BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dipisahkan satu dan lainnya karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. lainnya. 2 Karies yang terjadi pada anak-anak di antara usia 0-71 bulan lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sistemik. Faktor penyebab dari penyakit gigi dan mulut dipengaruhi oleh

LEMBAR PEMERIKSAAN PENGALAMAN KARIES GIGI ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN BAKTI/ TK ANNISA / TK AN-NIDA. 1) Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai gizi, berdasarkan data terbaru pada tahun , masalah

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian analitik observasi dengan desain cross sectional.

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang dihasilkan dari interaksi bakteri. Karies gigi dapat terjadi karena

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. hanya terjadi pada orang dewasa tapi juga pada anak-anak. Proses perkembangan

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MENGKONSUMSI JAJANAN DENGAN PENGALAMAN KARIES PADA GIGI SUSU ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TK MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. keparahan karies gigi pada anak usia 4-6 tahun merupakan penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2015). Salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak dikeluhkan oleh

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang masih perlu mendapat perhatian. Menurut Pintauli dan Hamada (2008),

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 30 mahasiswa FKG UI semester VII tahun 2008 diperoleh hasil sebagai berikut.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu

BAB I PENDAHULUAN. mulut sejak dini. Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai kebersihan mulut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempat, yaitu PAUD Amonglare, TK Aisyiyah Bustanul Athfal Godegan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB I PENDAHULUAN. kotoran lain yang berada di atas permukaan gigi seperti debris, karang gigi, atau

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga terjadi pada anak-anak. Karies dengan bentuk yang khas dan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan gigi dan mulut saat ini masih menjadi keluhan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akibat gangguan sangat penting pada masa kanak-kanak karena karies gigi,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah observational analitik dengan desain

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor penting dalam perkembangan normal anak. 1 Penyakit gigi dan

INDEKS DEF-T PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK SEKOTA BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

PERBEDAAN ANGKA RATA-RATA KARIES GIGI ANTARA MASYARAKAT BALI VEGETARIAN DAN NONVEGETARIAN DI DESA BASARANG JAYA KABUPATEN KAPUAS

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. baik. Penelitian yang di lakukan Nugroho bahwa dari 27,1% responden yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif, yang memerlukan kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB IV METODE PENELITIAN. 1. Ruang lingkup tempat. Bandarharjo, Semarang.

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dan TK Aisyiyah Bustanul Atfal Godegan.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

: Makanan Kariogenik, Karies Gigi, prasekolah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. Penelitian tentang perbedaan status karies pada anak Sekolah Dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia prasekolah adalah anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. (Soetjiningsih, 1995). Pada usia tersebut anak mengalami proses

BAB 5 HASIL PENELITIAN

INFORMASI KEPADA ORANG TUA/ WALI SUBJEK PENELITIAN. Bapak/ Ibu/ Sdr... Orang Tua/ Wali Ananda... Alamat...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto

MINUM SUSU DENGAN PENAMBAHAN GULA DAN TANPA GULA DENGAN JUMLAH KARIES ANAK USIA 3-6 TAHUN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik yang bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Tabel 1 : Data ph plak dan ph saliva sebelum dan sesudah berkumur Chlorhexidine Mean ± SD

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian one group pretest-posttest design. Adapun rancangan O 1 X O 2. Gambar 2.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh (Mumpuni, 2013).

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu Early Childhood Caries (ECC) dikenal

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. turut berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang. Berdasarkan hasil

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian dan Gambaran Klinis Karies Botol. atau cairan manis di dalam botol atau ASI yang terlalu lama menempel pada

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Jiwa. Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Jawa Tengah.

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Fisiologi dan Kedokteran Olahraga. rancangan one group pre- and post-test design.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, observasional dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kecamatan Semarang Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi gula adalah masalah utama yang berhubungan dengan. dan frekuensi mengkonsumsi gula. Makanan yang lengket dan makanan yang

Transkripsi:

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik observasi dengan rancangan penelitian cross-sectional. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-Kanak Amir Hamzah dan El-Patisia serta Puskesmas Petisah di Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan. Akan tetapi, pihak sekolah El-Patisia tidak mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian karena adanya peneliti lain yang sedang melakukan penelitian di sekolah tersebut. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian di TK Bakti untuk mewakili sosial ekonomi rendah menggantikan TK El-Patisia. 3.2.2 Waktu Penelitian Proposal penelitian dilakukan pada minggu pertama bulan Desember 2012. Penelitian dilakukan selama 6 minggu, dimulai minggu pertama Februari 2013 sampai minggu kedua Maret 2013. Pengolahan dan analisis data dilakukan 3 minggu, mulai minggu kedua Maret 2013 sampai minggu keempat Maret 2013. Penyusunan dan pembuatan laporan penelitian dilakukan selama 2 minggu, mulai minggu keempat Maret 2013 sampai minggu pertama April 2013. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anak berusia 37-71 bulan beserta orang tuanya (ibu) di Kecamatan Medan Petisah.

3.3.2 Sampel Besaran sampel diperoleh dengan menggunakan rumus penaksiran proporsi populasi dengan standard deviasi dan presisi mutlak. 2 n = Z 1-α / 2Sd 2 d 2 n = 1,96 2 / 2 (1 2 ) 10 2 n = 3,84/4 100 n = 0,96(100) n = 96 orang Keterangan: d = Presisi mutlak (10%) Z = skor ditentukan derajat kepercayaan (confidence level) adalah 95 % =1,96 Sd = standard deviasi pada penelitian oleh Abdullah S. Almusyat dkk. n = besarnya sampel Besar sampel untuk mencari prevalensi populasi terbatas minimumnya adalah sebesar 96. Peneliti mengambil sampel sebanyak 105 orang untuk mendapatkan jumlah secara merata untuk analisis data. Sampel diambil dari data sekunder pada penelitian sebelumnya (Petra, 2012) yang masih belum dipublikasikan. Dari data sekunder yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 95 orang, namun pada penelitian ini hanya digunakan 32 karena adanya sampel yang menolak untuk berpartisipasi. Pengambilan sampel baru dilakukan dengan randomisasi dan pemeriksaan serta penyebaran kuesioner sebanyak 120 orang untuk memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Akan tetapi, kuesioner yang terkumpul hanya 73 orang karena banyak calon responden yang menolak dengan alasan sibuknya orang tua anak untuk mengisi kuesioner catatan diet selama 7 hari sehingga didapatkan jumlah sampel seluruhnya yaitu 105 orang.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Teknik pengambilan sampel adalah dengan random purposive sampling yang berdasarkan kepada kriteria inklusi dan kriteria ekslusi seperti berikut: Kriteria Inklusi : 1. Anak kooperatif 2. Dalam periode gigi sulung 3. Keadaan umum anak baik 4. Mendapat persetujuan orang tua Kriteria Ekslusi : 1. Adanya gigi yang berjejal 3.5 Variabel Penelitian Variabel Terikat / Dependen : pengalaman ECC Variabel Faktor Resiko : perilaku diet anak yaitu pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis, dan pola minum susu. 3.6 Definisi Operasional 1. Early Childhood Caries adalah jumlah anak yang memiliki kriteria terdapatnya satu atau lebih kerusakan (berupa lesi kavitas maupun non-kavitas), kehilangan gigi (karena kerusakan), atau adanya permukaan tambalan gigi pada gigi desidui anak usia 0-71 bulan, sesuai dengan indeks kriteria Miller. 2. Usia anak adalah usia anak 37-71 bulan adalah usia anak dihitung dari tanggal lahir sampai waktu dilakukan penelitian. Apabila sampel terdahulu telah melewati usia 71 bulan sejak penelitian dilakukan maka sampel tidak digunakan. 3. Pola diet anak adalah semua makanan dan minuman yang dikonsumsi anak usia 37 71 bulan dalam waktu 24 jam selama 7 hari yang dicatat dalam lembar pencatatan perilaku diet anak. Data ini kemudian akan dikategorikan menjadi pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu, yang nantinya akan dijumlahkan keseluruhan menjadi nilai pola diet anak. 4. Pola makan utama adalah frekuensi makan pagi, siang dan malam pada anak usia 37-71 bulan seperti nasi, bubur, roti, mie, sayur-sayuran, lauk-pauk, buahbuahan dan sebagainya.

5. Pola makan selingan adalah frekuensi makan makanan di luar jam makan utama pada anak usia 37-71 bulan seperti snack, keripik, coklat, permen, dan sebagainya. 6. Pola minum minuman manis adalah frekuensi anak usia 37-71 bulan mengonsumsi minuman manis (selain susu) seperti sirup, jus, dan minuman botol lainnya. 7. Pola minum susu adalah frekuensi anak usia 37-71 bulan mengonsumsi susu (ASI atau PASI). Tabel 3. Lembar catatan perilaku diet anak Nama : Usia : Hari/Tanggal: N o Waktu dan Lamanya Konsumsi (durasi) Jenis Makanan / Minuman Banyak nya / Jumlah Bentuk / Sediaan Cara Konsumsi Minuman Dengan Botol Dengan Gelas Penambahan Pemanis Ya Tidak Lembar pencatatan perilaku diet anak diperoleh dari peneliti dan diberikan kepada orang tua (ibu) anak, lembar tersebut berisi identitas anak, contoh lembar pengisian catatan diet dan lembar catatan diet anak sebanyak 10 lembar (jumlah lembar dilebihkan 3 untuk pencatatan diet yang panjang) untuk diisi oleh orangtua dengan catatan makanan dan minuman yang dikonsumsi anak selama 7 hari yang akan dikategorikan menjadi pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu, kemudian akan dianalisis.

Tabel 4. Definisi operasional perilaku diet pola makan utama Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot) Frekuensi Rerata frekuensi makan utama perhari. 1-3 kali/hari (3) Makan Utama Didapat dari jumlah keseluruhan 3kali/hari (1) frekuensi makan utama (keteraturan mengonsumsi makanan berat minimal 4 hari dalam seminggu) selama 7 hari kemudian dibagi 7. Durasi Makan Lamanya / durasi anak menghabiskan 1-20 menit (3) Utama makanan utama dalam sekali makan 21-30 menit (2) yang paling sering dilakukan. Diambil >30 menit (1) dari modus data keseluruhan. Bila modus sama, maka diambil yang paling beresiko. Jumlah 6 Skala Ukur Ordinal Ordinal Kriteria perilaku diet pola makan utama : a. Baik : 5-6 (80%) b. Sedang : 4 (60%-79%) c. Buruk : 3 (59%)

Tabel 5. Definisi Operasional perilaku diet pola makan selingan Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot) Frekuensi Rerata frekuensi makan selingan 0-1 kali/hari (3) Makan Selingan perhari. Didapat dari jumlah 2-3 kali/hari(2) keseluruhan frekuensi makan selingan 4kali/hari (1) selama 7 hari kemudian dibagi 7. Durasi Makan Lamanya / durasi anak menghabiskan 1-20 menit (3) Selingan makanan selingan dalam sekali 21-30 menit (2) makan yang paling sering dilakukan. >30 menit (1) Diambil dari modus data keseluruhan. Bila modus sama, maka diambil yang paling beresiko. Jenis Makanan Keteraturan mengonsumsi makanan Mengonsumsi 0-1 Selingan selingan yang berkariogenik tinggi hari/minggu (3) (buah yang dikeringkan, permen, Mengonsumsi 2-3 coklat, sereal, kue, biskuit, donat, hari/minggu (2) cupcake, dan bahan pemanis Mengonsumsi 4 tambahan) dalam hitungan hari hari/minggu (1) selama 7 hari/minggu. Bentuk Makanan Sifat fisik makanan yang sering Padat (3) Selingan yang dikonsumsi dalam 7 hari. Didapat dari Cair (2) Dikonsumsi modus data keseluruhan. (Padat : Langket/sticky(1) buah yang dikeringkan, snack; cair: es krim; lengket: sereal, roti, kue) Jumlah 12 Skala Ukur Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Kriteria perilaku diet pola makan selingan : a. baik : 10-12 (80%) b. sedang : 8-9 (60%-79%) c. buruk : 7 (59%)

Tabel 6. Definisi operasional perilaku diet pola minum minuman manis (selain susu) Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot ) Frekuensi minum Rerata frekuensi minum 0-1 kali /hari (3) minuman manis minuman manis perhari. Didapat 2-3 kali /hari (2) dari jumlah keseluruhan 4 kali /hari (1) frekuensi minum minuman manis selama 7 hari kemudian dibagi 7. Durasi minum manis Lamanya / durasi anak 1-20 menit (3) menghabiskan minuman manis 21-30 menit (2) yang paling sering dilakukan >30 menit (1) dalam 7 hari. Diambil dari modus data keseluruhan. Minuman manis Keteraturan anak mengonsumsi Tidak (3) dengan botol pada minuman manis dengan botol 1-3 hari /minggu malam hari (sebelum pada malam hari, terhitung (2) dan sewaktu tidur) setelah anak selesai makan utama 4-7 hari /minggu dalam hitungan hari selama 7 hari (1) /seminggu. Jumlah 9 Skala Ukur Ordinal Ordinal Ordinal Kriteria perilaku diet pola minum minuman manis : a. baik : 8-9 (80%) b. sedang : 6-7 (60%-79%) c. buruk : 5 (59%)

Tabel 7. Definisi Operasional perilaku diet pola minum susu Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur (Nilai Bobot) Skala Ukur Frekuensi Rerata frekuensi minum susu perhari. 0-2 kali /hari (3) Ordinal minum susu Didapat dari jumlah keseluruhan frekuensi 3-4 kali /hari (2) minum susu selama 7 hari kemudian dibagi 5 kali /hari (1) 7. Durasi minum Lamanya / durasi anak menghabiskan susu 1-20 menit (3) Ordinal susu yang paling sering dilakukan dalam 7 hari. 21-30 menit (2) Diambil dari modus data keseluruhan. >30 menit (1) Minum susu dengan botol pada malam hari (sebelum dan sewaktu tidur) Keteraturan anak mengonsumsi susu dengan botol pada malam hari, terhitung setelah anak selesai makan utama dalam hitungan hari selama 7 hari /seminggu. Jumlah 9 Tidak (3) 1-3 hari /minggu (2) 4 hari /minggu (1) Ordinal Kriteria perilaku diet pola minum susu : a. baik : 8-9 (80%) b. sedang : 6-7 (60%-79%) c. buruk : 5 (59%)

Tabel 8. Nilai pola diet anak Perilaku Diet Persentase Jumlah Nilai Nilai maksimal pola makan utama 20% (4) 6 x 4 = 24 Nilai maksimal pola makan selingan 30% (6) 12 x 6 = 72 Nilai maksimal pola minum minuman manis (selain susu) 25% (5) 9 x 5 = 45 Nilai maksimal pola minum susu 25% (5) 9 x 5 = 45 Nilai Keseluruhan (Total) 100% 186 Kriteria penilaian pola diet anak : a. baik : 149-186 (80%) b. sedang : 112-148 (60%-79%) c. buruk : 111 (59%) 3.7 Cara Pengambilan Data Setelah mendapat surat persetujuan dari Komisi Etik, dilakukan pengurusan administrasi dengan pihak sekolah dan pendataan subjek pada penelitian sebelumnya, dilanjutkan dengan meminta izin waktu untuk mengumpulkan orang tua siswa. Kepada orang tua siswa diminta kesediaan anaknya untuk menjadi subjek penelitian sekaligus dijelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan dan peran serta cara orang tua untuk mengisi lembar pencatatan diet. Orang tua mengisi lembar informed consent, kemudian dibagikan lembar catatan diet dalam bentuk buku sebanyak 10 lembar yang disertai identitas anak, contoh cara pencatatan diet dan orang tua diminta untuk mengisi setiap diet anak (makan dan minum) selama 7 hari dalam buku tersebut. Evaluasi kebenaran pengisian lembar diet oleh orang tua dilakukan setelah hari pertama atau kedua pencatatan; untuk itu orang tua diminta untuk membawa buku pencatatan hari pertama atau kedua yang telah diisi. Jika orang tua tidak membawanya, maka peneliti akan menghubungi melalui telepon untuk mengecek kebenaran pencatatan. Pengumpulan catatan perilaku diet dilakukan setelah 7 hari

pencatatan diet, buku dapat dikumpulkan melalui guru atau langsung kepada peneliti yang akan datang ke sekolah. 3.8 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan sistem komputerisasi. Data yang diperoleh terdistribusi normal. Analisis dilakukan dengan uji Anova One-Way untuk perilaku diet dengan 3 variabel, menggunakan Tukey untuk mengetahui perbedaan antar kelompok (analisis Post-Hoc) serta menggunakan uji-t untuk 2 variabel dengan nilai kemaknaan p< 0,05 dan derajat kepercayaan 95%.

BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan di Taman Kanak-Kanak Amir Hamzah dan Bakti serta Puskesmas Petisah di Kecamatan Medan Petisah. Sampel pada penelitian ini berjumlah 105 orang sesuai dengan perhitungan penaksiran populasi. Sampel diambil dari data sekunder penelitian sebelumnya yaitu oleh Petra Guinardi (2012). 4.1 Karakteristik Responden Anak Berdasarkan jenis kelamin, persentase anak laki laki sebanyak 44,8% dan perempuan sebanyak 55,2%. Berdasarkan jenis kelamin anak usia 37-71 bulan rerata pengalaman karies laki laki 6,70 ± 6,30 dan perempuan 8,29 ± 6,40, secara statistik diperoleh nilai p=0,696. Rerata pengalaman karies secara keseluruhan pada responden anak usia 37-71 bulan diperoleh sebesar 7,58 ± 6,38. Hasil penelitian terdapat 15 orang anak yang bebas karies dan 7 orang anak dengan nilai deft 20. Tabel 9. Karakteristik responden anak Jenis Kelamin Laki Laki Perempuan Usia 37 47 bulan 48 59 bulan 60 71 bulan Karakteristik Jumlah (n)(%) Bebas Karies (n)(%) 47 (44,8) 58 (55,2) 22 (21,0) 19 (18,1) 64 (60,9) 7 (14,89) 8 (13,79) 2 (9,09) 1 (5,26) 12 (18,75) 4.2 Hubungan Pola Makan Utama dengan Pengalaman ECC Pola makan utama dikategorikan dengan dua variabel yaitu frekuensi dan durasi makan utama. Pada kategori pola makan utama, rerata deft dari frekuensi makan utama 1-3 kali/hari sebesar 6,39 ± 5,91, frekuensi 4 kali/hari sebesar 12,33 ± 6,06 (p=0,000). Rerata deft dari durasi makan utama 1-20 menit sebesar 6,67 ± 6,87,

durasi 21-30 menit sebesar 7,14 ± 6,42, dan durasi >30 menit sebesar 8,38 ± 6,25 (p=0,566) (Tabel 10). Tabel 10. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet pola makan utama dengan rerata pengalaman karies Kategori pola makan utama n (%) Rerata deft ± SD P Frekuensi makan utama - 1-3 kali/hari - 4 kali/hari 84 (80) 21 (20) 6,39 ± 5,91 12,33 ± 6,06 0,000* Durasi makan utama - 1-20 menit - 21-30 menit - >30 menit *p< 0,05 12 (11,4) 51 (48,6) 42 (40) 6,67 ± 6,87 7,14 ± 6,42 8,38 ± 6,25 0,566 Rerata deft tertinggi (11,44 ± 6,05) terdapat pada kategori buruk sebanyak 17,1%. Secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC (p=0,001) (Tabel 11). Analisis Post-Hoc dari tabel 11 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,001, antara kelompok baik dan sedang p=0,028, dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,276. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies dengan pola makan utama adalah anak dengan pola makan utama baik dan buruk serta anak dengan pola makan utama baik dan sedang. Tabel 11. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola makan utama Pola makan utama n (%) Rerata deft ± SD p Baik 51 (48,6) 5,37 ± 5,58 0,001* Sedang Buruk Total 36 (34,3) 18 (17,1) 105 (100) 8,78 ± 6,50 11,44 ± 6,05 7,58 ± 6,38 *p< 0,05

4.3 Hubungan Pola Makan Selingan dengan Pengalaman ECC Variabel pola makan selingan terdiri atas frekuensi, durasi, jenis, dan bentuk makanan selingan. Pada kategori pola makan selingan, rerata deft dari frekuensi makan selingan 0-1 kali/hari sebesar 6,96 ± 5,05, frekuensi 2-3 kali/hari sebesar 8,17 ± 7,04, dan frekuensi 4 kali/hari sebesar 6,00 ± 5,40 (p=0,010). Rerata deft dari durasi makan selingan 1-20 menit sebesar 6,05 ± 6,02, durasi 21-30 menit sebesar 7,60 ± 6,42, dan durasi >30 menit sebesar 10,35 ± 6,24 (p=0,032). Rerata deft dari jenis makanan selingan 0-1 hari/minggu sebesar 7,18 ± 6,77, 2-3 hari/minggu sebesar 7,39 ± 6,20, 4 hari/ minggu sebesar 7,78 ± 6,51 (p=0,938). Rerata deft dari bentuk makanan selingan padat sebesar 6,88 ± 6,44, bentuk cair sebesar 14,60 ± 7,47, dan bentuk lengket sebesar 7,34 ± 6,10 (p=0,038) (Tabel 12). Tabel 12. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet pola makan selingan dengan rerata pengalaman karies Kategori pola makan selingan n (%) Rerata deft ± SD p Frekuensi - 0-1 kali/hari - 2-3 kali/hari - 4 kali/hari 28 (26,7) 64 (61) 13 (12,3) 6,96 ± 5,05 8,17 ± 7,04 6,00 ± 5,40 0,010* Durasi - 1-20 menit - 21-30 menit - >30 menit Jenis Makanan Selingan - 0-1 hari/minggu - 2-3 hari/minggu - 4 hari/minggu Bentuk - Padat - Cair - Lengket *p< 0,05 42 (40) 40 (38,1) 23 (21,9) 11 (10,5) 36 (34,3) 58 (55,2) 24 (22,9) 5 (4,8) 76 (72,3) 6,05 ± 6,02 7,60 ± 6,42 10,35 ± 6,24 7,18 ± 6,77 7,39 ± 6,20 7,78 ± 6,51 6,88 ± 6,44 14,60 ± 7,47 7,34 ± 6,10 0,032* 0,938 0,038* Pola makan selingan secara keseluruhan secara statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC

(p=0,002). Rata rata deft tertinggi terdapat pada pola makan selingan dengan kategori sedang (36,2%) dengan rata-rata pengalaman deft 8,32 ± 6,63 (Tabel 13). Analisis Post-Hoc dari tabel 13 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,066, antara kelompok baik dan sedang p=0,049, dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,931. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies adalah anak dengan pola makan selingan baik dan sedang. Tabel 13. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola makan selingan Pola makan selingan n (%) Rerata deft ± SD p Baik 9 (8,6) 2,78 ± 1,79 0,002* Sedang Buruk Total 38 (36,2) 58 (55,2) 105 (100) 8,32 ± 6,63 7,84 ± 6,41 7,58 ± 6,38 *p< 0,05 4.4 Hubungan Pola Minum Minuman Manis dengan Pengalaman ECC Variabel pola minum minuman manis dibagi atas tiga yaitu frekuensi, durasi, dan minum minuman manis dengan botol pada malam hari. Pada kategori pola minum minuman manis, rerata pengalaman karies dari frekuensi minum minuman manis 0-1 kali/hari sebesar 6,95 ± 6,04, frekuensi 2-3 kali/hari sebesar 8,65 ± 6,87, dan frekuensi 4 kali/hari sebesar 8,60 ± 7,60 (p=0,428). Rerata deft dari durasi minum minuman manis 1-20 menit sebesar 6,46 ± 5,89, durasi 21-30 menit sebesar 8,28 ± 6,60, dan durasi >30 menit sebesar 10,40 ± 7,18 (p=0,030). Rerata deft dari minum minuman manis dengan botol pada malam hari, yang tidak menggunakan botol sebesar 7,30 ± 6,42, 1-3 hari/minggu sebesar 9,11 ± 5,67 dan 4-7 hari/minggu sebesar 14,00 ± 5,66 (p=0,257) (Tabel 14).

Tabel 14. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet pola minum minuman manis dengan rerata pengalaman karies Kategori pola minum minuman manis n (%) Rerata deft ± SD p Fekuensi - 0-1 kali/hari - 2-3 kali/hari - 4 kali/hari 66 (62,9) 34 (32,4) 5 (4,7) 6,95 ± 6,04 8,65 ± 6,87 8,60 ± 7,60 0,428 Durasi - 1-20 menit - 21-30 menit - >30 menit Minum dengan botol malam hari - Tidak - 1-3 hari/minggu - 4 hari/minggu *p< 0,05 52 (49,5) 43 (41) 10 (9,5) 94 (89,5) 9 (8,6) 2 (1,9) 6,46 ± 5,89 8,28 ± 6,60 10,40 ± 7,18 7,30 ± 6,42 9,11 ± 5,67 14,00 ± 5,66 0,030* 0,257 Pola minum minuman manis secara keseluruhan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik (p=0,003). Rata rata deft tertinggi berada pada kategori buruk dengan nilai 10,67 ± 7,02 sebesar 2,9% (Tabel 15). Analisis Post-Hoc dari tabel 15 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,420, antara kelompok baik dan sedang p=0,003, dan antara kelompok sedang dan buruk p=1,000. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies dengan pola minum minuman manis adalah anak dengan kelompok baik dan sedang. Tabel 15. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola minum minuman manis Pola minum minuman manis n (%) Rerata deft ± SD p Baik 71 (67,6) 6,14 ± 5,82 0,003* Sedang Buruk Total 31 (29,5) 3 (2,9) 105 (100) 10,58 ± 6,58 10,67 ± 7,02 7,58 ± 6,38 *p< 0,05

4.5 Hubungan Pola Minum Susu dengan Pengalaman ECC Pola minum susu pada anak dibedakan atas tiga variabel yaitu frekuensi, durasi, dan minum susu dengan botol pada malam hari. Pada kategori pola minum minuman susu, rerata deft dari frekuensi minum minuman susu 0-2 kali/hari sebesar 7,73 ± 6,37, frekuensi 3-4 kali/hari sebesar 7,78 ± 6,60, dan frekuensi 5 kali/hari sebesar 4,83 ± 5,19 (p=0,558). Rerata deft dari durasi minum minuman susu 1-20 menit sebesar 6,85 ± 6,09, durasi 21-30 menit sebesar 7,80 ± 6,73, dan durasi >30 menit sebesar 11,67 ± 5,90 (p=0,003). Rerata deft dari minum minuman manis, yang tidak menggunakan botol pada malam hari sebesar 7,36 ± 6,25, minum dengan botol pada malam hari 1-3 hari/minggu sebesar 11,11 ± 6,79 dan 4-7 hari/minggu sebesar 7,17 ± 6,35 (p=0,220). Tabel 16. Hasil analisis statistik hubungan perilaku diet pola minum minuman susu dengan rerata pengalaman karies Kategori pola minum susu n (%) Rerata deft ± SD p Fekuensi - 0-2 kali/hari - 3-4 kali/hari - 5 kali/hari 62 (59,1) 37 (35,2) 6 (5,7) 7,73 ± 6,37 7,78 ± 6,60 4,83 ± 5,19 0,558 Durasi - 1-20 menit - 21-30 menit - >30 menit Minum dengan botol malam hari - Tidak - 1-3 hari/minggu - 4 hari/minggu *p< 0,05 61 (58,1) 35 (33,3) 9 (8,6) 42 (40) 9 (8,6) 54 (51,4) 6,85 ± 6,09 7,80 ± 6,73 11,67 ± 5,90 7,36 ± 6,25 11,11 ± 6,79 7,17 ± 6,35 0,003* 0,220 Pola minum susu secara keseluruhan menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC berdasarkan hasil uji statistik (p=0,899). Nilai deft tertinggi berada di kategori sedang dengan nilai rata rata 7,81 ± 6,51 sebanyak 49,5% (Tabel 17).

Analisis Post-Hoc dari tabel 17 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,954, antara kelompok baik dan sedang p=0,975, dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,893. Diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies dengan pola minum susu. Tabel 17. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola minum minuman susu Pola minum susu n (%) Rerata deft ± SD p Baik Sedang Buruk Total 39 (37,1) 52 (49,5) 14 (13,4) 105 (100) 7,51 ± 6,32 7,81 ± 6,51 6,93 ± 6,46 7,58 ± 6,38 0,899 4.6 Hubungan Perilaku Diet dengan Pengalaman ECC Perilaku diet merupakan nilai keseluruhan dari pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis, dan pola minum susu. Hasil uji analisis statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara pola makan keseluruhan dengan pengalaman ECC (p=0,000). Nilai rata rata deft tertinggi berada pada kategori sedang sebanyak 75,2% dengan nilai deft 8,87 ± 6,52 (Tabel 18). Analisis Post-Hoc dari tabel 18 dilakukan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dan diperoleh hasil antara kelompok baik dan buruk p=0,217, antara kelompok baik dan sedang p=0,000, dan antara kelompok sedang dan buruk p=0,977. Diperoleh kesimpulan bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan rata rata pengalaman karies adalah anak dengan perilaku diet baik dan sedang. Tabel 18. Hasil analisis statistik hubungan pengalaman karies dengan pola diet anak Perilaku diet n (%) Rerata deft ± SD p Baik 22 (21) 2,82 ± 2,22 0,000* Sedang Buruk Total 79 (75,2) 4 (3,8) 105 (100) 8,87 ± 6,52 8,25 ± 7,59 7,58 ± 6,376 *p< 0,05

BAB 5 PEMBAHASAN Hasil penelitian diperoleh data rerata pengalaman ECC dari 105 anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah sebesar 7,58 ± 6,38. Pada penelitian ini terlihat bahwa rerata pengalaman karies anak perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki Sesuai dengan teori (cit. Pintauli) selama masa kanak-kanak perempuan menunjukkan nilai def yang lebih tinggi dari pria, 19 akan tetapi bertentangan dengan penelitian Sowole CA et al pada anak usia 6-60 bulan di Nigeria yang menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. 20 Diperoleh 15 orang (14,3%) anak yang bebas karies. Hal ini menunjukkan masih rendahnya angka kesehatan gigi khususnya pada anak balita di Kecamatan Medan Petisah. Terlihat bahwa penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90% penduduk Indonesia. Rendahnya prevalensi ini sesuai dengan penelitian Rizal dkk pada anak usia 3-5 tahun, sebanyak 27,4% anak bebas karies, 40,3% anak memiliki 1-5 gigi karies, dan 32,3% anak memiliki lebih dari 5 gigi karies 7. Pada penelitian ini juga ditemukan 7 orang anak dengan nilai deft 20, yang berarti keseluruhan giginya telah terserang karies pada usia ini. Pola makan merupakan salah satu penyebab terjadinya karies gigi, oleh sebab itu peran serta orang tua sangat dibutuhkan dalam perbaikan pola makan anak. 5,21 Anak dengan frekuensi makan utama 4 kali/hari terlihat memiliki rerata pengalaman karies lebih tinggi (12,33 ± 6,06) dibandingkan anak dengan frekuensi 1-3 kali/hari (6,39 ± 5,91). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p=0,000), hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hankin et al (cit. Nizel) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara frekuensi makan utama dengan pengalaman karies pada anak-anak di Hawai. 22 Variabel durasi makan utama, rerata pengalaman karies tertinggi pada anak yang mengonsumsi >30 menit sebesar 8,38 ± 6,25, tetapi secara statistik tidak didapatkan hubungan yang bermakna (p=0,566). Hal ini kemungkinan disebabkan

oleh jumlah sampel yang tidak seimbang, dan terbanyak pada anak yang mengonsumsi 21-30 menit (48,6%). Hasil ini bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa jika gigi terpapar dengan asam dalam waktu yang lama dapat menyebabkan risiko yang besar untuk terjadinya demineralisasi dan memperkecil kemungkinan terjadinya remineralisasi sehingga meningkatkan risiko terjadinya karies. 11,17 Semakin buruk pola makan utama maka semakin tinggi rerata deft yang dialami anak. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian didapatkan rerata deft tertinggi (11,44 ± 6,05) terdapat pada kategori buruk sebanyak 17,1%, kategori sedang (8,78 ± 6,50) dan kategori baik (5,37 ± 5,59). Secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC dengan nilai kemaknaan p=0,001 (Tabel 11). Pada variabel frekuensi makan selingan, rerata deft tertinggi (8,17 ± 7,04) terdapat pada anak dengan frekuensi makan selingan 2-3 kali/hari sebesar 61%, frekuensi 0-1 kali/hari (6,96 ± 5,05) dan frekuensi 4 kali/hari (6,00 ± 5,40). Secara statistik didapatkan ada hubungan yang bermakna (p=0,010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Vipeholm (cit. Angela) yang menyimpulkan bahwa konsumsi makanan yang mengandung gula di antara jam makan dan pada saat makan berhubungan dengan peningkatan karies yang besar. Anak yang berisiko karies tinggi sering mengonsumsi makanan manis di antara jam makan. 19,23 Semakin lama durasi makan selingan maka semakin tinggi nilai rerata deft yang dialami anak, terlihat anak dengan durasi makan selingan >30 menit memiliki rerata deft tertinggi (10,35 ± 6,24). Secara statistik variabel durasi makan selingan memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p=0,032) (Tabel 12). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa segera setelah mengonsumsi karbohidrat (sukrosa, glukosa), maka karbohidrat akan mengalami fermentasi. ph di dalam plak akan turun dalam beberapa menit (5-10 menit) sampai di bawah 5 atau 5,5, yaitu ph kritis untuk mengakibatkan enamel mengalami demineralisasi dan memperkecil kemungkinan terjadinya remineralisasi sehingga memperbesar risiko terjadinya karies. 11,19

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata deft tertinggi yaitu pada anak yang mengonsumsi selingan makanan kariogenik 4 hari/minggu sebesar 7,78 ± 6,51. Secara statistik variabel keteraturan mengonsumsi jenis makanan selingan kariogenik tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p=0,938) (Tabel 12). Hasil ini kemungkinan karena sampel penelitian yang tidak seimbang, jumlah sampel anak yang mengonsumsi makan selingan 0-1 hari/minggu sangat sedikit (10,5), bertentangan dengan teori yang menyatakan bahwa mengonsumsi makanan kariogenik diantara jam makan utama bersifat kondusif terhadap terjadinya karies gigi karena kandungan gula sukrosa dalam jenis makanan tersebut. 24 Variabel bentuk makanan selingan, rerata deft tertinggi pada anak dengan bentuk makanan selingan cair sebesar 14,60 ± 7,47, bentuk lengket sebesar 7,34 ± 6,10 dan bentuk padat sebesar 6,88 ± 6,44. Secara uji statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara bentuk makanan selingan (p=0,038) dengan pengalaman ECC (Tabel 12). Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyuti M di Makassar yang menunjukkan bahwa makanan yang lengket lebih mempengaruhi terjadinya karies pada anak. Sukrosa dalam bentuk makanan yang bersifat lengket akan lebih besar peluangnya sebagai penyebab karies. 21,24 Dari hasil penelitian secara statistik didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pola makan selingan dengan terjadinya ECC dengan nilai kemaknaan p=0,002 (Tabel 13). Rerata deft tertinggi terdapat pada pola makan selingan dengan kategori sedang (36,2%) dengan rata-rata pengalaman deft 8,32 ± 6,63, kategori buruk 7,84 ± 6,41 dan kategori baik 2,78 ± 1,79. Pada kategori pola makan selingan hanya variabel keteraturan mengonsumsi jenis makanan kariogenik yang tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC. Hal ini berarti variabel frekuensi, durasi, dan bentuk memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya karies. Semakin tinggi frekuensi minum minuman manis maka semakin tinggi rerata pengalaman karies yang dialami anak. Rerata pengalaman karies tertinggi terdapat pada anak dengan frekuensi minum minuman manis 2-3 kali/hari sebesar 8,65 ± 6,87.

Secara statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p=0,428), kemungkinan disebabkan karena distribusi sampel yang tidak merata yaitu anak dengan frekuensi minum minuman manis 4 kali/hari hanya sebesar 4,7%. Hal ini bertentangan dengan penelitian Vipeholm (cit. Angela) yang menyatakan bahwa konsumsi minuman manis pada saat makan dan diantara jam makan dapat menyebabkan peningkatan risiko terjadinya karies. 23 Semakin lama minum minuman manis maka semakin tinggi rerata pengalaman karies pada anak. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan rerata pengalaman ECC pada anak dengan durasi minum minuman manis 1-20 menit sebesar 6,46 ± 5,89, meningkat pada durasi 21-30 menit sebesar 8,28 ± 6,60 dan durasi >30 menit yaitu sebesar 10,40 ± 7,18. Secara statistik didapatkan ada hubungan yang bermakna antara durasi minum minuman manis (p=0,030) dengan pengalaman ECC. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa durasi yang lama merupakan faktor pemicu karies karena lamanya kontak dengan rongga mulut. 11 Anak yang tidak minum minuman manis dengan botol pada malam hari memiliki rerata deft 7,30 ± 6,42 dan terjadi peningkatan pada anak yang minum minuman manis dengan botol pada malam hari 1-3 hari/minggu dengan rerata deft 9,11 ± 5,67, walaupun secara statistik tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku minum minuman manis dengan botol pada malam hari dengan pengalaman ECC (p=0,257). Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugito FS di DKI Jakarta yang menyatakan bahwa 54,6% anak meminum minuman manis menggunakan botol pada malam hari. 25 Pada penelitian ini disebabkan karena distribusi sampel yang tidak merata, dapat dilihat bahwa anak yang minum minuman manis menggunakan botol pada malam hari hanya sebesar 10,5%. Uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC dengan nilai kemaknaan p=0,003 (Tabel 15). Rerata deft pada kategori baik sebesar 6,14 ± 5,82, kategori sedang sebesar 10,58 ± 6,58 dan rerata deft tertinggi pada kategori buruk sebesar 10,67 ±7,02

(2,9%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin buruk pola minum minuman manis maka semakin tinggi rerata pengalaman karies pada anak. Pada kategori pola minum minuman manis hanya variabel durasi yang memiliki hubungan yang bermakna, ini berarti bahwa durasi yang lama dapat memicu meningkatnya risiko karies. Anak yang minum susu dengan frekuensi 0-2 kali/hari memiliki rerata deft sebesar 7,73 ± 6,37, terjadi peningkatan pada anak dengan frekuensi 3-4 kali/hari sebesar 7,78 ± 6,60 dan terjadi penurunan pada anak dengan frekuensi 5 kali/hari yaitu sebesar 4,83 ± 5,19. Secara statistik ditemukan tidak adanya hubungan antara frekuensi minum susu dengan pengalaman ECC (p=0,558), kemungkinan disebabkan distribusi sampel yang tidak merata, anak dengan frekuensi minum susu 5 kali/hari hanya sebesar 5,7%. Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kris Paulus dengan jumlah sampel 30 orang menunjukkan hasil anak dengan frekuensi minum susu di atas 3 kali sehari paling banyak terserang karies yaitu 16 orang (53,45%), frekuensi 2-3 kali sehari masing-masing sebanyak 7 orang (23,3%), dan 1 kali sehari tidak ada yang terserang karies. 8 Variabel durasi minum susu, pengalaman ECC tertinggi pada durasi >30 menit sebesar 11,67 ± 5,90, durasi 21-30 menit sebesar 7,80 ± 6,73 dan durasi 1-20 menit sebesar 6,85 ± 6,09. Secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC (p=0,003). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa durasi yang lama merupakan faktor pemicu karies karena lamanya kontak dengan rongga mulut. 11 Anak yang tidak minum susu dengan botol pada malam hari memiliki rerata deft sebesar 7,36 ± 6,25, rerata deft meningkat pada anak yang minum susu dengan botol 1-3 hari/minggu yaitu sebesar 11,11 ± 6,79. Walaupun secara statistik tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p=0,220), akan tetapi terlihat bahwa ada perbedaan antara anak yang minum susu dengan dan tanpa menggunakan botol. Hasil ini sesuai dengan teori (Almushayt et al) yang menyatakan bahwa apabila anak tertidur dengan botol tetap di mulut, susu akan menetap di mulut dalam waktu yang lama. Pada malam hari, produksi saliva akan menurun sehingga proses self cleansing pun akan terganggu. Menurunnya aliran saliva selama tidur dapat menurunkan oral

clearance dan dapat meningkatkan terjadinya kontak yang lama antara plak dan substrat, dan juga dapat meningkatkan tingkat kariogenitas dari substrat tersebut. 12,26 Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori pola minum susu dengan pengalaman ECC dengan kemaknaan p=0,899 (Tabel 17). Rerata deft tertinggi yaitu pada kategori pola minum susu sedang sebesar 7,81 ± 6,51, kategori baik 7,51 ± 6,32 dan kategori buruk sebesar 6,93 ± 6,46. Hal ini kemungkinan karena jumlah sampel pada kategori pola minum susu buruk sangat sedikit (13,4%). Dari kategori pola minum susu, hanya variabel durasi minum susu yang memiliki hubungan yang bermakna, hal ini berarti durasi yang lama dapat memicu peningkatan risiko karies. Hasil penelitian secara statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara perilaku diet anak dengan pengalaman ECC dengan nilai kemaknaan p=0,000 (Tabel 18). Variabel kategori perilaku diet menunjukkan rerata deft terendah diperoleh pada kategori perilaku diet baik dengan nilai 2,82 ± 2,22 dan tertinggi pada kategori perilaku diet sedang 8,87 ± 6,52. Dari keempat faktor perilaku diet yaitu pola makan utama, pola makan selingan, pola minum minuman manis dan pola minum susu; hanya pola minum susu yang tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan pengalaman ECC. Pada penelitian ini terbukti bahwa perilaku diet berpengaruh terhadap terjadinya karies pada anak. Hasil yang lebih terperinci mengenai kebiasaan konsumsi anak usia 37-71 bulan dapat diketahui karena pada penelitian ini menggunakan catatan analisis diet dibandingkan penelitian sebelumnya yang menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tertutup sehingga orang tua hanya akan berdasarkan pada pilihan jawaban kuesioner yang disediakan. Disarankan untuk mengevaluasi perilaku diet individu menggunakan kartu catatan diet agar dapat dievaluasi secara indvidu dan dapat memberikan nasihat diet secara individu juga.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit multifaktorial yang sangat rentan terjadi pada anak anak. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah perilaku diet anak seperti yang dilakukan pada penelitian ini. Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Ada hubungan yang bermakna antara pola diet anak dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,000). 2. Ada hubungan yang bermakna antara pola makan utama dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,001). 3. Ada hubungan yang bermakna antara pola makan selingan dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,002). 4. Ada hubungan yang bermakna antara pola minum minuman manis dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,003). 5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pola minum susu dengan pengalaman ECC pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah (p=0,899). 6.2 Saran 1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang faktor risiko lain, terutama faktor risiko yang lebih berperan dalam proses terjadinya karies. 2. Perlu dilakukan program pencegahan melalui analisis diet dengan penjelasan kepada orang tua mengenai pola makan yang baik untuk mencegah terjadinya karies dini.

3. Perlu peran dari orang tua khususnya ibu dalam membentuk perilaku anak untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut anak. Misalnya dengan mengajarkan anak pola diet yang baik. 4. Perlu dilakukan program penyuluhan khususnya kepada anak TK dan playgroup untuk lebih memahami pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut sejak dini.