BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai teofilin adalah sebagai. Gambar 2.1 Struktur Teofilin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tahan asam (BTA, Mikobakterium tuberkulosa) yang ditularkan melalui udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman energi adalah minuman ringan non-alkohol yang dirancang

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm. Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu dapat menginaktivasi enzim tirosinase melalui penghambatan reaksi oksidasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen BKAK., (2014) uraian tentang parasetamol sebagai berikut:

JURNAL PRAKTIKUM ANALITIK III SPEKTROSKOPI UV-VIS

PENENTUAN TETAPAN PENGIONAN INDIKATOR METIL MERAH SECARA SPEKTROFOTOMETRI

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

UJI KUANTITATIF DNA. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Ahli Pertama

KIMIA DASAR PRINSIP TITRASI TITRASI (VOLUMETRI)

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

A. Judul B. Tujuan C. Dasar Teori

BAB IV HASIL PENGAMATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASIDI-ALKALIMETRI PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel diambil di tempat sampah yang berbeda, yaitu Megascolex sp. yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SPEKTROSKOPI UV-VIS. PENENTUAN KONSENTRASI PERMANGANAT (KMnO 4 )

Laporan Kimia Analitik KI-3121

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA H N. :-asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]- monosodium. -sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

abc A abc a = koefisien ekstingsi (absorpsivitas molar) yakni tetap b = lebar kuvet (jarak tempuh optik)

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI Percobaan modul 3 TITRASI SPEKTROFOTOMETRI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri uv & vis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Percobaan B. Tujuan Percobaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

Hukum Dasar dalam Spektrofotometri UV-Vis Instrumen Spektrofotometri Uv Vis

KIMIA ANALITIK TITRASI ASAM-BASA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

PERCOBAAN POTENSIOMETRI (PENGUKURAN ph)

Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N. No. Berat K-Biftalat (mg) Volume NaOH (ml) , ,14 3.

BAB III METODE PENELITIAN

ACARA IV PERCOBAAN DASAR ALAT SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

Metode titrimetri dikenal juga sebagai metode volumetri

Spektrofotometer UV /VIS

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Struktur Pseudoefedrin HCl

INTERAKSI RADIASI DENGAN BAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

SOAL-SOAL SPEKTROFOTOMETRI

4 Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN UV-VIS

BAB IV ANALISIS DENGAN SPEKTROFOTOMETER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mirip dengan cairan tubuh (darah), sekitar 280 mosm/kg H 2 O. Minuman isotonik

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Praktikum Analisis Sediaan Farmasi Penentuan kadar Asam salisilat dalam sediaan Bedak salicyl

Pebandingan Metode Analisa Kadar Besi antara Serimetri dan Spektrofotometer UV-Vis dengan Pengompleks 1,10- Fenantrolin

BAB II. pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

ANALISIS BAHAN KIMIA OBAT ASAM MEFENAMAT DALAM JAMU PEGAL LINU DAN JAMU REMATIK YANG BEREDAR DI KOTA MANADO

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Spektrofotometri Serapan Atom

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMENT INDUSTRI PERALATAN ANALISIS (SPEKTROFOTOMETER)

MAKALAH KIMIA ANALIS TITRASI IODIMETRI JURUSAN FARMASI

1. Tujuan Menentukan kadar kafein dalam sample Dapat menggunakan spektofotometer uv dengan benar

DAFTAR ISI JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

PENGGOLONGAN & RUANG LINGKUP KIMIA ANALITIK

PENGENALAN SPEKTROFOTOMETRI PADA MAHASISWA YANG MELAKUKAN PENELITIAN DI LABORATORIUM TERPADU FAKULTAS KEDOKTERAN USU KARYA TULIS ILMIAH.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur kimia secara terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di

TITRASI IODOMETRI DENGAN NATRIUM TIOSULFAT SEBAGAI TITRAN Titrasi redoks merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya. Terbaginya titrasi ini

1. Dapat mengerti prinsip-prinsip dasar mengenai teknik spektrofotometri (yaitu prinsip dasar

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) memiliki nama lain yaitu (+)-2,2 -(Etilenadiimino)-di-1-butanol dihidroklorida juga dikenal dengan sebutan EMB atau E, memiliki rumus molekul C 10 H 24 N 2 O 2.2HCl dengan berat molekul sebesar 277,23 (Ditjen POM, 1995; Anonim, 2009). Gambar 2.1. Struktur Molekul Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) berbentuk serbuk hablur putih, mudah larut dalam air, etanol dan metanol. Sukar larut dalam eter dan kloroform. Dikenal sebagai obat antimikobakterial yang bersifat bakteriostatik yang diberikan dalam pengobatan tuberculosis. Biasanya diberikan kombinasi dengan obat anti tuberculosis lainnya seperti isonoazid, rifampisin dan pirazinamid (Ditjen POM, 1995; Anonim, 2009). Untuk identifikasi etambutol, menurut Roth dkk (1991), dapat dilakukan dengan IR, KLT dan dengan reaksi warna yakni dengan penambahan larutan tembaga (II) sulfat dan larutan natrium hidroksida kedalam larutan zat dalam air

akan menghasilkan warna biru yang merupakan akibat dari terbentuknya kompleks etambutol dengan tembaga. Reaksi ini merupakan reaksi khas dari obat yang mempunyai struktur 1,2-aminoalkohol atau 1,2-diamin. Kompleks etambutol dengan tembaga mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 265 nm dan 610 nm dan lebih mungkin ditentukan secara kolorimetri. 2.2 Metode-metode kuantitatif Kimia Farmasi Analisis melibatkan penggunaan sejumlah teknik dan metode analisis untuk memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif dan informasi struktur dari suatu senyawa obat pada khususnya, dan bahan kimia pada umumnya. Gandjar dan Rohman (2007) menyebutkan istilah prosedur analisis seringkali dikacaukan dengan istilah teknik dan metode analisis. Teknik analis hanya merujuk pada pengukuran dan evaluasi hasil pengukuran. Metode analisis merujuk pada penetapan kadar senyawa tertentu dan evaluasi hasil pengukuran, sedangkan prosedur analisis merupakan serangkaian proses mulai dari penyiapan sampel sampai evaluasi hasil pengukuran. Ada beberapa proses fisika-kimia yang dapat digunakan untuk memberikan informasi analisis. Proses ini berkaitan dengan sifat atom dan molekul serta fenomena-fenomena yang mampu menjadikan elemen-elemen atau senyawa-senyawa tersebut dapat dideteksi atau dapat diukur secara kuantitatif pada kondisi yang dapat dikontrol. Proses-proses yang mendasari ini semua menentukan berbagai macam teknik analisis (Gandar dan Rohman, 2007).

2.2.1 Metode Titrimetri Metode titirimetri masih digunakan secara luas karena merupakan metode yang tahan, murah, dan mampu memberikan ketepatan (presisi) yang tinggi. Keterbatasan metode ini adalah kurang spesifik. Menurut Gandjar dan Rohman (2007) untuk dapat dilakukan analisis volumetri harus dipenuhi syarat-syarat berikut: 1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat. 2. Reaksinya harus sederhana dan dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi. 3. Harus ada perubahan yang dapat diamati pada saat titik ekivalen dicapai, baik secara kimia maupun fisika. 4. Harus ada indikator jika syarat ketiga tidak terpenuhi. Sebagai contoh reaksi yang cocok untuk titrasi adalah penentuan konsentrasi larutan asam klorida melalui titasi dengan larutan natrium hidroksida. Dalam rekasi tidak tersebut tidak ada reaksi samping, yakni: 14 HCl + NaOH NaCl + H 2 O; K = 1 10 Menurut Gandjar dan Rohman (2007), berdasarkan reaksi kimia yang terjadi selama titrasi, volumetri dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis: 1. Reaksi asam-basa (asidi alkalimetri = netralisasi). Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam lingkungan bebas air (TBA = titrasi bebas air). 2. Reaksi reduksi-oksidasi (redoks).

Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti permanganometri, serimetri, iodi-iodometri serta bromometri. 3. Reaksi pengendapan (presipitasi). Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah berdasarkan pada terbentuknya endapan yang sukar larut, misalnya argentometri. 4. reaksi pembentukan kompleks. Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi pembentukan kompleks antara zat pengkompleks dengan ion logam. Metode penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini adalh kompleksometri. 2.2.1.1 Tirasi bebas air Titrasi Bebas Air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum yang digunakan dalam Farmakope. Metode ini mempunyai dua keuntungan yakni metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dan pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu untuk melarutkan analit-analit organik. Air dapat bersifat sebagai asam lemah dan basa lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton. Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik infleksi pada kurva titrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati batas ph 0 dan 14. oleh karena itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum, basa-basa dengan pka < 7 atau asam-asam dengan pka > 7 tidak dapt ditentukan kadarnya secara tepat pada media air (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.2 Spektrofotometri Para kimiawan telah lama menggunakan bantuan warna sebagai bantuan dalam mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai suatu perluasan pemeriksaan visual yang dengan studi lebih mendalam dari absorpsi energi radiasi oleh macam-macam zat kimia memperkenankan dilakukannya pengukuran ciri-ciri serta kuantitatifnya dengan ketelitian lebih besar (Day dan Underwood, 1993). Benda-benda bercahaya, seperti matahari atau bola lampu istrik memancarkan suatu spektrum luas terdiri dari banyak panjang gelombang. Panjang gelombang yang mampu mempengaruhi retina mata manusia dan karenanya menyebabkan kesan-kesan subjektif dari penglihatan dikenal dengan sinar tampak. Tatapi banyak dari radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda panas terletak di luar daerah dimana mata masih peka. Keseluruhan spektrum kira-kira dikelompokkan seperti pada gambar berikut. Gambar 2.2. Kisaran panjang gelombang dan spektrum elektromagnetiknya.

2.2.2.1 Spektrofotometri Ultraviolet dan Sinar Tampak Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Jika sinar monokromatik dilewatkan melalui suatu lapisan larutan dengan ketebalan db, maka penurunan intensitas sinar (di) karena melewati lapisan larutan tersebut berbanding langsung dengan intensitas radiasi (I), konsentrasi spesies yang menyerap (c) secara matematis pernyataan ini dapat dituliskan: di = kicdb...(1) Persamaan di atas dapat disusun ulang dan diintegralkan dengan batas Io (intensitas sinar mula-mula) dan I (intensitas sinar setelah melewati larutan dengan ketebalan b). I Io di I = k b 0 cdb...(2) I ln = kbc...(3) Io I kbc =...(4) Io e Dengan mengubah menjadi logaritma basis 10, maka akan didapatkan persamaan: I kbc = Io 10...(5) Yang mana k = a, maka persamaan (5) di atas diubah menjadi persamaan (6) 2,303 berikut: Io log = abc...(6) I

A = abc...(7) Yang mana: A = absorbansi a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi Persamaan (7) dikenal dengan hukum Lambert-Beer. Kuantitas spektroskopi yang diukur biasanya adalah transmitans (T = I/Io), dan absorbansi (A); yang mana A = log 1/T. Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar dan disimbolkan dengan ε dengan satuan M -1 cm -1 atau liter.mol -1 cm -1. Jika c dinyatakan dalam persen berat/volume (g/100ml) maka absorptivitas dapat ditulis dengan 1% E 1cm juga sering ditulis dengan 1% A 1cm (Gandjar dan Rohman, 2007). Sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Spektofotometri sinar tampak digunakan untuk penetapan kadar senyawa yang berwarna (Gandjar dan Rohman, 2007). Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri sinar tampak terutama untuk senyawa yang tidak berwarna yang akan dianalisis yaitu: a. Pembentuka molekul yang dapat menyerap sinar tampak

Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar tampak. b. Waktu kerja (operating time) Tujuannya ialah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan. c. Pemilihan panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu. d. Pembuatan kurva baku Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva baku yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Berr terpenuhi. e. Pembacaan absorbansi sampel Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hali ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah yang paling minimal.

2.3 Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis dapat menular melalui: - Sumber penularan adalah pasien TB BTA (basil tahan asam) positif. - Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. - Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. - Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. - Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Para Amino Acid (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan paduan

OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin dan Etambutol selama 6 bulan. Sejak tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai melaksanakan strategi DOTS dan menerapkannya pada Puskesmas secara bertahap. 2.4 Validasi Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.4.1 Perolehan Kembali Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : CF C A % perolehan kembali = 100 * C A Keterangan : C F = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku C A = konsentrasi sampel awal C* A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan (Harmita. 2004).

2.4.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas-batas tersebut dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali. Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Batas deteksi 3SB = Slope Batas Kuantitasi 10SB = Slope Keterangan : SB = simpangan baku 2.4.3 Analisa Data secara Statistik Kadar aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) yang diperoleh perhitungan menggunakan persamaan garis regresi, diuji secara statistik dengan uji Q. Rumus yang digunakan: Q hitung = Nilai yang dicurigai - Nilai yang terdekat Nilai tertinggi - Nilai terendah Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 2, apabila Q hitung > Q kritis maka data tersebut ditolak (Gandjar dan Rohman, 2007).

Tabel 1. Nilai Q kritis pada Taraf Kepercayaan 95% Jumlah pengamatan Q tabel (nilai Q kritis ) 4 0,831 5 0,717 6 0,621 7 0,570 8 0,524 Sumber: Gandjar dan Rohman (2007). 3.4.3.1 Rata Rata Kadar Aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) Kadar aethambutoli hydrochlorida (etambutol hidroklorida) yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing 6 larutan sampel, ditentukan rataratanya secara statistik dengan taraf kepercayaan 95% dengan rumus sebagai berikut: µ = X ± t 1 αs 2 n (Wibisono, 2005) 3.4.9.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Untuk menguji dua metode analisis yang berbeda dilakukan dengan uji t-berpasangan (paired t-test). Uji ini dilakukan dengan mencari selisih setiap pasang hasil dari kedua metode. Kemudian selisihnya dirata-ratakan lalu dicari simpangan bakunya (SD). Hasil dari kedua metode dikatakan berbeda secara signifikan jika t hitung > t kritik pada taraf kepercayaan 95%. Nilai t hitung dapat dicari dengan rumus: t hitung ( X µ ) = SD N Keterangan: X = Rata-rata selisih tiap pasang hasil

µ = Nilai sebenarnya (dalam hal ini nilainya = 0) SD = Simpangan baku selisih N = Jumlah perlakuan (Gandjar dan Rohman, 2007)