NILAI-NILAI DASAR PPATK

dokumen-dokumen yang mirip
ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR v PERNYATAAN TELAH DIREVIU vi RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN KINERJA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TAHUN ANGGARAN. Jl. Ir. H. Juanda No. 35 Jakarta Pusat

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT SEKRETARIAT KABINET REPUBLIK INDONESIA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

2 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tamba

KPU Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sumedang BAB I PENDAHULUAN

BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH INSPEKTORAT TAHUN 2015

PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA DAN PELAPORAN KINERJA DI LINGKUNGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM

PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

2 lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor sebagai Pihak Pelapor; dan 2. menyatakan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan L

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Independensi Integritas Profesionalisme

BAB I P E N D A H U L U A N

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PROGRAM KERJA PENGAWASAN INTERNAL

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

L A P O R A N K I N E R J A

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Audit Kinerja. Pedoman.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 22/MENHUT-II/2010 TENTANG PEDOMAN AUDIT KINERJA LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN

KATA PENGANTAR. Kandangan, Januari 2016 INSPEKTUR KABUPATEN, Ir.RUSMAJAYA,MT Pembina Utama Muda NIP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF

Ikhtisar Eksekutif. vii

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. LAKIP tersebut

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

Rencana Kerja Tahunan (RKT) INSPEKTORAT KABUPATEN MALANG

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

birokrasi, agar dapat ditetapkan langkah deregulasi dan/atau reregulasi sesuai kebutuhan regulasi yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

KATA PENGANTAR. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

DAFTAR INFORMASI PUBLIK PPATK

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pada hakekatnya reformasi birokrasi pemerintah merupakan proses

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DAN EVALUASI KINERJA Kedeputian Pelayanan Publik

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN LAPORAN KINERJA SEKRETARIAT DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN TAHUN 2015

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tam

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

K A T A P E N G A N T A R

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

KATA PENGANTAR. Page i. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemeri

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

INSPEKTORAT IV INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN

LAPORAN KINERJA BPKP untuk Indonesia

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

PROGRAM MIKRO REFORMASI BIROKRASI

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME TAHUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG,

Independensi Integritas Profesionalisme

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 55

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.110,2012

Transkripsi:

NILAI-NILAI DASAR PPATK INTEGRITAS KERAHASIAAN TANGGUNG JAWAB KEMANDIRIAN PROFESIONAL

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Laporan Kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merupakan perwujudan dari transparansi dan akuntabilitas kinerja PPATK yang berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 sebagai lembaga pengemban tugas untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Laporan kinerja ini merupakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi kinerja PPATK kepada publik dan para pemangku kepentingan lainnya dalam memenuhi harapan akan terwujudnya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Penyusunan Laporan Kinerja PPATK mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah dan Rencana Strategis PPATK Tahun 2015-2019. Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK menyajikan informasi terkait capaian kinerja berdasarkan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) dan targetnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK. Laporan kinerja tersebut juga menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan menyelesaikan berbagai tantangan yang dihadapi. Secara keseluruhan, capaian kinerja telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, meskipun terdapat beberapa indikator kinerja belum menunjukan capaian sesuai target, atau pun belum memperoleh hasil evaluasi penilaian dari lembaga di luar PPATK sampai dengan laporan kinerja ini selesai disusun. Rata-rata capaian kinerja tahun 2016 PPATK sebesar 108,24%. Capaian kinerja tersebut berhasil diraih karena komitmen PPATK dalam mencapai target kinerja yang telah ditetapkan dalam kontrak kinerja dan senantiasa melaksanakan perbaikan berkelanjutan dalam pengelolaan kinerja, serta adanya dukungan dari para pemangku kepentingan PPATK. Berdasarkan analisis dan evaluasi yang dilakukan melalui laporan kinerja tahun 2016 ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi peran kelembagaan dalam melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Selain itu, diharapkan juga adanya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas seluruh jajaran pegawai PPATK, sehingga dapat menunjang kinerja PPATK secara keseluruhan dalam mewujudkan good governance dan clean government. Wassalamualaikum Wr. Wb.

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR v PERNYATAAN TELAH DIREVIU vi RINGKASAN EKSEKUTIF vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK 4 C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK 6 D. Struktur Organisasi 9 E. Dasar Hukum 12 F. Sistematika Penyajian 14 BAB II BAB III PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis 15 B. Perjanjian Kinerja 19 AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja 24 B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja Tahun 2016 24 C. Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2015 dan 2016 88 D. Realisasi Anggaran Tahun 2016 90 E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Penganggaran Berbasis 93 Kinerja F. Kinerja dan Capaian Lainnya 95 G. Rencana Pengembangan 96 BAB IV PENUTUP 97 LAMPIRAN PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 ii

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Jumlah Pegawai PPATK per 31 Desember 2016 12 Tabel 2.1 Misi PPATK 16 Tabel 2.2 Tujuan PPATK 16 Tabel 2.3 Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019 17 Tabel 2.4 Perjanijan Kinerja PPATK Tahun 2016 19 Tabel 2.5 Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2016 23 Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK Tahun 2016 27 Tabel 3.2 Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 28 Tabel 3.3 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016 29 Tabel 3.4 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016 31 Tabel 3.5 Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 31 Tabel 3.6 Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik 33 Tabel 3.7 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK Tahun 2016 35 Tabel 3.8 Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 35 Tabel 3.9 Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2016 40 Tabel 3.10 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK Tahun 2016 43 Tabel 3.11 Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 44 Tabel 3.12 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK Tahun 2016 48 Tabel 3.13 Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 49 Tabel 3.14 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK Tahun 2016 53 Tabel 3.15 Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 53 Tabel 3.16 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2016 57 Tabel 3.17 Perbandingan Realisasi IKSS ke-7 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 58 Tabel 3.18 Jumlah HA dan informasi yang Ditindaklanjuti Tahun 2010-2016 59 Tabel 3.19 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK Tahun 2016 60 Tabel 3.20 Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 60 Tabel 3.21 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2016 62 Tabel 3.22 Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan Tahun 62 2016 Tabel 3.23 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK Tahun 2016 63 Tabel 3.24 Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 63 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 iii

Tabel 3.25 Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor 64 Tabel 3.26 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK Tahun 2016 64 Tabel 3.27 Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-65 2019 Tabel 3.28 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK Tahun 2016 67 Tabel 3.29 Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-67 2019 Tabel 3.30 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK Tahun 2016 70 Tabel 3.31 Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-71 2019 Tabel 3.32 Tingkat Maturity Model 72 Tabel 3.33 Nilai Asesmen Tata Kelola TI setiap Domain Tahun 2016 72 Tabel 3.34 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK Tahun 2016 73 Tabel 3.35 Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-74 2019 Tabel 3.36 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK Tahun 2016 75 Tabel 3.37 Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-77 2019 Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK Tahun 2016 78 Tabel 3.39 Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-79 2019 Tabel 3.40 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK Tahun 2016 83 Tabel 3.41 Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-85 2019 Tabel 3.42 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK Tahun 2016 87 Tabel 3.43 Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-88 2019 Tabel 3.44 Indikator Kinerja Sasaran Strategis, Target, Realisasi, dan Capaian Kinerja 88 PPATK Tahun 2016 Tabel 3.45 Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK Tahun 2015 dan 2016 91 Tabel 3.46 Realisasi Anggaran PPATK per 31 Desember 2016 92 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Struktur Organisasi PPATK 11 Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK 18 Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK 22 Gambar 3.1 Analisis Hasil Indeks Persepsi Publik Tahun 2016 27 Gambar 3.2 Penghargaan atas Capaian Opini WTP untuk Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK 87 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 v

RINGKASAN EKSEKUTIF Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban PPATK kepada publik atas kinerja dalam mencapai visi dan misi PPATK selama tahun 2016. Selain itu, laporan kinerja juga merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi PPATK. Penyusunan Laporan Kinerja PPATK berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja dan Instansi Pemerintah. Selain hal tersebut, untuk keperluan penyusunan laporan kinerja di lingkungan internal, Kepala PPATK telah menetapkan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam melaksanakan mandatnya PPATK telah menetapkan visi, yaitu Menjadi lembaga intelijen keuangan yang independen dan terpercaya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Untuk merealisasikan visi tersebut, PPATK telah menetapkan misi, tujuan, dan sasaran strategis, serta program dan kegiatan sebagaimana dituangkan dalam atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER- 05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019 yang telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER- 05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019. Pencapaian atas IKSS tahun 2016 menunjukkan hasil yang memuaskan dengan rata-rata capaian kinerja sebesar 108,24%. Dari 17 IKSS yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, tiga IKSS terealisasi sesuai target kinerja, bahkan sepuluh IKSS berhasil melebihi target kinerja. Sementara itu, terdapat satu IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja dan tiga IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur. Untuk mendukung pencapaian kinerja tahun 2016 tersebut PPATK menggunakan anggaran sebesar Rp195.664.151.534,00 atau 95,82% dari pagu anggaran sebesar Rp204.208.366.000,00. Hal tersebut menunjukkan terdapat efisiensi penggunaan anggaran apabila dibandingkan dengan capaian kinerja sebesar 108,24%. Efisisensi tersebut berasal dari pengadaan barang/jasa dan penghematan dalam pelaksanaan kegiatan, seperti pengurangan biaya perjalanan dinas dan sinergi dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan. Rata-rata capaian kinerja PPATK tahun 2016 sebesar 108,24% terlihat menurun jika dibandingkan dengan rata rata capaian kinerja tahun 2015 sebesar 132,65%. Penurunan ratarata kinerja ini terjadi karena mulai tahun 2016 Kepala PPATK telah menetapkan batasan maksimum capaian kinerja IKSS PPATK sebesar 120% melalui Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Namun demikian, pencapaian kinerja tersebut tidak lepas dari upaya seluruh unit kerja yang konsisten dalam memperbaiki kinerjanya dengan menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan oleh Kementerian PAN PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 vii

dan Reformasi Birokrasi dalam mengevaluasi sistem akuntabilitas kinerja maupun perbaikan yang dihasilkan dari pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Inspektorat PPATK. PPATK terus melakukan perbaikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja dengan menindaklanjuti rekomendasi Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi atas Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK. Selain itu, upaya lain yang dilakukan, antara lain: a. Mendorong setiap unit kerja untuk melakukan evaluasi dan analisis mengenai capaian kinerjanya secara memadai, termasuk hambatan dalam pencapaian kinerja dan melaporkan hal tersebut dalam laporan kinerja masing-masing unit kerja. b. Inspektorat melakukan evaluasi sistem akuntabilitas kinerja unit eselon I dan II. Hasil evaluasi tersebut telah disampaikan kepada masing-masing unit kerja untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan kinerja pada tahun-tahun selanjutnya. c. Membangun aplikasi perencanaan, monitoring, dan pelaporan kinerja yang digunakan untuk pengelolaan kinerja dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi secara lebih optimal guna meningkatkan kualitas kinerja dan pelaporan agar terwujud transparansi dan akuntabilitas. Pada tahun 2016, PPATK juga meraih beberapa capaian dan prestasi pada tingkat nasional dan internasional, antara lain: 1. Prestasi pada tingkat nasional: a. Penghargaan atas capaian opini WTP selama lima tahun berturut turut untuk Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK. b. Peringkat kedua Keterbukaan Informasi Publik kategori Lembaga Non Struktural. c. Peringkat kedua BKN Award 2016 dalam kategori Perencanaan Kepegawaian. d. Meraih LKPP National Procurement Award 2016. e. Soft launching Indeks Persepsi Publik anti pencucian uang dan pencegahan dan pemberantasan terorisme tahun 2016. 2. Prestasi pada tingkat internasional: a. Penyelenggara 2 nd Counter-Terrorism Financing Summit 2016 di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus 2016. b. Pelaksanaan program analyst exchange dengan FIU negara lain, yaitu FIU Australia (AUSTRAC) dan FIU Malaysia (UPWBNM) dalam mendukung proses pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme lintas negara. Capaian kinerja pada tahun 2016 diharapkan menjadi motivasi untuk mengatasi hambatan pelaksanaan tugas PPATK, sehingga dapat mengoptimalkan kinerja PPATK pada tahun-tahun berikutnya. Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK diharapkan dapat menjadi salah satu dokumen yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan maupun penetapan kebijakan oleh pimpinan PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah memperkuat peran PPATK sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pendanaan terorisme di Indonesia. Peran PPATK sebagai focal point dilakukan, antara lain melalui peningkatan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK, mempertegas pengaturan dan perluasan pihak pelapor, dan memperluas kerja sama dengan lembaga yang melakukan penyelidikan dan penyidikan TPPU. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan dasar hukum penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) bagi setiap kementerian/lembaga dalam upaya pertanggungjawaban kinerja terkait dengan penggunaan dana APBN yang dikelolanya. Dalam pelaksanaannya, peraturan pemerintah tersebut dilengkapi dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja di PPATK, Kepala PPATK telah menerbitkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja dimulai dengan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019. Untuk memperkuat penyelenggaraan akuntabilitas kinerja di PPATK, setiap tahun PPATK membentuk Tim Pengelolaan Kinerja PPATK yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala PPATK. PPATK juga mengembangkan sistem aplikasi guna memantau capaian kinerja di PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 1

Reformasi birokrasi harus dilaksanakan untuk mewujudkan negara dan pemerintahan yang memenuhi karakteristik good governance. Reformasi birokrasi harus disertai dengan rencana aksi yang jelas dan diimplementasikan secara konkrit dan kunsekuen. Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015. Sebagai tindak lanjut atas peraturan tersebut, PPATK menerbitkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 8 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Periode 2015-2019. Arah kebijakan dalam Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tersebut berpedoman pada 8 (delapan) area perubahan dan tujuan kelembagaan, yakni (1) penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; (2) meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; dan (3) meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Penilaian mandiri terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di PPATK pada tahun 2016 dilakukan berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tahun 2015-2019 yang meliputi delapan program, yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. PPATK telah mengimplementasikan program reformasi birokrasi dan menyampaikan serangkaian dokumen usulan dan road map reformasi birokrasi kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Isu strategis terkait upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia adalah pengukuran indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. PPATK dengan dibantu oleh para akademisi dan lembaga survei independen telah melakukan survei persepsi publik terhadap TPPU dan pendanaan terorisme dengan melibatkan masyarakat sebagai selaku salah satu stakeholder rezim APUPPT. Indeks persepsi publik terhadap TPPU dan TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi utama, yaitu dimensi tingkat pemahaman publik terhadap TPPU/TPPT dan dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT. Dimensi tingkat pemahaman publik diukur oleh lima aspek, yakni PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 2

karakteristik TPPU/TPPT, pelaku utama TPPU/TPPT, pelaku terkait TPPU/TPPT, sumber dana TPPU/TPPT, dan faktor pendorong terjadinya TPPU/TPPT. Sementara itu, dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur oleh dua aspek, yaitu keefektifan kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim pemberantasan. Hasil indeks persepsi publik terhadap TPPU dan TPPT pada tahun 2016 adalah 5,21 indeks dari skala 10. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik sudah cukup baik. Namun demikian, perlu upaya yang lebih besar dari seluruh stakeholders untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap karakteristik, regulasi, risiko TPPU dan TPPT, serta kinerja rezim APUPPT di Indonesia. Dengan diketahuinya tingkat pemahaman publik atas TPPU dan pendanaan terorisme tersebut, pemerintah diharapkan dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan masyarakat agar lebih peduli dengan TPPU dan pendanaan terorisme. Isu strategis lainnya adalah terkait dengan kewajiban pihak pelapor. Kepala PPATK telah menerbitkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Profesi. Peraturan Kepala PPATK tersebut merupakan tindak lanjut dari penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur Pihak Pelapor baru yang berkewajiban menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan menyampaikan laporan ke PPATK, meliputi: a. Penyedia Jasa Keuangan (selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf a UU TPPU), yaitu perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor. b. Profesi, yaitu advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan. Pada akhir tahun 2016, PPATK telah menyelesaikan pembangunan gedung pusat pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang yang rencananya akan diberi nama Institut Intelejen Keuangan Indonesia (Indonesian Financial Intelligence Institute/IFII) di PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 3

Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Pusat pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme ini diharapkan dapat menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Kurikulum pengajaran akan diberikan bagi peserta dari aparat penegak hukum di Indonesia, para akademisi, pihak pelapor, maupun peserta dari financial intelligence unit negara-negara di wilayah ASEAN dan pihak-pihak terkait lainnya. Kurikulum yang diajarkan merupakan materi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan peserta diklat dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Modul kurikulum lainnya terkait pula dengan cara mendeteksi tindak pidana kejahatan asal (predicated crimes) dan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, serta cara mengantisipasinya. Institut ini juga akan digunakan sebagai ajang berbagi pengalaman dari berbagai negara dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK PPATK dibentuk sebagai upaya pemenuhan standar internasional sebagaimana tertuang dalam rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Salah satu rekomendasi FATF adalah perlu dibentuknya suatu lembaga intelijen keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) yang bersifat permanen dan berperan sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengamanatkan pendirian PPATK. PPATK merupakan focal point yang mengoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 mengalami perubahan pada 13 Oktober 2003 dengan disahkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Pada tahun 2010 Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 yang disahkan oleh Presiden RI pada 22 Oktober 2010. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 4

Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat membantu upaya penegakan hukum tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lain, memberikan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, dan penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. Undang-undang ini juga mengakomodasi berbagai ketentuan dan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sebagaimana tertuang dalam rekomendasi FATF dalam FATF Revised 40+9 Recommendations. Sejalan dengan berdirinya PPATK dan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan rezim anti pencucian uang di Indonesia dibentuklah komite TPPU melalui Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004, Pemerintah RI membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang diketuai oleh Menko Politik, Hukum dan Keamanan dengan wakil Menko Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai sekretaris komite. Anggota Komite TPPU lainnya adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN dan Gubernur Bank Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tersebut telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada tahun 2016 peraturan presiden tersebut mengalami perubahan kembali melalui Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam peraturan presiden tersebut terdapat tiga instansi yang dikukuhkan untuk masuk menjadi Anggota Komite TPPU, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementerian Koperasi dan UKM sebagai upaya strategis memperkuat Komite TPPU. Komite ini bertugas, antara lain merumuskan arah kebijakan penanganan tindak pidana pencucian uang dan mengoordinasikan upaya penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 5

C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK PPATK merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk mencegah dan memberantas TPPU dan pendanaan terorisme. Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun. 1. Tugas PPATK Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. 2. Fungsi PPATK Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK memiliki fungsi sebagai berikut: a. Pencegahan dan pemberantasan TPPU; b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; dan d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lain. Untuk memperkuat kewenangan PPATK, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Kewenangan-kewenangan PPATK dalam melaksanakan fungsinya, sebagai berikut: 1. Dalam melaksanakan fungsi Pencegahan dan pemberantasan TPPU, PPATK berwenang: a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 6

termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan; c. Mengoordinasikan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan instansi terkait; d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU; e. Mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU; f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU. 2. Dalam melaksanakan fungsi Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi yang meliputi antara lain: a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi; b. Membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastruktur jaringan komputer dan basis data; c. Mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh PPATK secara manual dan elektronik; d. Menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data; e. Menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis; f. Memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait, baik dalam negeri maupun luar negeri; dan g. Melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada Pihak Pelapor. 3. Dalam melaksanakan fungsi Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, PPATK berwenang: a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor; b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan TPPU; c. Melakukan audit kepatuhan dan audit khusus; PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 7

d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor; e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan; f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak pelapor; dan g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur. 4. Dalam melaksanakan fungsi Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lainnya, PPATK berwenang: a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan hasil pengembangan analisis PPATK; d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri; e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun luar negeri; f. Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan TPPU; g. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan TPPU; h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana; PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 8

j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan TPPU; k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya; dan l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik. D. Struktur Organisasi PPATK Dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dinyatakan bahwa susunan organisasi PPATK terdiri dari: a. Kepala; b. Wakil Kepala; c. Jabatan Struktural lain; dan d. Jabatan Fungsional. Susunan organisasi PPATK tersebut, kemudian diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, susunan organisasi dan unsur PPATK terdiri atas: 1. Kepala PPATK; 2. Wakil Kepala PPATK; 3. Sekretariat Utama; 4. Deputi Bidang Pencegahan; 5. Deputi Bidang Pemberantasan; 6. Pusat; 7. Inspektorat; 8. Jabatan Fungsional; dan 9. Tenaga Ahli. Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, Kepala PPATK dibantu oleh Wakil Kepala PPATK dan didukung oleh unit-unit eselon I yang terdiri dari: PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 9

1. Sekretariat Utama; 2. Deputi Bidang Pencegahan; 3. Deputi Bidang Pemberantasan; serta unit-unit eselon II yang terdiri dari: 1. Biro Umum; 2. Biro Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Tata Laksana; 3. Biro Perencanaan dan Keuangan; 4. Direktorat Pengawasan Kepatuhan; 5. Direktorat Pelaporan; 6. Direktorat Hukum; 7. Direktorat Pemeriksaan dan Riset; 8. Direktorat Analisis Transaksi; 9. Direktorat Kerja sama dan Hubungan Masyarakat; 10. Inspektorat; dan 11. Pusat Teknologi Informasi. Struktur organisasi PPATK digambarkan sebagai berikut: PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 10

Gambar 1.1 Struktur Organsiasi PPATK PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 11

PPATK telah melakukan pengelolaan sumber daya manusia secara profesional dengan fungsi-fungsi sumber daya manusia yang meliputi perencanaan, analisi jabatan, rekruitmen, manajemen kinerja, pengembangan, dan fungsi-fungsi lainnya yang berjalan secara holistik. Pengadaan sumber daya manusia SDM dilakukan melalui proses rekruitmen yang terbuka, transparan, dan akuntabel, serta berbasis kompetensi untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia PPATK. Sistem kepegawaian PPATK mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian PPATK. Berdasarkan data kepegawaian PPATK hingga 31 Desember 2016, jumlah sumber daya manusia yang dimiliki oleh PPATK sebanyak 368 orang dengan rincian termuat dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Pegawai PPATK per 31 Desember 2016 No. Jenis Pegawai Jumlah 1. Pegawai tetap 207 orang 2. Pegawai dipekerjakan 104 orang 3. Pegawai kontrak 57 orang Jumlah 368 orang E. Dasar Hukum Dasar hukum yang menjadi acuan dalam penyusunan Laporan Kinerja PPATK, antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 12

4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; 5. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 6. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; 7. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja; 8. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-07/1.01/PPATK/08/12 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 9. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER- 05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019; 10. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 11. Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-229/1.01/PPATK/12/15 tentang Penetapan Indíkator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019; 12. Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 13

F. Sistematika Penyajian BAB I PENDAHULUAN Bab ini menyajikan penjelasan umum organisasi dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi dan permasalahan utama (isu strategis) yang sedang dihadapi oleh organisasi. BAB II PERENCANAAN KINERJA Bab ini menjelaskan ikhtisar Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK. BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Bab ini menjelaskan mengenai capaian kinerja tahun 2016, evaluasi, dan analisis atas capaian kinerja tersebut. Penjelasan kinerja tahun 2016 meliputi hal-hal yang telah dilaksanakan, realisasi kinerja, dan perbandingan capaian kinerja dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Renstra PPATK. Dalam bab ini juga dijelaskan mengenai realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi. BAB IV PENUTUP Bab ini menjelaskan mengenai simpulan umum atas pencapaian kinerja tahun 2016 dan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan bagi perbaikan kinerja pada tahun yang akan datang. LAMPIRAN Bagian ini berisi substansi-substansi yang mendukung penjelasan dalam laporan kinerja. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 14

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan yang memuat visi, misi, tujuan dan sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi, dan target kinerja, serta kebutuhan pendanaan yang akan dilaksanakan oleh PPATK pada tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun 2015-2019 merupakan pedoman dalam menyusun rencana kerja PPATK tahun 2015-2019 dan sebagai dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kinerja PPATK tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun 2015-2019 ditetapkan dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER- 05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER- 05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019. 1. Visi dan Misi PPATK Tahun 2015-2019 VISI ppatk Menjadi lembaga intelijen keuangan yang independen dan terpercaya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Visi tersebut memberikan makna bahwa PPATK berupaya mewujudkan Indonesia yang bebas dari tindak pidana pencucian uang dan sejalan dengan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur, serta dalam mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan sektor keuangan PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 15

MISI ppatk Untuk mendukung pencapaian visi PPATK, dirumuskan upaya-upaya yang akan dilaksanakan melalui Misi PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut: KODE M1 M2 M3 Tabel 2.1 Misi PPATK MISI Meningkatkan nilai guna hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK. Meningkatkan peran dan dukungan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia. Meningkatkan efektivitas manajemen internal PPATK. tujuan PPATK Untuk menjabarkan Visi PPATK dalam rangka mencapai sasaran program prioritas presiden, perlu dirumuskan tujuan dan sasaran strategis sebagai indikator yang lebih jelas dan terukur. Tujuan strategis tersebut dijelaskan, sebagai berikut: Tabel 2.2 Tujuan PPATK Kode Tujuan Indikator Kinerja Tujuan T1 Meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia. T2 Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang andal dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK. Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Indeks kepatuhan pihak pelapor. Nilai AKIP PPATK. Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK. Opini BPK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 16

SASaran strategis Sebagai bentuk penjabaran dari dua tujuan strategis yang hendak dicapai, PPATK menetapkan empat belas sasaran strategis sebagai berikut: Tabel 2.3 Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019 TUJUAN SASARAN STRATEGIS T1 Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan PPATK 01 dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan PPATK 02 dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya pengungkapan kasus Tindak Pidana PPATK 03 Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan PPATK 04 pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya kualitas hasil riset Tindak Pidana Pencucian PPATK 05 Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan PPATK 06 informasi yang ditndaklanjuti. Meningkatnya kepatuhan pelaporan. PPATK 07 Meningkatnya kemampuan Pihak Pelapor dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK. PPATK 08 PPATK 09 PPATK 10 T2 Meningkatnya kualitas SDM PPATK. PPATK 11 Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK. PPATK 12 Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif. PPATK 13 Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK PPATK 14 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 17

Peta Strategis PPATK Empat belas sasaran strategis PPATK saling memiliki keterkaitan satu sama lain dan masing-masing memiliki peran dan kemampuan dalam mendukung pencapaian visi dan misi PPATK. Keterkaitan antarsasaran strategis beserta masing-masing Indikator Kinerja Sasaran Strategis dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut: Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK Tahun 2015-2019 Peta strategis tersebut terbagi menjadi empat perspektif, yaitu perspektif stakeholder, Internal Business Process, Learning and Growth, dan financial. Keempat perspektif tersebut menggambarkan pola hubungan sebab akibat dalam bentuk sebuah peta strategi yang terukur dan berkesinambungan. Perspektif Stakeholder yang merupakan outcome PPATK dalam memenuhi harapan para pemangku kepentingan PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 18

didukung oleh perspektif Internal Business Process yang merupakan proses internal strategis yang dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi PPATK, sedangkan perspektif Learning and Growth dan perspektif Financial diperlukan dalam mewujudkan perspektif Stakeholder dan Internal Business Process melalui proses perbaikan, pemanfaatan sumber daya, dan penggunaan anggaran yang optimal. B. Perjanjian Kinerja Perjanjian kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisi penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyatakan bahwa entitas akuntabilitas kinerja PPATK harus menyusun perjanjian kinerja. Dalam upaya pengukuran kinerja tahun 2016, Kepala PPATK telah menetapkan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK pada 29 Desember 2015. Perjanjian kinerja tersebut disusun dengan mengacu pada dokumen anggaran yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Keuangan berdasarkan Surat Pengesahan DIPA Induk Tahun Anggaran 2016 PPATK Nomor: SP DIPA-078.01.1.453374/2016 tanggal 7 Desember 2015. Perjanjian Kinerja PPATK bertujuan untuk menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur dan merupakan dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran strategis PPATK. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK dijelaskan dalam Tabel 2.4, sebagai berikut: Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tabel 2.4 Perjanjian Kinerja PPATK Tahun 2016 Target Program Pagu Anggaran Awal (Rp) Pagu Anggaran Revisi (Rp) PPATK.01 Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. S1.1 Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. 5 Indeks Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme 36.208.280.000 34.334.499.000 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 19

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis Target Program Pagu Anggaran Awal (Rp) Pagu Anggaran Revisi (Rp) PPATK.02 Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. S2.1 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti 85 % S2.2 Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. 40 % S2.3 Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti. 40 % PPATK.03 Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme. S3.1 Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. 10 % PPATK.04 Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. S4.1 Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. 100 % PPATK.05 Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. S5.1 Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. 3,25 Indeks PPATK.06 Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. S6.1 Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. 181 Laporan PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 20

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis Target Program Pagu Anggaran Awal (Rp) Pagu Anggaran Revisi (Rp) PPATK.07 Meningkatnya kepatuhan pelaporan. S7.1 Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan. 95 % S7.2 Indeks kepatuhan pihak pelapor. 4 Indeks PPATK.08 Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan penyidik TPPU dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. S8.1 Persentase kelulusan peserta pelatihan. 100 % PPATK.9 Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. S9.1 Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme. 100 % PPATK.10 Meningkatnya keandalan sistem TI PPATK. S10.1 Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK. 2,75 Indeks PPATK.11 Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK. S11.1 Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja pegawai baik. 100 % Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK 56.636.587.000 71.034.731.000 PPATK.12 Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK. S12.1 Nilai AKIP PPATK. A Nilai PPATK.13 Terwujudnya reformasi birokrasi yang efektif. S13.1 Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK. 70 Nilai PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 21

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Sasaran Strategis Target Program Pagu Anggaran Awal (Rp) Pagu Anggaran Revisi (Rp) PPATK.14 Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK. S14.1 Opini BPK. WTP Opini Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK. 97.155.133.000 98.839.136.000 Anggaran yang tercantum dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK adalah alokasi pagu anggaran awal yang diterima oleh PPATK sebesar Rp190.000.000.000,00. Pada tahun berjalan karena terdapat pemberian penghargaan dari Kementerian Keuangan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 455/KMK.02/2016 tentang Penetapan Pemberian Penghargaan atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2016, pagu anggaran PPATK meningkat menjadi Rp204.208.366.000,00. Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK Anggaran tersebut dialokasikan ke dalam tiga program, yaitu Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK, dan Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK. Dalam upaya pencapaian target kinerja sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, pagu anggaran PPATK dialokasikan ke dalam program dan kegiatan, sebagai berikut: PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 22

Tabel 2.5 Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2016 Kode Program/Kegiatan Nama Program/Kegiatan Pagu Anggaran Awal Pagu Anggaran Revisi 078.01.01 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK Rp 56.636.587.000 Rp 71.034.731.000 3374 - Pengawasan Internal PPATK. Rp 500.000.000 Rp434.414.000 3375 - Pengelolaan Perencanaan dan Rp 37.750.658.000 Rp53.850.665.000 Keuangan PPATK. 3376 - Pengelolan Sumber Daya Manusia, Rp 4.300.000.000 Rp3.183.092.000 Organisasi dan Ketatalaksanaan PPATK. 3377 - Penyelenggaraan Ketatausahaan, Kerumahtanggaan, dan Perlengkapan PPATK. Rp 13.085.929.000 Rp13.566.560.000 078.01.02 Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK Rp 97.155.133.000 Rp 98.839.136.000 3378 - Pengadaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK. Rp 97.155.133.000 Rp98.839.136.000 078.01.06 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Rp 36.208.2080.000 Rp 34.334.499.000 3379 - Pengelolaan Bidang Hukum Rp 2.600.000.000 Rp2.234.202.000 PPATK. 3380 - Pelaksanaan kerja sama dan Rp 4.200.000.000 Rp3.727.149.000 Hubungan Masyarakat PPATK. 3381 - Pengelolaan Teknologi Informasi Rp 16.500.000.000 Rp16.500.000.000 PPATK. 3382 - Pengawasan Kepatuhan Pihak Rp 1.500.000.000 Rp1.500.000.000 Pelapor. 3383 - Pengawasan Kewajiban Pelaporan Rp 1.800.000.000 Rp1.800.000.000 dan Pembinaan Pihak Pelapor. 3384 - Analisis Transaksi dan Pengelolaan Rp 1.150.000.000 Rp1.150.000.000 Laporan Masyarakat. 5232 - Pemeriksaan dan Pengembangan Rp 8.458.280.000 Rp7.423.148.000 Riset TPPU. Jumlah Rp 190.000.000.000 Rp204.208.366.000 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 23

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Pengukuran capaian kinerja PPATK dilakukan dengan membandingkan target kinerja dengan realisasi kinerja setiap Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016. Pada tahun ini PPATK mulai menerapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa batasan capaian maksimum kinerja adalah 120% dan capaian minimum kinerja adalah 0%. Secara keseluruhan, rata-rata capaian kinerja PPATK sebesar 108,24%. Dari tujuh belas IKSS, tiga IKSS berhasil tercapai sesuai dengan target kinerja dan sepuluh IKSS berhasil tercapai melebihi target kinerja. Namun demikian, terdapat satu IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja, satu IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur, dan dua IKSS yang capaian kinerjanya belum diperoleh hasilnya dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Capaian kinerja tersebut dapat terwujud karena PPATK selalu melaksanakan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja yang dilakukan dengan cara menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi dari hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK. B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja Pelaksanaan evaluasi dan analisis kinerja dilakukan melalui pengukuran kinerja yang bertujuan untuk menilai keberhasilan dan/atau kegagalan dari pelaksanaan program kegiatan sesuai dengan sasaran strategis yang ditetapkan dalam Peta Strategi PPATK Tahun 2015-2019. Pengukuran kinerja tersebut merupakan hasil dari suatu penilaian yang didasarkan pada IKSS yang terdapat dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 24

PPATK telah menetapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP- 229/1.01/PPATK/12/15 tentang Penetapan Indíkator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019. PPATK memiliki empat belas sasaran strategis dan tujuh belas IKSS. Berikut ini diuraikan mengenai capaian kinerja PPATK tahun 2016 menurut masing-masing sasaran strategis yang telah ditetapkan. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme Sasaran Strategis (SS) 1 bertujuan untuk mengetahui persepsi pemangku kepentingan dan masyarakat terkait dengan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dilaksanakan oleh PPATK dan instansi-instansi yang terkait dalam periode tertentu (tahunan). Sasaran strategis 1 diukur keberhasilannya melalui satu Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), yaitu Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Pada tahun 2016, capaian kinerja sudah baik dengan rata-rata pencapaian kinerja SS 1 adalah 104,2%. IKSS 1: Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT telah diinisiasi oleh PPATK sejak tahun 2015 bersama-sama dengan stakeholders rezim APUPPT, para akademisi, Badan Pusat Statistik, dan lembaga survei independen. Pada tahun 2016, tim PPATK melakukan penilaian Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT). Indeks Persepsi Publik Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme merupakan alat ukur pemerintah Indonesia, khususnya dalam hal mengukur efektivitas kinerja stakeholders di Indonesia dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, dan mengukur tingkat pemahaman publik Indonesia terhadap TPPU dan TPPT. Dengan adanya pengukuran indeks persepsi publik APUPPT, diharapkan pemerintah dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, serta memperoleh umpan balik dari masyarakat PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 25

dalam upaya peningkatan kinerja pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT dan mereduksi peluang risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Penyusunan Indeks Persepsi Publik APUPPT ini dilakukan melalui survei berskala nasional dengan melibatkan PT Surveyor Indonesia (Persero). Survei ini menggunakan sampel sebanyak 11000 responden pada 1100 desa yang tersebar pada 33 provinsi di Indonesia yang dilaksanakan pada 1-18 Agustus 2016. Respon rate yang diperoleh sebesar 100%. Survei menggunakan in-depth interview dengan mewawancarai responden yang memiliki kriteria responden tertentu dan menggunakan pendekatan rumah tangga. Hal tersebut dilakukan agar diperoleh data yang berkualitas dan tidak terduplikasi, serta representatif dalam menggambarkan persepsi masyarakat terkait dengan TPPU dan TPPT. Berdasarkan variabel konstruknya, Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi utama, yaitu dimensi tingkat pemahaman publik terhadap TPPU/TPPT dan dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT. Dimensi tingkat pemahaman publik diukur oleh lima aspek, meliputi: a. karakteristik TPPU/TPPT. b. pelaku utama TPPU/TPPT. c. pelaku terkait TPPU/TPPT. d. sumber dana TPPU/TPPT. e. faktor pendorong terjadinya TPPU/TPPT. Sementara itu, dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur oleh dua aspek, yaitu keefektifan kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim pemberantasan. Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT diukur dalam skala antara 0-10. Nilai 0 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat rendah dan nilai 10 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat baik. Indeks Persepsi Publik (IPP) ini dihitung secara terpisah untuk TPPU dan TPPT. Dengan demikian, terdapat dua indeks utama, yakni Indeks Persepsi Publik Terhadap TPPU (IPP- TPPU) dan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPT (IPP-TPPT). PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 26

Gambar 3.1 Analisis Hasil Indeks Persepsi Publik Tahun 2016 Pada tahun 2016, PPATK menargetkan kinerja indikator kinerja Indeks Persepsi TPPU dan Pendanaan Terorisme dengan nilai sebesar 5 indeks. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh nilai indeks persepsi publik TPPU (IPP TPPU) adalah 5,52 indeks dan nilai indeks persepsi publik TPPT (IPP TPPT) adalah 4,89 indeks, sehingga nilai indeks persepsi publik anti pencucian uang pencegahan dan pendanaan terorisme (IPP APUPPT) adalah 5,21 indeks. Realisasi kinerja indikator kinerja adalah 5,21 indeks dari skala 10, sehingga capaian kinerja indikator kinerja tersebut adalah 104,2%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai sudah cukup baik oleh publik. Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK Tahun 2016 IKSS Indeks Persepsi TPPU dan Pendanaan Terorisme Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 5 indeks 5,21 indeks 104,2% Tidak diukur PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 27

Keberhasilan pelaksanaan pilot study indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme didukung oleh hal-hal, sebagai berikut: 1. Penginputan dan pengolahan data survei indeks persepsi TPPU menggunakan aplikasi online, sehingga dapat terpantau secara real time. 2. Koordinasi dengan para akademisi dan BPS, serta stakeholders lainnya untuk pembahasan metode dan penyusunan kuesioner. 3. Penggunaan jasa pihak ketiga untuk pelaksanaan penyebaran kuesioner dan wawancara dengan responden pengisian kuesioner Tabel 3.2 Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Realisasi 2016 Dibanding Indeks Persepsi TPPU dan pendanaan terorisme Tidak diukur 5 indeks 5,05 indeks 5,15 indeks 5,3 indeks 5,21 indeks Tahun 2019 98,3% Sasaran Strategis 2: Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme Sasaran Strategis 2 dimaksudkan untuk mengetahui kualitas rekomendasi PPATK yang disampaikan kepada pemerintah di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pencapaian sasaran strategis 2 diukur melalui tiga IKSS, yaitu: 1. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. 2. Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. 3. Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA). Pada tahun 2016, rata-rata pencapaian kinerja SS 2 adalah 116,63%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja SS 2 sudah sangat baik. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 28

NO. Tabel 3.3 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016 INDIKATOR KINERJA SASARAN STRATEGIS (IKSS) TARGET TAHUN 2016 REALISASI TAHUN 2016 CAPAIAN TAHUN 2016 1 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU 85% 100% 117,65% dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. 2 Persentase rekomendasi FATF yang 40% 44,9% 112,24% diadopsi dalam kebijakan domestik. 3 Persentase rekomendasi NRA yang 40% 55,56% 138,9% ditindaklanjuti. Rata-rata capaian kinerja 116,63% IKSS 2: Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti PPATK merencanakan target kinerja indikator kinerja persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti sebesar 85% dengan realisasi kinerja sebesar 100%. PPATK telah menyampaikan seluruh rekomendasi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme kepada para pemangku kepentingan, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia dan seluruh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 117,65%. Tujuh rekomendasi yang telah disampaikan selama tahun 2016 kepada Kepolisian Republik Indonesia, meliputi: 1. Rekomendasi Pencabutan Pemblokiran Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: R/95/KS.02/II/2016 tanggal 25 Februari 2016. 2. Rekomendasi Pemutakhiran Al-Qaida Sanction List terkait Pencantuman Individu dan Entitas dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: R/172/KS.02/IV/2016 tanggal 15 April 2016; PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 29

3. Rekomendasi Pengajuan Perpanjangan Pencantuman Individu dan Korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/286/KS.02/VI/2016 tanggal 9 Juni 2016. 4. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 20 Juni 2016 terkait Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran Berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/341/KS.02/VII/2016 tanggal 12 Juli 2016. 5. Rekomendasi Penghapusan Individu dari Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/36/KS.02/I/2016 tanggal 20 Januari 2016. 6. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 3 Agustus 2016 terkait Permintaan Bantuan Pemblokiran dan Pencabutan Pemblokiran Berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/410/KS.02/VIII/2016 tanggal 23 Agustus 2016. 7. Rekomendasi Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanction List per tanggal 11 Oktober 2016 terkait Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran Berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/565/KS.02/IX/2016 tanggal 4 November 2016. Rekomendasi yang disampaikan oleh PPATK adalah rekomendasi mengenai pengajuan pencantuman identitas individu dan korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris, termasuk perpanjangan dan penghapusan identitas individu dan korporasi tersebut. Ketujuh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti oleh Kepolisian Republik Indonesia dengan mencantumkan identitas individu dan korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 30

Tabel 3.4 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2016 IKSS Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 85% 100% 104,2% 125% Berdasarkan Tabel 3.4, secara persentase diketahui bahwa capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015. Hal ini disebabkan pada tahun 2016 terjadi peningkatan target menjadi 85% bila dibandingkan dengan target tahun 2015 sebesar 80% dan jumlah rekomendasi yang ditindaklanjuti pada tahun 2016 sebanyak tujuh rekomendasi yang realisasinya lebih sedikit apabila dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 sebanyak 10 rekomendasi. Namun demikian, PPATK berhasil mencapai kinerja yang ditargetkan pada tahun 2016. Tabel 3.5 Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi IKSS 2015 2016 2017 2018 2019 2016 Dibanding Target Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti Tahun 2019 80% 85% 90% 95% 100% 100% 100% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini berhasil mencapai 100%. Pencapaian yang berhasil menyamai target jangka menengah disebabkan PPATK melakukan koordinasi yang efektif dan optimal dengan Kepolisian Republik Indonesia, sehingga tujuan penyampaian rekomendasi tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 31

Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK akan meningkatkan jumlah rekomendasi PPATK yang ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Peningkatan tersebut dilakukan melalui optimalisasi kegiatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan yang menjadi objek rekomendasi. IKSS 3: Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. Rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) terdiri dari 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations. Pada tahun 2016, rekomendasi-rekomendasi FATF tersebut belum seluruhnya dapat diadopsi dalam kebijakan domestik. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PPATK untuk memenuhi rekomendasi FATF tersebut adalah PPATK mengoordinasikan delegasi Indonesia untuk menghadiri pertemuan organisasi internasional terkait dengan FATF, antara lain: 1) Egmont Group of FIUs Meeting pada Februari 2016 di Monaco; 2) APG's 19 th Annual Meeting pada September 2016 di Amerika Serikat; 3) Visit APG Secretariat pada November 2016 di Australia; 4) APG Assessor Training Workshop pada Mei 2016 di Makau; 5) 2 nd Regional Workshop pada Agustus 2016 di Korea Selatan; 6) MENAFTF/APG Joint Typologies and Capacity Building Workshop pada November 2016 di Arab Saudi. PPATK berhasil menyelenggarakan 2 nd Counter-Terrorism Financing Summit (2 nd CTF Summit) di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus 2016. Pertemuan Tingkat Tinggi tersebut menghasilkan kesepakatan yang dinamakan Nusa Dua Statement. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dibahas mengenai kemajuan Indonesia dalam penerapan Rekomendasi FATF. PPATK telah menyusun laporan periodik terkait perkembangan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Selain serangkaian pertemuan internasional, PPATK juga melaksanakan serangkaian PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 32

pertemuan antar-instansi dalam negeri untuk mengefektifkan penerapan FATF Special Recommendations (SR) III mengenai pembekuan aset milik terduga teroris sebagaimana diatur dalam UNSCR 1267 agar diupayakan dapat dilakukan dalam waktu tiga hari melalui sistem aplikasi khusus yang telah dibangun oleh PPATK. Peringkat kepatuhan suatu negara terhadap 40+9 FATF Recommendations terdiri dari empat kategori, yaitu Compliant (C), Largely Compliant (LC), Partially Compliant (PC), dan Not Comply (NC). Merujuk pada 40+9 FATF Recommendations, pada tahun 2016, Indonesia telah memenuhi 22 Rekomendasi FATF. Pemenuhan Rekomendasi FATF oleh Indonesia terdiri dari 14 rekomendasi yang berstatus Largely Compliant (LC) dan 8 rekomendasi yang berstatus Compliant (C). Rekomendasi yang dianggap terpenuhi adalah rekomendasi yang berada pada level minimal LC. Dengan demikian, capaian kinerja persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik adalah 44,9%. Rekomendasi-rekomendasi FATF yang berhasil diadopsi dalam kebijakan pemerintah Indonesia sampai dengan tahun 2016 dijelaskan sebagai berikut: Nomor Rekomendasi Rec. 1 Tabel 3.6 Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013) Assessing risks and applying a risk-based approach Kondisi per 31 Desember 2016 (Self assessment) PC Kondisi per 31 Desember 2015 (Self assessment) Rec. 2 National cooperation and coordination PC PC Rec. 3 Money Laundering Offence LC LC Rec. 4 Confiscation and provisional measures C C Rec. 5 Terrorist financing offence LC LC Rec. 6 Targeted financial sanctions related to LC LC terrorism & TF Rec. 7 Targeted financial sanctions related to NC NC proliferation Rec. 8 Non-profit organisations NC NC Rec. 9 Financial institution secrecy laws LC LC Rec. 10 Customer due diligence PC PC Rec.11 Record keeping LC LC Rec.12 Politically exposed persons PC PC Rec. 13 Correspondent banking C C Rec.14 Money or value transfer services LC LC NC PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 33

Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013) Kondisi per 31 Desember 2016 (Self assessment) Kondisi per 31 Desember 2015 (Self assessment) Rec. 15 New technologies PC PC Rec. 16 Wire transfers C C Rec. 17 Reliance on third parties PC PC Rec. 18 Internal controls and foreign branches and PC PC subsidiaries Rec. 19 Higher-risk countries PC PC Rec. 20 Reporting of suspicious transaction PC PC Rec. 21 Tipping-off and confidentiality C C Rec. 22 DNFBPs: Customer due diligence PC PC Rec. 23 DNFBPs: Other measures PC PC Rec. 24 Transparency and beneficial ownership of NC NC legal persons Rec. 25 Transparency and beneficial ownership of NC NC legal arrangements Rec. 26 Regulation and supervision of financial PC PC institutions Rec. 27 Powers of supervisors LC LC Rec. 28 Regulation and supervision of DNFBPs PC PC Rec. 29 Financial intelligence units C C Rec. 30 Responsibilities of law enforcement/ LC LC investigative authorities Rec. 31 Powers of law enforcement and LC LC investigative authorities Rec. 32 Cash couriers LC PC Rec. 33 Statistics PC PC Rec. 34 Guidance and feedback PC PC Rec. 35 Sanctions PC PC Rec. 36 International instruments C C Rec. 37 Mutual legal assistance PC PC Rec. 38 Mutual legal assistance: freezing and NC NC confiscation Rec. 39 Extradition PC PC Rec. 40 Other forms of international cooperation PC PC Special Recommendations (SR)* SR. I Ratification and implementation of UN C C instruments SR. II Criminalising the financing of terrorism LC LC and associated money laundering SR. III Freezing and confiscating terrorist assets LC LC SR. IV Reporting suspicious transactions related PC PC to terrorism SR. V International Co-operation PC PC PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 34

Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (Merujuk pada Buku Metodologi FATF yang Terbit Februari 2013) Kondisi per 31 Desember 2016 (Self assessment) Kondisi per 31 Desember 2015 (Self assessment) SR. VI Alternative Remittance LC LC SR. VII Wire transfers C C SR. VIII Non-profit organisations NC NC SR. IX Cash Couriers LC PC *Keterangan: dokumen mengenai Special Recommendations diperoleh dari alamat website resmi FATF. Tabel 3.7 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK Tahun 2016 IKSS Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 40% 44,9% 112,24% 73,98% Berdasarkan Tabel 3.7, diketahui bahwa capaian indikator kinerja pada tahun 2016 sebesar 44,9%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 38,26%. Capaian kinerja ini sudah relatif baik. PPATK akan berusaha untuk meningkatkan kinerja pada tahun mendatang. Tabel 3.8 Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Realisasi 2016 Dibanding Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. Tahun 2019 80% 40% 50% 60% 70% 44,9% 64,14% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 64,14%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. PPATK akan selalu menempuh langkah-langkah strategis dalam upaya meningkatkan capaian kinerja. PPATK melakukan upaya-upaya yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya. Upaya-upaya tersebut, antara lain: PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 35

1. Pada tahun 2016, terjadi penambahan keanggotaan Komite TPPU melalui Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 mengukuhkan kedudukan tiga instansi sebagai Anggota Komite TPPU yang baru, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Koperasi dan UKM. Ketiga instansi tersebut masuk ke dalam Komite TPPU karena merupakan Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) para Pihak Pelapor yang sangat penting kedudukannya dalam upaya pemenuhan Rekomendasi FATF dengan rincian, sebagai berikut: a. Kementerian Perdagangan membawahi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) yang merupakan LPP terhadap perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; b. OJK merupakan LPP terhadap kegiatan jasa keuangan, antara lain perbankan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, dan pegadaian; dan c. Kementerian Koperasi dan UKM merupakan LPP terhadap koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam. 2. Upaya koordinasi teknis pemenuhan Rekomendasi FATF dalam upaya persiapan Indonesia menghadapi FATF Mutual Evaluation Review (MER) tahun 2017. Sejak tahun 2015, MER telah dibahas secara intensif dalam empat pertemuan Komite TPPU. Pada tahun 2016, persiapan MER dibahas dalam Rapat Komite TPPU Level Menteri pada 4 Oktober 2016 dan Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU pada 9 Desember 2016. 3. Untuk mendorong upaya pemenuhan Rekomendasi FATF, Komite TPPU telah menyusun konsep Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (Stranas TPPU dan TPPT) periode 2017-2019 yang berisi strategi-strategi yang memiliki fokus mengatasi masalah defisiensi nasional dalam pemenuhan Rekomendasi FATF. Konsep Stranas tersebut akan disahkan dalam Rapat Komite TPPU Level Menteri pada awal tahun 2017. Penyusunan konsep Stranas TPPU dan TPPT periode 2017-2019 dilaksanakan melalui dua kali PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 36

workshop Komite TPPU yang sebagian dananya menggunakan dana hibah dari AUSTRAC, sebagai berikut: a. Workshop Penyusunan Rencana Aksi Stranas TPPU dan TPPT Periode 2017-2021 yang dihadiri oleh Tim Internal Stranas TPPU dari PPATK pada 20-22 November 2016 di Bogor. b. Workshop Harmonisasi dan Finalisasi Konsep Stranas TPPU dan TPPT 2017-2019 yang dihadiri oleh perwakilan anggota Komite TPPU pada 20-23 Desember 2016 di Bandung. IKSS 4: Persentase rekomendasi National Risk Asssessment (NRA) yang ditindaklanjuti. Penilaian Risiko Nasional (National Risk Assessment/NRA) merupakan suatu kegiatan dalam upaya mengukur dan mengidentifikasi risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional di Indonesia dilatarbelakangi oleh kebutuhan penyusunan strategi nasional dan memberikan rekomendasi bagi penyempurnaan regulasi, serta ketentuan terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. Pada tingkat yang lebih mikro, pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional merupakan hal yang penting bagi setiap stakeholder rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT), misalnya pihak pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan instansi penegak hukum, khususnya dalam menghadapi kerentanan internal yang dimiliki dan penyusunan skala prioritas dalam pengalokasian sumber daya yang dimiliki pada areaarea yang memiliki tingkat risiko TPPU yang lebih tinggi. Terkait dengan kebutuhan internasional, Indonesia melaksanakan NRA untuk memenuhi FATF Recommendations No. 1 yang menyatakan bahwa setiap negara harus mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi risiko tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme agar risiko tersebut dapat dicegah, dimitigasi maupun diterima. Selain itu, berdasarkan hasil self assessment Indonesia atas pemenuhan rekomendasi FATF Tahun 2012 yang dilaksanakan pada Agustus 2015, diketahui bahwa efektivitas sistem pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia masih berada pada tingkat PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 37

yang rendah, terutama terkait dengan lemahnya koordinasi antarlembaga dan nihilnya kebijakan nasional yang berbasis risiko. Berdasarkan kebutuhan tersebut, pelaksanaan penilaian risiko berskala nasional atau NRA sangat diperlukan, sehingga hasil NRA dapat dijadikan sebagai pijakan bagi para stakeholders untuk membuat kebijakan terkait pelaksanaan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme yang berbasis risiko. Oleh karena itu, hasil NRA tersebut diharapkan dapat mendukung Indonesia agar terhindar dari blacklist FATF. NRA telah disusun sejak September 2013 sampai dengan September 2015. Kegiatan tersebut didukung oleh seluruh stakeholders terkait yang terdiri dari Pihak Pelapor (PJK bank dan nonbank), aparat penegak hukum, dan pihak regulator (Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan). Selain itu, penyusunan NRA juga turut melibatkan para ahli di bidang politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan legislatif. Penilaian risiko nasional atas TPPU menghasilkan beberapa pemetaan risiko, antara lain tindak pidana asal yang berisiko tinggi, yaitu narkotika, korupsi, dan perpajakan. Pihak Pelapor yang berisiko tinggi yang dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang, yaitu pasar modal, bank, dan properti. Hasil NRA juga mengidentifikasi adanya emerging threat penggunaan virtual currency berupa penggunaan Bitcoin dalam bertransaksi. Penilaian risiko nasional atas TPPT menghasilkan beberapa pemetaan risiko, antara lain modus pendanaan terorisme yang berisiko tinggi, yaitu menggunakan pendanaan dalam negeri melalui sumbangan kepada yayasan, penyalahgunaan yayasan, berdagang/kegiatan usaha, dan melalui kegiatan kriminal. Profil pelaku yang berisiko tinggi dari perorangan, yaitu pelajar/mahasiswa dan untuk pelaku korporasi/entitas, yaitu yayasan/organisasi nirlaba (Non Profit Organization/NPO). Terdapat sembilan wilayah yang berisiko tinggi terjadinya tindak pidana pendanaan terorisme, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sulawesi Selatan, dan NTB. Untuk pemindahan dana terorisme yang berisiko tinggi, yaitu melalui sistem pembayaran elektronik, sistem pembayaran online, dan New Payment Method. Instrumen transaksi yang berisiko tinggi, yaitu tarik/setor tunai. Rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan NRA, meliputi: a. Aparat penegak hukum diharapkan dapat lebih memfokuskan terhadap tiga tindak pidana asal yang paling berisiko tinggi, yaitu narkotika, korupsi, dan perpajakan. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 38

b. Pihak regulator diharapkan dapat memfokuskan terhadap kebijakan dan pengawasan pelaksanaan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme pada industri pasar modal. c. Peranan para stakeholders lainnya untuk mendukung integrasi dan akses data. Beberapa rekomendasi-rekomendasi NRA tersebut pada saat ini sudah mulai ditindaklanjuti oleh stakeholders terkait. Berkenaan dengan peningkatan kompetensi dan penanganan terpadu TPPU, PPATK telah melaksanakan kegiatan Program Mentoring Berbasis Risiko bersama-sama dengan para apgakum di wilayah-wilayah yang berisiko tinggi terjadinya TPPU. Dalam kegiatan ini, beberapa personil dari setiap apgakum yang memiliki pengalaman menangani perkara TPPU ditugaskan menjadi mentor untuk membimbing para apgakum di wilayah Indonesia yang memiliki risiko tinggi. Selain itu, diskusi teknis bersama dengan para stakeholders terkait secara intensif sedang dilakukan guna mempersiapkan Mutual Evaluation FATF yang akan dilakukan pada tahun 2017. Sementara itu, PPATK telah mengembangkan suatu alat ukur yang dapat digunakan sebagai monitoring tools atas tindak lanjut atas rekomendasirekomendasi pokok NRA on ML/TF, yaitu berupa Indeks Persepsi Publik Indonesia atas TPPU dan TPPT. Indeks ini digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman publik terhadap TPPU dan TPPT serta pengukuran tingkat efektivitas stakeholders dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Pada tahun 2015, PPATK bersama dengan stakeholders terkait telah melakukan pilot study Survei Persepsi Publik Indonesia atas TPPU dan pada tahun 2016 melakukan penyusunan metode penilaian Indeks Persepsi Publik Indonesia atas TPPU dan TPPT. Berdasarkan hasil NRA diperoleh 45 rekomendasi yang terdiri atas 14 rekomendasi terkait TPPU dan 31 rekomendasi terkait TPPT. Pada tahun 2015, PPATK telah menindaklanjuti sembilan rekomendasi terkait TPPU dan tujuh rekomendasi terkait TPPT. Selain itu, PPATK juga telah menindaklanjuti sembilan rekomendasi terkait TPPT pada tahun 2016. Dengan demikian, total rekomendasi yang telah ditindaklanjuti dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2016 sebanyak sembilan rekomendasi terkait TPPU dan enam belas rekomendasi terkait TPPT. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 39

Tabel 3.9 Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2016 No. Kode Rekomendasi Rekomendasi NRA on Terrorist Financing 1 R.TF.1 Perlunya memperketat pengawasan terhadap yayasan, organisasi atau entitaas agar tidak disalahgunakan untuk pendanaan terorisme. 2 R.TF.3 Perlu adanya tindakan tegas terhadap yayasan, organisasi atau entitas yang beroperasi secara tidak sah atau tidak terdaftar. 3 R.TF.9 Perlunya pengetahuan pengawasan identitas calon nasabah dalam pembukaan rekening (misalnya pemanfaatan e-ktp) agar penggunaan identitas palsu dapat dicegah. 4 R.TF.11 Perlunya peran aktif pihak pelapor dan regulator untuk berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum dalam mendeteksi aliran dana pelaku terorisme. 5 R.TF.14 Perlu adanya penerapan pengawasan Cross Border Cash Carrying (CBCC) yang lebih ketat, khususnya terhadap pihak-pihak yang berasal dari wilayah berisiko tinggi kasus terorisme. Strategi Implementasi 1. Penelitian mengenai "Risiko Organisasi Kemasyarakatan terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terorisme". 2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. 1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. 2. Konsep RUU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Saat ini telah masuk pada tahap Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2017. Kerja sama antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kemendagri dalam pemanfaatan e-ktp dalam program perbankan. 1. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor: SE-03/1.02/PPATK/05/15 tentang Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan 2. Penyusunan dan diseminasi hasil penilaian risiko regional terhadap pendanaan terorisme. 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 4/8/PBI 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah Keluar/Masuk Wilayah Pabean Indonesia 2. Rancangan Peraturan Bank Indonesia tentang Perizinan Pembawaan Uang Kertas Asing ke Dalam/ke Luar Wilayah Pabean Indonesia. 3. RPP mengenai Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain. Keterangan - Konsep RUU Ormas. Sudah ada aturan BI - - PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 40

No. Kode Rekomendasi Rekomendasi NRA on Terrorist Financing 6 R.TF.15 Perlunya pengetatan keimigrasian untuk mengawasi keluar masuknya jaringan teroris dari dan ke Indonesia 7 R.TF.18 Perlu mekanisme/petunjuk teknis lintas lembaga dalam melakukan pemblokiran serta merta (freezing without delay) dan perlunya dibentuk satgas penanganan aset yang dikoordinasi oleh BNPT dengan melibatkan beberapa instansi terkait. 8 R.TF.20 Perlu pengaturan tindakan administrasif dan projustisia untuk melakukan pemblokiran dana terduga terorisme. 9 R.TF.30 Perlu adanya satgas pemblokiran dana/aset terdakwa teroris setelah proses persidangan yang dapat menggunakan kewenangan penyitaan saat penyidikan Strategi Implementasi Kerja sama antara Ditjen Imigrasi dengan PPATK dalam pertukaran data/informasi terkait keluar masuknya WNI ke Luar Negeri. 1. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Luar Negeri, Kepala Kepolisian RI, Kepala BNPT dan Kepala PPATK Nomor: 01/PB/MA/II/2015, 03 Tahun 2015, 1 Tahun 2015, B.66/K.BNPT/2/2015 dan PER- 01/1.02/PPATK/02/15 tentang Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris. 2. Penyusunan petunjuk teknis oleh Lembaga Pengawas dan Pengatur (OJK) terkait Peraturan Bersama tentang Pencantuman dan Pemblokiran Dana Milik Orang atau Korporasi yang tercantum dalam DTTOT. 1. Telah diatur dalam Pasal 20 dan Pasal 27 UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. 2. Telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Tata Caraa Penyelesaian Permohonan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. 1. Telah diatur dalam Pasal 23 UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Keterangan - - - Salah satu rekomendasi terkait TPPT yang telah ditindaklanjuti adalah rekomendasi nomor 11 NRA TF, yaitu peran aktif pihak pelapor dan regulator untuk berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum dalam mendeteksi aliran dana pelaku terorisme. Rekomendasi nomor 11 NRA TF diimplementasikan melalui penyusunan hasil penilaian risiko regional terhadap pendanaan terorisme (RRA TF) pada 2 nd Counter-Terrorism Financing (CTF) Summit tahun 2016 yang telah dilaksanakan di Bali. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 41

Pada tahun 2016, Indonesia telah menjadi pemrakarsa dalam penilaian risiko pendanaan terorisme untuk kawasan Asia Tenggara dan Australia yang disebut Terrorist Financing Regional Risk Assessment (RRA TF). RRA TF tersebut dimaksudkan untuk melakukan penilaian risiko pendanaan terorisme yang berada di wilayah Asia Tenggara dan Australia yang diharapkan dapat membantu negara-negara yang berada dalam wilayah tersebut untuk mengenal dan memitigasi risiko pendanaan terorisme. Negaranegara yang terlibat dalam kegiatan RRA TF tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, dan Australia. Secara khusus, RRA TF bertujuan untuk mengidentifikasi metode, teknik, dan sarana yang digunakan teroris dan organisasi teroris untuk menggalang, memindahkan, dan menggunakan dana. Penilaian RRA TF juga dilakukan untuk mengetahui kerentanan dan ancaman pendanaan terorisme yang berpotensi muncul dalam waktu tiga hingga lima tahun mendatang. Kegiatan RRA TF telah menghasilkan rencana strategis anti pendanaan terorisme yang bersifat lintas batas negara. Aspek penilaian yang dilakukan melalui kegiatan RRA TF yang telah diluncurkan pada 2 nd Counter Terrorism Financing Summit (CTF) pada 8-11 Agustus 2016 di Nusa Dua, Bali, yaitu: A. Modus pendanaan terorisme yang meliputi: a) Pengumpulan dana. b) Pemindahan dana. c) Penggunaan dana. B. Faktor yang berpotensi menimbulkan risiko yang meliputi: a) New Payment Method. b) The Islamic State of Iraq and the Levant dan pendanaan internasional lainnya ke regional. Kegiatan RRA TF menghasilkan empat aksi prioritas yang harus mendapat penanganan segera oleh negara-negara yang berada di wilayah Asia Tenggara dan Australia sebagaimana dijelaskan dalam gambar di bawah ini: PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 42

Priority action tersebut yang akan dan telah ditindaklanjuti oleh PPATK bersamasama dengan instansi terkait lainnya adalah riset sectoral risk assessment mengenai NPO yang dilakukan pada tahun 2016. Riset tahun 2017 akan ditujukan untuk memenuhi priority action di antaranya adalah riset Regional Risk Assessment mengenai NPO (RRA NPO) dan riset mengenai cross border movement of funds/value yang diharapkan risiko pendanaan terorisme yang terjadi dapat dicegah dan diberantas dengan melibatkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Australia. Pada tahun 2016, 25 rekomendasi telah berhasil ditindaklanjuti dari 45 rekomendasi NRA. Target kinerja indikator kinerja Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti adalah 40% dan realisasi indikator kinerja adalah 55,56%. Dengan demikian, capaian indikator kinerja tersebut adalah 120%. Tabel 3.10 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK Tahun 2016 IKSS Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti. Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 40% 55,56% 120% 178% Berdasarkan tabel 3.10, secara persentase, capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan kinerja sebesar 58% dibandingkan dengan tahun 2015. Hal ini disebabkan pada tahun 2016 terdapat peningkatan target kinerja dan pembatasan capaian kinerja PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 43

sebesar 120%. Walaupun demikian, capaian kinerja tahun 2016 telah berhasil melebihi target kinerja. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS didukung oleh hal-hal, sebagai berikut: 1. Rekomendasi NRA yang telah ditindaklanjuti lebih banyak mengenai rekomendasi yang berkaitan kewenangan PPATK. 2. PPATK berkoordinasi secara intensif dengan komite TPPU. 3. PPATK melakukan sosialisasi dan koordinasi terkait hasil rekomendasi NRA kepada seluruh stakeholders terkait. Tabel 3.11 Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi IKSS 2015 2016 2017 2018 2019 2016 Dibanding Target Tahun 2019 Persentase 20% 40% 60% 80% 100% 55,56% 55,56% rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 55,56%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upayaupaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah: 1. PPATK berkoordinasi secara intensif dengan tim teknis Komite TPPU. 2. PPATK berkoordinasi dengan stakeholders terkait. 3. PPATK melakukan monitoring tindak lanjut rekomendasi NRA yang kewenangannya berada pada stakeholders terkait. Sasaran Strategis 3 Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme Sasaran strategis 3 dimaksudkan untuk mengetahui kualitas hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi PPATK yang disampaikan kepada penyidik terkait terdapat dugaan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 3 diukur melalui satu IKSS, PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 44

yaitu Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Pencapaian kinerja SS 3 pada tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 120%. IKSS 5: Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia Capaian kinerja sasaran strategis ketiga diukur keberhasilannya melalui pencapaian satu IKSS, yaitu Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Pada tahun 2016, terdapat delapan kasus dengan rincian enam kasus HA dan dua kasus HP yang terkait dengan TPPU dan pendanaan terorisme yang berhasil diungkap, sedangkan pada tahun 2015 terdapat tujuh kasus dengan rincian empat kasus HA dan tiga kasus HP yang terkait dengan TPPU dan pendanaan terorisme yang berhasil diungkap. Dengan demikian, terdapat peningkatan satu kasus yang berhasil diungkap pada tahun 2016 apabila dibandingkan dengan realisasi kasus yang terungkap selama tahun 2015. Target kinerja adalah 10% dengan realisasi kinerja sebesar 14,29%. Capaian kinerja yang berhasil diraih untuk IKSS tersebut tersebut adalah 120%. Pencapaian kinerja IKSS tersebut dapat tercapai melalui pelaksanaan kegiatankegiatan, sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan asistensi penanganan perkara TPPU sebanyak 12 (dua belas kali) dengan rincian, sebagai berikut: a. Asistensi di Polres Ogan Ilir, Sumatera Selatan pada 27-29 Januari 2016 yang membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan menjadi berkas lengkap (P.21) dalam perkara TP Narkoba dan TPPU tersebut; b. Asistensi di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada 18-20 Februari 2016 yang membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan disertai penetapan dan penahanan terhadap tersangka dalam perkara Tipikor dan TPPU tersebut; c. Asistensi di Polrestabes Semarang, Jawa Tengah pada 10-11 Maret 2016 yang membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan menjadi P.21 dalam perkara TP penipuan dan TPPU; PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 45

d. Asistensi di Pagar Alam, Sumatera Selatan pada 4-6 April 2016 yang membahas satu perkara. Pada Agustus 2016 telah terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan ke berkas lengkap (P.21). e. Asistensi di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 20-22 April 2016 yang membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan disertai dengan penetapan tersangka dalam perkara Tipikor dan TPPU tersebut; f. Asistensi di Kepulauan Riau pada 9-11 Juni 2016 yang membahas satu perkara. Pada Agustus 2016 telah terjadi peningkatan status perkara dari penyidikan ke berkas lengkap (P.21) dalam perkara cyber crime (UU ITE) dan TPPU; g. Asistensi ke Sumatera Selatan pada 1-3 Agustus 2016 yang membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan menjadi P.21; h. Asistensi ke Kepulauan Riau pada 18-20 Agustus 2016 yang membahas satu perkara. Terdapat peningkatan status perkara dari penyidikan menjadi P.21; i. Asistensi ke Kalimantan Barat pada 30-31 Agustus 2016 yang membahas satu perkara. Belum terdapat peningkatan status perkara dalam perkara dengan TPA Tipu Gelap tersebut; j. Asistensi ke Nusa Tenggara Barat pada 6-8 Oktober 2016 yang membahas satu perkara. Belum terdapat peningkatan status perkara; k. Asistensi ke Kalimantan Selatan pada 27-29 November 2016 yang membahas satu perkara. Belum terdapat peningkatan status perkara; dan l. Asistensi ke Papua pada 30 November-2 Desember 2016 yang membahas satu perkara. Belum terdapat peningkatan status perkara. 2. Rapat koordinasi dengan instansi apgakum penyidik TPPU, instansi penyidik non- TPPU, maupun kementerian/lembaga yang terkait dengan HA, HP, dan Informasi. Hasil rapat koordinasi tersebut untuk memantau 111 HA, 4 HP, dan 16 Informasi; 3. Pengiriman 128 surat penagihan feedback yang memantau 253 HA, 8 HP, dan 97 Informasi; 4. Koordinasi melalui telepon dan email dalam upaya penagihan feedback yang memantau 49 HA dan 78 Informasi; PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 46

5. Pertemuan courtesy antara Kepala PPATK dan Kapolri pada 22 Januari 2016 yang membahas pemantauan 13 HA dan 1 HP; dan 6. Pengembalian 87 kuesioner feedback dari instansi penerima HA, HP, dan Informasi yang terdiri atas 82 HA, 3 HP, dan 16 Informasi kuesioner feedback. Dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diperoleh informasi bahwa jumlah kasus TPPU dan pendanaan terorisme yang terdapat kontribusi HA, HP, dan informasi yang telah sampai tahap penuntutan di pengadilan selama tahun 2015 dan 2016 adalah: a. Tahun 2015: tujuh kasus dengan rincian empat kasus HA dan tiga kasus HP. b. Tahun 2016: delapan kasus dengan rincian enam kasus HA dan dua kasus HP. Berikut ini rincian dan keterangan terkait capaian IKSS Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia: 1) Hasil pemantauan memperoleh informasi bahwa terdapat dua kasus yang terdapat kontribusi LHA yang telah divonis, yakni vonis TP perbankan dan TPPU di Aceh dan vonis tipikor di Kalimantan Selatan. Namun, hasil pemantauan ini tidak dimasukkan ke dalam perhitungan kinerja. 2) Sebagian besar hasil pemantauan yang disampaikan oleh penyidik adalah bahwa kasus masih pada tahap penyelidikan, penyidikan, penetapan tersangka (SPDP), dan P.21. Bahkan ada kasus yang masih dalam tahap prapenyelidikan. Dengan demikian, kasus tersebut belum sampai pada tahap penuntutan dan/atau pemeriksaan di pengadilan. 3) Rincian mengenai delapan kasus dalam capaian IKSS ini meliputi: a. Hasil pemantauan setelah asistensi di Sumatera Selatan diperoleh informasi bahwa perkara TP Narkoba dan TPPU telah mulai disidangkan pada Oktober 2016 yang juga melibatkan pegawai PPATK sebagai saksi ahli dalam persidangan. b. Hasil pemantauan setelah asistensi di Sulawesi Selatan diperoleh informasi bahwa perkara Tipikor dan TPPU telah digelar sidang penuntutan pada Desember 2016. c. Hasil pemantauan telah memperoleh informasi bahwa Hasil Pemeriksaan telah ditindaklanjuti pada tahap persidangan perkara Tipikor di DKI Jakarta. d. Surat dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menginformasikan bahwa HA PPATK telah ditindaklanjuti sampai proses persidangan sejak Januari 2016 pada perkara tipikor. e. Surat dari Bareskrim Polri perihal Feedback Hasil Analisis PPATK menginformasikan bahwa berkas perkara dinyatakan lengkap (P.21) oleh JPU PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 47

Kejaksaan Agung dan telah mulai disidangkan oleh satu kejaksaan negeri di wilayah Sulawesi Selatan pada akhir Februari 2016. f. Dalam rapat koordinasi pada Maret 2016 sebagai pemantauan lima buah HA pada satu perkara, diperoleh informasi bahwa HA telah ditindaklanjuti ke persidangan di pengadilan di wilayah DKI Jakarta. g. Dalam surat Bareskrim Polri perihal pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) TPPU disampaikan bahwa berkas perkara TPPU dengan Tindak Pidana Pokok Tipikor telah mulai disidangkan pada Desember 2016 di Jakarta. h. Berdasarkan hasil pemantauan telah diperoleh informasi bahwa Hasil Pemeriksaan telah ditindaklanjuti pada tahap persidangan perkara tipikor di Riau. Tabel 3.12 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK Tahun 2016 IKSS Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 10% 14,29% 120% 160% Berdasarkan Tabel 3.12, secara persentase diketahui bahwa capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 40% apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015. Hal ini disebabkan pada tahun 2016 hanya terdapat peningkatan satu kasus terkait TPPU dan/atau TPPT. Namun demikian, PPATK berhasil mencapai kinerja yang ditargetkan pada tahun ini. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS didukung oleh hal-hal, sebagai berikut: 1. Koordinasi yang intensif antara PPATK dengan instansi penyidik TPPU sebagai penerima Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK. 2. Koordinasi yang intensif di lingkup internal PPATK, yaitu Direktorat Kerjasama dan Humas, Direktorat Analisis Transaksi, dan Direktorat Pemeriksaan dan Riset terkait mekanisme pertukaran data dan informasi, serta pemantauan tindak lanjut Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 48

Tabel 3.13 Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Realisasi 2016 Dibanding Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia Tahun 2019 10% 10% 15% 20% 20% 14,29% 71,45% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 71,45%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik dan PPATK akan meningkatkan capaiaan kinerja tersebut pada tahun mendatang. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah: 1) PPATK menyelenggarakan kegiatan asistensi penanganan perkara TPPU di daerah yang melibatkan para analis dari Direktorat Analisis Transaksi atau para pemeriksa dari Direktorat Pemeriksaan dan Riset dan pegawai yang memiliki kompetensi sebagai saksi ahli dari Direktorat Hukum, sehingga dapat membantu penyidik dalam menindaklanjuti informasi dan HA PPATK dan pemahaman hukum dalam proses penanganan perkara. Dengan demikian, waktu yang dibutuhkan penyidik dalam meningkatkan status perkara dapat dipercepat. 2) Melaksanakan komunikasi secara informal dengan para penyidik yang menerima Hasil Analisis dalam upaya menggali kebutuhan penyidik dalam menindaklanjuti Hasil Analisis PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 49

Sasaran Strategis 4 Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme Sasaran strategis 4 dimaksudkan agar PPATK mengetahui tingkat efektivitas pelaksanaan kerja sama dengan stakeholders PPATK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 4 diukur melalui satu IKSS, yaitu Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Pencapaian kinerja SS 4 pada tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 91,8%. IKSS 6: Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Capaian kinerja sasaran strategis keempat diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Target kinerja sebesar 100% dengan realisasi kinerja sebesar 91,8%. Dengan demikian, capaian kinerja sebesar 91,8%. Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti telah dilaksanakan melalui kegiatankegiatan, meliputi: 1. Penandatanganan delapan dokumen kerja sama berupa Nota Kesepahaman/MoU dan satu Perjanjian Kerja Sama/PKS dengan Kementerian/Lembaga/Instansi (K/L/I), sebagai berikut: a. Kementerian Pertahanan di Jakarta pada 14 Maret 2016; b. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada 2 Mei 2016; c. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar di Gowa pada 15 Juli 2016; d. Badan Intelijen Negara di Jakarta pada 2 Agustus 2016; e. Kementerian Koperasi dan UKM di Jakarta pada 17 Oktober 2016; f. MoU dengan Tajikistan di Jakarta pada 1 Agustus 2016; g. MoU dengan Lao PDR di Bali pada 11 Agustus 2016; h. Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan PPATK di Jakarta pada 24 Oktober 2016. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 50

2. Sembilan kali pertemuan Rapat Komite TPPU dan organ Komite TPPU dengan rincian, sebagai berikut: Pertemuan Komite TPPU yang menggunakan biaya seluruhnya dari DIPA PPATK sejumlah enam pertemuan, meliputi: a. Rapat Komite TPPU level menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam selaku Ketua Komite TPPU di Kemenkopolhukam pada 11 Maret 2016 dengan agenda pembahasan peningkatan pemasukan negara melalui sektor pajak dan pendanaan tindak pidana terorisme; b. Rapat Komite TPPU level menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam selaku Ketua Komite TPPU di Kemenkopolhukam pada 27 Mei 2016 dengan agenda pembahasan pencegahan dan pemberantasan TPPU; c. Rapat Komite TPPU level menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam selaku Ketua Komite TPPU di PPATK pada 4 Oktober 2016 dengan agenda pembahasan Implementasi PP Nomor 2 Tahun 2016, Persiapan MER FATF 2017, Implementasi Sippenas, dan hal-hal lain yang terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU; d. Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU yang dipimpin oleh Kepala PPATK selaku Ketua Tim Pelaksana Komite TPPU di PPATK pada 18 Mei 2016 dengan agenda pembahasan implementasi pelaporan Stranas TPPU melalui SIPPENAS, Diseminasi PP Nomor 2 Tahun 2016, dan koordinasi antarlembaga terkait dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU; e. Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU yang dipimpin oleh Kepala PPATK selaku Ketua Tim Pelaksana Komite TPPU di PPATK pada 9 Desember 2016 dengan agenda pembahasan diseminasi konsep Stranas TPPU periode 2017-2019 dan Persiapan MER tahun 2017; f. Rapat Kelompok Kerja Komite TPPU yang dipimpin oleh Direktur Kerjasama dan Humas PPATK di PPATK pada 4 Agustus 2016 dengan agenda pembahasan koordinasi penginputan laporan dan data dukung capaian Aksi Stranas Tahun 2016 melalui aplikasi Sippenas. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 51

Tiga workshop Komite TPPU yang dibiayai dari dana hibah AUSTRAC, meliputi: a. Workshop Harmonisasi dan finalisasi Stranas TPPU Tahun 2016 yang dihadiri oleh perwakilan seluruh anggota Komite TPPU pada 7-9 September 2016 di Bandung. b. Workshop Penyusunan Rencana Aksi Stranas TPPU Periode 2017-2021 yang dihadiri oleh Tim Internal Stranas TPPU dari PPATK pada 20-22 November 2016 di Bogor. c. Workshop Harmonisasi dan Finalisasi Konsep Stranas TPPU Periode 2017-2019 yang dihadiri oleh perwakilan seluruh anggota Komite TPPU pada 20-23 Desember 2016 di Bandung. 3. Satu kali pelatihan bersama penanganan perkara TPPU yang melibatkan peserta dari polda, kejati, Kanwil Ditjen Pajak, Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, BNNP, pengadilan tinggi, dan Penyedia Jasa Keuangan (Perbankan), yaitu Pelatihan Bersama Penanganan Perkara TPPU di Banda Aceh pada 6-8 April 2016 yang melibatkan 100 peserta. 4. Melaksanakan koordinasi tindak lanjut kerja sama dengan instansi-instansi dalam negeri yang telah memiliki Dokumen Kerja Sama dengan PPATK dengan cara mengundang dan menghadiri undangan rapat koordinasi, sosialisasi, seminar, diklat, dan/atau workshop dengan agenda pembahasan isu-isu mutakhir dan rancangan peraturan. Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2016, PPATK telah menandatangani 98 Dokumen Kerja Sama (MoU, Perjanjian Kerja Sama/PKS, dan Kesepakatan Bersama) dengan 89 K/L/I dalam negeri. Namun, terdapat dua K/L yang menjalin MoU telah dibubarkan, yaitu Bapepam dan Ditjen Lembaga Keuangan. Selain itu, terdapat dua instansi yang telah berakhir masa tugasnya, meliputi: 1. Satgas REDD telah berakhir pada 30 Juni 2013 karena pemerintah membentuk Badan Pengelola REDD (sesuai Keppres Nomor 5 Tahun 2013). 2. Gugus Tugas Pengawasan Pemilu yang berakhir pada tahun 2014, yakni tiga bulan setelah selesainya semua tahapan pemilu tahun 2014. Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2016, PPATK telah menandatangani 98 dokumen kerja sama dalam negeri (berupa MoU maupun PKS) dengan 85 K/L/I dalam PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 52

negeri. Dari 98 dokumen kerja sama tersebut, terdapat 61 dokumen kerja sama yang masih berlaku sampai dengan tahun 2016 dan telah ditindaklanjuti selama tahun 2003 sampai dengan tahun 2016. Dari 61 dokumen kerja sama tersebut, PPATK telah menindaklanjuti satu atau lebih ruang lingkup kerja sama dalam 56 dokumen kerja sama. Dengan demikian, realisasi kinerja IKSS adalah 91,8%. Rincian 61 dokumen kerja sama tersebut tersaji dalam Lampiran laporan kinerja ini. Tabel 3.14 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK Tahun 2016 IKSS Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 100% 91,8% 91,8% 94% Berdasarkan Tabel 3.14, diketahui bahwa pada tahun 2016 realisasi kinerja IKSS ini sebesar 91,8%. Capaian kinerja ini sudah relatif baik, tetapi belum berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan, yaitu 100%. Capaian kinerja IKSS ini sebesar 91,8%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2016, terdapat penurunan capaian kinerja sebesar 2,2%. Faktor penyebab ketidakberhasilan pencapaian kinerja IKSS, antara lain disebabkan terdapat lima MoU dengan lembaga/instansi yang masih berlaku sampai tahun 2016, tetapi tidak dilakukan tindak lanjut dalam satu atau lebih ruang lingkup kerja sama oleh Direktorat Kerjasama dan Humas maupun oleh unit kerja lainnya. MoU tersebut meliputi MoU dengan Rumah Sakit Fatmawati, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Universitas Cendrawasih, Pemerintah Provinsi Aceh, dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Tabel 3.15 Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Realisasi 2016 Dibanding Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti Tahun 2019 100% 100% 100% 100% 100% 91,8% 91,8% PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 53

Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 91,8%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah baik. Dampak positif capaian IKSS Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti terhadap sasaran strategi meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU adalah: 1. Tindak lanjut kerja sama melalui Komite TPPU telah mendorong efektivitas persiapan Indonesia dalam menghadapi FATF Mutual Evaluation Review (MER) tahun 2017. Hal ini untuk memenuhi rekomendasi FATF agar Indonesia tidak masuk ke dalam daftar hitam sebagai negara yang rawan pencucian uang (black-list/fatf Public Statement). Melalui Komite TPPU, Indonesia telah menyusun konsep Stranas TPPU yang baru, yaitu Stranas TPPU Periode 2017-2019 yang salah satunya berisi strategi-strategi dalam meningkatkan pemenuhan Rekomendasi FATF, sehingga mendukung persiapan MER FATF. 2. Tindak lanjut kerja sama melalui Komite TPPU telah mendorong Indonesia menyusun strategi dalam melakukan mitigasi terhadap risiko merujuk pada hasil National Risk Assessment on Money Laundering and Terrorist Financing. 3. Efektivitas kerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU juga ditingkatkan dengan diterapkannya aplikasi SIPPENAS dalam upaya pelaporan Strategi Nasional PP TPPU oleh setiap anggota komite TPPU. 4. Efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme dapat ditingkatkan melalui kesuksesan PPATK dalam menyelenggarakan 2 nd Counter- Terrorism Financing Summit (2 nd CTF Summit) di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus 2016. Pertemuan Tingkat Tinggi tersebut menghasilkan Nusa Dua Statement. 5. Tindak lanjut kerja sama melalui penyelenggaraan pelatihan telah dapat meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU. Satu kali pelatihan bersama penanganan perkara TPPU di Banda Aceh telah mampu meningkatkan pemahaman dan sinergi kerja sama PP TPPU kepada 100 peserta pelatihan yang terdiri dari Polda, Kejati, Kanwil Ditjen Pajak, Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, BNNP, pengadilan tinggi, dan Penyedia Jasa Keuangan (Perbankan). PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 54

Kendala-kendala yang dihadapi: Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian IKSS Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti, antara lain: 1) Belum terdapat integrasi data terkait tindak lanjut ruang lingkup kerja sama yang dilaksanakan oleh unit kerja PPATK, sehingga pencarian data tindak lanjut kerja sama masih dilaksanakan secara manual. 2) Terdapat MoU yang tidak ditindaklanjuti karena proses penyusunan MoU tidak menggunakan analisis kelayakan pihak kerja sama, sehingga mitra kerja sama bersifat kurang strategis. Upaya-upaya penyelesaian kendala: Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, PPATK melakukan upaya-upaya yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya. Upaya-upaya tersebut adalah: 1. Merujuk pada Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-12/1.03/PPATK/08/15 tentang Pedoman Penyusunan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Perjanjian dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, mulai tahun 2016, PPATK telah melaksanakan koordinasi terkait penyusunan analisis kriteria kelayakan dengan pihak dalam atau luar negeri dan pengidentifikasian kebutuhan kerja sama dalam proses penjajakan kerja sama. Berdasarkan hasil analisis dan proses identifikasi tersebut, PPATK dapat mengupayakan penyusunan MoU yang dapat ditindaklanjuti dengan optimal. Dengan kata lain, potensi MoU yang tidak akan ditindaklanjuti dapat dihindari atau diminimalkan. 2. PPATK akan berkoordinasi dengan instansi mitra kerja sama yang telah memiliki MoU dengan PPATK yang masih berlaku, tetapi tidak ada tindak lanjut selama tahun 2016. Koordinasi tersebut akan mengomunikasikan bentuk kerja sama pada tahun 2017 dan MoU yang tidak efektif tersebut dapat dilakukan penghentian kerja sama sebelum jangka waktu MoU berakhir. 3. PPATK akan membuat database seluruh dokumen kerja sama dalam bentuk MoU dan Perjanjian Kerja Sama yang memuat inventarisasi ketentuan-ketentuan perjanjian yang strategis yang dikoordinasikan dengan seluruh unit kerja terkait selaku PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 55

pelaksana tindak lanjut kerja sama secara berkala. Database tersebut meliputi hal-hal, sebagai berikut: a. Masa berlaku. b. Waktu diperlukannya peninjauan kembali. c. Ruang lingkup kerja sama. d. Keterangan terkait masa berlakunya kerja sama. e. Bentuk tindak lanjut kerja sama pada tahun berjalan. Sasaran Strategis 5 Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme Sasaran strategis 5 dimaksudkan agar PPATK dapat mengukur kualitas hasil riset yang dilakukan PPATK, sehingga diketahui manfaat hasil riset bagi pihak eksternal dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 5 dipantau keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 5 pada tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 104,31%. IKSS 7: Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme Tingkat kualitas Hasil Riset TPPU dan Pendanaan Terorisme adalah hasil penilaian oleh pengguna Laporan Hasil Riset (LHR) untuk mengukur kualitas LHR melalui kuesioner kepada pengguna LHR, sehingga diketahui manfaat LHR bagi pihak eksternal dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU. Pada tahun 2016, kuesioner yang terkait dengan LHR dikirimkan kepada 46 responden, yaitu instansi yang terdapat hubungan kerja dengan PPATK maupun yang memiliki MoU dengan PPATK, antara lain perbankan, aparat penegak hukum, dan regulator. Aspek yang dinilai dalam tingkat kualitas LHR adalah aspek penyajian; aspek kekinian; dan aspek manfaat. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner, diperoleh nilai sebesar 3,39 indeks dari skala 4. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 56

Selama tahun 2016, PPATK telah melakukan kajian tipologi terhadap tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dan melakukan analisis strategis terhadap beberapa isu strategis nasional dalam delapan topik riset, sebagai berikut: 1. Risiko Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terorisme Periode 2013-2015. 2. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan dengan Indikasi Tindak Pidana Korupsi Periode 2011-2015. 3. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan di Bidang Pasar Modal Periode 2011-2015. 4. Redflag Transaksi Keuangan Mencurigakan terkait Penyedia Barang dan Jasa serta Jasa Profesi Periode 2005-2014. 5. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan pada Kasus-Kasus Tindak Pidana Narkotika. 6. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Periode 2013-2014. 7. Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Berdasarkan Putusan Pengadilan atas Perkara Pencucian Uang. 8. Tipologi Pencucian Uang Berdasarkan Putusan Pengadilan Tahun 2015. Tabel 3.16 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2016 IKSS Target Realisasi Capaian Tahun Tahun 2016 Tahun 2016 2016 2015 Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. 3,25 indeks 3,39 indeks 104,31% 115% Berdasarkan Tabel 3.16 diketahui bahwa pada tahun 2016 realisasi indikator kinerja Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 3,39 indeks. Secara persentase, capaian kinerja IKSS ini sebesar 104,31%. Pada tahun 2016, indeks kualitas hasil riset yang dihasilkan sebesar 3,39 indeks. Jika dibandingkan dengan tahun 2015, realisasi kinerja tahun 2015 adalah 3,46 indeks. Capaian indikator kinerja ini menurun karena terdapat penurunan jumlah instansi yang dikirimkan kuesioner. Jumlah instansi yang akan dikirimkan kuesioner semula PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 57

direncanakan sebanyak 61 instansi, kemudian berubah menjadi 46 instansi, sehingga respon rate meningkat dari 58,49% menjadi 63% dan terdapat penilaian cukup memuaskan dari beberapa instansi. Walaupun demikian, capaian kinerja IKSS ini pada tahun 2016 telah berhasil melebihi target. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS ini didukung oleh upaya PPATK dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam mendorong pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan senantiasa berkoordinasi berbagai lembaga, antara lain Penyedia Jasa Keuangan, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga lain yang terkait, akademisi, dan asosiasi pihak pelapor. Tabel 3.17 Perbandingan Realisasi IKSS ke-7 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Realisasi 2016 Dibanding Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. 3 indeks 3,25 indeks 3,5 indeks 3,75 indeks 4 indeks 3,39 indeks Tahun 2019 84,75% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 84,75%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upayaupaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah 1. PPATK melakukan koordinasi dengan stakeholders/pengguna hasil riset. 2. PPATK meningkatkan kemampuan periset terkait metodologi, teknik pengumpulan data, dan analisis data dalam penelitian. Sasaran Strategis 6: Meningkatnya Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. Sasaran strategis 6 dimaksudkan agar PPATK dapat mengukur kualitas hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang disampaikan ke penyidik, sehingga diketahui manfaat hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi bagi pihak eksternal PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 58

dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 6 diukur keberhasilannya melalui IKU, yaitu Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. Pencapaian kinerja SS 6 tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 120%. IKSS 8: Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti Target kinerja IKSS 8 berupa Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti sebanyak 181 laporan dengan rincian jumlah HA dan Informasi PPATK yang telah ditindaklanjuti sebanyak 178 laporan dan Hasil Pemeriksaan yang ditindaklanjuti sampai tahap penuntutan sebanyak tiga laporan. Selama tahun 2016, total HA dan Informasi PPATK yang telah ditindaklanjuti sebanyak 393 laporan atau sebesar 220,79% dari target 178 laporan. Namun demikian, capaian kinerja yang diakui sebesar 120%. 393 HA dan Informasi yang ditindaklanjuti tersebut merupakan rekapitulasi dari HA dan Informasi yang telah diserahkan kepada pengguna sejak tahun 2010, tetapi baru ditindaklanjuti pada tahun 2016. Rincian HA dan Informasi yang ditindaklanjuti pada tahun 2016, sebagai berikut: Tabel 3.18 Jumlah HA dan Informasi yang Ditindaklanjuti Tahun 2010-2016 HA dan Informasi No Tahun penyampaian Laporan ditindaklanjuti tahun 2016 1 2010 1 laporan 2 2011 4 laporan 3 2012 1 laporan 4 2013 20 laporan 5 2014 40 laporan 6 2015 101 laporan 7 2016 226 laporan Total 393 laporan Laporan Hasil Pemeriksaan yang ditindaklanjuti sampai tahap penuntutan selama tahun 2016 sebanyak dua LHP dari target sebanyak tiga laporan. Secara keseluruhan, total HA, HP, dan Informasi yang ditindaklanjuti sebanyak 395 laporan. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 59

Tabel 3.19 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK Tahun 2016 IKSS Jumlah HA, HP, dan Informasi yang ditindaklanjuti Target Tahun 2016 181 Laporan Realisasi Tahun 2016 395 Laporan Capaian Tahun 2016 2015 120% 435% Capaian kinerja IKSS ini pada tahun 2016 sebesar 120%. Secara persentase, jika dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 315%. Hal ini disebabkan target kinerja pada tahun 2015 sebesar 77 laporan dengan realisasi kinerja sebesar 335 laporan, sehingga capaian kinerja sebesar 435%. Oleh karena itu, pada tahun 2016, PPATK menaikkan target kinerja menjadi 181 laporan dan realisasi kinerjanya sebanyak 395 laporan. Walaupun demikian, PPATK pada tahun 2016 telah berhasil melampaui target kinerja. Berdasarkan capaian kinerja pada tahun 2015 dan 2016, maka PPATK akan melakukan perubahan target kinerja pada tahun 2018 dan 2019 dalam Renstra PPATK Tahun 2015-2019. Berdasarkan Tabel 3.19 diketahui bahwa capaian kinerja indikator kinerja sebesar 120%. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut: 1. PPATK memantau tindak lanjut atas HA, HP, dan Informasi yang dikirimkan. 2. PPATK berkoordinasi dengan pihak pelapor terkait peningkatan kualitas LTKM dan laporan lainnya, sehingga kualitas HA, HP, dan Informasi dapat meningkat. 3. PPATK berkoordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait berkenaan dengan pemenuhan persyaratan permintaan informasi kepada PPATK. 4. PPATK berkoordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait sehubungan dengan peningkatan kualitas Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan Informasi PPATK. Tabel 3.20 Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi IKSS 2015 2016 2017 2018 2019 2016 Dibanding Target Tahun Jumlah HA, HP, dan informasi yang ditindaklanjuti 77 laporan 181 laporan 182 laporan 130 *) laporan 154 * laporan ) 395 laporan *) Target kinerja tahun 2018 dan 2019 masih menggunakan target Renstra PPATK Tahun 2015-2019 dan belum dilakukan penyesuaian target. 2019 256,49% PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 60

Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 256,49%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah sangat baik. Upayaupaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah: 1. PPATK meningkatkan pemahaman pihak pelapor atas kewajiban pelaporan dan kualitas LTKM dan laporan lainnya. 2. PPATK meningkatkan koordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait sehubungan dengan peningkatan kualitas Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan Informasi PPATK. Sebagian besar HA, Hasil Pemeriksaan, dan Informasi yang disampaikan baru ditindaklanjuti pada tahun berikutnya, sehingga diperlukan koordinasi dengan penyidik dan instansi terkait lainnya dalam upaya pemantauan terkait progress tindak lanjut atas HA, HP, dan Informasi PPATK. 3. PPATK memantau pemanfaatan HA, HP, dan Informasi oleh penyidik. 4. PPATK meningkatkan kualitas SDM analis melalui sharing knowledge yang dilakukan secara internal maupun dengan instansi lain di dalam dan luar negeri. 5. PPATK melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion dengan para pengguna HA, HP, dan Informasi PPATK. Sasaran Strategis 7: Meningkatnya kepatuhan pelaporan Sasaran strategis 7 dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh PPATK kepada pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 7 diukur keberhasilannya melalui dua IKSS, yaitu Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan dan Indeks kepatuhan pihak pelapor. Pencapaian kinerja SS 7 tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 111,52%. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 61

NO. Tabel 3.21 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2016 INDIKATOR KINERJA SASARAN STRATEGIS TARGET TAHUN 2016 REALISASI TAHUN 2016 CAPAIAN TAHUN 2016 1 Persentase laporan dari pihak pelapor 95% 97,89% 103,04% yang memenuhi standar pelaporan. 2 Indeks kepatuhan pihak pelapor. 4 indeks 5 indeks 120% Rata-rata capaian kinerja 111,52% IKSS 9: Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan Laporan yang memenuhi standar pelaporan adalah laporan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala PPATK yang mengatur tentang tata cara pelaporan. Standar laporan tersebut adalah laporan disampaikan tepat waktu dan mandatory field telah terisi dengan lengkap dan benar. Jenis laporan adalah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang memenuhi standar pelaporan yang diperoleh dari aplikasi GRIPS (Gathering Report Information in Reporting System) untuk melihat field mandatory yang terisi dan penyampaian dari Pihak Pelapor yang tepat waktu. Tabel 3.22 Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan Tahun 2016 Jenis Laporan Laporan yang Diterima oleh PPATK Laporan yang Memenuhi Standar Pelaporan LTKM 48.274 47.256 Pada tahun 2016, target laporan dari Pihak Pelapor yang memenuhi standar pelaporan, yaitu 95%. Realisasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 97,89% dengan penjelasan, yaitu jumlah laporan yang diterima oleh PPATK sebanyak 48.274 laporan dan jumlah laporan yang memenuhi standar pelaporan sebanyak 47.256 laporan. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 103,04%. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 62

Tabel 3.23 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK Tahun 2016 IKSS Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan. Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 95% 97,89% 103,04% 97,92% Capaian kinerja IKSS ini pada tahun 2016 telah mencapai sebesar 103,04%. Secara persentase, jika dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 5,12%. Hal ini menunjukkan bahwa banyak laporan yang disampaikan oleh pihak pelapor kepada PPATK telah memenuhi standar pelaporan yang mengindikasikan bahwa pembinaan PPATK kepada pihak pelapor telah dilakukan dengan baik. Tabel 3.24 Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi IKSS 2015 2016 2017 2018 2019 2016 Dibanding Target Tahun Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan 2019 95% 95% 95% 95% 95% 103,04% 108,46% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 108,46%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upayaupaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK melakukan pembinaan yang intensif kepada Pihak Pelapor untuk menyampaikan laporan sesuai ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala PPATK yang mengatur tentang tata cara pelaporan. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 63

IKSS 10: Indeks kepatuhan pihak pelapor Kepatuhan Pihak Pelapor mencakup kepatuhan pihak pelapor dalam memenuhi ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan kewajiban pelaporan yang meliputi penilaian dari komponen: 1) Tingkat kepatuhan pihak pelapor; 2) Tercapainya sasaran audit khusus; 3) Pemantauan tindak lanjut hasil audit; dan 4) Hasil koordinasi yang ditindaklanjuti oleh LPP. Tabel 3.25 Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor No Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor 1 0%-20% Indeks 1 (Sangat tidak baik) 2 >20%-40% Indeks 2 (Tidak baik) 3 >40%-60% Indeks 3 (Cukup baik) 4 >60%-80% Indeks 4 (Baik) 5 >80%-100% Indeks 5 (Sangat baik) Pada tahun 2016, target kinerja Indeks kepatuhan Pihak Pelapor, yaitu 4 indeks. Realisasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 5 indeks dari skala 5. Nilai rata-rata indeks kepatuhan pihak pelapor yang berhasil dicapai oleh PPATK sebesar 87,21%. Berdasarkan Tabel 3.25, nilai rata-rata kinerja tersebut berada dalam kategori kepatuhan pihak pelapor yang sangat baik. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 125%, tetapi capaian kinerja yang diakui sebesar 120%. Tabel 3.26 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK Tahun 2016 IKSS Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 Indeks kepatuhan pihak pelapor. 4 indeks 5 indeks 120% 125% Berdasarkan tabel 3.26, realisasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 5 indeks dengan capaian kinerja sebesar 120%. Secara persentase, apabila dibandingkan dengan PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 64

capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 5%. Hal ini disebabkan terdapat batasan capaian kinerja maksimum sebesar 120%. Namun demikian, realisasi kinerja tahun 2016 sama dengan realisasi kinerja tahun 2016, yaitu 5 indeks. Tabel 3.27 Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Tahun Realisasi 2015 Dibanding Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor 4 indeks 4 indeks 4 indeks 5 indeks 5 indeks 5 indeks 2019 100% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan Indeks kepatuhan pihak pelapor pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK dalam melakukan pengawasan kepatuhan akan lebih menitikberatkan kepada Pihak Pelapor yang sudah melakukan registrasi pelaporan, menetapkan tujuan audit khusus yang sesuai dengan kewenangan PPATK, memperbaiki prosedur pemantauan hasil audit, dan memaksimalkan koordinasi dengan Lembaga Pengawas dan Pengatur. Sasaran Strategis 8: Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme Sasaran strategis 8 dimaksudkan agar PPATK berupaya untuk meningkatkan kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan serangkaian tugas dan fungsi analisis, pelaporan, penyidikan dan penyelidikan dalam upaya membangun rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 8 memiliki satu ukuran keberhasilan, yaitu Persentase kelulusan peserta diklat. Pada tahun 2016, realisasi kinerja SS 8 tidak dapat diukur karena gedung PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 65

pendidikan dan pelatihan PPATK baru selesai dibangun pada akhir tahun di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, sehingga PPATK belum dapat melaksanakan pelatihan kepada pihak pelapor dan aparat penegak hukum. IKSS 11: Persentase kelulusan peserta diklat Pelatihan Anti Money Laundering (AML) bertujuan agar setiap pelaku usaha, baik PJK, Penyedia Barang dan Jasa, dan para penegak hukum dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaannya dalam upaya membangun rezim anti money laundering. Pelatihan AML juga bertujuan untuk menyiapkan kaderisasi bagi pelaku usaha dan penegak hukum dalam memahami AML. Dengan pelatihan yang baik, maka dapat tercipta sumber daya manusia yang profesional yang memiliki keahlian AML. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 41 ayat (1) huruf f dan g, dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK berwenang untuk menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang, serta menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Kewenangan yang dimiliki oleh PPATK tersebut bermakna bahwa PPATK memiliki tanggung jawab moral untuk menyelenggarakan pengembangan sumber daya manusia yang berperan dalam menegakkan rezim anti pencucian yang di Indonesia. Pengembangan sumber daya manusia yang dilaksanakan oleh PPATK meliputi dua jenis ruang lingkup, yaitu ruang lingkup internal dan eksternal. Ruang lingkup internal dengan target meningkatkan pengetahuan kompetensi pegawai PPATK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan ruang lingkup eksternal dengan target untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pemangku kepentingan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 66

Tabel 3.28 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK Tahun 2016 IKSS Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 Persentase kelulusan peserta diklat 100% N/A N/A N/A Tabel 3.26 menunjukkan bahwa pada tahun 2016, PPATK belum dapat melaksanakan pendidikan dan pelatihan kepada pihak pelapor dan aparat penegak hukum karena terkendala gedung pendidikan dan pelatihan PPATK yang baru selesai dibangun pada akhir tahun 2016. Kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun 2017. Dengan demikian, IKSS Persentase kelulusan peserta diklat belum dapat terealisasi pada tahun 2016, sehingga capaian kinerjanya belum dapat diukur (N/A). Tabel 3.29 Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 2016 Persentase kelulusan peserta diklat. Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019 100% 100% 100% 100% 100% N/A N/A Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, IKSS ini pada tahun 2016 belum dapat diukur capaian kinerjanya. Namun demikian, kegiatan pendidikan dan pelatihan kepada pihak pelapor dan aparat penegak hukum akan mulai beroperasi pada tahun 2017. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja: Formalisasi struktur organisasi pendidikan dan pelatihan APUPPT yang masih dalam proses penyusunan kajian restrukturisasi organisasi, sehingga berpotensi menghambat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai maupun para stakeholders dalam rezim AML. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 67

Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala: PPATK melakukan koordinasi secara intensif dalam upaya pembahasan konsep Perubahan Struktur Organisasi PPATK secara internal maupun bersama-sama dengan pihak terkait, antara lain dengan Kementerian PAN dan RB, Kementerian Hukum dan HAM, dan Sekretariat Negara. Sasaran Strategis 9: Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme Sasaran strategis 9 dimaksudkan agar PPATK lebih mengoptimalkan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme melalui penyusunan peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sasaran strategis 9 ini diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 9 tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%. IKSS 12: Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme PPATK menetapkan target kinerja indikator kinerja Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 100%. PPATK telah menyusun lima belas rancangan produk hukum di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme dari lima belas rancangan produk hukum yang telah ditetapkan dalam road map regulasi PPATK pada tahun 2016. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 100%. Selama tahun 2016, PPATK telah menyusun lima belas rancangan produk hukum yang berupa peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan Kepala PPATK, keputusan Kepala PPATK, dan Surat Edaran Kepala PPATK di bidang pencegahan dan PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 68

pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Produk hukum yang telah ditetapkan tersebut, meliputi: 1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 2. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2013 tentang Penghasilan, Fasilitas, Penghargaan, dan Hak-Hak Lain Bagi Kepala dan Wakil Kepala. 3. Rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. 4. Rancangan Peraturan Presiden tentang Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme 5. Rancangan Instruksi Presiden tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. 6. Peraturan Kepala PPATK Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Uji Konsekuensi Informasi Publik di Lingkungan PPATK. 7. Peraturan Kepala PPATK Nomor 8 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi Birokrasi PPATK Tahun 2015-2019. 8. Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2016 tentang Grand Design Peningkatan Kompetensi Aparat Penegak Hukum dan Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. 9. Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian LTKM Bagi Profesi. 10. Peraturan Kepala PPATK Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Audit Kepatuhan, Audit khusus, dan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit. 11. Rancangan Peraturan Kepala PPATK tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 69

12. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor 8 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Pengguna Jasa Terpadu Melalui Aplikasi Pelaporan Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu. 13. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemblokiran secara Serta Merta Atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Identitasnya Tercantum Dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris. 14. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor 3 Tahun 2016 tentang Contoh Formulir Surat Pesanan Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain Dalam Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa. 15. Surat Edaran Kepala PPATK Nomor 2 Tahun 2016 tentang Contoh-Contoh Pengisian Uraian Rincian Transaksi Pada Laporan Transaksi Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain. Tabel 3.30 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK Tahun 2016 IKSS Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme. Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 100% 100% 100% 77,78% Berdasarkan Tabel 3.30, diketahui bahwa PPATK berhasil mencapai target kinerja IKSS Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 100%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, capaian kinerja IKSS ini mengalami peningkatan sebesar 22,22%. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh PPATK untuk mencapai target kinerja tersebut, antara lain: 1. PPATK melakukan koordinasi yang efektif dalam proses penyusunan produk hukum, sehingga tujuan penyusunan produk hukum sesuai dengan yang diharapkan. 2. PPATK mengutamakan asas keadilan, kemandirian, profesionalisme, dan tanggung jawab dalam melaksanakan layanan penyelesaian penyusunan produk hukum. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 70

Tabel 3.31 Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Tahun Realisasi 2016 Dibanding Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti 2019 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian IKSS ini telah mencapai 100% yang telah menyamai target kinerja tahun 2019. Secara persentase, capaian kinerja ini relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah peningkatan kualitas penyampaian persyaratan pelayanan penyelesaian produk hukum dan penyelesaian produk hukum berdasarkan skala prioritas. Sasaran Strategis 10: Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK Sasaran strategis 10 dimaksudkan agar PPATK dapat mengetahui kualitas manajemen kinerja dan risikonya yang mendukung keberlangsungan bisnis proses PPATK. Sasaran strategis 10 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK. Pencapaian kinerja SS 10 tahun 2016 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 102,18%. IKSS 13: Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK. PPATK melakukan penilaian terhadap tata kelola teknologi informasi terkait pengelolaan teknologi informasi yang dijalankan, termasuk dasar hukum, pedoman, dan standar baku dalam pelaksanaan pengelolaan teknologi informasi di PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 71

Untuk menjaga independensi dalam proses penilaian, maka PPATK menunjuk pihak ketiga yang memiliki kompetensi yang terkait dengan penilaian tata kelola teknologi informasi (TI). Tingkatan dalam maturity model yang akan digunakan sebagai acuan penilaian tata kelola TI di PPATK, sebagai berikut: Tabel 3.32 Tingkatan Maturity Model Berdasarkan hasil penilaian terhadap tata kelola teknologi informasi diperoleh hasil sebesar 2,81 indeks dari skala 5. Capaian kinerja adalah 102,18% terhadap target kinerja tahun 2016, yaitu sebesar 2,75 indeks. Nilai 2,81 berada dalam kategori Berulang. Pada tingkat ini, maturitas tata kelola TI di PPATK dijelaskan sebagai proses yang selalu dilaksanakan, terstandardisasi, terdokumentasi, tetapi pola komunikasi masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan. Hasil pengukuran berdasarkan nilai per domain, sebagai berikut: Tabel 3.33 Nilai Asesmen Tata Kelola TI setiap Domain Tahun 2016 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 72

Berdasarkan tabel 3.33, hasil penilaian tingkat maturitas ini menunjukkan bahwa masih diperlukan peningkatan pada seluruh aspek proses manajemen pelayanan untuk mencapai tingkat maturitas yang sesuai dengan prinsip tata kelola teknologi informasi (IT governance) yang baik. Komitmen peningkatan kematangan tata kelola TI ini adalah upaya untuk memberikan jaminan dan standardisasi layanan TI untuk menopang peningkatan keandalan sistem TI sebagai salah satu pilar dari Rencana Strategis PPATK. Tabel 3.34 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK Tahun 2016 IKSS Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 2,75 indeks 2,81 indeks 102,18% 110% Pada tabel 3.34 dapat terlihat bahwa capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015, tetapi dilihat dari sisi realisasi kinerja mengalami peningkatan dari tahun 2015 dengan realisasi sebesar 2,76 indeks. Capaian kinerja tahun 2016 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015 disebabkan target kinerja yang ditetapkan pada tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015. Dari tabel tersebut diketahui bahwa pada tahun 2016 PPATK berhasil mencapai kinerja yang ditargetkan. Keberhasilan ini disebabkan oleh hal-hal, sebagai berikut: 1. PPATK memiliki Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-07/1.04/PPATK/04/15 tentang Strategi Pengelolaan Teknologi Informasi pada PPATK dan Cetak Biru TI PPATK Tahun 2015-2019. 2. PPATK melaksanakan manajemen kualitas layanan TI melalui kegiatan quality assurance, khususnya untuk pengujian kualitas aplikasi oleh subunit internal PTI dan audit internal terkait TI yang dilakukan oleh Inspektorat. 3. PPATK melaksanakan sosialisasi terkait kebijakan dan prosedur tata kelola TI. 4. PTI memiliki komitmen untuk memberikan layanan TI secara maksimal untuk kelangsungan bisnis PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 73

5. PPATK telah memiliki dokumen manajemen risiko TI yang berisi strategi mitigasi dan risiko residual dalam pengelolaan TI. Tabel 3.35 Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Realisasi 2016 Dibanding Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK 2,5 indeks 2,75 indeks 3 indeks 3,25 indeks 3,5 indeks 2,81 indeks Tahun 2019 80,28% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 80,28%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. PPATK akan melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain: 1. PPATK melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman TI. 2. PTI melakukan pemantauan kinerja perangkat TI yang akan dilaporkan secara konsisten. 3. PPATK akan melaksanakan pengujian terhadap dokumen BCP/DRP dan simulasi akan dilakukan secara konsisten oleh unit kerja yang membidangi manajemen risiko. 4. Pendidikan dan pelatihan bagi staf TI akan dilakukan secara berkelanjutan dengan mengacu kepada pemetaan kompetensi maupun kebutuhan pengembangan. Sasaran strategis 11: Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK Sasaran strategis 11 dimaksudkan agar PPATK dapat menyelenggarakan sistem manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang berbasis kompetensi yang sejalan dengan kebijakan nasional melalui program reformasi birokrasi yang mengamanatkan pembangunan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional, serta mampu bersaing secara global. Guna mendukung komitmen tersebut, PPATK menetapkan IKSS PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 74

berupa penilaian kompetensi SDM PPATK sebagai tolok ukur keberhasilan pengelolaan SDM PPATK. Penetapan IKSS tersebut merepresentasikan program penataan sistem manajemen SDM aparatur melalui pengembangan model kompetensi dan pengembangan Standar Kompetensi Jabatan. Sasaran strategis 11 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja yang baik. Pencapaian kinerja SS 11 relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%. IKSS 14: Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja yang baik Berdasarkan pasal 18 Peraturan Kepala PPATK Nomor: 16/1.01/PPATK/11/12 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai PPATK, pegawai yang berprestasi baik adalah pegawai yang memenuhi batas penilaian prestasi kinerja Baik atau berada di atas nilai 75, berdasarkan dua komponen penilaian yaitu SKP (60%) dan perilaku kerja (40%). Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja pegawai akan dapat diketahui terjadinya gap antara tingkat kesesuaian kemampuan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku SDM yang menempati suatu jabatan tertentu dengan kinerja minimal yang harus dipenuhi, sehingga langkah yang diambil sebagai tindak lanjut dalam melakukan pengembangan kompetensi SDM PPATK dapat dilakukan dengan tepat. Indikator keberhasilan dari sasaran strategis tersebut beserta target dan realisasi kinerja, sebagai berikut: Tabel 3.36 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK Tahun 2016 IKSS Persentase pegawai PPATK yang memiliki prestasi kerja pegawai baik Target Tahun 2016 Realisasi Capaian Tahun Tahun 2016 2016 2015 100% 100% 100% 100% Dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 75

tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019, PPATK harus didukung oleh para pegawai yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kompetensi, dan mampu menghasilkan kinerja yang optimal. Arah kebijakan reformasi sejak tahun 2010 telah mencanangkan sistem manajemen aparatur sipil negara yang berbasis kompetensi. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan oleh setiap pegawai agar dapat menyelesaikan pekerjaan secara optimal. Kompetensi dibagi menjadi dua kategori, yaitu hard competency dan soft competency. Kompetensi merupakan gambaran potensi yang dimiliki oleh pegawai. Hasil tersebut akan dibuktikan dengan kinerja pegawai yang bersangkutan pada tahun berjalan untuk dijadikan sebagai bahan pengembangan diri dan karir para pegawai. Pengukuran prestasi kerja para pegawai telah dilakukan selaras dengan target perjanjian kinerja pada unit kerja. Setiap awal tahun, seluruh pegawai PPATK diwajibkan untuk menyusun SKP (Sasaran Kerja Pegawai) yang merupakan turunan dari indikator kinerja kegiatan unit eselon II. Sebagai komponen tambahan penilaian prestasi kerja, perilaku pegawai juga tidak luput dari penilaian. Penyusunan SKP dan penyampaian penilaian perilaku kerja tersebut telah dilakukan melalui sistem aplikasi Sistem Informasi Aplikasi Penilaian Kinerja (SIAPIK), sehingga meminimalkan peluang pegawai yang melakukan tugas atau pekerjaan yang tidak selaras dengan sasaran unit eselon II yang diembannya. Pada tahun 2016, PPATK menetapkan target kinerja Persentase Pegawai PPATK yang memiliki prestasi kerja baik sebesar 100%. Berdasarkan data yang diperoleh, dari 368 pegawai PPATK, 355 pegawai PPATK telah melakukan input data SKP ke dalam aplikasi SIAPIK. Pada tahun 2016, tidak seluruh pegawai dapat menyusun SKP. Pengecualian pengisian SKP dilakukan terhadap delapan pegawai PPATK dengan status Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN) atau tugas belajar dan lima orang pegawai kontrak yang resign per 31 Desember 2016. Dengan demikian, perhitungan penilaian SKP pada tahun 2016 hanya dilakukan terhadap 355 orang pegawai. Dari data SIAPIK diperoleh hasil, yaitu 355 pegawai tersebut memiliki rata-rata prestasi kerja sebesar 89,21 dan berada pada kategori baik atau mengalami penurunan nilai sebesar 0,29 dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan capaian kinerja PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 76

disebabkan terjadi perubahan pemahaman para pegawai mengenai penentuan target dan realisasi tahunan, maupun penilaian terhadap rekan kerja. Tabel 3.37 Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Tahun Realisasi 2016 Dibanding Persentase pegawai PPATK yang memiliki prestasi kerja Baik. 2019 90% 100% 100% 94%* 95%* 100% 105,26% *) Target kinerja tahun 2018 dan 2019 masih menggunakan target Renstra PPATK Tahun 2015-2019 dan belum dilakukan penyesuaian target kinerja. Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 96,17%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upayaupaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan prestasi kerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah melakukan langkah perbaikan secara terusmenerus dalam membangun infrastruktur yang mendukung kinerja dan proses bekerja para pegawai, mengoptimalkan penggunaan aplikasi teknologi informasi, dan menegakkan tertib administrasi untuk para pegawai yang terlambat menyampaikan formulir Penilaian Prestasi Kerja Pegawai (SKP). Sasaran strategis 12: Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK. Melalui sasaran strategis 12, PPATK bertujuan untuk menjamin agar seluruh kegiatan yang direncanakan dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, manajemen kinerja adalah cara mengelola kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sasaran strategis 12 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yakni Nilai AKIP PPATK. Persentase capaian kinerja SS 12 belum dapat diukur capaiannya hingga akhir tahun 2016. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 77

IKSS 15: Nilai AKIP PPATK Nilai AKIP PPATK adalah nilai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terhadap pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja PPATK. Nilai AKIP PPATK diukur keberhasilannya melalui kesesuaian penerapan sistem kinerja di PPATK dengan peraturan yang berlaku. Target dan realisasi kinerja indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK, sebagai berikut: Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK Tahun 2016 IKSS Target Realisasi Capaian Tahun Tahun 2016 Tahun 2016 2016 2015 Nilai AKIP PPATK Nilai A N/A N/A 118,44% Pada tahun 2015, PPATK memperoleh nilai BB (sangat baik) untuk pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja PPATK. Pada tahun 2016, PPATK menargetkan nilai AKIP PPATK adalah nilai A. PPATK telah menyusun Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK. Laporan kinerja tersebut telah disusun dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja. Laporan kinerja tersebut juga telah memuat profil PPATK, target kinerja yang ditetapkan, pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis kinerja untuk setiap sasaran strategis atau hasil program/kegiatan dan kondisi terakhir yang seharusnya terwujud, termasuk penggunaan sumber daya. Dengan memperhatikan rekomendasi hasil evaluasi sistem AKIP PPATK dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan sebagai upaya untuk mencapai target kinerja yang telah ditentukan, maka selama tahun 2016, PPATK telah melakukan berbagai upaya, antara lain: 1. Pembentukan Tim Pengelolaan Kinerja PPATK Tahun Anggaran 2016 dengan Keputusan Kepala PPATK Nomor 19 Tahun 2016. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 78

2. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK telah disusun dan ditandatangani oleh Kepala PPATK pada 29 Desember 2015 dan Perubahan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK telah ditandatangani oleh Kepala PPATK pada 29 Juli 2016. 3. Pengembangan aplikasi Sistem e-rka guna mendukung penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja PPATK yang berbasis teknologi informasi. 4. Pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja melalui monitoring dan evaluasi kinerja melalui penyusunan laporan capaian kinerja secara triwulanan dan menyampaikan laporan tersebut kepada Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran. Laporan kinerja disusun untuk memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai. Laporan kinerja juga sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi PPATK untuk meningkatkan kinerjanya. Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK telah disusun dan disampaikan kepada Presiden melalui Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dengan surat Kepala PPATK Nomor: B/40/KU.06.03/II/2016 pada 29 Februari 2016. Tabel 3.39 Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun Tahun Realisasi 2016 Dibanding Nilai AKIP PPATK B Nilai A Nilai A Nilai A Nilai A Nilai N/A 2019 N/A Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini pada tahun 2016 belum dapat diukur (N/A). Hingga akhir tahun 2016, PPATK belum memperoleh hasil penilaian evaluasi terhadap sistem akuntabilitas kinerja PPATK dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan capaian kinerja nilai AKIP PPATK pada periode pengukuran kinerja selanjutnya, meliputi: a. meningkatkan koordinasi dengan pengelola kinerja di seluruh unit kerja terkait dengan penerapan sistem akuntabilitas kinerja di PPATK. b. penggunaan sistem informasi dalam pengelolaan kinerja. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 79

c. meningkatkan kualitas pengukuran, evaluasi, monitoring, dan pelaporan capaian kinerja secara berkala kepada Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran. Kendala-kendala dalam pencapaian kinerja. Kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja nilai AKIP PPATK, antara lain masih kurangnya pemahaman pengelola kinerja dalam melakukan pengukuran indikator kinerja pada unit kerjanya dan masih terdapat rumusan penghitungan kinerja yang kurang sesuai dengan indikator kinerja. Penyelesaian kendala-kendala dalam upaya pencapaian kinerja. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka PPATK melakukan upayaupaya, antara lain: 1. PPATK menyempurnakan metode pengukuran indikator kinerja dan melaksanakan perbaikan rumusan penghitungan kinerja yang kurang sesuai dengan indikator kinerja melalui perubahan Renstra PPATK Tahun 2015-2019 dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019. 2. PPATK lebih mengintensifkan pelaksanaan kegiatan pendampingan terhadap pengelola kinerja seluruh unit kerja dalam menyusun dokumen perencanaan. 3. PPATK pelaksanaan evaluasi dan monitoring capaian kinerja triwulanan dan penyusunan laporan kinerja masing-masing unit kerja. 4. PPATK akan melakukan pengintegrasian sistem informasi kinerja dengan pengembangan aplikasi e-rka dengan memanfaatkan database yang tersedia dalam e-rka yang dioptimalkan dalam upaya pemantauan dan pengukuran capaian kinerja. Aplikasi e-rka ini merupakan sistem aplikasi pengelolaan kinerja yang terintegrasi yang dimulai dari perencanaan sampai dengan monitoring capaian kinerja di PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 80

Sasaran strategis 13: Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif Melalui sasaran strategis 13, PPATK ingin mewujudkan reformasi birokrasi PPATK yang efektif untuk menghasilkan tata kelola pemerintahan yang baik yang mencakup seluruh sasaran area perubahan reformasi birokrasi dengan indikator beberapa di antaranya adalah bebas korupsi, bebas pelanggaran, komunikasi publik yang baik, penggunaan jam kerja yang produktif dan efektif, serta penerapan reward dan punishment secara konsisten dan berkelanjutan. Sasaran strategis 13 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yakni Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK. Capaian kinerja SS 13 adalah belum dapat diketahui realisasinya karena PPATK belum memperoleh hasil penilaian evaluasi program reformasi birokrasi PPATK tahun 2016 dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. IKSS 16: Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK Dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan reformasi birokrasi yang efektif di PPATK sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, sejak tahun 2014 PPATK telah secara konsisten dan berkesinambungan melakukan pembenahan melalui penerapan seperangkat infrastruktur reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Proses tersebut wajib dilakukan oleh PPATK sebagai lembaga independen yang mengemban tugas strategis dalam bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme dalam upaya mewujudkan PPATK menjadi lembaga yang bersih dan transparan dalam birokrasi, serta memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, berintegritas, dan profesional. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menetapkan Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015. Dengan telah terbitnya Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 tersebut, PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 81

PPATK dituntut untuk melakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap program mikro reformasi birokrasi PPATK. Sasaran reformasi birokrasi yang ingin dicapai selama periode lima tahun tersebut adalah (1) birokrasi yang bersih dan akuntabel; (2) birokrasi yang efektif dan efisien; dan (3) birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas. Guna memperoleh pemahaman dan pengetahuan terkait kebijakan Road Map Reformasi Birokrasi Nasional periode 2015-2019, PPATK telah berkoordinasi dengan Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi untuk memperoleh pendalaman sebagai dasar dan pertimbangan dalam menetapkan langkah-langkah konkrit yang akan ditempuh selama periode lima tahun mendatang, serta berupaya lebih baik lagi dalam memperbaiki kualitas penyelenggaraan PPATK yang sejalan dengan nawacita pemerintah. Kesadaran melakukan transformasi kelembagaan dan organisasi telah mendorong PPATK untuk menetapkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 08 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi Birokrasi PPATK Periode 2015-2019. Arah kebijakan dalam Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tersebut berpedoman pada delapan area perubahan dan tujuan kelembagaan, yakni (1) penguatan birokrasi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme; (2) meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; dan (3) meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Penilaian mandiri terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di PPATK pada tahun 2016 dilaksanakan berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tahun 2015-2019 yang meliputi delapan program, yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana, Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Tim evaluator dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK pada tahun 2016. Sampai dengan akhir tahun 2016, PPATK belum memperoleh konfirmasi hasil penilaian reformasi birokrasi, sehingga PPATK belum dapat menyampaikan realisasi kinerja program reformasi birokrasi PPATK. Keterlambatan PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 82

penerimaan informasi mengenai hasil penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK pada tahun 2016 menjadi kendala yang berada di luar kendali PPATK. Tabel 3.40 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK Tahun 2016 IKSS Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 Nilai 70 N/A N/A 104% Pada tahun 2016, PPATK menargetkan kinerja nilai pelaksanaan reformasi birokrasi, yaitu nilai 70. Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK pada tahun 2015 adalah 67,6. PPATK terus melakukan langkah perbaikan untuk dapat meningkatkan pencapaian pada tahun berikutnya. Sampai dengan akhir tahun 2016, PPATK belum menerima hasil penilaian evaluasi reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Keterlambatan penerimaan informasi mengenai hasil penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK menjadi kendala yang berada di luar kendali PPATK, sehingga PPATK belum dapat menyampaikan realisasi kinerja IKSS ini hingga akhir tahun 2016. Tahun 2016 merupakan tahun ke-3 pelaksanaan evaluasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di PPATK. Output pelaksanaan reformasi birokrasi yang dihasilkan selama tahun 2016, sebagai berikut: 1) Program 1: Manajemen Perubahan Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor 08 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi Birokrasi PPATK periode 2015-2019; Pembentukan Agen Perubahan pada setiap lini organisasi sebagai program percontohan dalam membudayakan dan menginternalisasi nilai-nilai reformasi birokrasi di PPATK; 2) Program 2: Penataan Peraturan Perundang-undangan Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan secara berkala; 3) Program 3: Penataan dan Penguatan Organisasi Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK; PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 83

Rancangan Peraturan Kepala PPATK tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK untuk menggantikan Peraturan Kepala PPATK PER-07/1.01/PPATK/08/12 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK; 4) Program 4: Penataan Tata Laksana Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-06/1.01/PPATK/04/15 tentang Standar Operasional Prosedur Unit Kerja di Lingkungan PPATK; Penyusunan dokumen proses bisnis PPATK level 0-2 di PPATK; Pengembangan Sistem Informasi Publik-PPID PPATK dengan alamat ppid.ppatk.go.id untuk menjamin keterbukaan informasi publik PPATK kepada masyarakat dan pihak yang membutuhkan; Peraturan Kepala PPATK Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Uji Konsekuensi Informasi Publik di Lingkungan PPATK; 5) Program 5: Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur Penyusunan dokumen Analisis Jabatan PPATK; Penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan pegawai dan organisasi; Implementasi Sistem Penilaian Kinerja secara online melalui aplikasi SIAPIK yang terintegrasi dengan Perjanjian Kinerja; Penyusunan dokumen evaluasi jabatan PPATK; Pengembangan Aplikasi Assessment Centre di PPATK; Tersedianya Sistem Aplikasi Kepegawaian (SIMPEG) PPATK; 6) Program 6: Penguatan Akuntabilitas Kinerja Penetapan dokumen Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019; 7) Program 7: Penguatan Pengawasan Penetapan kerangka kerja dan rencana mitigasi manajemen risiko PPATK; 8) Program 8: Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Penetapan SOP Layanan di PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 84

Tabel 3.41 Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 2016 Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK. 65 Nilai 70 Nilai 75 Nilai 80 Nilai 85 Nilai N/A Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019 N/A Capaian kinerja IKSS pada tahun 2016 belum dapat dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019 karena masih menunggu hasil penilaian evaluasi program reformasi birokrasi PPATK yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK dalam upaya mempercepat pelaksanaan dan penyesuaian program kegiatan reformasi birokrasi PPATK adalah melakukan langkah perbaikan secara terus-menerus dalam penyelenggaraan pilar-pilar reformasi birokrasi. PPATK melakukan upaya-upaya untuk mencapai kinerja, antara lain: 1. PPATK melakukan sosialisasi dan internalisasi secara berkala dalam upaya mencapai kesepakatan dan keseragaman dalam persepsi dan pemahaman terhadap kebijakan reformasi birokrasi. 2. PPATK melakukan koordinasi secara intensif mengenai program dan kegiatan yang dicanangkan dalam upaya pelaksanaan reformasi birokrasi kepada seluruh jajaran pimpinan dan pegawai PPATK. 3. PPATK melakukan pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang menangani reformasi birokrasi. Sasaran strategis 14: Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK Sasaran strategis 14 dimaksudkan agar PPATK mampu menyajikan laporan keuangan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan di PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 85

PPATK. Sasaran strategis 14 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Opini BPK. Pencapaian kinerja SS 14 relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%. IKSS 17: Opini BPK Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara menyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan dengan tujuan untuk memberikan pendapat atas kewajaran penyajian angka-angka dalam laporan keuangan. Opini BPK adalah opini yang diberikan setelah BPK melakukan penilaian terhadap kinerja pengelolaan keuangan melalui pemeriksaan laporan keuangan dan dokumendokumen pendukungnya. Pada tahun 2016, PPATK menargetkan opini BPK atas Laporan Keuangan PPATK adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). PPATK telah menyusun Laporan Keuangan PPATK Tahun 2015 dengan menerapkan Sistem Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Laporan Keuangan PPATK disusun sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, laporan keuangan berbasis akrual tersebut terdiri atas Neraca, LRA, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Tahun 2015 PPATK Unaudited telah disusun dan disampaikan kepada Kementerian Keuangan melalui surat Kepala PPATK nomor: T/98/KU.06.02/II/2016 tanggal 25 Februari 2016 dan disampaikan kepada BPK melalui surat Kepala PPATK nomor: T/99/KU.06.02/II/2016 tanggal 25 Februari 2016. Laporan Keuangan PPATK Tahun 2015 Audited telah disampaikan kepada BPK melalui surat Kepala PPATK nomor: T/126/KU.06.02/IV/2016 tanggal 29 April 2016 perihal Penyampaian Laporan Keuangan Tahun 2015 PPATK (Audited) dan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan melalui surat Kepala PPATK nomor: T/127/KU.06.02/IV/2016 tanggal 29 April 2016 perihal Penyampaian Laporan Keuangan Tahun 2015 PPATK (Audited). PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 86

Berdasarkan surat BPK nomor: S-52/S/IV-XV/05/2016 tanggal 30 Mei 2016 perihal Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan PPATK Tahun 2015, opini BPK atas Laporan Keuangan PPATK Tahun 2015 adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini WTP ini merupakan penghargaan yang berhasil dicapai oleh PPATK selama sepuluh kali berturut-turut. Gambar 3.2 Penghargaan atas Capaian Opini WTP untuk Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK Target dan realisasi kinerja indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK, sebagai berikut: Tabel 3.42 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK Tahun 2016 IKSS Target Tahun 2016 Realisasi Tahun 2016 Capaian Tahun 2016 2015 Opini BPK Opini WTP Opini WTP 100% 100% Tabel 3.42 menunjukkan bahwa selama tahun 2016, PPATK berupaya optimal dalam mempertahankan IKSS Opini BPK sesuai target kinerja, yaitu Wajar Tanpa pengecualian. Keberhasilan ini disebabkan oleh hal-hal, sebagai berikut: 1. PPATK menyusun Laporan Keuangan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Sistem Akuntansi Pemerintahan. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 87

2. PPATK menerapkan sistem akuntansi akrual dalam pencatatan akuntansi barang milik negara dan akuntansi keuangan. 3. PPATK selalu melaksanakan rekonsiliasi realisasi belanja bulanan secara online melalui aplikasi e-rekon dari KPPN sampai dengan tingkat K/L. Tabel 3.43 Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 Tahun 2016 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase 2015 2016 2017 2018 2019 Target Tahun 2019 Tahun Realisasi 2016 Dibanding Opini BPK WTP WTP WTP WTP WTP WTP 100% Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah dengan perbaikan pengelolaan keuangan negara, termasuk pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), perbaikan dalam penyajian laporan keuangan, dan meminimalkan pelaksanaan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. C. Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2015 dan 2016 Perjanjian Kinerja PPATK Tahun 2016 meliputi empat belas Sasaran Strategis dengan tujuh belas Indikator Kinerja Sasaran Strategis. Perbandingan capaian kinerja tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat dalam Tabel 3.44, sebagai berikut: Tabel 3.44 Indikator kinerja Sasaran Strategis, Target, Realisasi, dan Capaian Kinerja PPATK Tahun 2016 Sasaran Strategis PPATK 01 PPATK 02 Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. Capaian Satuan Tahun 2015 Tahun 2016* Indeks Tidak 104,2 diukur % 125% 117,65% PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 88

Sasaran Strategis PPATK 03 Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. Persentase rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti. Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Capaian Satuan Tahun 2015 Tahun 2016* % 73,98% 112,24% % 178% 120% % 160% 120% PPATK 04 Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. % 94% 91,8% PPATK 05 Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan Indeks 115% 104,31% pendanaan terorisme. PPATK 06 Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, Laporan 435% 120% dan informasi yang ditindaklanjuti. PPATK 07 Persentase laporan dari pihak pelapor yang % 97,92% 103,04% memenuhi standar pelaporan. Indeks kepatuhan pihak pelapor. Indeks 125% 120% PPATK 08 Persentase kelulusan peserta diklat. % N/A N/A PPATK 09 Persentase pemenuhan produk hukum TPPU % 77,78% 100% dan pendanaan terorisme. PPATK 10 Indeks tata kelola teknologi informasi Indeks 110% 102,18% PPATK. PPATK 11 Persentase pegawai PPATK yang memiliki % 111,11% 100% penilaian prestasi kerja pegawai baik. PPATK 12 Nilai AKIP PPATK Nilai 118,44% N/A PPATK 13 Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi Nilai 104% N/A PPATK. PPATK 14 Opini BPK. Opini 100% 100% *Batasan capaian kinerja maksimum adalah 120% (Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016). Berdasarkan tabel 3.44, tidak semua IKSS pada periode 2016 berhasil mencapai target yang ditetapkan. Dari tujuh belas IKSS yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, tiga IKSS terealisasi sesuai target kinerja, bahkan sepuluh IKSS berhasil melebihi target kinerja. Sementara itu, terdapat satu IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja dan tiga IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur. Meskipun demikian, rata-rata capaian kinerja pada tahun 2016 sebesar 108,24%. Apabila dibandingkan dengan rata-rata capaian kinerja pada tahun 2015 sebesar 132,65%, rata-rata capaian kinerja pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 89

24,41%. Penurunan capaian kinerja ini disebabkan, antara lain terdapat tiga IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur (N/A). Selain itu, sejak tahun 2016, PPATK telah menerapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor 175 Tahun 2016 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam keputusan tersebut telah ditetapkan bahwa batasan capaian kinerja maksimum adalah 120% dan capaian kinerja minimum adalah 0%. D. Realisasi Anggaran Tahun 2016 Pagu anggaran awal tahun 2016 PPATK sebesar Rp190.000.000.000,00. Pada tahun berjalan, presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016, sehingga PPATK terkena pemotongan anggaran sebesar Rp15.791.635.000,00. Namun demikian, PPATK memperoleh penghargaan dari Kementerian Keuangan sebesar Rp30.000.000.000,00 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 455/KMK.02/2016 tentang Penetapan Pemberian Penghargaan atas Pelaksanaan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2014, sehingga alokasi anggaran PPATK meningkat menjadi Rp204.208.366.000,00. Selain itu, PPATK juga melakukan self blocking anggaran sebesar Rp2.744.000.000,00 yang dikenakan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016, sehingga alokasi anggaran PPATK setelah dilakukan self blocking anggaran menjadi Rp201.464.366.000,00. Realisasi anggaran PPATK per 31 Desember 2016 adalah sebesar Rp195.664.151.534,00 atau 95,82% dari total pagu anggaran sebesar Rp204.208.366.000,00. Apabila memperhitungkan self blocking anggaran, maka realisasi anggaran meningkat menjadi 97,12%. Hal tersebut menunjukkan bahwa PPATK melakukan efisiensi/penghematan dalam penggunaan anggaran apabila dibandingkan dengan rata-rata capaian kinerja sebesar 108,24%. Efisiensi tersebut PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 90

berasal dari pengadaan barang/jasa dan penghematan dalam pelaksanaan kegiatan, contohnya melalui pengurangan biaya perjalanan dinas sesuai dengan amanat Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2016 tentang Langkah-langkah Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2016, dan bersinergi dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2016, PPATK berhasil mencapai target kinerja secara optimal dan mencapai realisasi anggaran yang relatif tinggi. Perbandingan realisasi anggaran tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat dalam Tabel 3.45. Realisasi anggaran terkait program tahun anggaran 2016 dapat dilihat dalam Tabel 3.46, sebagai berikut. Kode Program/ Kegiatan Tabel 3.45 Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK Tahun 2015 dan 2016 Nama Program/Kegiatan Realisasi Tahun 2015 (Rp) Realisasi Tahun 2016 (Rp) Naik (Turun) (Rp) 01 Program Dukungan 57.340.381.408,00 66.998.691573,00 9.658.310.165,00 Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK 01.3374 Pengawasan Internal PPATK 373.027.373,00 376.825.939,00 3.798.566,00 01.3375 Pengelolaan Perencanaan dan Keuangan PPATK 41.206.660.675,00 51.419.436.073,00 10.212.775.398,00 01.3376 Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan Ketatalaksanaan PPATK 4.030.057.631,00 2.731.320.974,00 (1.298.736.657.00) 01.3377 Penyelenggaraan ketatausahaan, kerumahtanggan, dan Perlengkapan PPATK 11.730.635.729,00 12.471.108.587,00 740.472.858,00 02 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK 2.753.335.299,00 97.329.404.780,00 94.576.069.481,00 02.3378 Pengadaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK 2.753.335.299,00 97.329.404.780,00 94.576.069.481,00 06 Program Pencegahan dan Pemberantasan TPPU 19.824.479.896,00 31.336.055.181,00 11.511.575.285,00 dan Pendanaan Terorisme 06.3379 Pengelolaan Bidang Hukum PPATK 2.293.471.516,00 2.029.575.000,00 (263.896.516,00) PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 91

Kode Program/ Kegiatan Nama Program/Kegiatan Realisasi Tahun 2015 (Rp) Realisasi Tahun 2016 (Rp) Naik (Turun) (Rp) 06.3380 Pelaksanaan Kerja sama dan Humas PPATK 3.301.587.515,00 3.226.671.033,00 (74.916.482,00) 06.3381 Pengelolaan Teknologi Informasi PPATK 7.013.156.621,00 15.007.770.300,00 7.994.613.679,00 06.3382 Pengawasan Kepatuhan Pihak Pelapor 1.158.357.136,00 1.397.061.050,00 238.703.914,00 06.3383 Pengawasan Kewajiban Pelaporan dan Pembinaan Pihak Pelapor 1.350.359.276,00 1.698.141.315,00 347.782.039,00 06.3384 Analisis Transaksi dan Pengelolaan Laporan 816.146.298,00 1.077.136.802,00 260.990.504,00 Masyarakat 06.5232 Pemeriksaan dan Pengembangan Riset TPPU 3.891.401.534,00 6.899.699.681,00 3.008.298.147,00 Jumlah 79.918.196.603,00 195.664.151.534 115.745.954.931,00 Berdasarkan Tabel 3.45, pada tahun 2016, diketahui terdapat peningkatan realisasi anggaran yang sangat signifikan apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran tahun 2015. Realisasi anggaran PPATK per 31 Desember 2016 sebesar Rp195.664.151.534,00, sehingga terjadi peningkatan realisasi anggaran sebesar Rp115.745.954.931,00 apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran per 31 Desember 2015 sebesar Rp79.918.196.603,00. Peningkatan realisasi anggaran yang sangat signifikan sebesar Rp94.576.069.481,00 terdapat pada program peningkatan sarana dan prasarana aparatur PPATK. Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai pembangunan gedung diklat PPATK yang terletak di Cimanggis, Depok. Tabel 3.46 Realisasi Anggaran PPATK per 31 Desember 2016 Program Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) Persentase Program pencegahan dan pemberantasan 34.334.499.000 31.336.055.181 91,27% TPPU dan pendanaan terorisme Program dukungan manajemen dan 71.034.731.000 66.998.691.573 94,32% pelaksanaan tugas teknis lainnya PPATK Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur PPATK 98.839.136.000 97.329.404.780 94,32% Total 204.208.366.000 195.664.151.534 95,82% PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 92

E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Penganggaran Berbasis Kinerja Proses penganggaran telah terintegrasi dengan perencanaan strategis PPATK. Hal ini menunjukkan bahwa program-program penganggaran PPATK yang terdiri dari satu Program Teknis (PT) dan dua Program Generik (PG) telah selaras dengan implementasi perencanaan strategis yang dijabarkan dalam sasaran strategis dan IKSS. Pencapaian kinerja program penganggaran PPATK tahun 2016, sebagai berikut: 1. Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (PT 1) Program ini diukur keberhasilannya melalui Sasaran Strategis (SS) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, dan 10. Capaian kinerjanya, sebagai berikut: a. Nilai kinerja SS 1 (Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 104,2%. b. Nilai kinerja SS 2 (Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 116,63%. c. Nilai kinerja SS 3 (Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 120%. d. Nilai kinerja SS 4 (Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 91,8%. e. Nilai kinerja SS 5 (Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 104,31%. f. Nilai kinerja SS 6 (Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti) sebesar 120%. g. Nilai kinerja SS 7 (Meningkatnya kepatuhan pelaporan) sebesar 111,52%. h. Nilai kinerja SS 9 (Meningkatnya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 100%. i. Nilai kinerja SS 10 (Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK) sebesar 102,18%. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran terkait Program Teknis 1 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 93

anggaran sebesar Rp31.336.055.181,00 atau 91,27% dari pagu anggaran sebesar Rp34.334.499.000,00. 2. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK (PG 1). Program ini diukur keberhasilannya melalui SS 8, 11, 12, dan 13. Capaian kinerjanya, sebagai berikut: a. Nilai kinerja SS 8 (Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum dan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) belum dapat tercapai kinerjanya pada tahun ini karena gedung pusdiklat PPATK baru selesai dibangun pada akhir tahun 2016. b. Nilai kinerja SS 11 (Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK) sebesar 100%. c. Nilai kinerja SS 12 (Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK) belum diperoleh hasil penilaian evaluasi dari Tim Evaluator Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. d. Nilai kinerja SS 13 (Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif) belum diperoleh hasil penilaian evaluasi dari Tim Evaluator Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran terkait Program Generik 1 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan anggaran sebesar Rp66.998.691.573,00 atau 94,32% dari pagu anggaran sebesar Rp71.034.731.000,00. 3. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK (PG 2). Program ini diukur keberhasilannya melalui SS 14, sebagai berikut: a. Nilai kinerja SS 14 (Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK) sebesar 100%. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran terkait Program Generik 2 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan anggaran sebesar Rp97.329.404.780,00 atau 98,47% dari pagu anggaran sebesar Rp98.839.136.000,00. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 94

Secara keseluruhan, pencapaian program-program penganggaran di PPATK sudah relatif baik. Hal ini terlihat dari tingkat pencapaian kinerja sasaran strategis yang mendukung pencapaian masing-masing program. Namun demikian, upayaupaya perbaikan untuk penguatan akuntabilitas kinerja akan terus-menerus dilaksanakan, sehingga capaian tujuan strategis dan program penganggaran pada tahun yang akan datang akan lebih meningkat. F. Kinerja dan Capaian Lainnya Selama tahun 2016, PPATK meraih beberapa prestasi pada tingkat nasional dan internasional, meliputi: 1. Prestasi pada tingkat nasional, meliputi: a. Penghargaan atas capaian opini WTP selama lima tahun berturut-turut untuk Laporan Keuangan Tahun 2011-2015 PPATK. b. PPATK berhasil meraih peringkat kedua Keterbukaan Informasi Publik yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat pada kategori Lembaga Non Struktural. c. PPATK berhasil meraih peringkat kedua BKN Award 2016 dalam kategori Perencanaan Kepegawaian. d. PPATK berhasil meraih National Procurement Award 2016 sebagai instansi yang berkomitmen penuh untuk melaksanakan seluruh paket lelang secara elektronik sejak tahun 2010 yang diberikan oleh LKPP. e. PPATK terpilih sebagai salah satu pilot project dari 50 kementerian yang telah menyusun Rencana Kebutuhan Barang Milik Negara (RKBMN) untuk tahun 2018 dengan menggunakan aplikasi SIMAN. f. Soft launching Indeks Persepsi Publik anti pencucian uang dan pendanaan terorisme tahun 2016. 2. Prestasi pada tingkat internasional, meliputi: a. Penyelenggara 2 nd Counter-Terrorism Financing Summit 2016 di Nusa Dua, Bali pada 8-11 Agustus 2016. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 95

b. PPATK melakukan analyst exchange dengan FIU Australia (AUSTRAC) dan FIU Malaysia (UPWBNM) dalam mendukung proses pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme yang bersifat lintas negara. G. Rencana Pengembangan Berdasarkan hasil pengukuran, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi pencapaian kinerja tahun 2016, PPATK berupaya untuk meningkatkan kinerja dengan menyusun rencana pengembangan dalam bidang manajemen kinerja, pengembangan infrastruktur dan aplikasi yang meliputi: 1. Penambahan modul sistem informasi kinerja dalam aplikasi e-rka dengan memanfaatkan database yang tersedia dalam e-rka yang dioptimalkan dalam upaya pemantauan dan pengukuran capaian kinerja. Dengan demikian, aplikasi e-rka ini merupakan sistem aplikasi yang terintegrasi dalam sistem pengelolaan kinerja di PPATK yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan capaian kinerja. 2. Penyempurnaan aplikasi Gathering Report Information in Reporting System (GRIPS) dalam upaya persiapan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 3. Pengembangan program agen perubahan pada setiap lini organisasi sebagai program percontohan dalam membudayakan dan menginternalisasi nilai-nilai reformasi birokrasi di PPATK. 4. Pengembangan pusat pendidikan dan pelatihan PPATK yang berbasis kompetensi. 5. Penyempurnaan hasil assessment center dalam aplikasi yang terintegrasi dengan sistem pola karir, mutasi, dan promosi pegawai, serta mampu mengeliminasi gap competency sumber daya manusia dalam meningkatkan peta kekuatan pegawai dan PPATK. 6. Pengembangan aplikasi Sistem Informasi Advokasi yang akan digunakan oleh Direktorat Hukum untuk merangkum kegiatan advokasi yang diberikan kepada stakeholders PPATK. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 96

BAB IV PENUTUP Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK merupakan bentuk pertanggungjawaban PPATK kepada publik atas pelaksanaan mandat yang dijabarkan lebih lanjut dalam Renstra PPATK Tahun 2015-2019. Laporan kinerja memberikan gambaran atas upaya yang telah dilaksanakan, termasuk kendala dan langkah-langkah perbaikan yang akan diambil, sehingga dapat menjadi landasan dalam menentukan rencana aksi selanjutnya dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Renstra PPATK yang pengukurannya dijabarkan ke dalam empat belas sasaran strategis dan tujuh belas indikator sasaran strategis. Berdasarkan hasil pengukuran atas seluruh target kinerja yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK, rata-rata capaian kinerja PPATK sebesar 108,24%. Capaian kinerja tersebut didukung dengan realisasi anggaran sebesar Rp195.664.151.534,00 atau sebesar 95,82% dari anggaran yang dialokasikan sebesar Rp204.208.366.000,00. Berdasarkan hasil capaian IKSS pada periode 2016, tidak semua IKSS berhasil mencapai target yang ditetapkan. Dari tujuh belas IKSS yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2016, tiga IKSS terealisasi sesuai target kinerja, bahkan sepuluh IKSS berhasil melebihi target kinerja. Sementara itu, terdapat satu IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja dan tiga IKSS yang capaian kinerjanya belum dapat diukur. Meskipun demikian, secara keseluruhan, rata-rata capaian kinerja pada tahun 2016 sebesar 108,24%. Atas indikator kinerja yang belum tercapai secara optimal, beberapa upaya yang akan dilakukan oleh PPATK, antara lain: 1. Memanfaatkan hasil evaluasi kinerja tahun sebelumnya untuk perbaikan pengelolaan kinerja. 2. Perbaikan dalam perencanaan pengadaan dan penganggaran. 3. Melaksanakan reviu Renstra PPATK Tahun 2015-2018. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 97

Selain itu, untuk mendorong tercapainya target kinerja dalam Renstra PPATK Tahun 2015-2019, PPATK telah melakukan berbagai upaya mencapai tujuan-tujuan strategis PPATK. Upaya-upaya tersebut, antara lain: a. Mendorong setiap unit kerja untuk melakukan analisis dan evaluasi terhadap capaian kinerjanya secara memadai, termasuk hambatan dalam pencapaian kinerja dan melaporkan hal tersebut dalam laporan kinerja masing-masing unit kerja. b. Inspektorat melakukan evaluasi sistem akuntabilitas kinerja unit eselon I dan II. Hasil evaluasi tersebut telah disampaikan kepada masing-masing unit kerja untuk menjadi pedoman dalam perbaikan kinerja pada tahun-tahun selanjutnya. c. Membangun aplikasi perencanaan, monitoring, dan pelaporan kinerja yang digunakan untuk pengelolaan kinerja dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi secara lebih optimal guna meningkatkan kualitas kinerja dan pelaporan agar terwujud transparansi dan akuntabilitas, khususnya dalam upaya mendukung pencapaian misi, sasaran strategis, dan kinerja PPATK. Hal tersebut menunjukkan PPATK yang selalu berupaya memperbaiki pengelolaan kinerja dalam kondisi lingkungan yang terus berubah. Selain itu, keberhasilan PPATK juga tidak lepas dari para pemangku kepentingan PPATK yang senantiasa memberikan dukungan dan saran bagi perbaikan kinerja PPATK. Dengan demikian, eksistensi dan manfaat PPATK dapat semakin dirasakan oleh seluruh masyarakat dalam upaya penegakan rezim anti pencucian uang di Indonesia. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16 98

LAMPIRAN A. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Perubahan Perjanjian Kinerja Tahun 2016 PPATK PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

B. Indikator Kinerja Utama PPATK Tahun 2015-2019 (Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-229/1.01/PPATK/12/15 tentang Penetapan Indíkator Kinerja Utama PPATK Tahun 2015-2019) Sasaran Strategis Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya pengungkapan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya pelaporan. kepatuhan Indikator Kinerja Utama Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Indeks kepatuhan pihak pelapor. Keterangan Untuk mengetahui penilaian pemangku kepentingan dan masyarakat terkait dengan efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang dilaksanakan oleh PPATK dan instansi terkait dalam periode tertentu (tahunan). Untuk mengetahui kualitas rekomendasi PPATK yang disampaikan kepada pemerintah di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Untuk mengetahui kualitas hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi dari PPATK yang disampaikan kepada penyidik terkait adanya dugaan TPPU dan pendanaan terorisme. Untuk mengetahui efektivitas pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh PPATK kepada pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Prestasi-Prestasi PPATK pada Tahun 2016 C. Pemberian Penghargaan Terbaik Kedua Keterbukaan Informasi Publik Kategori Lembaga Non-Struktural di Jakarta pada 20 Desember 2016 D. Penghargaan BKN Award 2016 PPATK sebagai Terbaik Kedua Kategori Perencanaan Kepegawaian PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

E. LKPP National Procurement Award 2016 F. Penyelenggara 2 nd CTF Summit di Bali pada 8-11 Agustus 2016. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

G. Pelayanan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) PPATK dapat diakses di http://ppid.ppatk.go.id. H. Soft Launching Indeks Persepsi Publik APUPPT Tahun 2016 di PPATK pada 20 Desember 2016 PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

I. Pelatihan kepada Pihak Pelapor Tahun 2016 J. Aplikasi Perencanaan dan Monitoring Kinerja (e-rka) PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

K. Gedung pendidikan dan pelatihan PPATK di Cimanggis, Depok PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

L. Daftar Lembaga/Organisasi Domestik yang Menjalin MoU dengan PPATK Tahun 2016 No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016 1 Ditjen Pajak 1. Pertukaran informasi. 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 3. Komite TPPU. 4. Pertukaran informasi melalui SOC. 5. Pengembangan SOC. 6. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. 7. Rapat koordinasi penanganan perkara. 8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 2 Ditjen Bea dan Cukai 1. Pertukaran informasi. 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 3. Komite TPPU. 4. Pertukaran informasi melalui SOC. 5. Pengembangan SOC. 6. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. 7. Rapat koordinasi penanganan perkara. 8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 3 Departemen Kehutanan 1. Pertukaran informasi. 2. Kerja sama Penyusunan Buku Pedoman Penyampaian Informasi TPPU dan TP di Bidang Kehutanan. 3. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 4. Rapat koordinasi penanganan perkara. 5. Sosialisasi rezim TPPU. 4 Itjen Departemen Keuangan 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi penanganan perkara. 3. Sosialisasi. 5 Ditjen Administrasi Hukum Umum 1. Pertukaran informasi. 2. Kerja sama akses data PPATK ke Sisminbakum. 3. Komite TPPU. 6 Ditjen Imigrasi 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi pengembangan akses data ke Imigrasi. 7 Badan Pengawasan Keuangan dan Pertukaran informasi. Perbankan 8 Badan Narkotika Nasional 1. Pertukaran informasi. 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 3. Komite TPPU. 4. Instalasi SOC. 5. Rapat koordinasi penanganan perkara. 6. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016 9 Pemerintah Daerah Nangroe Aceh Darussalam 7. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. Tidak ada. 10 Badan Pengawas Pemilu 1. Pertukaran informasi 2. Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015. 3. Sosialisasi. 11 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi 1. Pertukaran informasi. 2. Koordinasi dalam Komite TPPU. 3. Workshop persiapan MER 2017. 12 Setjen BPK RI Pertukaran informasi. 13 Kepolisian Negara RI 1. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 2. Komite TPPU. 3. Pengembangan SOC. 4. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. 5. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 6. Rapat koordinasi penanganan perkara. 7. Pertukaran informasi. 14 Kejaksaan Agung RI 1. Pertukaran informasi. 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU. 3. Komite TPPU. 4. Pengembangan SOC. 5. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF. 6. Rapat koordinasi Penanganan Perkara. 7. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 15 Komisi Pengawas Persaingan Usaha 1. Pertukaran Informasi. 2. Rapat koordinasi evaluasi kerja sama. 16 Universitas Indonesia dan Bank Indonesia (terkait pendirian Pusat Kajian APU di UI) 1. Penelitian. 2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. 17 Universitas Udayana Tidak ada. 18 Universitas Bina Nusantara 1. Penelitian. 2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. 19 Universitas Esa Unggul 1. Penelitian. 2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. 20 Universitas Sumatera Utara 1. Penelitian; 2. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 21 Universitas Airlangga Penelitian. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016 22 Itjen Kementerian Pekerjaan Umum RI Pertukaran informasi. 23 Universitas Lambung Mangkurat Penelitian. 24 Universitas Cendrawasih Tidak ada. 25 Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Tidak ada. 26 Divisi Hubungan Internasional [NCB- INTERPOL] (terkait tindak lanjut turunan dari Nota Kesepahaman dengan POLRI) 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi penanganan perkara. 27 Itjen Kementerian Agama RI Pertukaran informasi. 28 Setjen Mahkamah Konstitusi RI Pertukaran informasi. 29 Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Keuangan RI 30 Sistem Administasi Badan Hukum (Sisminbakum) DJ AHU Kementerian Hukum dan HAM RI 1. Pertukaran informasi. 2. Pengadaan secara elektronik. Pertukaran informasi. 31 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 1. Pertukaran informasi. 2. Koordinasi dalam upaya pemeriksaan PPATK. 32 Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI 1. Pertukaran informasi. 2. Pengembangan sistem teknologi informasi. 3. Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015. 4. Komite TPPU. 33 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tidak ada. 34 Itjen Kementerian Pendidikan dan Pertukaran informasi. Kebudayaan RI 35 Ditjen Kependudukan dan Catatan Pertukaran informasi. Sipil (Perjanjian Kerja Sama) 36 Komisi Pemilihan Umum 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015. 37 Badan Pengawasan Obat Makanan Pertukaran informasi. 38 PT Indonesia Power Pertukaran informasi. 39 PT PLN (persero) Pertukaran informasi. 40 Kementerian Kelautan dan Perikanan 1. Pertukaran informasi. 2. Satgas Illegal Fishing. 3. Rapat koordinasi penangan perkara. 41 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi penanganan tindak lanjut informasi. 42 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 1. Pertukaran informasi melalui SOC. 2. Pengembangan SOC. 3. Rapat koordinasi penanganan perkara. 4. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016 terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016 43 Bank Indonesia (Pembaruan MoU) 1. Pertukaran informasi. 2. Perumusan produk hukum. 3. Komite TPPU. 44 Bank Indonesia (Perjanjian Kerja Pertukaran informasi. Sama/PKS) 45 Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tidak ada. 46 Kementerian Pemuda dan Olahraga 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi dalam membantu Tim Sembilan Kemenpora. 47 PT Elang Mahkota Teknologi (Media Iklan layanan masyarakat dan sosialisasi. SCTV, Indosiar, dan Liputan6.com) 48 Kementerian Kesehatan 1. Pertukaran Informasi. 2. Sosialisasi. 3. Rapat koordinasi penanganan tindak lanjut informasi. 49 Badan SAR Nasional (BASARNAS) 1. Pertukaran informasi. 2. Sosialisasi. 50 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Perpanjangan Pertukaran informasi. 51 Kementerian Perencanaan 1. Pertukaran informasi. Pembangunan Nasional/Badan 2. Rapat koordinasi dalam upaya RAN PPK. Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) 52 Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) (MoU) 53 Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) (Perjanjian Kerja Sama) 54 Universitas Gadjah Mada Perpanjangan 55 Universitas Jember (UNEJ) Perpanjangan 1. Pengembangan aplikasi mobile DTTOT. 2. Sosialisasi. Pengembangan aplikasi mobile DTTOT. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT Tahun 2016. 56 Kementerian Pertahanan 1. Pertukaran informasi. 2. Rakor penanganan perkara. 3. Sosialisasi. 4. Pelatihan penanganan TPPU untuk penyidik POM TNI. 57 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) 1. Pertukaran informasi. 2. Sosialisasi. 3. Rapat koordinasi level pimpinan. 58 Universitas Islam Negeri Alauddin 1. Penelitian mahasiswa di PPATK. 2. Program magang mahasiswa di PPATK. 3. Sosialisasi. 59 Badan Intelijen Negara 1. Pertukaran informasi. 2. Rapat koordinasi dalam rangka pertukaran informasi. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2016 3. Koordinasi Stranas TPPU dalam Komite TPPU. 4. Koordinasi monitoring NPO. 60 Kementerian Koperasi dan UKM 1. Koordinasi penyusunan PMPJ bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam. 2. Sosialisasi. 61 Kesepakatan Bersama antara Koordinasi mengenai pertukaran informasi. Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan PPATK PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

M. Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik Tahun 2016 Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF Februari 2013) Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment) PC Tahun 2016 Tindak Lanjut Rec. 1 Assessing risks and applying a risk-based approach NRA sudah selesai disusun pada tahun 2016. Namun, belum dilakukan mitigasi terhadap risiko ML/TF dalam NRA. Rec. 2 National cooperation and coordination PC Komite TPPU masih melakukan koordinasi terkait risiko tertinggi yang dihasilkan NRA (tiga risiko tertinggi dalam NRA, yaitu Tipikor, TP Narkoba, dan TP Perpajakan yang dituangkan dalam bentuk Strategi dalam Konsep Stranas TPPU 2017-2019. Namun, konsep tersebut belum disahkan pada tahun 2016. Koordinasi persiapan MER FATF 2017 dalam Komite TPPU, tetapi koordinasi terkait pendanaan proliferasi belum dilaksanakan oleh Komite TPPU. Rec. 3 Rec. 4 Money Laundering Offence Confiscation and provisional measures LC C Pada 2016 telah terbit Peraturan Mahkamah Agung mengenai pemidanaan korporasi, yaitu PERMA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Namun, Tindak Pidana Korporasi belum diterapkan sebagai tindak pidana asal dalam TPPU. Telah terdapat ketentuan terkait penyitaan aset dalam TPPU. Apgakum penyidik TPPU telah melakukan penyitaan aset hasil TPPU. Rec. 5 Terrorist financing offence LC Merujuk pada metodologi dalam Rekomendasi FATF, beberapa Konvensi Terorisme belum termasuk dalam definisi terorisme dalam UU Nomor 9 Tahun 2013, antara lain Diplomatic Agents (1973), the UN Convention against the Taking of Hostages (1979), the Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Fixed Platforms located on the Continental Shelf (1988), and the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation (1988). Statistik penegakan hukum dalam pendanaan terorisme belum terlihat perkembangan yang signifikan. Rec. 6 Targeted financial sanctions related to terrorism and TF LC Dalam FATF Plennary telah disepakati bahwa jangka waktu Indonesia untuk pembekuan aset DTTOT adalah 3 hari. Dalam APG On-Site Visit pada tahun 2016 telah ditunjukkan bahwa pembekuan aset dapat dilakukan dalam jangka waktu 3 hari. Namun, tata caranya belum diatur. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF Februari 2013) Rec. 7 Targeted financial sanctions related to proliferation Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment) Tahun 2016 Tindak Lanjut Pada tahun 2016, guna penerapan pembekuan aset DTTOT dalam 3 hari, PPATK telah mengembangkan aplikasi mobile DTTOT dengan metode Digital Signature yang melibatkan seluruh instansi terkait dalam alur pembekuan aset DTTOT. Implementasi aplikasi tersebut sedang dalam proses koordinasi dengan seluruh instansi terkait. NC Belum terdapat ketentuan hukum yang dapat mengakomodasi pendanaan proliferasi senjata pemusnah masal. PPATK mengusulkan agar dapat dibuat peraturan bersama antara Bapeten, Kemenlu, dan PPATK untuk mengatur masalah pendanaan proliferasi. PPATK mengusulkan mekanisme pembekuan terkait pendanaan proliferasi dapat dimasukkan ke dalam RUU Keamanan Nuklir yang masih dalam tahap pembahasan di tingkat kementerian/lembaga. Rec. 8 Non-profit organizations NC PPATK mengusulkan agar dapat dibuat Surat Keputusan Bersama (SKB) antara BNPT, Kemendagri, Kemenkumham, Kemensos, Kemenag, dan Kemenlu mengenai Pembuatan database NPO, Pengawasan aktivitas NPO berbasis risiko, dan Kewajiban NPO untuk melaporkan secara rutin aktivitas yang dilakukan. Mekanisme sanksi telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Rec. 9 Financial institution secrecy laws LC Belum terdapat ketentuan terkait pertukaran data CDD antarlembaga keuangan terkait rekomendasi FATF. Rec. 10 Customer due diligence PC Selain bank umum, belum terdapat ketentuan untuk mengecualikan CDD terkait dengan tipping off. Ketentuan risiko belum dikaitkan dengan NRA. Belum terdapat ketentuan CDD bagi penerima manfaat asuransi pada waktu klaim. Belum terdapat ketentuan sesuai rekomendasi FATF terkait koperasi. Rec.11 Record keeping LC Pelaporan belum mencakup business correspondence antara nasabah dengan PJK. Rec.12 Politically exposed persons PC Pada tahun 2016, database PEPs masih dalam tahap pengembangan. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF Februari 2013) Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment) Tahun 2016 Tindak Lanjut Rec. 13 Correspondent banking C Terdapat ketentuan dan pelaporan oleh bank devisa yang menjadi bank koresponden. Rec.14 Money or value transfer services LC Terdapat ketentuan peraturan BI mengenai transfer dana. Ketentuan CDD belum mencakup agen Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU). Rec. 15 New technologies PC Belum terdapat ketentuan sesuai rekomendasi FATF pada LKNB, koperasi, dan pedagang bursa komoditi. Meskipun hasil NRA menunjukkan bahwa koperasi dan pedagang bursa komoditi tidak berisiko tinggi, tetapi hasil NRA mencatat bahwa penggunaan teknologi baru, misalnya bitcoin dan virtual currency lainnya menjadi emerging threat TPPU di Indonesia. Hingga saat ini, belum terdapat ketentuan yang mengatur bitcoin dan virtual currency. Rec. 16 Wire transfers C Terdapat ketentuan dan penerapan pelaporan mengenai transfer uang melalui bank antarnegara. Rec. 17 Reliance on third parties PC Ketentuan pada LKNB belum sepenuhnya sesuai dengan rekomendasi FATF. Rec. 18 Internal controls and foreign branches and subsidiaries PC Belum terdapat ketentuan sesuai rekomendasi FATF pada koperasi dan pedagang bursa komoditi. Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong LPP untuk membuat pedoman/peraturan pada LKNB, koperasi, dan pedagang bursa komoditi untuk mengatur penggunaan pihak ketiga. Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong LPP untuk membuat pedoman/peraturan pada LKNB, koperasi, dan pedagang bursa komoditi terkait dengan cabang asing dan anak perusahaan. Rec. 19 Higher-risk countries PC Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong LPP untuk membuat pedoman/peraturan pada LKNB, koperasi, dan pedagang bursa komoditi terkait dengan cabang asing dan anak perusahaan. Rec. 20 Reporting of suspicious PC STR terkait pendanaan terorisme belum mencakup patut diduga, tetapi diketahui. transaction Rec. 21 Tipping-off and confidentiality C Telah terdapat ketentuan mengenai anti tipping-off sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan 12 UU TPPU. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF Februari 2013) Rec. 22 DNFBPs: Customer due diligence Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment) PC Tahun 2016 Tindak Lanjut Belum pernah terjadi kebocoran data atau tipping-off. Ketentuan bagi penyedia barang dan jasa yang belum mencakup CDD secara lengkap sesuai rekomendasi FATF. Ketentuan pengaturan PMPJ atau CDD bagi profesi masih dalam proses koordinasi dengan instansi terkait selaku LPP. Rec. 23 DNFBPs: Other measures PC Penyedia Barang dan Jasa tidak diwajibkan mengirimkan LTKM. Rec. 24 Transparency and beneficial NC Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong ownership of legal persons Kemenkumham dapat membuat regulasi yang mewajibkan badan hukum untuk mengetahui beneficial owner-nya dan mencantumkan beneficial owner pada saat dilakukan pendaftaran badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum. Selain itu, database register badan hukum dapat dibuka agar mudah diakses oleh PJK maupun PBJ, sehingga dapat dimanfaatkan untuk proses KYC/CDD. Kemenkumham menyatakan bahwa pengisian field beneficial owner pada pendaftaran badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum dalam sistem AHU online masih bersifat sukarela. Rec. 25 Transparency and beneficial ownership of legal arrangements Rec. 26 Regulation and supervision of financial institutions NC PC Dalam Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong Kemenkumham agar menyusun ketentuan terkait dengan kewajiban bagi fidusia atau foreign trust untuk menyampaikan informasi mengenai beneficial owner dan memastikan agar database dapat diakses oleh instansi yang berkepentingan maupun oleh PJK/PBJ dalam upaya melakukan CDD dan KYC. Kemenkumham menyatakan bahwa pengisian field beneficial owner pada pendaftaran badan hukum maupun pada saat perubahan akta pendirian badan hukum dalam sistem AHU online masih bersifat sukarela. Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong hal-hal sebagai berikut: 1. Mendorong LPP koperasi dan pedagang bursa komoditi untuk menerbitkan peraturan yang memadai terkait dengan APU/PPT. 2. Mendorong BI untuk menerbitkan peraturan yang mengakomodasi sanksi bagi KUPVA yang tidak berizin. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF Februari 2013) Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment) Tahun 2016 Tindak Lanjut 3. Mendorong BI untuk melakukan fit and proper bagi pemegang saham dan manajemen KUPU dan KUPVA. 4. Menggunakan NRA sebagai basis dari supervisi berbasis risiko. Rec. 27 Powers of supervisors LC PPATK menjalin MoU dengan Kementerian Koperasi dan UKM pada 17 Oktober 2016 guna mendorong penetapan peraturan PMPJ atau CDD bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam. Kementerian Koperasi dan UKM telah dikukuhkan sebagai Anggota Komite TPPU melalui pengesahan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016. Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong Kementerian Koperasi dan UKM segera menetapkan peraturan PMPJ atau CDD bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam selaku pihak pelapor. Rec. 28 Regulation and supervision of DNFBPs PC Pada tahun 2016, PPATK mulai melakukan audit terhadap pihak profesi. PPATK masih dalam proses koordinasi dengan instansi lain selaku LPP bagi profesi (antara lain Kemenkumham, BPN, dan Kementerian Keuangan) guna mendorong penguatan regulasi pengawasan kepatuhan pada profesi. Rec. 29 Financial intelligence units C Indonesia telah membentuk PPATK selaku FIU sejak tahun 2002. Rec. 30 Responsibilities of law LC Instansi apgakum penyidik TPPU telah mempunyai ketentuan dan penerapan enforcement/ investigative penegakan hukum dalam TPPU dan TPPT. authorities Dalam persiapan MER FATF, PPATK telah berkoordinasi dengan apgakum terkait dalam rangka konfirmasi terkait: 1) keputusan pengadilan mengenai TPPU terkait foreign predicate offence dan stand alone money laundering. 2) penyelidikan dan penuntutan terhadap seluruh tipe pendanaan terorisme yang berisiko tinggi (collection, movement, use of funds untuk kegiatan terorisme, terhadap teroris, ataupun terhadap organisasi teroris). Rec. 31 Powers of law enforcement and LC Dalam mutual evaluation, evaluator lebih menekankan pada Hasil Analisis Proaktif investigative authorities PPATK, bukan pada hasil analisis hasil Inquiry penegak hukum. PPATK perlu meningkatkan koordinasi pemanfaatan hasil analisis, terutama yang bersifat proaktif untuk dapat ditindaklanjuti oleh apgakum. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF Februari 2013) Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment) Tahun 2016 Tindak Lanjut Rec. 32 Cash couriers LC Terdapat ketentuan pelaksanaan terkait CBCC, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016. Rec. 33 Statistics PC Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong penegak hukum untuk mengelola data-data terkait invesitgasi, penuntutan, pembekukan, perampasan aset, dan keputusan pengadilan terkait TPPU, serta melakukan sharing data dengan PPATK dan penegak hukum lainnya Rec. 34 Guidance and feedback PC PPATK masih dalam proses koordinasi dengan instansi terkait mengenai penyusunan pedoman penyampaian TKM oleh PBJ, serta sharing tipologi kepada PJK Rec. 35 Sanctions PC RPP mengenai pengenaan denda dan sanksi administratif bagi pihak pelapor masih dalam proses pengesahan. Rec. 36 International instruments C Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap berbagai peraturan atau konvensi internasional terkait TPPU, TPPT, dan tindak pidana lainnya. Rec. 37 Mutual legal assistance PC Jumlah MLA yang jauh lebih sedikit dibandingkan negara yang mendapatkan nilai efektifitas tinggi. Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA agar dapat mengakomodasi rekomendasi FATF Rec. 38 Mutual legal assistance: freezing and confiscation NC Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA. Kesulitan dalam merevisi MLA adalah pada kewenangan selaku central authority yang berada di Kejaksaan atau Kemenkumham. Rec. 39 Extradition PC Revisi UU Ekstradisi masih dalam proses pembahasan. Rec. 40 Other forms of international cooperation PC PPATK bersama instansi terkait perlu mendorong kerja sama internasional secara formal dan informal melalui jalur Interpol, Kejaksaan, Perbankan dan Asosiasi mengenai pengiriman uang atau sektor NPO, serta secara rutin melakukan sharing statistik terkait kerja sama internasional di bidang APUPPT. Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong peningkatan kerja sama internasional. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Nomor Rekomendasi SR. I SR. II Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF Februari 2013) Ratification and implementation of UN instruments Criminalising the financing of terrorism and associated money laundering SR. III Freezing and confiscating terrorist assets SR. IV Reporting suspicious transactions related to terrorism Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment) C LC LC PC Tahun 2016 Tindak Lanjut Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap berbagai peraturan atau konvensi internasional terkait TPPU, TPPT, dan tindak pidana lainnya. Merujuk metodologi dalam Rekomendasi FATF, beberapa Konvensi Terorisme belum termasuk dalam definisi terorisme dalam UU Nomor 9 Tahun 2013, antara lain Diplomatic Agents (1973), the UN Convention against the Taking of Hostages (1979), the Protocol for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Fixed Platforms located on the Continental Shelf (1988), and the Convention for the Suppression of Unlawful Acts against the Safety of Maritime Navigation (1988). Statistik penegakan hukum dalam pendanaan terorisme belum terlihat perkembangan yang signifikan. Dalam FATF Plennary telah disepakati bahwa jangka waktu Indonesia untuk pembekuan aset DTTOT adalah dalam jangka waktu 3 hari. Dalam APG On-Site Visit pada tahun 2016 telah ditunjukkan bahwa pembekuan dapat dilakukan dalam 3 hari. Namun, tata caranya belum diatur. Pada tahun 2016, guna penerapan pembekuan aset DTTOT dalam 3 hari, PPATK telah mengembangkan aplikasi Mobile DTTOT dengan metode Digital Signature yang melibatkan seluruh instansi terkait dalam alur pembekuan aset DTTOT. Implementasi aplikasi tersebut sedang dalam proses koordinasi dengan seluruh instansi terkait. STR terkait pendanaan terorisme belum mencakup patut diduga, tetapi diketahui. SR. V International Co-operation PC Jumlah MLA yang jauh lebih sedikit dibandingkan negara yang mendapatkan nilai efektifitas tinggi. Melalui penyusunan Stranas TPPU 2017-2019, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA agar dapat mengakomodasi rekomendasi FATF. SR. VI Alternative Remittance LC Telah terdapat ketentuan peraturan BI mengenai transfer dana. Ketentuan CDD belum mencakup agen Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU). SR. VII Wire transfers C Terdapat ketentuan dan penerapan pelaporan mengenai transfer uang melalui bank PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16

Nomor Rekomendasi Rekomendasi FATF (merujuk pada Buku Metodologi FATF Februari 2013) Kondisi per 31 Desember 2016 (self-assessment) antarnegara. Tahun 2016 Tindak Lanjut SR. VIII Non-profit organizations NC PPATK mengusulkan agar segera dibuat Surat Keputusan Bersama antara BNPT, Kemendagri, Kemenkumham, Kemensos, Kemenag, dan Kemenlu mengenai Pembuatan database NPO, Pengawasan aktivitas NPO berbasis risiko, dan Kewajiban NPO untuk melaporkan secara rutin aktivitas yang dilakukan. Mekanisme sanksi telah mulai diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. SR. IX Cash Couriers LC Terdapat ketentuan pelaksanaan terkait CBCC, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016. PPATK LAPORAN KINERJA TAHUN 2O16