1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian lembaga perbankan di Indonesia mempunyai tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan rakyat banyak. 1 Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang keuangan. Perkembangan tersebut telah membawa suatu perubahan, yakni kebutuhan masyarakat atas suatu alat pembayaran yang dapat memenuhi kecepatan, ketepatan, dan keamanan dalam setiap transaksi elektronik. Ada dua hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam penggunaan sistem elektronik. Pertama, teknologi merupakan hasil temuan manusia yang akan mempunyai kelemahan-kelemahan dalam sistem teknisnya. Kedua, 1 Malayu S.P. Hasibuan, 2001, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, Bumi Aksara, hlm. 21.
2 teknologi selain memiliki kelemahan dalam sistem teknisnya juga mempunyai ketidakpastian dalam segi jaminan kepastian hukum. 2 Memperhatikan dua hal ini, pembahasan tentang perlindungan bagi pemanfaatan teknologi didekati tidak saja dari segi hukum, tetapi juga harus memperhatikan pada aspek keberadaan teknologinya sendiri. Bank Indonesia berkepentingan untuk memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh masyarakat dapat berjalan secara aman, efisien, dan handal. 3 Hal itu, perlu mendapat perhatian yang serius dari Bank Indonesia mengingat perkembangan pembayaran non tunai ini diharapkan dapat mengurangi beban penggunaan uang tunai dan semakin meningkatkan efisiensi perekonomian dalam masyarakat. Dewasa ini alat atau instrumen pembayaran mikro juga telah berkembang cukup pesat seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat untuk menggunakan alat pembayaran yang mudah, aman, dan efisien. Instrumen pembayaran mikro adalah instrumen pembayaran yang didesain untuk menangani kebutuhan transaksi dengan nilai yang sangat kecil namun volume yang tinggi serta membutuhkan waktu untuk memproses transaksi yang relatif sangat cepat. Kebutuhan instrumen pembayaran mikro itu timbul apabila pembayaran dilakukan menggunakan instrumen pembayaran lain yang ada saat ini (uang tunai, 2 Editorial Jurnal Hukum Bisnis, 2002, E-Commerce Meningkatkan Efisiensi, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 18, hlm. 4. 3 Working Paper, 2006, Upaya Meningkatkan Penggunaan Alat Pembayaran Non Tunai Melalui Pengembangan E-Money, Tim Inisiatif Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/nr/rdonlyres/70ad6420-da75-4d45-8f3c- C6F3465312FB/7858/WorkingPaper_MicroPayment.pdf., diakses pada tanggal 10 Agustus 2016.
3 kartu debit, kartu kredit, dan lain sebagainya) menjadi relatif tidak praktis, tidak efisien, tidak nyaman atau bahkan lebih mahal biayanya. Hal tersebut tidak seperti alat pembayaran lain misalnya kartu debit atau kartu kredit yang menetapkan minimum jumlah transaksi serta adanya tambahan biaya yang cukup mahal. Alat pembayaran mikro harus dapat digunakan untuk melakukan pembayaran dalam jumlah yang sangat kecil dengan biaya transaksi yang relatif kecil pula. Selain itu juga, adanya peluang bagi lembaga non bank untuk dapat menjadi penerbit alat pembayaran mikro, membuka kesempatan kepada masyarakat luas, meskipun bukan nasabah bank, untuk dapat menggunakan fasilitas pembayaran mikro. Hal ini akan semakin meningkatkan akses masyarakat terhadap alat pembayaran non tunai. Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini tidak hanya berdampak pada sektor teknologi saja, tetapi juga berdampak pada sektor-sektor lain, seperti sektor transportasi. Perkembangan teknologi pada bidang transportasi menimbulkan berbagai kendala yang harus dihadapi dan harus segera dicari penyelesaiannya, salah satunya adalah kemacetan yang terjadi di jalan tol yang seharusnya merupakan jalan bebas hambatan. Jalan tol di Indonesia, khususnya di Jakarta, diharapkan dapat menjadi solusi yang baik karena dapat mengurangi kemacetan, namun harapan tersebut tidak tercapai dengan baik. Kemacetan saat ini yang terjadi di jalan tol timbul karena volume kendaraan yang terus meningkat, namun tidak disertai dengan
4 pembangunan jalan yang memadai sehingga menyebabkan ruas jalan non tol menjadi sangat padat. Hal tersebut berimbas pada penumpukan kendaraan yang ingin menggunakan jalan tol termasuk di gerbang atau pintu tol karena proses pembayaran yang harus dilakukan oleh setiap kendaraan yang ingin memasuki jalan tol. Antrian kendaraan yang terlihat pada setiap gerbang atau pintu tol membuat Pemerintah mencari jalan keluar yang terbaik dan dapat mempermudah proses transaksi pembayaran tol bagi para pengguna jalan tol. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Jasa Marga dengan perusahaan tol lainnya mengadakan tender dan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk (yang selanjutnya akan disebut sebagai Bank Mandiri) terpilih untuk menjadi mitra dalam meluncurkan layanan transaksi pembayaran jalan tol terbaru dengan menggunakan sistem pembayaran non tunai untuk digunakan di beberapa ruas jalan tol baik di Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek) Padalarang maupun di ruas jalan tol lainnya. Perkembangan sistem pembayaran yang berbasis elektronik tersebut telah memberikan dampak munculnya inovasi-inovasi baru dalam sistem pembayaran yang diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas, efisiensi, dan kesederhanaan dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu, Bank Indonesia mengadaptasi suatu alat pembayaran yang dapat mengakomodasi aspek-aspek tersebut, yang dikenal dengan uang elektronik.
5 Dilihat dari ilmu manajemen bisnis perbankan, suatu bank diharapkan dapat memadukan kemampuan bank dengan tuntutan dari lingkungan agar dapat memberikan produk-produk perbankan yang bertujuan untuk mempermudah kegiatan transaksi masyarakat. 4 Untuk menghadapi perubahan tersebut, manajemen perbankan tidak hanya melibatkan diri pada pemecahan masalah-masalah rutin yang terprogram, namun juga yang tidak terprogram. Manajemen bisnis perbankan dapat didefinisikan dengan 3 (tiga) kemungkinan yaitu : 5 a. Manajemen bisnis perbankan sebagai individu atau kelompok individu yang bertanggung jawab untuk menganalisis, merumuskan keputusan, dan memprakarsasi tindakan agar dapat menguntungkan organisasi perbankan; b. Manajemen bisnis perbankan sebagai proses pengalokasian masukan dengan merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, dan mengawasi operasi produksi serta pemasaran produk bank yang dibutuhkan para nasabah sehingga tujuan organisasi perbankan itu tercapai; dan c. Manajemen bisnis perbankan sebagai suatu proses pembuatan keputusan untuk memecahkan masalah agar dapat memilih alternatif yang paling baik dan diterima dengan mempertimbangkan kepentingankepentingan para nasabah agar tujuannya dapat tercapai. 4 Komaruddin Sastradipoera, 2004, Strategi Manajemen Bisnis Perbankan: Konsep dan Implementasi Untuk Bersaing, Kappa Sigma, Bandung, hlm. 34. 5 Ibid., hlm. 25.
6 Dilihat dari segi lokasi yang dekat dengan pintu gerbang tol, penulis memilih PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Padalarang yang memiliki lokasi strategis serta antusias masyarakat pada umumnya dan warga Padalarang pada khususnya. PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Padalarang melihat bahwa dengan memanfaatkan perkembangan teknologi untuk memberikan kepuasan bagi masyarakat dalam bertransaksi, khususnya dalam transaksi pembayaran di gerbang tol, PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Padalarang melakukan kerjasama dengan Jasa Marga untuk mengeluarkan produk perbankan berupa kartu pintar (smart card) yang dikenal sebagai e-toll card dengan tujuan utama yaitu memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi. Keberadaan e-toll card bertujuan agar masyarakat menjadi lebih mudah dan praktis dalam melakukan transaksi pembayaran tol. Kepraktisan tersebut adalah masyarakat tidak lagi harus membayar dengan menggunakan uang tunai, menunggu penghitungan uang kembalian, serta meniadakan kesalahan penghitungan uang kembalian yang diberikan oleh petugas tol. Tidak semua produk dan jasa perbankan itu diatur dengan ketentuan khusus yang mengatur mengenai hal tersebut. Berkaitan dengan e-toll card, produk perbankan tersebut tunduk pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP tentang Uang Elektronik.
7 Berbeda dengan kartu debit atau kartu kredit, e-toll card tidak memerlukan konfirmasi data atau otorisasi Personal Identification Number (PIN) ketika akan digunakan sebagai alat pembayaran dan tidak terkait langsung dengan rekening nasabah di bank. Hal ini dikarenakan e-toll card merupakan produk stored value dimana sejumlah nilai monetary value telah terekam dalam alat pembayaran yang digunakan. Hal tersebut dimungkinkan karena kartu dapat dipindahtangankan dan bisa dipakai siapapun selama saldo masih mencukupi. Inilah yang membahayakan karena jika e-toll card hilang, maka saldo yang tersisa dapat digunakan oleh orang lain. Pada kenyataannya, e-toll card dengan nilai yang dapat di top up atau diisi ulang tidak termasuk dalam inventori bank sebagai salah satu lembaga yang mengeluarkan produk ini. 6 Artinya, jika pencurian atau penggunaan e-toll card yang bukan pemegang kartu tidak dapat dilacak keberadaannya dan kartu tersebut tidak dapat diblokir. Perlindungan terhadap pengguna e-toll card harus didasari oleh semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktivitas dan efisiensi atas barang atau jasa yang dihasilkan dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai sasaran usaha tersebut, akhirnya baik langsung maupun tidak langsung konsumen yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Mengingat hal itu semua tentu sudah menjadi keperluan yang mendesak akan adanya suatu perlindungan terhadap pengguna e-toll card 6 Anastasia Lilin Y, 2012, Mengontrol Pengeluaran Dengan Uang Elektronik (Selesai), Kontan.co.id, http://personalfinance.co.id/news/mengontrol-pengeluaran-dengan-uang-elektronikselesai, diakses pada tanggal 10 Agustus 2016.
8 sebagai konsumen, untuk segera dicarikan solusinya, mengingat demikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen. 7 Salah satu masalah lain yang timbul bagi pengguna e-toll card diantaranya adalah kerusakan kartu. Kerusakan kartu biasanya sering terjadi pada jenis uang elektronik yang berbasis chip. Kerusakan kartu menyebabkan terjadinya kegagalan dalam transaksi pembayaran karena uang elektronik tidak dapat terbaca oleh alat reader di merchant tempat transaksi sehingga mengakibatkan gagal transaksi. Kerusakan kartu membuktikan bahwa penerbit tidak menjamin produk yang sesuai dengan janjinya yaitu keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam bertransaksi. Untuk hal ketidaknyamanan dan kerugian akibat kerusakan uang elektronik yang tidak dapat digunakan pengguna e-toll card menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat mengajukan klaim ganti rugi kepada penerbit uang elektronik selaku pelaku usaha. Dalam praktiknya, pengajuan klaim ganti rugi akibat kerusakan uang elektronik tidak berjalan dengan mudah dan nyaman. Klaim atas pengembalian saldo yang masih tersisa dalam uang elektronik yang rusak tidak dapat diterima secara cepat. Proses pengembalian sisa saldo diberikan setelah 14 (empat belas) hari kerja dan tidak diberikan secara tunai. Konsumen dipaksa tunduk pada syarat-syarat baru yang tidak hlm. 33. 7 Sri Rejeki Hartono, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung,
9 pernah diperjanjikan, diberlakukan kemudian oleh penerbit pada saat klaim ganti rugi diajukan. Bertolak dari kasus di atas, dan uraian latar belakang maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA E-TOLL CARD TERHADAP KONTRAK STANDAR YANG DIBUAT OLEH PT. BANK MANDIRI (PERSERO), TBK PADALARANG. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan tersebut diatas penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemegang e-toll card dalam melakukan transaksi pembayaran menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? 2. Bagaimana bentuk tanggung jawab PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Padalarang sebagai penyelenggara sistem pembayaran elektronik terhadap kerugian yang diderita pemegang e-toll card dalam melakukan transaksi pembayaran? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran pustaka yang penulis lakukan, permasalahan mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna kartu uang elektronik dalam melakukan transaksi e-toll, telah diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum. Penulis menemukan hasil penelitian yang
10 hampir menyerupai dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu Tesis karya Trias Palupi Kurnianingrum, pada tahun 2008, dengan judul Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang merupakan penelitian tesis S-2 Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang. Adapun masalah yang diteliti adalah perlindungan nasabah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Permasalahan dalam penulisan ini adalah: a. Bagaimanakah perlindungan nasabah kartu kredit ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? b. Bagaimanakah hubungan hukum antara bank sebagai pemberi jasa EFT khususnya kartu kredit terhadap nasabahnya? c. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala dalam perlindungan nasabah kartu kredit? 8 Perbedaan yang terlihat yaitu dalam penelitian ini adalah menitikberatkan pada upaya perlindungan hukum terhadap nasabah kartu kredit dalam kaitannya dengan bank sebagai pemberi jasa keuangan yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sedangkan dalam penelitian penulis lebih mengangkat masalah 8 Trias Palupi Kurnianingrum, 2008, Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Tesis, Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
11 mengenai perlindungan hukum bagi pengguna kartu uang elektronik dalam melakukan transaksi e-toll. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh Penulis ini asli karena belum pernah dilakukan penelitian terhadap rumusan masalah tersebut. D. Tujuan Penelitian Bertolak dari pembuatan penelitian dan penulisan yang berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan di atas, memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1. Untuk dapat mengetahui dan menganalisis ketentuan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam memberikan perlindungan hukum kepada pemegang e-toll card dalam melakukan transaksi pembayaran. 2. Untuk dapat mengetahui dan menganalisis bentuk tanggung jawab PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Padalarang sebagai penyelenggara sistem pembayaran elektronik terhadap kerugian yang diderita pemegang e-toll card dalam melakukan transaksi pembayaran. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan agar dapat memberikan sumbangan pikiran dan wawasan terhadap
12 pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum perbankan maupun hukum perlindungan konsumen pada khususnya. 2. Kegunaan Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi penulis, konsumen, bank, dalam menambah pengetahuan dan pemahaman akan pengaturan mengenai produk e-toll card pada peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia maupun hukum perbankan serta hukum perlindungan konsumen dalam kaitannya terhadap perlindungan bagi pengguna kartu uang elektronik dalam melakukan transaksi pembayaran.