selalu 24

disampaikan karena Korea dan China tidak ingin Jepang lupa siapa Jepang di mata Korea dan China karena pada dasarnya Korea masih memiliki trauma jika Jepang nantinya akan kembali agresif. Tidak berbeda jauh dari politik luar negeri era Perdana Menteri sebelum-sebelumnya, politik luar negeri Jepang terhadap Korea Selatan masih dipengaruhi oleh Amerika Serikat karena Jepang merupakan aliansi terkuat Amerika Serikat di kawasan Asia Timur, yang bertugas menjaga perdamaian di kawasan tersebut. Amerika Serikat selalu menekankan pada hubungan bilateral Jepang--Korea Selatan agar tetap terjaga salah satunya dengan kerja sama dan menyelesaikan konflik-konflik yang ada. Yang berbeda dengan sikap Shinzo Abe dengan Perdana Menteri sebelumnya ialah, ia bersikeras mengembalikan citra Jepang di mata dunia dengan salah satu caranya Shinzo Abe telah lama berencana untuk menjadikan negara Jepang sebagai negara normal dengan merevisi artikel 9. Kemudian ia juga berusaha membangun kepercayaan kepada negara terdekatnya, yaitu Korea Selatan. Selama ini penghambat hubungan Jepang dan Korea Selatan berhubungan dengan sejarah imperealisme Jepang sehingga hal utama yang dilakukan Abe adalah mengungkapkan permintaan maaf dan rasa penyesalan kepada seluruh rakyat Korea. Pada tahun 2013 Shinzo Abe untuk pertama kalinya mengunjungi kuil Yasukuni dan saat itu ia mendapat kecaman keras dari Korea Selatan dan China sehingga Korea Selatan sendiri menolak untuk melakukan pertemuan resmi kepala negara dengan Jepang. Pada saat itu, Abe mengakui bahwa 25

kunjungannya tersebut tidak bertujuan untuk menyulut konflik dengan Korea ataupun China. Kunjungan tersebut murni dilakukan Abe sebagai rakyat Jepang bukan sebagai Perdana Menteri. Ia menekankan bahwa tujuannya saat itu ialah untuk bersumpah dan bertekad bahwa perang tidak akan terjadi lagi karena pada dasarnya akan menimbulkan penderitaan bagi warga Jepang juga. Meskipun demikian, ia tetap mendapat kritik dari Korea Selatan dan China (Wingfield-Hayes, 2013). Akibat sentimen kunjungan Perdana Menteri Shinzo Abe dan berbagai masalah dengan Korea Selatan yang belum terselesaikan, Korea Selatan beberapa kali menolak mengadakan pertemuan resmi seperti kunjungan kepala negara di negara masing-masing. Namun demikian, kedua kepala negara sempat bertemu dalam konferensi resmi, yaitu pada 25 Maret 2014. Jepang, Amerika Serikat dan Korea Selatan mengadakan pertemuan Trilateral KTT Keamanan Nuklir di Den Haag, Belanda. Pertemuan tersebut menandai untuk pertama kalinya Perdana Menteri Abe bertemu dengan President Park secara pribadi. Pada pertemuan tersebut, para pemimpin menegaskan pentingnya kolaborasi yang lebih dekat antara tiga negara pada hal-hal yang menyangkut keamanan Asia Timur, dengan fokus utama pada isu-isu yang melibatkan Korea Utara (Diplomatic Blue Book, 2015). Selain itu, pada pertemuan 9 Agustus 2015 menteri luar negeri dari Jepang dan Korea Selatan melakukan pertemuan saat berada di Myanmar untuk menghadiri ASEAN Foreign Ministerial Meeting. Menteri Luar Negeri Kishida dan Menteri Luar Negeri Yun Byung-Se membahas hubungan 26

bilateral kedua negara untuk mencapai kemajuan dan sepakat untuk terus memastikan komunikasi yang erat dalam berbagai bidang (Diplomatic Blue Book, 2015). Pembicaraan lebih lanjut antara kedua menteri luar negeri diadakan kembali pada 26 September saat berada di UN General Assembly Session, New York. Mereka menegaskan kembali pentingnya menjaga dan memperdalam dialog politik tingkat tinggi antara Jepang dan Korea Selatan, serta menegaskan sekali lagi bahwa kedua belah pihak akan berusaha untuk memastikan bahwa peringatan 50 tahun normalisasi hubungan diplomatik antara Jepang dan Korea Selatan dapat digelar dalam kondisi positif. Dalam upaya meningkatkan hubungan bilateral Jepang dan Korea Selatan, untuk pertama kalinya dalam tiga setengah tahun setelah Shinzo Abe menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang, mengadakan pertemuan resmi kepala negara, yaitu dengan Park Geun Hye yang menjabat sebagai Presiden Korea Selatan. Pertemuan tersebut dilakukan pada 2 November 2015 di Seoul dan menjadi ice breaking dari hiatus yang dilakukan pejabat pemerintah sebelumnya (Diplomatic Blue Book, 2015). Seperti diketahui bahwa hubungan Jepang dan Korea Selatan sempat memburuk pada masa pemerintahan Junichiro akibat kunjungannya yang terhitung beberapa kali ke kuil Yasukuni. Pertemuan tersebut membahas beberapa isu seperti Comfort women yang didesak untuk segera melakukan resolusi penyelesaian isu tersebut. Shinzo Abe menyatakan setuju untuk membahas isu ini lebih serius agar 27

mendapatkan hasil kesepakatn yang akhirnya akan mengakhiri isu Comfort women yang telah lama menjadi masalah besar antara kedua negara aliansi Amerika ini. Abe juga berharap kunjungan kenegaraannya ini dapat menjadikan hubungan bilateral Jepang--Korea Selatan lebih kuat pada masa depan. Sesuai janji kedua kepala negara, Jepang dan Korea Selatan akhirnya menandai 50 tahun normalisasinya dengan penyelesaian isu comfort women, yaitu dengan membentuk kesepakatan yang disetujui oleh kedua pihak pada 28 Desember 2015. Kesepakatan tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Jepang dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan sebagai perwakilan dari Perdana Menteri Jepang dan Presiden Korea Selatan. Kesepakatan tersebut berisi pemberian dana kompensasi sebesar US$8.6 Juta yang ditujukan untuk kepentingan kesehatan mantan comfort women yang masih hidup hingga saat ini di Korea Selatan (Woo, 2015). Dana tersebut berasal dari budget negara Jepang. Jepang juga meminta untuk menghilangkan patung lambang comfort women yang ada di depan kantor kedutaan besar Jepang di Seoul. Kesepakatan ini bersifat Finally and Irreversible dimana kesepakatan ini merupakan akhir dari isu comfort women dan sifatnya tidak dapat dirubah. 28